Menentukan Jenis-Jenis Diatom Pada Sungai-Sungai Di Kota Medan

(1)

PROPOSAL PENELITIAN

MENENTUKAN JENIS DIATOM PADA SUNGAI-SUNGAI

DI KOTA MEDAN

Oleh :

dr. Asan Petrus

097113004/IKF

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER DAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

P

ROPOSAL

P

ENELITIAN DENGAN

J

UDUL

:

M

ENENTUKAN

J

ENIS

-J

ENIS

D

IATOM

P

ADA

S

UNGAI

-S

UNGAI

DI

K

OTA

M

EDAN

dr.

097113004/IKF

A

SAN

P

ETRUS

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Lahan Penelitian

Medan, 25 Juni 2012 Dosen pembimbing

NIP. 19480609198503 1 00 1


(3)

LEMBARAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI

PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL :Menentukan Jenis-Jenis Diatom Pada Sungai-Sungai di Kota Medan Nama :

dr. Asan Petrus

NIM :

097113004/IKF

Menyetujui komisi pembimbing

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

dr. H. Guntur Bumi Nasution, SpF)

NIP. 19480609198503 1 00 1 NIP. 130318045


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis hadiratkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan ridho-Nya yang dengan segala keterbatasan yang Penulis miliki, Penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Menentukan Jenis-Jenis Diatom Pada Sungai-Sungai Di Kota Medan” ini sebagai langkah awal sebelum memulai penelitian.

Tujuan utama penyusunan proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat Penulis untuk memenuhi tugas dan kelengkapan pendidika dalam menempuh Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU) Medan, serta untuk mengetahui Jenis Diatom yang ada pada sungai di kota Medan.

Dengan selesainya proposal penelitian ini perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak selama proses penyusunan tesis ini, khususnya kepada:

Dr. H. Guntur Bumi Nasution, SpF, selaku pembimbing pertama sekaligus Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK – USU) – RSUP.H. Adam Malik Medan atas semua dorongan, bantuan, bimbingan dan arahan yang diberikan selama penyusunan proposal penelitian ini.

Dr. Rita Mawarni, SpF, selaku pembimbing kedua, sekaligus sebagai Sekretaris Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK – USU) – RSUP. H. Adam Malik


(5)

Medan atas semua dorongan, bantuan, bimbingan dan arahan yang diberikan selama penyusunan proposal penelitian ini.

Prof.dr.H.Amri Amir.SpF (K),DFM,SH,SpAK, selaku Guru besar dosen pembimbing Ilmu Kedokteran Kehakiman dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU) Medan atas semua bimbingan yang diberikan dalam penyusunan proposal Penelitian ini.

Dr.H.Mistar Ritonga, SpF, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Magister Kedokteran Klinik dan Profesi Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Kehakiman dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU) atas semua dorongan, bantuan, bimbingan dan arahan yang diberikan selama penyusunan proposal penelitian ini.

Dr.Surjid Singh,SpF,DFM,MBBS, selaku sekretaris Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU) atas semua dorongan, bantuan, bimbingan dan arahan yang diberikan selama penyusunan proposal penelitian ini.

Kepada istriku yang tercinta Irmawaty, SH, dan ananda tersayang Caterine, Cristovel dan carlos, tiada kata yang setara untuk mengutarakan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas cinta, kasih saying, pengertian, pengorbanan, kesabaran dan dorongan serta do’a yang diberikan kepada Penulis selama penyusunan proposal penelitian ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa proposal penelitian yang telah disusun ini masih jauh dari sempurna dan perlu mendapat koreksi dan masukan untuk menyempurnakannya. Oleh karena itu Penulis berharap saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan dalam penulisan dimasa


(6)

yang akan dating, semoga Penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, terutama yang berkecimpung di bidang Ilmu Kedokteran Kehakiman dan Medikolegal.

Medan, 2012 Penulis

NIM. 097113004


(7)

DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diatom ... 7

2.1.1. Identifikasi Diatom ... 10

2.1.2. Jenis-Jenis Diatom ... 12

2.1.3. Kelompok Diatom ... 15

2.2. Sungai ... 16

2.3 Drowning ... 17

2.3.1. Definisi ... 17

2.3.2. Jenis-Jenis Tenggelam ... 19

2.3.3. Mekanisme Drowning ... 19

2.3.4. Diagnosa Drowning ... 20

2.3.5. Drowning Akibat Kecelakaan ... 21

2.3.6. Drowning Bunuh Diri ... 22

2.3.7. Drowning Pembunuhan ... 23

2.4. Diatome dan Drowning ... 25

2.5. Metode Tes Diatom ... 26

2.6 Penelitian Terdahulu ... 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL . 31 3.1. Kerangka Konsep ... 31

3.2. Definisi Operasional... 31

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 32

4.2.2. Waktu Penelitian ... 32

4.3. Biaya Penelitian ... 35

4.4. Populasi Penelitian ... 35


(8)

4.7. Kriteria Inklusi ... 36

4.8. Kriteria Ekslusi ... 36

4.9. Variabel Penelitian ... 37

4.10. Cara Kerja ... 37

4.11. Alat dan Bahan Penelitian ... 37

4.12. Pengolahan dan Analisa Data ... 38

4.13. Analisis Data ... 38


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mati tenggelam adalah suatu bentuk kematian karena asfiksia akibat terhalangnya udara masuk ke paru-paru oleh karena ada cairan dalam saluran pernafasan bagian atas. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencatat pada tahun 2000 di seluruh dunia ada 400.000 kejadian tenggelam tidak sengaja. Artinya, angka ini menempati urutan kedua setelah kecelakaan lalu lintas. Bahkan Global Burden of Disease (GBD) menyatakan bahwa angka tersebut sebenarnya lebih kecil dibanding seluruh kematian akibat tenggelam yang disebabkan oleh banjir, kecelakaan angkutan air dan bencana lainnya.1

Shepherd (2009) menyatakan di penyebab kematian nomor dua di kalangan anak-anak berusia 14 tahun dan ke bawah (penyebab kematian nomor satu adalah kecelakaan kendaraan bermotor). Tenggelam atau nyaris tenggelam bisa terjadi di setiap genangan air yang bisa mengakibatkan mulut dan hidung anak terendam air, termasuk di kubanga

Di seluruh dunia, tingkat kematian akibat tenggelam berbeda-beda menurut aksesibilitas terhadap air, iklim, dan budaya


(10)

mati tenggelam per tahun (1 : 150.000), sementara di Amerika Serikat terdapat 6.500 korban mati tenggelam per tahun (1 : 50.000). Cedera akibat tenggelam menempati peringkat ke-5 dalam penyebab kematian akibat kecelakaan di Amerika Serikat.2

Yunus (2007) dalam jurnal GERAI edisi April 2007 menjelaskan selama tahun 2000, 10 persen kematian di seluruh dunia adalah akibat kecelakaan dan 8 persen akibat tenggelam tidak disengaja (unintentional) yang sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang. Dari jumlah tersebut, Afrika menempati posisi terbanyak kasus tenggelam di dunia. Dan lebih dari sepertiga kasus terjadi di kawasan Pasifik. Sementara, Amerika merupakan kawasan yang mengalami kasus tenggelam terendah.1

Pada kasus tenggelam yang sering kali menimbulkan kesulitan bagi penyidik adalah menentukan dimana tempat pertama kali korban tenggelam. Pada mayat yang masih segar, beberapa pemeriksaan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat dimana korban ditemukan atau di tempat lain :

1. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air di tempat korban tenggelam mempunyai nilai yang bermakna.

2. Pemeriksaan darah jantung. Pemeriksaan berat jenis da kadar elektrolit pada darah yang berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan, sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya.


(11)

Sehubungan dengan penggunaan diatom dalam diagnosis tenggelam, Revenstorf pada tahun 1904 merupakan orang pertama yang berusaha menggunakan diatom sebagai tes untuk tenggelam, walaupun dia menyatakan bahwa Hofmann adalah orang pertama yang menemukannya dalam cairan paru pada tahun 1896. Pandangan dasar yang dikemukakan adalah jika seseorang tenggelam dalam air yang mengandung diatom, maka diatom akan menembus dinding alveolar dan membawanya ke organ utama seperti otak, ginjal, hati dan tulang.

3. Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran pernafasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau tempat lain.

3

Diatom adalah makhluk mikroskopis yang hidup hampir di tiap habitat air. Terdapat banyak sekali ragam dari makhluk hidup ini. Diatom termasuk kelas tumbuh-tumbuhan, yakni suatu ganggang bersel satu yang ditemukan di air dengan pencahayaan yang cukup. Dengan ukuran 40-200 micron tetapi mungkin juga dengan ukuran < 4-5 micron / > 1 micron, dengan bentuk yang dimiliki bervariasi.

Penelitian Amri Amir (2007) sehubungan dengan kasus tenggelam menjelaskan korban mati tenggelam hampir selalu didapati dari waktu ke waktu. Ha ini tidak mengherankan karena disekeliling kita ada selokan, sumur, kolam, sungai, danau atau laut, bahkan ember berisi air atau bak kamar mandi. Diagnosa kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit ditegakkan, bila tidak dijumpai trends yang khas baik pada pemeriksaan luar atau dalam.

4,5,6,7

4


(12)

Sampai saat ini para ahli memperkirakan jumlah spesies dari diatom ini sekitar 50.000 spesies. Diatom kebanyakan tersebar pada seluruh perairan dunia, dari perairan air tawar hingga lautan dalam. Diatom umumnya di temukan pada laut, sungai, estuary, kolam, aliran air pada irigasi-irigasi, bahkan kolam-kolam kecil sekalipun.

Klasifikasi secara umum meliputi oligohalophilic suatu diatom yang hidup di air segar dengan kadar garam <0,05% dan mesohalophilic serta polyhalophilic yang hidup di air laut dengan kadar garam > 0,05%.

12,16

8

Studi tentang diatom belum didokumentasikan dengan baik dalam hal diversitas, pola penyebaran dan data ekologis terkait lainnya. Namun kajian oleh M.G Forero dkk (2001) dari Spanyol dengan menggunakan metode baru terhadap klasifikasi dan skrining atom dalam image yang diambil dari sampel air berdasarkan bentuk dari kontour menemukan kelompok diatom yakni circular (sirkular), elliptic (eliptik), elongated (memanjang) dan square (persegi).9

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan diatom antara lain oleh Hikmah Thoha (1999) mengkaji tentang struktur komunitas diatom pada dinoflagellata di perairan sekitar pulau Pari, kepulaan Seribu, Augustiza Haarcorryati (2005) mengkaji populasi plankton pada ekoteknologi-wetland buatan dalam pengolahan air limbah penduduk. Marojahan Simanjuntak (2002) mengkaji pengaruh suhu, salinitas dan silikat terhadap kelimpahan fitoplankton di perairan Digul laut Arafura, Papua, dengan melakukan penelitian kualitas air perairan Belitung Barat (kelimpahan fitoplankton) dalam kaitannya dengan budidaya biota laut. Supono (2008) meneliti tentang diatom epipelic sebagai


(13)

indikator kualitas lingkungan.9 Yeanny (2011) mengkaji komunitas fitoplankton sebagai bioindikator kualitas air sungai Belawan.

Untuk mengungkap kasus pidana, TKP (Tempat Kejadian Perkara) merupakan sumber informasi yang penting dalam mengungkapkan kejadian yang menimpa korban. Hal ini disebabkan di TKP banyak ditemukan barang bukti (corpus delikti) yang oleh ahlinya dapat berbicara mengungkap tentang peristiwa yang terjadi. Namun, yang menjadi permasalahan sekarang ini, sulit menentukan dimana TKP itu sendiri khususnya pada kasus tenggelam oleh karena korban ditemukan jauh dari tempat dimana korban mati tenggelam.

Penemuan-penemuan patologis pada pemeriksaan post-mortem dari tubuh yang diangkat dari air tergantung pada sejumlah faktor, termasuk keadaan-keadaan dimana tubuh terendam dan lama waktu tubuh terendam didalam air. Faktor-faktor penting lainnya yang perlu dilakukan adalah olah TKP dari adanya temuan seperti pakaian, darah, rambut dan yang lainnya. Pemeriksaan pakaian merupakan bagian yang sering diabaikan dari pemeriksaan medis forensik pada tubuh, dapat menyingkap informasi berguna yang dapat membantu dalam interpretasi (tafsiran) penemuan-penemuan fisik pada tubuh dalam penyelidikan terhadap dugaan keadaan kematian.

Beberapa peneliti sebelumnya sudah membahas tentang identifikasi diatom, namun belum ada studi atau penelitian tentang jenis-jenis diatom yang ada di sungai Belawan, sungai Badera, sungai Sikambing, sungai Putih, sungai Babura, sungai Deli, sungai Sulang Saling, sungai Kera dan sungai Tuntungan di kota Medan.


(14)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan penelitian “Menentukan jenis diatom pada sungai-sungai di kota Medan.”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai-sungai di kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

• Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai Belawan.

• Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai Badera.

• Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai Sikambing.

• Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai Putih.

• Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai Babura.

• Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai Deli

• Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai Sulang Sailng.

• Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai Kera.

• Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai Tuntungan.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Mengetahui tempat kejadian perkara tenggelam yang korbannya ditemukan.

2. Mengenal jenis diatom yang ada pada masing-masing sungai yang ada di kota Medan.

3. Menambah wawasan untuk penyidik dalam membantu TKP korban tenggelam.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diatom

Semua air, apakah air tawar atau air asin, mengandung tumbuhan mikroskopik, alga. Alga tidak tumbuh atau tumbuh hanya dalam sejumlah kecil di air yang tercemar. Beberapa air juga mengandung karakteristik materi particular untuk cemaran lokal, tetapi hanya alga yang dibahas terutama diatom. Menurut Hendey, ada sebanyak 15.000 spesies diatom; separuh diantaranya hidup di air tawar dan separuh lainnya hidup di air payau atau air laut. Memiliki ukuran yang bervariasi, dari 2 µ hingga 1 mm panjang atau diameternya. Sebagian spesies memiliki panjang 10-80µ, bila cukup panjang dapat memiliki lebar 10 µ.4,8,12

Diatom merupakan sejenis ganggang yang hanya terlihat secara mikroskopi dan mengandung partikel silikon. Bentuknya bisa bulat lonjong, segitiga atau segi-empat. Bersamaan dengan air yang masuk kedalam paru-paru, diatom kemudian menembus paru-paru lalu masuk kedalam saluran limfe. Melalui peredaran saluran limfe ini diatom disampaikan ke jantung lalu menyebar ke beberapa jaringan tubuh. 8,15.

Diatom termasuk dalam algae klas Bacillariophyceae dengan penyusun utama dinding sel dari silica. Disebut diatom karena selnya terdiri dari dua valve (dua atom), dimana yang satu menutupi yang lainnya seperti layaknya kaleng pastiles. Diatom umumnya uniseluler (soliter), namun pada beberapa spesies ada yang hidup berkoloni dan saling bergandengan satu sama lainnya. Diatom dibagi menjadi dua ordo berdasarkan bentuknya, yaitu Centrales dan Pennales. Ordo


(16)

Centrales bila dilihat dari atas atau bawah berbentuk radial simetris dan lingkaran, sedangkan Ordo Pennales valvanya berbentuk memanjang. Karena dinding sel diatom terbentuk dari silikat, apabila mati dinding sel tersebut masih utuh dan mengendap di dasar perairan sebagai sedimen. 6,9

Diatom bisa terdiri dari satu cell tunggal atau gabungan dari beberapa cell yang membentuk rantai. Biasanya terapung bebas di dalam badan air dan juga kebanyakan dari mereka melekat (attach) pada substrat yang lebih keras. Pelekatan diatom biasanya karena tumbuhan ini mempunyai semacam gelatin (Gelatinous extrusion) yang memberikan daya lekat pada benda atau substrat. Kita juga kadang menemukan beberapa diatom yang walau sangat lambat tetapi punya daya untuk bergerak.

Diatom akan sangat tergantung pada pola arus laut dan pergerakan massa air baik itu secara horizontal maupun vertical. Cell diatom ini mempunyai ukuran kurang lebih 2 micron sampai beberapa millimeter, namun kita juga kadang menemukan beberapa yang ukurannya sampai 200 micron. Sampai saat ini para ahli memperkirakan jumlah species dari diatom ini sekitar 50.000 spesies.

Diatom sangat berguna dalam studi lingkungan karena distribusi spesiesnya dipengaruhi oleh kualitas air dan kandungan nutrien serta keberadaannya sangat melimpah di sedimen perairan seperti di laut, estuari, danau, kolam, maupun sungai, demikian juga dengan fosil diatom yang dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan. Penggunaan diatom sebagai indikator kualitas perairan lebih baik dibandingkan dengan indeks saprobitas karena diatom lebih sensitif terutama yang berkaitan dengan parameter konduktivitas, dan kandungan organic.4,9


(17)

Diatom memiliki struktur yang mengandung asam silikat SiO2. Silikat

sendiri memiliki sifat tahan terhadap adanya pembusukan. Ganggang persik tersebut masuk ke dalam tubuh melalui peredaran darah sehingga lokasi ganggang tersebut memperlihatkan apakah korban tersebut mati tenggelam intravital atau post-mortal. Diatom juga dapat dicari dalam jantung yang telah diencerkan dengan air agar terjadi hemolisis dan baru kemudian disentrifus dan endapannya diperiksa. Pada keadaan korban sudah sedemikian busuknya yaitu korban sudah terbenam untuk yang ketiga kalinya, baik kulit maupun organ-organ telah hancur, maka pemeriksaan diatom diambil dari sumsum tulang panjang dan selanjutnya dilakukan proses yang sama.

Diatom kebanyakan tersebar pada seluruh perairan dunia, dari perairan air tawar hingga lautan dalam. Bahkan ada beberapa yang di temukan pada genangan air bekas gunung berapi. Diatom umumnya di temukan pada laut, sungai, estuary, kolam, aliran air pada irigasi-irigasi, bahkan kolam-kolam kecil sekalipun.

5,7

Dari sumbernya diatom dapat di kelompokkan kedalam Diatom asli parairan tersebut (Autochthonous) dan Diatom yang berasal dari luar perairan itu (Allochthonous). Pada daerah-daerah pantai atau estuary yang banyak terdapat vegetasi seperti lamun (seagrass) dan Macroalga, perairan tersebut kebanyakan di jumpai kelompok diatom asli yang berasal dari perairan tersebut (autochthonous) yang umumnya berasal dari epiphyte yang melekat pada macrophyte. Kelompok diatom ini juga dikenal dengan epiphytic diatom.7,12


(18)

2.1.1 Identifikasi Diatom

Diatom adalah tumbuhan cell tunggal yang tergolong dalam kelas Bacilariophyceae dari phylum Bacilariophyta. Diatom bisa terdiri dari satu cell tunggal atau gabungan dari beberapa cell yang membentuk rantai. Biasanya terapung bebas di dalam badan air dan juga kebanyakan dari mereka melekat (attach) pada substrat yang lebih keras. Pelekatan diatom biasanya karena tumbuhan ini mempunyai semacam gelatin (Gelatinous extrusion) yang memberikan daya lekat pada benda atau substrat. Kita juga kadang menemukan beberapa diatom yang walau sangat lambat tetapi punya daya untuk bergerak.

Diatom akan sangat tergantung pada pola arus laut dan pergerakan massa air baik itu secara horizontal maupun vertical. Cell diatom ini mempunyai ukuran kurang lebih 2 micron sampai beberapa millimeter, namun kita juga kadang menemukan beberapa yang ukurannya sampai 200 micron. Sampai saat ini para ahli memperkirakan jumlah species dari diatom ini sekitar 50.000 spesies. Diatom kebanyakan tersebar pada seluruh perairan dunia, dari perairan air tawar hingga lautan dalam. Bahkan ada beberapa yang di temukan pada genangan air bekas gunung berapi. Diatom umumnya di temukan pada laut, sungai, estuary, kolam, aliran air pada irigasi-irigasi, bahkan kolam-kolam kecil sekalipun.

8,10,12

Diatom termasuk dalam algae klas Bacillariophyceae dengan penyusun utama dinding sel dari silica. Disebut diatom karena selnya terdiri dari dua valve (dua atom), dimana yang satu menutupi yang lainnya seperti layaknya kaleng pastiles. Diatom umumnya uniseluler (soliter), namun pada beberapa spesies ada yang hidup berkoloni dan saling bergandengan satu sama lainnya. Diatom dibagi


(19)

menjadi dua ordo berdasarkan bentuknya, yaitu Centrales dan Pennales. Ordo Centrales bila dilihat dari atas atau bawah berbentuk radial simetris dan lingkaran, sedangkan Ordo Pennales valvanya berbentuk memanjang.14,16

Penggolongan diatom menurut pola hidupnya juga di bedakan atas 8 kelompok, yaitu :

1. Epiphytic dikenal dengan kelompok diatom yang melekat pada tumbuhan lain yang lebih besar.

2. Epipsamic dikenal dengan kelompok diatom yang hidup dan tumbuh pada pasir.

3. Epipelic di kenal dengan kelompok diatom yang hidup dan tumbuh pada permukaan tanah liat (mud) atau sediment.

4. Endopelic di kenal dengan kelompok diatom yang tumbuh dalam rongga tanah liat (mud) atau sediment.

5. Epilithic di kenal dengan kelompok diatom yang tumbuh dan melakat pada permukaan batuan.

6. Endolithic di kenal dengan kelompok diatom yang tumbuh didalam rongga batuan pada dasar perairan.

7. Epizoic di kenal dengan kelompok diatom yang melakat pada hewan umunya invertebrate dasar perairan.

8. Fouling di kenal dengan kelompok diatom yang melekat pada benda-benda yang keras yang biasannya di tanam atau di letakkan pada dasar perairan.8,12,14


(20)

2.1.2. Jenis Diatom

Jenis diatom oleh Pedora Thomas dkk (2006-2009) di Spanyol.

Gambar Diatom. Didymosphenia. geminata from Gállego River (code 0808in Sta. Eulália) (Scale Bar: 10μm, photograph by JPM) diadopsi dari Distribution of the bloom-forming diatom Didymosphenia geminata in the Ebro

River basin (Northeast Spain) in the period 2006-20

Jenis diatom oleh R.B Owen dari Hongkong

Gambar diatom umum di daerah basah Bogoria-Baringo. A: Navicula confervacea; B: Anomoeoneis sphaerophora; C:

Achnanthes exigua; D: Nitzschia sigma; E: Navicula pupula; F: Rhopalodia gibberula. Scale bar = 3 μm.. Diadopsi dari Swamps, springs and diatoms: wetlands of the semi-arid Bogoria-Baringo

Rift, Kenya oleh :

R. B. Owen1, R. W. Renaut2, V. C. Hover3, G. M.Ashley4 & A. M.Muasya5

1Dept. of Geography, Hong Kong Baptist University, Kowloon Tong, Hong Kong, China E-mail: owen@hkbu.edu.hk

2Dept. of Geological Sciences, University of Saskatchewan, Saskatoon, SK S7N 5E2, Canada 3Dept. of Earth and Environmental Sciences, Rutgers University, Newark, NJ 07102, U.S.A.

4Dept. of Geological Sciences, Rutgers University, Piscataway, NJ 08854, U.S.A.


(21)

Jenis diatom diadopsi dari Eduardo A. Morales 1,2,3 Morgan L. Vis 4 , Erika Fernández 5 , J. Patrick Kociolek LM images of diatoms from Sorata. 1. Orthoseira roseana. 2. Melosira varians. 3. Stephanodiscus cf. minutulus. 4.

Diatoma moniliformis. 5. Diatoma hyemalis. 6-7. Frankophila similioides. 8. Staurosirella leptostauron. 9. Pseudostaurosira laucensis var. vulpina. 10-11. Tabellaria ventricosa. 12-13. Tabellaria flocculosa. 14-15. Achnanthidium modestiforme. 16-17. Achnanthidium minutissimum var. jackii. 18-19. Eucocconeis quadratarea. 20. Psammothidium subatomoides. 21-22. Psammothidium grischunum. 23. Eunotia tecta. 24. Eunotia boreoalpina. 25- 26.

Eunotia tenella. 27. Eunotia paludosa. 28. Mayamaea atomus var. permitis. 29. Mayamaea cf. atomus var. alcimonica. 30. Adlafia minuscula. 32. Adlafia suchlandtii. 32. Cavinula pseudoscutiformis. 33. Brachysira lehmanniae. 34.

Brachysira neoexilis. 35. Kobayasiella cf. parasubtilissima . 36. Diploneis kahlii. 37-38. Encyonopsis cf. krammerioides.

39. Encyonopsis cf. krammeri. 40. Gomphonema exilissimum. 41. Gomphonema parvulum. 42. Gomphonema punae.


(22)

Gambar Encyonema amazonianum. Figs. 2-3. LM, frustules in valve view. Figs. 4-7. SEM. Fig. 4. Valve in external view. Fig. 5. Valve in internal view. Fig. 6. Detail of the central part of the valve. Fig. 7. Detail of the apex. Scale bars = 10 μm

(Figs. 2,3); 5μm (Figs. 4,5); 1μm diadopsi dari Diatoms from the Colombian and Peruvian Amazon: the Genera Encyonema, Encyonopsis and Gomphonema (Cymbellales:

Bacillariophyceae)

Amelia A. Vouilloud1, Silvia E. Sala1, Marcela Núñez Avellaneda2 & Santiago R. Duque3

1. Departamento Científico Ficología. Facultad de Ciencias Naturales y Museo. Paseo del Bosque s/n. 1900. La Plata. Argentina; avouilloud@yahoo.com.ar; sesala@museo.fcnym.unlp.edu.ar

2. Instituto Amazónico de Investigaciones Científicas (SINCHI). Avenida Vásquez Cobo entre calles 15 y 16. Leticia, Amazonas. Colombia; mnunez@sinchi.org.co

3. Instituto Amazónico de Investigaciones (Imani), Sede Amazonia Universidad Nacional de Colombia. Kilómetro 2 vía Tarapacá. Leticia, Amazonas. Colombia; srduquee@unal.edu.co


(23)

2.1.3.Kelompok Diatom

Diatom, alga mikroskop merupakan wahana yang banyak digunakan para peneliti ekologi modern dan evolusioner sekarang ini. memperkirakan jumlah spesies dari diatom ini sekitar 50.000 spesies. Diatom kebanyakan tersebar pada seluruh perairan dunia, dari perairan air tawar hingga lautan dalam. Diatom umumnya di temukan pada laut, sungai, estuary, kolam, aliran air pada irigasi-irigasi, bahkan kolam-kolam kecil sekalipun. Menurut Forero, Manual dkk (2001) dari Institut de Optica Spanyol dengan menggunakan metode baru untuk klasifikasi dan skrining diatom dalam image yang diambil pada sampel air, kelompok diatom adalah sebagai berikut :

Gambar kelompok diatom oleh Manuel G. Foreroa dari Spanyol

Gambar Kelompok diatom diadopsi dari Automatic screening and multifocus fusion methods for diatom identification oleh Manuel G. Foreroa, Filip ˘ Sroubekb, Jan Flusserb, Rafael Redondoa and Gabriel Crist´obala a Instituto de ´Optica (CSIC), Serrano 121, 28006 Madrid, Spain b Institute of Information Theory and Automation, Academy of Sciences of the Czech Republic, Prague, Czech Rep.


(24)

2.2 Sungai

Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai berdasarkan kondisi fisiknya terbagi menjadi 3 yaitu :

1. Bagian hulu : pada kondisi hulu aliran air deras, batu-batuan juga besar dan erosi yang terjadi adalah erosi vertikal ke bawah (air terjun).

2. Bagian tengah : Pada bagian ini aliran air sudah agak tenang, batu-batuan juga sudah tidak besar lagi dan erosi yang terjadi ke samping/horizontal. 3. Pada bagian hilir : pada bagian ini aliran air sudah tenang, batu-batuan juga

sudah berubah menjadi kental/pasir dan sudah jarang terjadi erosi (http//www.BPS kota Medan, 2010).

Sungai berdasarkan sumber airnya , dibagi menjadi :

1. Sungai hujan : Sungai yang aliran airnya berasal dari air hujan. 2. Sungai Gletser : sungai yang terbentuk dari es yang mencair.

3. Sungai Campuran : Sungai yang aliran airnya berasal dari campuran gletser dan air hujan.

Sungai berdasarkan debit aliran airnya :

1. Sungai permanen : Sungai yang debitnya stabil dan tidak dipengaruhi oleh musim.

2. Sungai periodik : Sungai yang aliran airnya dipengaruhi oleh musim, meluap ketika musim hujan dan kering ketika musim kering.


(25)

2.3 Drowning 2.3.1.Definisi

Drowning adalah kematian akibat masuknya cairan ke dalam saluran pernafasan. Cairan yang menyebabkan drowning biasanya berupa air, meskipun sejumlah cairan lain juga dapat menyebabkan drowning. Kematian dengan masuknya cairan asam lambung ke dalam saluran pernapasan tidak disebut sebagai drowning. Kadangkala orang yang tidak sadarkan diri akan tenggelam ketika dia menjatuhkan wajahnya ke dalam genagan air, seperti epilepsy selama berlangsungnya serangan mendadak tetapi drowning umum muncul sebagai akibat terendamnya tubuh secara total. Dalam hal ini, “drowning” menotasikan kematian akibat masuknya air ke dalam saluran pernafasan, apakah itu dengan tubuh yang tenggelam atau tidak.16

Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan. Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia akibat tenggelam, dengan kejadian tahunan mungkin lebih dekat ke 500.000. Beberapa negara terpadat di dunia gagal untuk melaporkan insiden hampir tenggelam. Ini menyatakan bahwa banyak kasus tidak pernah dibawa ke perhatian medis, kejadian di seluruh dunia membuat pendekatan akurat yang hampir mustahil.

Tenggelam diartikan sebagai suatu keadaan tercekik dan mati yang disebabkan oleh terisinya paru dengan air atau bahan lain atau cairan sehingga


(26)

pertukaran gas menjadi tidak mungkin. Sederhananya, tenggelam adalah merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan.

Tenggelam merupakan penyebab signifikan kecacatan dan kematian. Tenggelam telah didefenisikan sebagai kematian sebelumnya sekunder untuk sesak napas sementara terbenam dalam suatu cairan, biasanya air, atau dalam waktu 24 jam perendaman. Pada Kongres Dunia 2002 yang diadakan di Amsterdam, sekelompok ahli menyarankan sebuah definisi konsensus baru untuktenggelam dalam rangka mengurangi kebingungan atas jumlah istilah dan definisi (> 20) merujuk kepada proses ini yang telah muncul dalam literatur. Grup yang percaya bahwa definisi yang seragam akan memungkinkan analisa lebih akurat dan perbandingan studi, memungkinkan peneliti untuk menarik kesimpulan lebih bermakna dari mengumpulkan data, dan meningkatkan kemudahan kegiatan surveilans dan pencegahan.18

Namun demikian, beberapa negara terpadat di dunia gagal melaporkan insiden tenggelam. Ini menyatakan bahwa banyak kasus tidak pernah dibawa ke perhatian medis dan kejadian di seluruh dunia membuat pendekatan akurat belum dapat dilakukan. Di Norwegia dengan populasi 4 juta, 350 sampai 400 meninggal karena tenggelam. Kematian karena tenggelam mencapai 1 % dari semua penyebab kematian. 90% tenggelam terjadi karena kecelakaan, dan lebih dari 15% dari semua kematian karena tenggelam dengan rasio perbandingan jenis kelamin laki-laki - perempuan 10 : 1. Berkisar 10% tenggelam adalah bunuh diri dengan rasio jenis kelamin 1 : 14.


(27)

2.3.2. Jenis-jenis Tenggelam

Tenggelam dibagi menjadi beberapa jenis antara lain (A) wet drowning, (B) dry drowning, (C) secondary drowning, dan (D) the immersion syndrome (cold water drowning)13.

Wet drowning adalah kematian tenggelam akibat terlalu banyaknya air yang terinhalasi. Pada kasus wet drowning ada tiga penyebab kematian yang terjadi, yaitu akibat asfiksia, fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam di air tawar, dan edema paru pada kasus tenggelam di air asin. Dry drowning adalah suatu kematian tenggelam dimana air yang terinhalasi sedikit. Penyebab kematian pada kasus ini sendiri dikarenakan terjadinya spasme laring yang menimbulkan asfiksia dan terjadinya refleks vagal, cardiac arrest, atau kolaps sirkulasi.14 Secondary drowning adalah suatu keadaan dimana terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi. Immersion drowning adalah suatu keadaan dimana korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Pada umumnya alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus pada kejadian ini15

2.3.3. Mekanisme Drowning

Pemahaman terhadap mekanisme drowning menurut Brouardel yang dikutip Tedeschi dkk (1977) ditemukan lima tahapan seperti berikut :

1. Tahap surprise (terkejut) yang berlangsung selama 5 sampai 10 detik. 2. Tahap pertama respiratory arrest (pernafasan tertahan) yang berlangsung


(28)

3. Tahap deep respiration (pernafasan dalam) yang berlangsung sekitar satu menit.

4. Tahap kedua respiratory arrest (pernafasan tertahan) yang berlangsung sekitar satu menit.

5. Tahap terminal gasps (hembusan nafas terakhir) yang berlangsung sekitar 30 detik.6,8,16

2.3.4. Diagnosa drowning

Masalah diagnosa adalah jelas dan sederhana. Penyebab utama kematian, apakah ini berupa hipoksia atau kombinasi hipoksia dengan fibrilasi ventricular atau beberapa gangguan fungsi lainnya tidak menjadi perhatian dalam hal ini.

Mayat yang ditemukan dari air dengan segera yaitu tidak lebih dari 24 jam, setelah kematian, diagnosis drawning tidak sulit. Kesulitan muncul ketika lama terendam meningkat. Ketika akhirnya pembusukkan terjadi dan berlanjut, tanda-tanda anatomi drowning, sekecil apapun akan hilang. Tidak ada tanda-tanda-tanda-tanda anatomi patognomonik dari drowning. Lebih lanjut, tidak ada tanda-tanda anatomi yang dapat membantu membedakan antara drowning di air tawar dan drowning pada air laut. Secara khusus dalam kasus ini bahwa test drowning dibutuhkan. Selama beberapa tahun perhatian ditujukan pada demonstrasi materi particular dari air drowning dalam paru dan organ lain.

Mayat yang ditemukan dari air dengan segera yaitu tidak lebih dari 24 jam, setelah kematian, diagnosis drawning tidak sulit. Kesulitan muncul ketika lama terendam meningkat. Ketika akhirnya pembusukkan terjadi dan berlanjut, tanda-tanda anatomi drowning, sekecil apapun akan hilang. Tidak ada tanda-tanda-tanda-tanda anatomi patognomonik dari drowning. Lebih lanjut, tidak ada tanda-tanda anatomi yang dapat membantu membedakan antara drowning di air tawar dan drowning


(29)

pada air laut. Secara khusus dalam kasus ini bahwa test drowning dibutuhkan. Selama beberapa tahun perhatian ditujukan pada demonstrasi materi particular dari air drowning dalam paru dan organ lain.4

2.3.5. Drowning akibat kecelakaan

Drowning adalah seringkali terjadi sebagai akibat kecelakaan dengan kasus yang terjadi hampir tak terhitung jumlahnya. Drowning di kolam renang dapat saja terjadi ketika korban melompat ke dalam air yang terlalu dangkal dan kepalanya mengenai dasar kolam. Fraktur pada tulang belikat dapat terjadi dengan luka pada syaraf punggung dan mengalami drowning. Tipe lain adalah kematian hiperventilasi lainnya. Bila perenang berencana berenang di bawah air, maka dia dapat melakukannya sepanjang waktu dari keadaan normal, bila dia mengalami hiperventilasi sebelum melompat ke dalam air, dalam melakukan hal itu, dia menurunkan tegangan karbon dioksida pada level di bawah normal. Sementara berenang di bawah air, dia memanfaatkan oksigennya dan menghasilkan karbon dioksida tetapi tekanan karbon dioksida tidak naik hingga level yang cukup yang mengganggu pusat pernafasan dan menyebabkan kekurangan udara karena titik awal yang terlalu rendah diluar batas normal. Untuk itu dia kehilangan kesadaran dan mengalami drowning.

Drowning ketika berada di bawah pengaruh alkohol adalah hal yang lebih umum. Diperkirakan bahwa 20 persen dari semua drowning di Norwegia, termasuk drowning pada anak-anak terjadi selama mabuk alkohol. Secara karakteristik, orang ini akan tenggerlam menjauh atau berenang beberapa gerakan sebelum mereka tenggelam. Penulis lain juga mencatat nilai insidensi yang tinggi dari intokiaksi alkohol dalam orang yang mengalami drowning. Keatinge dkk


(30)

yang dipicu oleh reseptor dingin pada kulit, dan mengarah pada hiperventilasi yang tidak dapat dikontrol, peningkatan tekanan vena dan tekanan darah sitemik, peningkatan tekanan denyut dan laju denyut dan ekstrasistole ventricular. Reaksi ini tentu memungkinkan untuk menghirup air atau kolaps cardiovascular.

2.3.6.Drowning bunuh diri

Bunuh diri dengan drowning adalah jarang ditemukan, Kadangkala seseorang menghadapi kecelakaan seperti mengemudi kendaraan di luar jalan dan kemudian masuk ke dalam danau atau masuk ke dalam dermaga, kemungkinan karena bunuh diri sulit dibuktikan. Dalam kenyataannya, sering kali sejumlah kasus drowning diklasifikasikan sebagai kecelakaan walaupun sebenarnya bunuh diri oleh karena kurangnya bukti yang tersedia.

Dalam drowning bunuh diri, seseorang umumnya berpakaian penuh atau tidak. Seseorang akan memilih untuk melompat dari ketinggian (jembatan) atau dari dermaga. Dalam sejumlah kasus drowning bunuh diri, pada otopsi menunjukkan kematian di bawah pengaruh alkohol atau obat pada saat kematian. Dalam beberapa kasus seseorang akan mengikat dirinya dan meningkatkan beban di tubuhnya, atau melukai dirinya sendiri seperti menyayat urat nadinya atau kerongokangannya sendiri.

Dalam kaitannya dengan hal ini, harus disebutkan bahwa gas yang terbentuk di tubuh selama pembusukkan akan meningkatkan daya apungnya hingga beberapa derajat sehingga tubuhnya dapat naik ke permukaan meskipun telah diikat beban seberat 25 kg.

16

Kasus berikut ini adalah salah satu kasus dengan menyayat kerongkongannya dalam kasus drowning bunuh diri. Noda darah ditemukan pada jembatan kecil yang menyeberangi sungai dan diatas tanah. Berdasarkan noda itu,


(31)

polisi menemukan segumpal darah pada jarak 50 m dari jembatan. Polisi ingin mengetahui apakah wanita itu telah menyayat kerongkongannya sendiri di tempat ini dan berjalan serta melompat ke dalam sungai setelah itu. Otopsi memperlihatkan bahwa penyebab kematian drowning dan luka tumpul pada semua tubuhnya dari tubrukan dengan batu di dasar sungai. Kerongkongan yang tersayat menghasilkan dua sayatan dan hanya vena jugular yang cukup parah.

Kematian di bak mandi juga adalah kasus bunuh diri. Wanita itu mengambil sejumlah dosis tranquilizer dan setelah itu masuk ke dalam bak air. Perlu dicatat bahwa dia berpakaian utuh, dan sebagian diantaranya berada di bawah pengaruh alkohol atau barbiturasi atau keduanya.

12

2.3.7.Drowning pembunuhan

Kemungkinan tidak mudah untuk memaksakan drown seorang yang sehat dan sadar yang mampu melakukan perlawanan. Dalam kasus yang diuraikan oleh Kosa dan Viragos Kis, suami yang mencoba membunuh istrinya dengan secara paksa memasukkan kepala istrinya ke dalam air. Ini terbukti sangat sulit dan dia letih. Ketika dia menangkap kakinya dan menariknya ke udara. Istrinya itu tidak mampu mengangkat kepalanya di atas permukaan air. Metode yang sama digunakan pada kasus penganten di dalam bak mandi. Seorang laki-laki membunuh tiga orang istrinya ketika mereka sedang mandi dengan mendorong kaki mereka ke udara dan mendorong kepalanya ke dalam air.

Pada pemeriksaan korban yang diduga tenggelam, bila keadaan jasadnya sudah mengalami pembusukan lanjut, pemeriksaan dan pengambilan kesimpulan menjadi sulit. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang ditujukan pada sistem pernafasan. Busa halus putih dapat mengisi trakea dan


(32)

benda asing yang ikut terinhalasi bersama air. Benda asing dalam trakea dapat tampak secara makroskopis misalnya : pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lainnya, sedangkan yang tampak secara mikroskopis diantaranya telur cacing dan diatom.6

Keterangan Gambar : Fase-fase tenggelam, pada fase III korban mencoba untuk bernafas sehingga air dan isinya ikut masuk kedalam paru-paru dan jika korban menelan maka air dan isinya akan terdapat didalam lambung.

Pembunuhan dengan drowning adalah mudah dilakukan bila korbannya tidak mendapatkan bantuan atau bahkan tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat atau karena kelemahan fisik. Dalam kasus insulin, suami, perawat laki-laki memberikan istrinya yang sedang hamil sebuah injeksi. Dia berpikir ergonovine


(33)

yang diinjeksikan menghasilkan aborsi, tetapi dalam kenyataannya sejumlah besar dosis insulin. Ketika dia tidak sadar diri oleh karena hipoglikemia, suami memasukannya ke dalam bak dimana dia drowning.

Dalam pembunuhan dengan drowning dalam bak mandi seseorang berharap ketika ditemukan mayat yang mati telanjang seolah kecelakaan untuk mengaburkan pembunuh.

Kecurigaan yang kuat terhadap pembunuhan muncul ketika seseorang ditemukan drowning pada air yang dangkal. Timperman merujuknya sebagai kasus wanita yang mengalami ketidaksadaran oleh suaminya setelah dia menahan kepalanya di dalam air hingga drowning.

2.4 Diatom dan Drowning

Diatom ini dipakai sebagai alat bantu diagnostik untuk menginvestigasi kasus tenggelam. Oleh karena hal tersebut maka pemeriksaan diatom bertujuan :

a. Memastikan apakah seseorang tersebut mati karena tenggelam / bukan b. Mengetahui, apakah orang tersebut masih hidup sewaktu tenggelam

c. Mengetahui lokasi tempat tenggelamnya mayat sebelum meninggal, dengan cara membandingkan diatom yang terdapat di tubuh korban dengan diatom air tempat mayat tersebut ditemukan atau diduga sebagai tempat mati tenggelam.

Patofisiologi bagaimana orang yang mati tenggelam bisa ditemukan diatom di dalam tubuhnya adalah melalui media air, pada dasarnya ketika orang yang masih hidup tenggelam ke dalam air yang mengandung diatom maka sebagian diatom akan masuk ke dalam paru-paru dan lambung, diatom yang terdapat di


(34)

dalam air dapat masuk ke dalam paru-paru dan system peredaran darah serta organ-organ dalam lainnya seperti otak, ginjal, hati, dan sum-sum tulang. Sesudah dilakukana autopsy, sampel dari organ-organ tersebut dapat dicerna dengan asam kuat untuk melarutkan jaringan lunak, sehingga meninggalkan skleton yang resisten dan ini dapat diidentifikasi di bawah mikroskop.

Ketika orang yang sudah meninggal masuk ke dalam air atau saat mati di dalam air bukan karena tenggelam, walaupun begitu diatom masih mungkin mencapai paru melalui perembesan secara pasif tetapi tidak ke dalam peredaran darah dan tidak adanya kontraksi jantung mencegah sirkulasi diatom ke organ-organ jauh.

2.5 Metode Tes Diatom

Untuk mengambil diatom dari tubuh seseorang, organ dan cairan tubuh dapat diambil sebagai sampel seperti hati, ginjal, sumsum tulang, otak, darah, juga paru - paru. Untuk mengisolasi diatom, dapat dipakai beberapa metode yang telah diketahui. Metode yang biasa digunakan yaitu dengan menggunakan bahan kimia (biasanya dengan melarutkan organ dengan asam nitrat), sedangkan metode lainnya misalnya menggunakan metode enzim pencernaan, ultrasonic radiation, dan physical method.

Pada keadaan korban sudah sedemikian busuknya yaitu korban dimana, baik kulit maupun organ-organ telah hancur, maka pemeriksaan diatom diambil dari sumsum tulang panjang dan selanjutnya dilakukan proses yang sama.

Untuk jasad yang ditemukan belum didapatkan keadaan yang membusuk atau bahkan masih cukup baru, kita dapat lakukan dengan tes getah paru. Yaitu dengan cara: permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil sedikit


(35)

cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas objek, tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop.

Dicari apakah terdapat diatom, ganggang, atau plankton lainnya.

Adanya salah satu saja dari plankton- plankton tersebut menunjukkna adanya cairan yang masuk ke alveoli paru.

Untuk keadaan jasad yang sudah membusuk dan tidak bisa teridentifikasi dengan pemeriksaan luar , maka baru dilakukan tes diatom atau pemeriksaan destruksi atau metode digesti asam , yaitu dengan cara;

 Ambil jaringan paru sebanyak 150-200 gram, bersihkan lalu masukkan ke dalam labu Erlenmeyer, masukkan H2SO4

 Panaskan dengan api yang kecil sampai mendidih sehingga semuanya hancur betul.

pekat sampai menutup seluruh jaringan paru dan biarkan selama 24 jam sehingga seluruh jaringan paru hancur dan seperti bubur hitam.

 Tuangkan ke dalamnya beberapa tetes HNO3

 Cairan disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 2000-4000 rpm. pekat, sampai warnanya kuning jernih.

 Sedimennya (endapan) dicuci dengan akuades kemudian disentrifuge lagi. Sedimennya (endapan) dilihat dibawah mikroskop.

Pemeriksaan diatom dikatakan positif bila dari sediaan paru-paru dapat ditemukan diatom sebanyak 4-5 per lapang pandang besar (LPB) atau 10-20 per satu sediaan ; atau bila dari sumsum tulang sebanyak 1 per lapang pandang besar (LPB).

Jenis diatom juga perlu diperhatikan dengan teliti karena ini dapat digunakan untuk menentukan tempat korban itu mati tenggelam. Air tempat korban dijumpai tenggelam atau tempat yang diduga sebagai tempat korban mati


(36)

tenggelam perlu diambil dan diperiksa jenis diatomnya. Pemeriksaan diatom pada air sungai :

1. Air sungai diambil

2. Kemudian, dituang ke dalam plankton net (jaring plankton)

3. Sampel plankton yang terjaring akan terkumpul dalam bucket yang kemudian dituang ke dalam botol sebanyak 20 ml dan diawetkan dengan larutan lugol sebanyak 3 tetes.

4. Sampel air yang diambil dibawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan mikroskop.

5. Periksa bentuk diatom yang ditemukan, lalu lakukan identifikasi.

2.6 Penelitian Terdahulu

1. Amri Amir (2007) Medan –Sumatera Utara mengkaji tentang kasus tenggelam. Sehubungan dengan kasus tenggelam menjelaskan korban mati tenggelam hampir selalu didapati dari waktu ke waktu. Ha ini tidak mengherankan karena disekeliling kita ada selokan, sumur, kolam, sungai, danau atau laut, bahkan ember berisi air atau bak kamar mandi. Diagnosa kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit ditegakkan, bila tidak dijumpai trends yang khas baik pada pemeriksaan luar atau dalam. Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk ke dalam air. Keadaan sekitar individu dalam hal ini penting. Tenggelam tidak hanya berbatas didalam air dalam seperti laut, sungai, danau atau kolam renang.

2. Penelitian Augustiza Haarcorryati (2005) Jakarta-Indonesia mengkaji populasi plankton pada ekoteknologi-wetland buatan dalam pengolahan air


(37)

limbah penduduk. pencemaran air berdampak meningkatnya konsentrasi senyawa Nitrogen dan Fosfor oleh karena belum sempurnanya pengolahan berbagai air limbah sehingga konsentrasi zat pencemar termasuk hara N dan P tetap tinggi yang merusak ekosistem perairan secara keseluruhan. Disini ekoteknologi dengan system wetland merupakan teknologi alternative dan ramah lingkungan yang dapat digunakan untuk mengolah air limbah. Teknologi ini berlangsung secara ilmiah hanya mengandalkan kemampuan dari berbagai jenis tumbuhan air (makrofita) dan mikroba (ganggang/ fitoplankton dan bakteri).serta memanfaatkan sinar matahari dalam proses pengolahannya. Disini dilakukan penilaian populasi mikroba terutama populasi plankton yang ditemukan /hidup dalam kolam percobaan ekoteknologi.

3. Marojahan Simanjuntak (2002) Jakarta –Indonesia mengkaji pengaruh suhu, salinitas dan silikat terhadap kelimpahan fitoplankton di perairan Digul laut Arafura, Papua, dengan melakukan penelitian kualitas air perairan Belitung Barat (kelimpahan fitoplankton) dalam kaitannya dengan budidaya biota laut.

4. Supono (2008) meneliti tentang diatom epipelic sebagai indikator kualitas lingkungan. Diatom epipelic dapat dijadikan sebagai indikator kualitas lingkungan yang dapat dilihat dari hubungan diatom epipelic dengan kualitas air dan sedimen. Keragaman diatom epipelic dipengaruhi oleh alkalinitas, TOM dan nitrat sedangkan kualitas sedimen yang berpengaruh terhadap keragaman diatom epipelic antara lain KPK tanah, kandungan liat, dan kandungan bahan organik.9


(38)

5. Yeanny (2011) Medan–Sumatera Utara mengkaji komunitas fitoplankton sebagai bioindikator kualitas air sungai Belawan, menyatakan bahwa sungai Belawan merupakan sungai yang sangat penting bagi warga Medan dan sekitarnya. Salah satu pendekatan dengan konsep bioindikator dengan mengetahui kelimpahan, frekuensi kehadiran, keseragaman, dominansi dan keanekaragaman fitoplankton serta pengukuran kualitas air yaitu suhu, penetrasi cahaya, intensitas cahaya, pH, DO, BOD5 dan COD.

6. Hikmah Thoha (1999) mengkaji tentang struktur komunitas diatom pada dinoflagellata di perairan sekitar pulau Pari, kepulaan Seribu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ditemukan 31 jenis diatom yang tergolong dalam 20 marga dan 14 suku. Jenis yang paling dominan dan mempunyai sebaran luas adalah Thalassoithrix nitschioides pada musim kemarau dan chaetoceros nitschioides pada musim peralihan dan musim hujan.


(39)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep

Jenis Diatom di - Sungai Belawan - Sungai Badera - Sungai Sikambing

- Sungai Putih Sungai Kota Medan - Sungai Babura

- Sungai Deli

- Sungai Sulang Saling - Sungai Tuntungan - Sungai Kera

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Operasional Definisi. Parameter Alat Ukur Cara Kerja Ukur Hasil

1 Sungai Aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut yang ada di kota Medan.

a.Hulu

b.Hilir

c.Tengah

Peta Wilayah Kota Medan dengan batas selatan, timur dan barat dengan kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka.

Ujung selatan masing masing sungai Ujung utara masing-masing sungai Daerah yang berada diantara ujung selatan dengan utara masing-masing sungai

Sampel air 1 meter dan 2 meter dari permukaan diambil dengan plankton net. Sampel plankton yang terjaring akan terkumpul dalam bucket, selanjutnya dituang kedalam botol sebanyak 20 ml dan awetkan dengan larutan lugol sebanyak 3 tetes dan diberi label J E N I S D I A T O M E s2. Diatom Gangang yang

tumbuh didalam air yang tidak kelihatan dengan mata telanjang Diatom bulat, oval, memanjang, segiempat.

Mikroskop Sampel air yang diambil dibawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan mikroskop dengan pembesaran 100 kali perhatikan bentuk diatom yang ditemukan lalu lakukan identifikasi


(40)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan secara deskriptif yaitu untuk mengetahui jenis diatom pada sungai-sungai di kota Medan .

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sungai Belawan, Sungai Badera, Sungai Sikambing, Sungai Putih, Sungai Babura, Sungai Deli, Sungai Sulang Saling, Sungai Kera dan Sungai Tuntungan yang ada di kota Medan , secara geografis wilayah Kota Medan berada antara 3”30’– 3”43’ LU dan 98”35’-98”44’ BT, dengan luas wilayah 265,10 km2, dengan batas wilayah sebagai berikut: Batas utara dengan Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka. Batas Selatan dengan Kabupaten Deli Serdang . Batas Timur dengan Kabupaten Deli Serdang. Batas Barat dengan Kabupaten Deli Serdang. Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut.

4.2.2 Waktu Penelitian


(41)

DEN AH ALI RAN SU N GAI M EDAN

Keterangan :

Jl. Platina Raya

Jl . Y os Sudar so

Simp. Jl. Rumah Potong Hewan

Jl. Sukoharjo

Jl. Karya (Jembatan Sei Agul Ujung )

Jl. Karya dalam (RS Supina Azis) Jl.

Pembangunan Jl. Sei Batang Hari

Jl. Perjuangan

Jl. Bunga Asoka (Jembatan)

Jl. Gereja

Jl. Sei Besitang (Jembatan

Jl.Abdullah Jl.Bioteknologi Jl.Abdullah

Jl.Titi Bobrok (Jembatan)

Jl.Bunga Asoka Jl.Kenanga Raya

Jl. Guru Patimpus

Jl. Palang Merah

Jl. Ir. Juanda Jl. Pintu Air

Jl. Suka Cita

Jl. Sumber Tani

Jl. Cemara

Jl. Gurila

Jl. Pelajar Timur


(42)

Lokasi Penelitian

Sungai Belawan

Hulu

Tengah

Hilir

Jl. Sukoharjo

Jl. Yos Sudarso/Simp.

Jl.Rumah Potong Hewan

Jembatan Jl. Platina raya

Sungai Badera

Hulu

Tengah

Hilir

Jembatan Jl. Pembangunan

Jl. Karya Dalam

(Rs. Supina Azis)

Jembatan Sei Agul Jl. Karya

Sungai Sikambing

Hulu

Tengah

Hilir

Jembatan Jl. Bunga Asoka

Jembatan Jl. Perjuangan

Jembatan Jl. Sei Batang Hari

Sungai Putih

Hulu

Tengah

Hilir

Jembatan Jl. Abdullah Lubis/

Jl. Bioteknologi

Jembatan Jl. Sei Besitang

Jembatan Jl. Gereja

Sungai Babura

Hulu

Tengah

Hilir

Jembatan Jl. Karya Tani

Jembatan Jl. Mongonsidi

Jembatan Jl. Maulana Lubis

Sungai Deli

Hulu

Tengah

Hilir

Jembatan Jl. Ir. Juanda

Jembatan Jl. Palang Merah

Jembatan Jl. Guru Patimpus

Sungai Sulang Saling Hulu

Tengah

Hilir

Jembatan Jl. Sumber Tani

Jembatan Jl. Suka Cita

Jembatan Jl. Pintu Air

Sungai Kera

Hulu

Tengah

Hilir

Jembatan Jl. Pelajar Timur

Jembatan Jl. Gurila

Jembatan Jl. Cemara

Sungai Tuntungan

Hulu

Tengah

Hilir

Jl.Flamboyan Raya

Jl.Kenanga Raya

Jembatan Titi Bobrok


(43)

JADWAL PENELITIAN

Kegiatan

Tahun 2011

September Oktober November Desember

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengajuan Referensi x

Pengajuan Judul x

Konsul Judul X X

ACC Judul x

Draft Proposal I - III X x x

Konsul x X

perbaikan x x

Seminar Proposal x x

Penelitian x x

Konsul Bab IV-V

Bimbingan

ACC akhir penelitian Seminar Penelitian

4.3 Biaya Penelitian

Biaya penelitian diperkirakan sekitar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dengan rincian sebagai berikut :

NO PENGELUARAN BIAYA

1 Lab.Cost Rp. 1.000.000

2 Printing Cost Rp. 1.000.000

3 A T K Rp. 1.000.000

4 Copy Material Rp. 1.000.000

5 Referensi Rp. 4.000.000

6 Seminar Proposal Rp. 1.000.000

7 Seminar Hasil Penelitian Rp. 1.000.000

Jumlah Rp.10.000.000

4.4 Populasi Penelitian


(44)

4.5 Sampel Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air sungai yang diambil pada 9 sungai yang ada di kota medan di lokasi yang berbeda yaitu pada daerah hulu, tengah dan hilir pada kedalaman 1 meter dan 2 meter dari permukaan , yang diambil pada 9 sungai yang ada di kota Medan . Pada satu tempat di sungai dilakukan 2 kali pengambilan air sehingga di bagian Hulu 4 sampel, bagian Tengah 4 sampel dan bagian Hilir 4 sampel. Dalam hal ini 1 sungai diambil 12 sampel sehingga untuk 9 sungai diperoleh 108. Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 108.

4.6 Teknik Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan stratified random sampling di bagian hulu, tengah dan hlir untuk jenis-janis diatom yang ada pada sungai di kota Medan dijadikan sebagai sampel

4.7 Kriteria Inklusi

Dalam penelitian ini kriteria inklusi adalah semua sungai yang ada di Kota Medan .

4.8 Kriteria Eksklusi

Untuk kepentingan penelitian ini, kriteria eksklusi adalah sebagai berikut :

a. Banjir b. Kering


(45)

4.9 Variabel Penelitian

Parameter penelitian ini adalah jenis-jenis diatom yang ditemukan di sungai yang ada di kota Medan

4.10 Cara Kerja

Ambil air dari sungai pada kedalaman 1 meter dan 2 meter dari permukaan air dengan plankton net (jaring plankton), kemudian sample plankton yang terjaring akan terkumpul dalam bucket yang selanjutnya dituang kedalam botol sebanyak 20 ml dan diawetkan dengan menggunakan larutan lugol sebanyak 3 tetes dan diberi label, lalu dibawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan mikroskop dengam pembesaran 100 kali. Perhatikan bentuk diatom yang ditemukan, lalu identifikasi dengan menggunakan buku (Edmondson (1963), Bold dan Wyne (1985) dan Pennak (1989)

4.11 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang diperlukan adalah botol dengan kapasitas 20 ml, label, pena, pipet tets, kaca objek, mikroskop, kamera, blangko data, plankton net.

Bahan yang diperlukan adalah larutan Lugol

Sungai


(46)

4.12 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dengan cara sebagai berikut : a. Proses editing : yang dilakukan untuk memeriksa blangko data dengan tujuan

agar data yang masuk dapat diolah secara benar, sehingga pengolahan data dapat memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti, kemudian data dikelompokan menggunakan aspek pengukuran.

b. Proses coding : dengan membuat kode dalam rangka mempermudah perhitungan

c. Proses tabulating : yaitu mengelompokan data dalam master tabel untuk mempermudah pendistribusian dan berdasarkan variabel.

4.13 Analisis Data

Analisa data menggunakan distribusi frekuensi untuk mengetahui evaluasi jenis diatom di tempat kejadian perkara kasus tenggelam.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

1. Yunus, Faisal 2007. Tenggelam dan Permasalahannya. Jurnal GERAI, 2007. 2. Shepherd, Suzanne (2009). Drowning, http//www.eMedicine.com, diakses 14

Agustus 2009.

3. Knight, Bernard, 1996. Forensic Pathology. Oxford University Press. 4. Gani, Husni. 2002. Diagnosa Drowning, Penerbit Erlangga. Jakarta 5. Teddesh C.G et.al 1977. Forensic Medicine. W.B Saunder Company.

London

6. Amri A. 2007. Tenggelam (Drowning), in Amri A.Eds. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2. Medan.

7. M.G Forero et at, 2009. Analysis and screening of diatoms by Shape from Contour. Spanyol.

8. Maneul dkk, 2009. Automatic screening and multifocus fusion m ethods for diatom identification. Republik Ceko.

9. Reece Jane B dan Lawrence G. Mitchell. 2003. Biologi. Terjemahan Mahameru Jakarta.

10.Yeanny, Mayang Sari 2011. Komunitas Fitoplankton sebagai Bioindikator kualitas air sungai Belawan. USU Medan.

11.Harrcorryyati, Augustiza, 2005. Populasi Plaknton Pada Ekoteknologi - Wetland Buatan Dalam Pengolahan Air Limbah Penduduk. Jurnal Buletin Pusair. Jakarta.

12.Simanjuntak, Marojahan. 2007. Pengaruh Suhu, Salinitas dan Silikat Terhadap Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Digul Laut Arafura, Jurnal ISSN Lingkungan Hidup Jakarta.


(48)

13.Baker. Jeffery J and Garland E.Allen, 1982. The Study of Biology. Addison –Wesley Publishing Company. New York

14.Knight, Bernard, 2000. Forensic Pathology. Oxford University Press. New York.

15.Campbell. Neil dkk, 2003. Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta

16.Camps, E. et al. 1976. Operational Deaths and Complications (Including Those Under Anaesthesia). In : Gradwohl’s Legal Medicine Third Edition, Great Britain.

17.Curran, J. et al. 1980. Deaths Related to Medical Care. In : Modern Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science, Philadelphia.

18.Gonzales TA, Vance M, Helper M, Umberger CJ. Legal Medicine Phatology and Toxicology–Appleton – Century – Crofts, INC. New York; 1954.

19.Knight, B. 1996. Deaths Associated With Surgical Procedures. In : Forensic Pathology Second Edition, Oxford University Press, USA.

20.Kodoatie, Robert. Dan Roestam Sjartief, 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi Yogyakarta.

21.Hamdani J. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Ed. 2nd

22.Irianto K. Mirkobiologi, Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2 Penerbit. Yrama Widya, Bandung. 2007, Hal. 152.

. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta ; 1992.

23.Mader Sylvia S. 2007. Biology. Higher Education. New York 24.Mario, D. et al. 1998. Intraoperative Deaths. In : Handbook of forensic

Pathology, USA.

25.Mulyanto H.R. 2007. Sungai : Fungsi dan Sifat-sifatnya. Graha Ilmu. Yogyakarta


(49)

26.Otto, James.H. 1965. Modern Biology. Rinehart and Winston Inc. New York

27.Persatuan Dokter Forensik Indonesia. Draf Pedoman Pelayanan Forensik dan Medikolegal di RS. PDFI, 2010 H.1.

28.Raven , Peter H et al., 2002. Biology. Higher Education. New York 29.Rout. 1998. Anaesthetic Related Deaths. Available from :

30.Sastroemarwoto I dkk. Pola-Pola Kehidupan Dalam Air. Biologi Umum II. Cetakan Ketujuh. Percetakan Gramedia, Jakarta. 1990. Hal. 73-75, 84-87, 93-96.

31.Suriawiria Unus, 2005. Air Dalam Kehidupan dan Lingkungan Yang Sehat. PT.Alumni Bandung

32.Sayman, G. 2006. The Medico-Legal Investigation of Anasthetic and/or Procedure Related Deaths. Available from : Accessed : 2008 Dec 26.

33.Shianne, et al. 2006. Kematian Akibat Anestesi. Available from : http://www.freewebs. com/.Accessed:2008 Des 26

34.Syahrom AW. Kematian Anaestesi dan Kecuaian Perbuatan. Patologi

Forensik. Cetakan Pertama. Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. Selangor. 1993. Hal. 412-27.

.

35.Wibisono M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Gramedia Widisarana Indonesia Jakarta


(50)

(51)

(52)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Yunus, Faisal 2007. Tenggelam dan Permasalahannya. Jurnal GERAI, 2007. 2. Shepherd, Suzanne (2009). Drowning, http//www.eMedicine.com, diakses 14

Agustus 2009.

3. Knight, Bernard, 1996. Forensic Pathology. Oxford University Press. 4. Gani, Husni. 2002. Diagnosa Drowning, Penerbit Erlangga. Jakarta 5. Teddesh C.G et.al 1977. Forensic Medicine. W.B Saunder Company.

London

6. Amri A. 2007. Tenggelam (Drowning), in Amri A.Eds. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2. Medan.

7. M.G Forero et at, 2009. Analysis and screening of diatoms by Shape from Contour. Spanyol.

8. Maneul dkk, 2009. Automatic screening and multifocus fusion m ethods for diatom identification. Republik Ceko.

9. Reece Jane B dan Lawrence G. Mitchell. 2003. Biologi. Terjemahan Mahameru Jakarta.

10.Yeanny, Mayang Sari 2011. Komunitas Fitoplankton sebagai Bioindikator kualitas air sungai Belawan. USU Medan.

11.Harrcorryyati, Augustiza, 2005. Populasi Plaknton Pada Ekoteknologi - Wetland Buatan Dalam Pengolahan Air Limbah Penduduk. Jurnal Buletin Pusair. Jakarta.

12.Simanjuntak, Marojahan. 2007. Pengaruh Suhu, Salinitas dan Silikat Terhadap Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Digul Laut Arafura, Jurnal ISSN Lingkungan Hidup Jakarta.


(2)

13.Baker. Jeffery J and Garland E.Allen, 1982. The Study of Biology. Addison –Wesley Publishing Company. New York

14.Knight, Bernard, 2000. Forensic Pathology. Oxford University Press. New York.

15.Campbell. Neil dkk, 2003. Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta

16.Camps, E. et al. 1976. Operational Deaths and Complications (Including Those Under Anaesthesia). In : Gradwohl’s Legal Medicine Third Edition, Great Britain.

17.Curran, J. et al. 1980. Deaths Related to Medical Care. In : Modern Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science, Philadelphia.

18.Gonzales TA, Vance M, Helper M, Umberger CJ. Legal Medicine Phatology and Toxicology–Appleton – Century – Crofts, INC. New York; 1954.

19.Knight, B. 1996. Deaths Associated With Surgical Procedures. In : Forensic Pathology Second Edition, Oxford University Press, USA.

20.Kodoatie, Robert. Dan Roestam Sjartief, 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi Yogyakarta.

21.Hamdani J. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Ed. 2nd

22.Irianto K. Mirkobiologi, Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2 Penerbit. Yrama Widya, Bandung. 2007, Hal. 152.

. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta ; 1992.

23.Mader Sylvia S. 2007. Biology. Higher Education. New York 24.Mario, D. et al. 1998. Intraoperative Deaths. In : Handbook of forensic

Pathology, USA.


(3)

26.Otto, James.H. 1965. Modern Biology. Rinehart and Winston Inc. New York

27.Persatuan Dokter Forensik Indonesia. Draf Pedoman Pelayanan Forensik dan Medikolegal di RS. PDFI, 2010 H.1.

28.Raven , Peter H et al., 2002. Biology. Higher Education. New York 29.Rout. 1998. Anaesthetic Related Deaths. Available from :

30.Sastroemarwoto I dkk. Pola-Pola Kehidupan Dalam Air. Biologi Umum II. Cetakan Ketujuh. Percetakan Gramedia, Jakarta. 1990. Hal. 73-75, 84-87, 93-96.

31.Suriawiria Unus, 2005. Air Dalam Kehidupan dan Lingkungan Yang Sehat. PT.Alumni Bandung

32.Sayman, G. 2006. The Medico-Legal Investigation of Anasthetic and/or

Procedure Related Deaths. Available from :

Accessed : 2008 Dec 26.

33.Shianne, et al. 2006. Kematian Akibat Anestesi. Available from :

http://www.freewebs. com/.Accessed:2008 Des 26

34.Syahrom AW. Kematian Anaestesi dan Kecuaian Perbuatan. Patologi

Forensik. Cetakan Pertama. Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. Selangor. 1993. Hal. 412-27.

.

35.Wibisono M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Gramedia Widisarana Indonesia Jakarta


(4)

(5)

(6)