PENGUJIAN VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merril) VARIETAS GROBOGAN HASIL PEMUPUKAN NPK MAJEMUK BERBEDA DOSIS PADA UMUR SIMPAN DUA BULAN

ABSTRACT

THE EFFECT OF APPLICATION OF SOME CONCENTRANTION OF
INDOLE-3 BUTYRIC ACID (IBA) AND THE NUMBER OF NODES ON
THE ROOTING OF MINI CUTTING OF CASSAVA
(Manihot esculenta Crantz)

By
Henni Elfandari

Scarcity of stakes as planting materials causes the reduction of cassava yield. An
alternative to solve the problem is to use mini stem cutting. This is to save
planting material, so the number of stakes needed is fullfiled. A stake is
considered to grow well if there is a regeneration both in shoot and root.
Regeneration of shoot and root can occur if phytohormone system in the plant.
However, sometimes the ratio of growth regulator in the plant is not enough, so
that the external growth regulator is needed. Growth regulator whose function is
to regenerate shoot and root is auxin. In this research IBA which includes in auxin
was used. Beside growth regulator, another factor responsible in regenerating
shoot and root is the number of nodes along a stake. The objectives of this
research were to know the effect of application of some concentrantion of indole3 butyric acid (IBA) and the number of nodes on the rooting of mini cutting of

cassava (Manihot esculenta Crantz).
This research used completely randomized design (RAL) arranged in factorial
(4x3). The first factor was IBA concentrations consisting of 4 levels; without IBA,
IBA 500 ppm, IBA 1,000 ppm, and IBA 2,000 ppm. The second factor was the
number of nodes in cutting consisting of 3 kinds; stem cutting with one node,
stem cutting with two nodes, and stem cutting with three nodes. This research was
conducted in experiment garden of Agriculture Faculty in University of Lampung
in Bandar Lampung from March to April 2012. Data analysis included the amount
of shoots, the length of shoot, amount of nodes, amount of leaves, amount of
roots, and length of root.
The results showed that the IBA application with concentration of 2,000 ppm was
the best concentration in supporting rooting in mini cassava stem cutting. In the
treatment of amount of nodes in the stem cutting, it was found that three-node in

stem cutting produced better root growth than other stem cuttings. The
combination of treatments of IBA with 2,000 ppm concentration and three-node in
stem cutting produced the best mini stem cutting growth than other treatments.
Keywords: IBA, rooting of mini cutting, cassava

PENGUJIAN VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merril)

VARIETAS GROBOGAN HASIL PEMUPUKAN NPK MAJEMUK
BERBEDA DOSIS PADA UMUR SIMPAN DUA BULAN
Oleh
Parmitha Shari
ABSTRAK
Benih merupakan salah satu bahan usaha tani yang mempengaruhi hasil.
Penggunaan benih bermutu yang memiliki vigor tinggi merupakan salah satu
faktor yang dapat menghasilkan panen tanaman yang tinggi. Dosis pupuk NPK
majemuk selama periode pembangunan benih diduga mempengaruhi vigor suatu
benih. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan vigor benih kedelai
Varietas Grobogan yang berasal dari dosis pemupukan NPK majemuk berbeda.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Teknologi Benih Fakultas
Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung dari bulan April hingga Mei
2012. Percobaan dirancang menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna
(RKTS) yang diulang tiga kali. Rancangan perlakuan adalah tunggal terstruktur
terdiri dari lima taraf dosis pupuk NPK majemuk (100 kg/ha,150 kg/ha,200
kg/ha,250 kg/ha, dan 300 kg/ha). Homogenitas ragam diuji dengan Uji Barlett
dan aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Bila asumsi analisis ragam terpenuhi,
maka data dianalisis ragam; rata-rata nilai pengaruh perlakuan diuji dengan Uji
Ortogonal Polinomial pada taraf 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih kedelai Varietas Grobogan yang
berasal dari pemupukan NPK majemuk yang ditingkatkan dosisnya sampai
dengan 300 kg/ha menghasilkan perbedaan vigor benih secara kuadratik
berdasarkan variabel bobot kering kecambah. Pada dosis pupuk 178,95 kg/ha
menghasilkan bobot kering kecambah maksimum yaitu 0,08 gram per kecambah
sedangkan panjang akar dan panjang plumula meningkat secara linier seiring
dengan peningkatan dosis pupuk. Variabel kecepatan perkecambahan, kecambah
normal yang tumbuh, nilai daya hantar listrik, dan panjang hipokotil tidak
menunjukkan perbedaan meskipun dosis pemupukan ditingkatkan.
Kata kunci : vigor, pupuk NPK majemuk, kedelai, Grobogan

PENGUJIAN VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merril)
VARIETAS GROBOGAN HASIL PEMUPUKAN NPK MAJEMUK
BERBEDA DOSIS PADA UMUR SIMPAN DUA BULAN

Oleh
Parmitha Shari

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

Judul

: Pengujian Vigor Benih Kedelai (Glycine max [L.] Merril)
Varietas Grobogan Hasil Pemupukan NPK Majemuk
Berbeda Dosis Pada Umur Simpan Dua Bulan

Nama

: Parmitha Shari


NPM

: 0814013195

Jurusan

: Agroteknologi

Fakultas

: Pertanian

Menyetujui
1. Komisi Pembimbing

Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S.
NIP 196101111987032005

Ir. Niar Nurmauli, M.S.
NIP 196102041986032002


2. Ketua Jurusan Agroteknologi

Dr.Ir. Kuswanta F Hidayat, M.P.
NIP 196411181989021002

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji
Ketua

: Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S.

__________________

Sekretaris

: Ir. Niar Nurmauli, M.S.

__________________


Penguji bukan pembimbing : Ir. Eko Pramono, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S.
NIP. 196108261987021001

Tanggal lulus ujian skripsi:21 Desember 2012

__________________

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 12 September 1990, sebagai
anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Pardjo dan Ibu
Khomsiah.
Jenjang pendidikan Penulis dimulai dengan menyelesaikan Pendidikan Taman
Kanak-kanak (TK) di TK Taruna Jaya Bandar Lampung pada tahun 1996,
Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 Way Halim pada tahun 2002, Sekolah Lanjut

Tingkat Pertama (SLTP) di SLTPN 19 Bandar Lampung pada tahun 2005, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 5 Bandar Lampung pada tahun 2008.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Program Studi Agroteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Pada bulan Juni sampai Agustus 2011, Penulis menjalani Kuliah Kerja Nyata
Tematik (KKN) sebagai mata kuliah wajib di Desa Trimulyo, Lampung Barat.
Pada bulan Januari sampai Februari 2012, Penulis menjalani Praktik Umum
sebagai mata kuliah wajib di UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih
Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) di Rajabasa, Bandar Lampung.

Selama kuliah di Universitas Lampung, penulis pernah mengikuti ekstrakurikuler
seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U) dan UKMBS
universitas. Selain itu, penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen pada
matakuliah Produksi Tanaman Pangan dan Fisiologi Tumbuhan.

Tanpa mengurangi rasa syukurku pada Allah subhanahu wa ta”la,
Kupersembahkan karyaku untuk

Keluargaku tercinta

Bapak, Ibu, Kakak, Adikku yang selalu mendoakan dan mengharapkan
keberhasilanku atas kasih sayang, perhatian, doa, serta dorongan semanagatnya
takkan aku lupa

Teman-temanku
Atas dukungan dan bantuannya sehingga karya ini dapat selesai

Serta
Almamater tercinta
Fakultas Pertanian
Universitas Lampung

"Anda Bisa Menunda Untuk Berubah Karena Banyaknya Urusan. Tapi Hidup Tidak
Pernah Menunda Urusannya Untuk Menunggu Anda Berubah."
(Mario Teguh)

“They judge me before they even know me. That’s why I’m better off alone”
(Panji Setyo Arizka)

“Jadikanlah masa yang berlalu itu pengalaman dan pengajaran, masa yang sedang

berjalan kita isi dengan amalan, dan masa depan jangan terlalu
diangan-angankan”
(Mario Teguh)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan
salam senantiasa tercurah kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi dengan judul Pengujian
Vigor Benih Kedelai (Glycine max [L.] Merril) Varietas Grobogan Hasil
Pemupukan NPK Majemuk Berbeda Dosis pada Umur Simpan Dua Bulan ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S., selaku Pembimbing Pertama dan Pembimbing
Akademik yang telah memberikan dana, saran, motivasi, dan arahan dengan
penuh kesabaran dan kebijaksanaan hingga akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
2. Ibu Ir. Niar Nurmauli, M.S., selaku Pembimbing Kedua atas dana, kesabaran,

ketelitian, dan kebesaran hati membimbing saya dalam mengoreksi skripsi
hingga dapat terselesaikan dengan baik.
3. Bapak Ir. Eko Pramono, M.S., selaku Pembahas yang telah memberikan saran,
arahan, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., sebagai Ketua Jurusan
Agroteknologi.
6. Seluruh dosen di Fakultas Pertanian yang telah memberikan ilmunya kepada
saya.
7. Bapak, Ibu, Kakak, Adik, dan seluruh keluarga besar penulis yang telah
memberikan dorongan serta bantuan moril maupun materiil kepada penulis
selama menyelesaikan skripsi.
8. Adwar Aprianto, Sevy Virgundari, Henni Elfandari, Rizki Amelia, Mutiara
Wijayanti, dan Risky Ramadhana yang telah memberikan semangat, bantuan,
motivasi, dan kebersamaanya selama menjalani penelitian dan skripsi.
9. Teman seperjuangan penelitian, Panji Setyo Arizka dan Asep Suryana yang

telah memberikan benih kedelai hasil penelitian.
Semoga semua pihak yang telah membantu mendapat balasan berupa rahmat dan
berkah dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa
pun yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung,
Penulis,

Parmitha Shari

Januari 2013

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat
hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan
panen tanaman yang tinggi pula. Dalam benih terdapat sifat yang dapat
diwariskan namun untuk tumbuh sesuai dengan potensinya ia harus berinteraksi
dengan lingkungan tumbuh yang optimum agar hasilnya maksimum. Benih
bermutu memiliki vigor tinggi yang akan memberikan respons yang positif
terhadap input agronomi seperti pupuk sehingga mampu mencapai produksi
maksimum. Vigor benih dapat diketahui dengan melakukan pengujian vigor.

Pengujian vigor terdiri atas indikasi biokimia dan indikasi fisiologis. Indikasi
fisiologis dapat diukur berdasarkan uji kecepatan berkecambah, keserempakan
berkecambah, dan uji daya berkecambah. Salah satu indikasi biokimia benih
adalah mengukur daya hantar listrik cairan rendaman benih. Variabel yang diukur
pada pengujian vigor antara lain kecambah normal, nilai daya hantar listrik,
variabel pertumbuhan, dan bobot kering. Menurut Ilyas (2010), lot benih yang
viabilitasnya lebih tinggi akan mampu menghasilkan bobot kering kecambah lebih
besar. Pengukuran bobot kering kecambah merupakan tolok ukur yang lebih
kuantitatif dan objektif.

2

Viabilitas benih mencakup vigor dan daya berkecambah benih. Viabilitas
adalah daya hidup benih yang ditunjukkan oleh gejala pertumbuhan dan atau
gejala metabolisme. Vigor benih berkembang dengan pola menyerupai
perkembangan viabilitas. Bila vigor menurun, maka viabilitas juga ikut menurun
(Sadjad,1993). Vigor benih merupakan sifat-sifat benih yang menentukan potensi
benih untuk tumbuh cepat, seragam, dan berkembang menjadi kecambah normal
pada berbagai kondisi lingkungan (AOSA, 1983).

Benih bervigor tinggi merupakan resultan dari faktor innate (genetik) dan induced
(lingkungan). Mugnisjah dan Setiawan (2004) menyatakan bahwa pertanaman
untuk memroduksi benih harus tumbuh dalam lingkungan optimum. Salah satu
faktor lingkungan tersebut adalah ketersediaan unsur hara yang tercukupi.
Pemupukan yang mendukung pertumbuhan dan hasil benih, tergantung dari cara
pemupukan, dosis pupuk yang tepat, dan waktu pemupukan.

Pemupukan berimbang berhubungan dengan viabilitas. Pupuk NPK majemuk
mengandung unsur nitrogen, fosfor, dan kalium yang berperan dalam
membentukan protein yang menghasilkan vigor (Lowe et al. 1972), cadangan
energi untuk perkecambahan (Bewley dan Black, 1986), bobot benih, dan
menurunkan asam lemak bebas dalam benih sehingga daya simpan benih akan
lebih lama (Syafruddin et al. 1996 dalam Akil, 2009).

Hasil penelitian Rusdi (2008) menunjukkan bahwa benih kedelai yang diberi
pupuk NPK susulan sampai dosis 100 kg/ha menghasilkan vigor awal yang tinggi
berdasarkan variabel nilai daya hantar listrik yang berarti benih tersebut diduga
dapat disimpan relatif lebih lama dibandingkan dengan dosis di bawah dosis

3

tersebut. Hasil penelitian Avintari (2008) menunjukkan bahwa dosis pupuk NPK
majemuk berpengaruh pada vigor buncis secara linier yaitu setiap peningkatan 1
kg/ha pupuk NPK majemuk akan meningkatkan bobot kering kecambah sebesar
0,0017 gram.

Pemupukan NPK majemuk dengan dosis yang berbeda akan memberikan
tanggapan yang berbeda dalam vigor benih yang dihasilkan.

Perumusan Masalah
Apakah benih kedelai Varietas Grobogan yang berasal dari pemupukan NPK
majemuk berbeda menghasilkan vigor benih yang berbeda setelah benih disimpan
dua bulan?

1.2 Tujuan

Mengetahui ada tidaknya perbedaan vigor pada benih kedelai Varietas Grobogan
yang berasal dari pemupukan NPK majemuk berbeda setelah benih disimpan dua
bulan.

4

1.3 Landasan Teori

Benih merupakan faktor penentu dalam upaya peningkatan produksi tanaman
(Sadjad,1993). Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1995), kegiatan produksi benih
di lapang memiliki tiga komponen yaitu benih atau tanaman, lingkungan tumbuh,
dan teknik budidaya. Ketiga komponen ini perlu dikelola dengan baik untuk
mendapatkan produksi benih yang maksimal baik dari segi kualitas maupun
kuantitas.

Menurut Sadjad (1994), periode masa hidup benih dapat digambarkan dalam
Konsepsi Steinbauer-Sadjad. Pada konsepsi viabilitas benih tersebut dijelaskan
terdapat 3 periode yakni periode I (periode pembentukan benih), periode II
(periode simpan), dan periode III (periode kritikal). Selama periode
pembangunan benih (periode I) yang dimulai sejak antesis sampai dengan masak
fisiologis, viabilitas dan hasil benih terus meningkat hingga dicapai titik
maksimum. Menurut Austin (1972), produksi benih bervigor tinggi dapat
dilakukan dengan cara memodifikasi faktor-faktor lingkungan misalnya
pengaturan jarak tanam, air, cahaya, dan pengelolaan kesuburan tanah melalui
pemupukan. Pemupukan yang baik harus memperhatikan jenis pupuk yang
digunakan, waktu pemupukan, dan dosis pupuk.

Pemupukan NPK mempengaruhi komposisi kimia benih. Benih kedelai tersusun
atas protein (35 - 42) %, lemak (18 - 32)%, air (7%), vitamin (asam fitat), dan
lesitin (Ristek, 2010). Komposisi kimia benih sebagai cadangan makanan dalam
benih akan dirombak menjadi energi dalam proses perkecambahan.

5

Menurut Sadjad (1989), banyaknya cadangan makanan yang dimanfaatkan oleh
benih untuk berkecambah pada lingkungan yang sesuai dapat dilakukan dengan
mengukur bobot kering kecambah normal.

Pupuk NPK mengandung unsur nitrogen, fosfor, dan kalium yang berfungsi dalam
pembentukan vigor benih. Menurut Salisbury dan Ross (1995), nitrogen akan
disimpan pada sel-sel biji/benih pada struktur ikatan membran yang disebut badan
protein (protein body). Menurut Copeland dan McDonald (2001), pemberian
nitrogen melalui daun dalam periode perkembangan biji dapat menaikan kadar
nitrogen, protein, ukuran benih, dan vigor kecambah.

Menurut Syafruddin et al. (1996) dalam Akil (2009), unsur P penting untuk
meningkatkan mutu benih yang meliputi potensi perkecambahan dan vigor benih.
Unsur P merupakan salah satu unsur penyusun cadangan energi dalam tanaman
yaitu penyusunan ATP dalam tanaman. Selanjutnya ATP ini merupakan sumber
utama dalam penyusunan protein maupun pembentukan biji pada tanaman.
Pemberian P menurunkan kadar asam lemak bebas dalam biji, menurunnya kadar
asam lemak bebas menyebabkan daya simpan benih meningkat.

Menurut Silahooy (2008), unsur K berfungsi sebagai media transportasi yang
membawa hara-hara dari akar termasuk hara P ke daun. Unsur K berhubungan
dengan proses fotosintesis dan metabolisme karbohidrat. Semakin tinggi kalium
yang diserap tanaman maka akan semakin meningkatkan proses fotosintesis
sehingga semakin banyak karbohidrat yang ditransformasikan.

6

Hasil penelitian Wardhana (2009) menyimpulkan bahwa benih yang diberi pupuk
NPK majemuk secara bertingkat tidak berbeda pada hasil daya berkecambah,
keserempakan perkecambahan, bobot kering kecambah, dan uji daya hantar
listrik. Hasil perkecambahan berbeda pada kecepatan berkecambah benih dengan
pemupukan NPK majemuk bertingkat yaitu sebesar 20,14 % per etmal pada dosis
lebih tinggi dibandingkan dengan dosis rendah yang kecepatannya sebesar
19,04 % per etmal.

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka
pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.

Benih merupakan salah satu faktor penentu dalam upaya peningkatan produksi
tanaman. Produksi benih dituntut menghasilkan benih bermutu tinggi baik secara
kualitas maupun kuantitas. Benih bermutu tinggi mencakup mutu fisiologis, fisik,
dan genetik yang tinggi. Secara fisiologis benih bermutu ditandai dengan daya
berkecambah yang tinggi, tumbuh cepat, serempak, dan seragam, serta
mempunyai akar primer yang panjang dan akar sekunder paling sedikit 3 akar.
Benih bermutu ditandai dengan vigor benih yang tinggi.

Vigor adalah sifat benih yang menunjukkan potensi benih untuk tumbuh menjadi
kecambah normal secara cepat dan serentak pada berbagai kondisi lingkungan.
Vigor dapat diketahui melalui pengujian vigor yang meliputi indikasi fisiologis
dan indikasi biokimia dengan mengamati variabel kecepatan dan keserempakan
berkecambah, nilai daya hantar listrik, gejala pertumbuhan, dan bobot kering

7

kecambah. Uji bobot kering kecambah adalah uji vigor melalui laju
pertumbuhan kecambah yang mencerminkan kondisi fisiologis benih. Benih
dengan mutu fisiologis tinggi artinya memiliki vigor yang tinggi dan akan
menghasilkan kecambah dengan bobot kering yang tinggi pula. Hal ini
menunjukkan bahwa kecambah dengan bobot kering yang tinggi merupakan
indikasi benih tersebut bervigor tinggi. Bobot kering kecambah yang tinggi dapat
menggambarkan pemanfaatan cadangan makanan dalam benih yang efisien.

Produksi benih bermutu tinggi merupakan hasil dari faktor genetik dan
lingkungan. Faktor lingkungan yang optimum diperlukan dalam produksi benih.
Salah satu faktor lingkungan tersebut adalah ketersediaan unsur hara yang
tercukupi. Periode satu pada konsep viabilitas benih Steinbauer-Sadjad
merupakan periode pembangunan benih atau pembentukan benih. Perlakuan pada
periode satu dapat mempengaruhi mutu benih. Pada periode satu diharapkan
dapat menghasilkan vigor awal yang tinggi. Benih bervigor awal tinggi akan
memiliki daya simpan yang relatif lama. Pembentukan vigor benih yang tinggi
dapat dicapai melalui teknik pemupukan yang optimal dan berimbang sebagai
salah satu faktor agronomis dalam produksi benih bermutu.

Pemupukan yang mendukung produksi benih bergantung pada cara pemupukan,
waktu pemupukan, dan dosis pemupukan. Rekomendasi pupuk oleh pemerintah
pada tahun 2009, penggunaan dosis pupuk NPK majemuk Pelangi sebesar
200 kg/ha untuk komoditas kedelai. Dosis pemupukan harus dilakukan secara
tepat agar kebutuhan unsur hara pada tanaman dapat terpenuhi. Dosis yang tepat

8

akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sedangkan bila tanaman
kekurangan unsur hara, maka pertumbuhan dan produksinya akan terhambat.

Pemupukan NPK berperan dalam pembentukan benih . Unsur nitrogen diserap
tanaman dalam bentuk nitrat (NO₃¯ ) dan berperan untuk meningkatkan
pertumbuhan vegetatif tanaman yang nantinya berperan dalam proses fotosintesis
dan menghasilkan fotosintat dalam pengisian benih. Fosfor berperan dalam
menghasilkan energi ATP dan protein dalam proses pembentukan biji.
Unsur kalium diserap dalam bentuk ion

yang berperan dalam membuka dan

menutupnya stomata sehingga dapat berperan dalam proses metabolisme tanaman.

Pemupukan dengan dosis NPK majemuk yang berbeda akan menghasilkan
tanggapan yang berbeda pada vigor benih yang dihasilkan. Semakin tinggi dosis
pupuk yang diberikan maka ketersediaannya dalam tanah akan semakin besar dan
serapan tanaman akan semakin meningkat pada batas tertentu. Tanggapan
tanaman terhadap penambahan pupuk tidak selalu positif, tanaman akan
menanggapi dengan baik bila dosis pupuk belum mencapai optimum. Setelah
mencapai tanggapan yang optimum pada dosis tertentu, penambahan pupuk akan
menurunkan tangapan tanaman. Tanggapan tanaman terhadap dosis pupuk NPK
majemuk dalam bentuk vigor benih, mula-mula vigor benih akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis pupuk kemudian setelah mencapai vigor
maksimum, peningkatan dosis pupuk akan menurunkan vigor benih.

9

Vigor benih yang diukur yaitu berdasarkan variabel kecepatan perkecambahan,
kecambah normal yang tumbuh, nilai daya hantar listrik, panjang akar kecambah
normal, panjang hipokotil kecambah normal, panjang plumula kecambah normal,
dan bobot kering kecambah normal.

1.2 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan dasar teori yang ada maka dapat ditarik
hipotesis yaitu benih kedelai Varietas Grobogan yang berasal dari pemupukan
NPK majemuk berbeda dosis akan menghasilkan perbedaan vigor setelah benih
disimpan dua bulan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih

Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh
tingginya vigor awal yang merupakan hasil dari faktor innate (genetik) dan
induced (lingkungan). Salah satu faktor lingkungan dalam produksi benih yaitu
melalui teknik pemupukan. Menurut Dahlan (1992), pemupukan tanaman perlu
diberikan perhatian yang tinggi. Takaran pupuk harus cukup untuk memperoleh
hasil yang maksimum.

Pupuk NPK majemuk mengandung unsur nitrogen, fosfor, dan kalium yang
berperan dalam pembentukan kualitas benih (mutu benih). Dalam tubuh
tumbuhan, nitrogen berperan sebagai bagian dari asam amino, protein, asam
nukleat, dan koenzim. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion NO3- dan
NH4+. Di dalam sitosol, ion NO3- dikonversi ke dalam bentuk NH4+ yang
selanjutnya digunakan dalam sintesis asam amino (Lakitan, 1995).

Salisbury dan Ross (1995) mengungkapkan bahwa nitrogen akan disimpan pada
sel-sel biji/benih pada struktur ikatan membran yang disebut badan protein
(protein body). Nitrogen sangat berperan dalam pembentukan protein, makin
tinggi kadar protein dalam benih makin tinggi vigor benih di lapang dan

11

berkorelasi sangat nyata dengan vigor tanaman dan hasil yang diperoleh (Lowe et
al. 1972). Kadar N yang cukup dalam benih menyebabkan benih lebih tahan
disimpan (Mugnisjah dan Nakamura, 1984). Menurut Syafruddin et al. (1996)
dalam akil (2009), makin berat bobot benih makin tinggi cadangan energi dalam
biji sehingga makin tahan disimpan .
Fosfor dapat tersedia dalam tanaman sebagai ion H2PO4-. Ion fosfat berperan
penting dalam metabolisme energi yang tergabung dalam ATP yang merupakan
bagian dari sekumpulan potensial energi kehidupan sel mahluk hidup. Fosfat
terdapat dalam membran, gula fosfat, nukleotida, dan koenzim sebagai fosfolipid.
Fosfor merupakan penyusun sel hidup, selain itu penyusun fosfolipid,
nukleoprotein, dan fitin yang selanjutnya akan menjadi banyak tersimpan dalam
biji (benih). Benih tersebut mampu meningkatkan ukurannya yang berkaitan
dengan penimbunan cadangan makanan dalam benih (Timotiwu dan Nurmauli,
1996). Menurut Bewley dan Black (1986), senyawa fitin merupakan
persenyawaan garam kalsium, magnesium dan kalium dari mioinositol
heksafosfat. Mioinositol heksafosfat (asam fitat) adalah cadangan fosfat utama
dan sumber hara makro di dalam benih. Senyawa fitin berfungsi sebagai sumber
energi yang dipergunakan selama perkecambahan.

Unsur P meningkatkan bobot biji yang selanjutnya dapat meningkatkan vigor dan
ketahanan simpan benih (Mugnisjah dan Nakamura, 1984). Kadar P dalam tanah
berkorelasi positif dengan kandungan P-total dalam biji, makin tinggi kadar P
dalam biji vigor benih semakin tinggi. Kandungan P total dalam biji yang tinggi
dapat meningkatkan fitin. Fitin merupakan bentuk simpanan P dalam benih yang

12

berperan dalam pemeliharaan energi. Unsur P apabila bergabung dengan ADP
akan menjadi ATP yang berenergi tinggi (Copeland dan McDonald, 1976).
Kandungan ATP dalam benih berkaitan dengan vigor benih, apabila kandungan
ATP menurun, maka vigor juga semakin menurun. Pemberian P menurunkan
kadar asam lemak bebas dalam biji, menurunnya kadar asam lemak bebas
menyebabkan daya simpan benih meningkat (Syafruddin et al. 1996).
Unsur kalium pada tanaman terdapat di dalam cairan sel berbentuk ion K+.
Kalium mempunyai peran sebagai aktivator enzim (Epstein, 1972).

Unsur K sangat penting dalam proses pembentukan dan pengisian polong/biji,
selain itu berperan pula dalam proses metabolisme bersama unsur P seperti
fotosintesis, metabolisme karbohidrat, dan transportasi asimilat dari daun ke
seluruh jaringan tanaman (Supadma, 2007). Menurut Silahooy (2008), unsur K
berfungsi sebagai media transportasi yang membawa hara-hara dari akar termasuk
hara P ke daun. Kurangnya hara K dalam tanaman dapat menghambat proses
transportasi dalam tanaman. Oleh karena itu, agar proses transportasi unsur hara
maupun asimilat dalam tanaman dapat berlangsung optimal maka unsur hara K
dalam tanaman harus optimal. Serapan hara K termasuk hara P dari tanah oleh
tanaman dapat berlangsung optimal bila tersedia energi ATP yang cukup karena
hara K dan P diserap tanaman melalui proses difusi yang memerlukan banyak
energi dari ATP (Fitter dan Hay, 1991)

Hasil penelitian Wardhana (2009) menyimpulkan bahwa benih yang diberi pupuk
NPK majemuk secara bertingkat tidak berbeda untuk hasil daya berkecambah,
keserempakan perkecambahan, bobot kering kecambah, dan uji daya hantar

13

listrik. Hasil perkecambahan berbeda pada kecepatan berkecambah benih dengan
pemupukan bertingkat yaitu sebesar 20,14 % per etmal pada dosis tinggi
dibandingkan dengan dosis rendah yang kecepatannya sebesar 19,04 % per etmal.

Hasil penelitian Rusdi (2008) menyimpulkan bahwa benih yang diberi pupuk
NPK susulan sampai dosis 100 kg/ha menghasilkan nilai daya hantar listrik yang
semakin menurun. Artinya, diduga benih tersebut memiliki daya simpan yang
semakin meningkat seiring dengan peningkatan dosis NPK susulan yang
diberikan. Hasil penelitian Setiawan (2003) dalam Wardhana (2009)
menunjukkan bahwa dosis pupuk urea, SP-36 dan KCl dengan dosis 300 kg/ha
menunjukkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh yang lebih besar
dibandingkan dengan dosis di bawah 300 kg/ha.

2.2 Viabilitas dan Vigor Benih

Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigornya. Menurut Copeland dan
McDonald (1995), sebagian besar ahli teknologi benih dari kalangan perdagangan
mengartikan viabilitas sebagai kemampuan benih untuk berkecambah dan
menghasilkan kecambah secara normal. Menurut Sadjad (1993), vigor adalah
suatu kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman yang berproduksi normal
dalam keadaan yang sub optimum.

Konsep viabilitas menurut Steinbauer-Sadjad, periode hidup benih berada pada
tiga periode. Periode satu yang merupakan periode pembangunan benih yaitu saat
fase antesis hingga benih masak fisiologis. Pada periode dua merupakan periode
simpan, dan pada periode tiga merupakan periode kritikal benih.

14

Benih mencapai kematangan fisiologis sewaktu terikat dengan tanaman
induknya. Pada saat kematangan fisiologis itu benih memiliki viabilitas dan vigor
benih yang maksimal, demikian pula dengan berat keringnya. Pertumbuhan
tanaman induk yang baik merupakan syarat yang mantap sewaktu kematangan
benihnya. Hal inilah yang menjamin tingginya viabilitas dan vigor benih tersebut.
(Kartasapoetra, 2003).

Uji vigor benih bertujuan untuk menilai kemampuan benih untuk tumbuh di
lingkungan beragamv(optimum-suboptimum). Pengujian ini amat penting karena
pada pengujian viabilitas di laboratorium kondisi lingkungannya telah dibuat
seoptimal mungkin sehingga peluang benih untuk berkecambah menjadi lebih
besar.

Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1994), pengujian viabilitas benih berdasarkan
pada kondisi lingkungan dapat dikelompokkan ke dalam viabilitas benih dalam
kondisi lingkungan sesuai (favourable) dan viabilitas benih dalam kondisi
lingkungan tidak sesuai (unfavourable). Pengujian viabilitas benih dalam kondisi
lingkungan tidak sesuai termasuk ke dalam pengujian vigor benih. Perlakuan
dengan kondisi lingkungan sesuai sebelum benih dikecambahkan tergolong untuk
menduga parameter vigor daya simpan benih, sedangkan jika kondisi lingkungan
tidak sesuai diberikan selama pengecambahan benih maka tergolong dalam
pengujian untuk menduga parameter vigor kekuatan tumbuh benih.

15

Pengujian vigor dapat dilakukan dengan menggunakan uji kecepatan
perkecambahan, keserempakan perkecambahan, dan uji daya berkecambah, serta
uji Daya Hantar Listrik (DHL).

Menurut sadjad (1993), variabel kecepatan perkecambahan mengindikasikan
vigor suatu benih. Benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi
lapang yang suboptimum. Semakin tinggi nilai kecepatan perkecambahan maka
semakin tinggi pula vigor lot benih tersebut.

Uji daya hantar listrik pada benih merupakan salah satu pengujian secara fisik
untuk melihat tingkat kebocoran sel yang tinggi dan erat hubungannya dengan
benih yang rendah vigornya. Semakin banyak elektrolit seperti asam amino, asam
organik, dan ion lainnya yang dikeluarkan oleh benih ke air rendaman maka akan
semakin tinggi pengukuran daya hantar listriknya. Prinsip pengujian
konduktivitas listrik adalah mengukur jumlah larutan elektrolit atau ion yang
keluar dari benih sdbagai akibat kebocoran membran sel menggunakan alat yang
disebut konduktometer. Jumlah larutan elektrolit yang tinggi menunjukkan
kebocoran yang tinggi yang menandakan membran sel mengalami kerusakan
sehingga digolongkan lot benih bervigor rendah. Menurut Copeland dan
McDonald (1995), benih bervigor rendah sebagai akibat dari deteorasi selama
penyimpanan dan yang disebabkan oleh adanya luka mekanis. Vigor suatu benih
dapat dideteksi secara dini dari integritas membran sel yang dapat diukur melalui
konduktivitas bocoran benih.

16

Menurut Miguel dan Filho (2002) dalam Arief (2009) menyatakan bahwa
pengujian daya hantar listrik benih dapat pula menggunakan indicator kebocoran
kalium. Semakin tinggi bocoran kalium dan daya hantar listrik air rendaman
benih, maka kecepatan perkecambahan, kecambah yang tumbuh, dan bobot kering
kecambah juga akan semakin menurun.

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Teknologi Benih
Universitas Lampung pada bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kertas koran, air, karet gelang, benih kedelai
Varietas Grobogan yang berasal dari pemupukan NPK majemuk 100 kg/ha; 150
kg/ha; 200 kg/ha; 250 kg/ha dan 300 kg/ha yang telah disimpan 2 bulan, kertas
label, air bebas ion, dan larutan KCl 0,01M.
Alat yang digunakan adalah ember, alat tulis, germinator, gelas ukur,
konduktometer WTW Tetracon 325, glassjar, tissue, oven, alat pembagi tepat,
timbangan, dan nampan.

3.3 Metode Percobaan

Percobaan dirancang menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna
(RKTS) yang diulang tiga kali. Rancangan perlakuan adalah tunggal terstruktur
terdiri dari lima taraf dosis pupuk NPK majemuk. Homogenitas ragam diuji
dengan uji Barlett dan aditivitas data diuji dengan uji Tukey. Bila asumsi analisis

18

ragam terpenuhi, maka rata-rata nilai pengaruh perlakuan diuji dengan uji
Ortogonal Polinomial pada taraf 0,05.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan benih yang akan diuji
Benih kedelai diambil dari petak panen penelitian Panji Setyo Arizka yang
berukuran 1 m x 2 m dari masing-masing perlakuan peningkatan taraf dosis pupuk
NPK majemuk dengan waktu pemupukan 2 kali pemberian. Benih kedelai
dipanen pada sekitar bulan Februari 2012 (14 MST).

Benih kedelai dimasukkan ke lima kantong plastik sesuai dengan perlakuan taraf
dosis pupuk yaitu 100 kg/ha, 150 kg/ha, 200 kg/ha, 250 kg/ha, dan 300 kg/ha.
Selanjutnya benih kedelai dikeringkan secara alami di bawah sinar matahari.
Kantong-kantong berisi benih kedelai yang telah dikeringkan kemudian disimpan
pada alat penyimpanan benih. Contoh kerja benih diambil sekitar 70-80 gram
menggunakan alat pembagi tepat.

3.4.2 Persiapan media perkecambahan
Media perkecambahan menggunakan kertas koran. Kertas koran berlapis tiga
digunakan sebagai lembar alas tanam dan kertas koran berlapis dua digunakan
sebagai lembar penutup tanam. Lapisan kertas koran direndam dalam air hingga
basah semua bagiannya, lalu ditiriskan hingga cukup lembab.

19

3.4.3 Prosedur penelitian

(1) Kecepatan Perkecambahan
1. Benih yang diuji ditanam di atas kertas koran berlapis tiga sebanyak 25 butir
benih dengan susunan yang teratur dan rapih.
2. Dua lembar kertas koran lembab lagi digunakan untuk menutup benih yang
telah tersusun rapi.
3. Kertas koran yang telah disusun benih digulung. Setiap perlakuan diulang tiga
kali, setiap ulangan terdapat 4 gulungan benih berisi 25 butir per gulungan.
4. Label tanda uji disiapkan dan ditulis jenis benih dan tanggal pengujian.
5. Gulungan kertas koran yang telah disusun benih diletakkan dalam posisi
berdiri pada rak APB 73-2B.
6. Pengamatan dilakukan pada hari ke-2 sampai ke-5 yaitu menghitung
kecambah normal yang tumbuh.

(2) Keserempakan perkecambahan
1. Benih yang diuji ditanam di atas kertas koran berlapis tiga sebanyak 25 butir
benih dengan susunan yang teratur dan rapih.
2. Dua lembar kertas koran lembab lagi digunakan untuk menutup benih yang
telah tersusun rapi.
3. Kertas koran yang telah disusun benih digulung Setiap perlakuan diulang tiga
kali, setiap ulangan terdapat 4 gulungan benih berisi 25 butir per gulungan.
4. Label tanda uji disiapkan dan ditulis jenis benih dan tanggal pengujian.

20

5. Gulungan kertas koran yang telah disusun benih diletakkan posisi berdiri
pada rak APB 73-2B.
6. Pengamatan dilakukan pada hari ke-4 yaitu menghitung kecambah normal,
panjang akar kecambah normal, panjang hipokotil kecambah normal, dan
panjang plumula kecambah normal.

(3) Bobot Kering Kecambah
1. Kecambah normal hasil keserempakan perkecambahan di hari ke-4 dibuang
kotiledonnya dan dimasukkan ke dalam kertas.
2. Kecambah dimasukkan ke dalam oven bersuhu 70⁰C selama 3 x 24 jam.
3. Kecambah lalu didinginkan dalam desikator.
4. Kecambah yang telah dingin ditimbang menggunakan timbangan elektrik
untuk diketahui bobot keringnya.

(4) Uji Daya Hantar Listrik
1. Menimbang benih kedelai sebanyak 10 butir.
2. Benih kedelai dimasukkan ke dalam glassjar dan ditambahkan 50 ml air bebas
ion.
3. Blanko dibuat dengan hanya diisi air pada glassjar.
4. Glassjar ditutup untuk mencegah kontaminasi dan diletakkan pada suhu
konstan 20±2⁰C selama 24 jam.
5. Menyiapkan konduktometer yang telah dibersihkan dan dilakukan pemanasan
secara manual. Air bebas ion sebanyak 400-600 ml disiapkan dalam glassjar
untuk membilas dip cell pada setiap pengukuran.

21

6. Kalibrasi alat selalu dilakukan menggunakan larutan KCl 0,01 M (pembacaan
larutan ini harus menunjukkan nilai antara 1273-1278 μS/cm).
7. Glassjar berisi benih yang telah direndam selama 24 jam, diguncang selama
10-15 detik untuk memastikan pencampuran yang merata dengan larutan
rendaman.
8. Air rendaman benih dipindahkan ke dalam glassjar lain yang bersih
dengan menuangkan benih dan air menggunakan saringan.
9. Dip cell dimasukkan ke dalam air rendaman lalu nilai konduktivitasnya akan
terbaca. Setiap kali pengukuran dip cell harus selalu dibilas dan dikeringkan.

3.5 Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah
(1) Bobot kering kecambah.
Bobot kering kecambah diambil dari hasil keserempakan perkecambahan di
hari ke-4. Pengukuran bobot kering kecambah dilakukan setelah kotiledon
dibuang dan kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 70⁰
C selama 3 hari atau hingga bobotnya konstan. Kemudian dimasukkan ke
dalam desikator selama 1 jam lalu ditimbang menggunakan timbangan
analitik dalam satuan gram.

(2) Kecepatan perkecambahan.
Pengukuran kecepatan perkecambahan dilakukan dengan menghitung
persentase kecambah normal setiap hari dimulai dari hari ke-2 sampai
ke-5. Kecepatan berkecambah dihitung menggunakan rumus:

22

Kecepatan berkecambah =

Keterangan :

(3) Kecambah normal.
Kecambah normal dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal
kuat dan normal lemah pada hari ke-4. Kecambah normal didapat dari uji
keserempakan dengan menggunakan rumus:

Kecambah normal kuat =

(4) Panjang hipokotil.
Panjang hipokotil kecambah diukur dari pangkal hipokotil sampai titik tumbuh.
Pengukuran dilakukan pada hipokotil kecambah normal dari uji keserempakan
pada hari ke-4 dalam satuan sentimeter.

(5) Panjang Akar.
Panjang akar kecambah diukur dari pangkal akar sampai ujung akar terpanjang.
Pengukuran dilakukan pada akar primer kecambah normal dari uji keserempakan
pada hari ke-4 dalam satuan sentimeter.

(6) Panjang Plumula.
Panjang plumula diukur dari pangkal plumula sampai ujung plumula. Pengukuran
dilakukan pada plumula kecambah normal dari uji keserempakan pada hari ke-4
dalam satuan sentimeter.

23

(7) Uji Daya Hantar Listrik (DHL).
Uji daya hantar listrik dilakukan terhadap 10 butir benih kedelai yang direndam
dalam 50 ml air bebas ion selama 24 jam. Daya hantar listrik diukur
menggunakan alat pengukur daya hantar listrik dengan satuan µmhos/cm.

Penghitungan konduktivitas per gram benih untuk masing-masing ulangan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Nilai DHL (μS/cm/g) =

DAFTAR PUSTAKA

Akil, M. 2009. Peningkatan kualitas benih melalui pengelolaan hara yang optimal.
Paper presented on Prosiding seminar nasional serealia. Hal. 206-217
Arief, Ramlah. 2009. Bocoran kalium sebagai indikator vigor benih jagung. Paper
presented on Prosiding seminar nasional serealia. Hal. 313-319
AOSA. 1983. Seed Vigor Testing Handbook. Prepared by The Seed Vigor Test
Committee of The Association of Official Seed Analys Contribution.
No.32.88p
Austin, R.B. 1972. Effects of environment before harvesting on viability. In E.H.
Roberts. Ed.Viability of Seeds. Chamoman and Hall Ltd. P.115-143
Avintari. 2008. Pengaruh Peningkatan Dosis Pupuk NPK Tambahan Pada
Viabilitas Tiga Umur Simpan Benih Buncis (Phasedus vulgaris L.)
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 87 hlm.
Bewley, D.J and Black, M. 1986. Seeds Physiology of Development and
Germination. Second Printing. Plenum Press. New York. Pages 136-139.
Copeland , L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and
Technology. Chapman and Hall Press. New York. 409 p.
Copeland, L. O. and M. B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science and
Technology. 4th edition. London Kluwer Academic Publishers. 425p.
Dahlan, M. 1992. Pembentukan dan penyediaan benih jagung hibrida. Dalam
Risalah Lokakarya Produksi Benih Jagung Hibrida. Balai Penelitian
tanaman Pangan Malang, Malang, p.1-13.
Epstein, E. 1972. Mineral Nutrition of Plant:Principles and Perspectives. USA.
412 rp.
Fitter, A.H and Hay R.K.M, 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Diterjemahkan oleh S. Andani dan E.D Purbayanti. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta. 421 hlm.

Ilyas, S. 2010. Ilmu dan Teknologi Benih. Teori dan Hasil-hasil Penelitian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 95 hlm.
Kartasapoetra A.G., 2003. Teknologi Benih : Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta. Hal : 108-112.
Lakitan, B. 1995. Hortikultura:Teknik Budidaya dan Pasca Panen. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 204 hlm.
Lowe, L.B., G.S. Ayers and S.K. Ries. 1972. Relationships of seed protein and
amino acid composition to seedling vigor and yield of wheat. Agro. J.
64:638-642
Mugnisjah, W.Q and S. Nakamura. 1984. Vigour of soybean seed production
produced from different nitrogen and phosphorus fertilizer application.
Seed Sci. Technol. 12:475-482.
Mugnisjah, W.Q dan A. Setiawan. 1994. Pengantar Produksi Benih. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 680 hlm.
Mugnisjah, W.Q, A. Setiawan 1995. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta.
130 hlm.
Mugnisjah, W. Q. dan A. Setiawan. 2004. Produksi Benih. Bumi Aksara.
Jakarta. 129 hlm.
Ristek. 2010. Komposisi kimia benih. http://www.ristek.go.id. Diakses pada
tanggal 26 Desember 2012. 20:26. 2 hlm.
Rusdi. 2008. Pengaruh Pupuk NPK (16:16:16) Susulan Saat Berbunga Pada
Produksi Benih Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) Varietas Anjasmoro.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 69 hlm.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta. 144 hlm.
________.1994. Kuantifikasi metabolisme benih. PT Widia Sarana Indonesia.
Jakarta. 145 hlm.
Sadjad, S. 1989. Konsepsi Steinbauer-Sadjad Sebagai Landasan Pengembangan
Matematika Benih di Indonesia. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hlm.
Salisburry, F.B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1.
Diterjemahkan oleh D.R Lukman dan Sumaryono dari buku Plant
Physiology. Penerbit ITB. Bandung. 241 hlm.

34

Silahooy, CH. 2008. Efek Pupuk KCl dan SP-36 Terhadap Kalium Tersedia,
Serapan Kalium, dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogeal l) Pada
Tanah Brunize. Buletin Agro. Universitas Pattimura (36) (2) 126-132.
Supadma. 2007. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk (N,P,K) dan Jenis
Pupuk Alternatif Terhadap Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa) dan Kadar
N,P,K Inceptisol Selemadea, Tabana. Agritrop. 26(4):168-176.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 247 hlm.
Timotiwu, P.B dan Nurmauli, N. 1996. Kombinasi Pupuk TSP dan ZnSO₄ Untuk
Meningkatkan Produksi Kedelai. Lampung. Jurnal Agrotropika. Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. I (1):11-15.
Wardhana, P.A. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen, Fospor, dan Kalium Pada
Produksi Benih Padi Varietas Mira I di Tiga Lokasi Kabupaten Lampung
Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 93 hlm.

35