Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Keterlambatan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu Chapter III VI

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1

Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang sebelumnya, rumusan masalah dan untuk

tercapainya penelitian ini dengan didukung tinjuan teoritis dan tinjauan peneliti
terdahulu, maka secara skematis kerangka konseptual dalam penelitian ini
digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen (X)

Koordinasi Eksekutif dan
Legislatif
(X1)
Kompetensi Eksekutif dan
Legislatif (X2)

Variabel Dependen (Y)


Keterlambatan
Penetapan APBD (Y)

Kepentingan Eksekutif dan
Legislatif (X3)

Sanksi atas Keterlambatan
Penetapan APBD
(X4)

Peraturan
Perundangundangan (X5)

Gambar 3.1
Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

Dalam kerangka konsep perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel
independen dan variabel dependen, kerangka konsep penelitian merupakan

gambaran ringkas, lugas dan bernas mengenai keterkaitan satu konsep dengan
konsep lainnya yang akan diteliti atau menggambarkan pengaruh atau hubungan
antara satu kejadian/fenomena dengan kejadian/fenomena lainnya. Kerangka
konsep dijabarkan dalam bentuk bagan, dengan substansi dalam bagan tersebut
harus ditulis secara ringkas, bernas dan lugas. Isi kerangka konsep minimal
adalah nama konsep dan variabel (khususnya variabel independent) sebagai
ukuran konsep, dan jenis keterkaitan antar konsep tersebut (Lubis, 2012).
Dari gambar 3.1 kerangka konseptual tersebut di atas terlihat bahwa variabel
dependen (variabel Y), yaitu keterlambatan penetapan APBD diperkirakan
dipengaruhi oleh beberapa variabel independen (variabel X), yaitu koordinasi
eksekutif dan legislatif (X 1 ), kompetensi eksekutif dan legislatif (X 2 ), kepentingan
eksekutif dan legislatif (X 3 ), sanksi atas keterlambatan penetapan APBD (X 4 ) dan
peraturan perundangundangan (X 5 ) sebagai berikut :
1. Semakin baik koordinasi eksekutif dan legislatif, maka semakin besar
kemungkinan keterlambatan penetapan APBD tidak akan terjadi,
2. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki eksekutif dan legislatif dibidang
akuntansi, keuangan daerah dan penganggaran, maka semakin besar kemungkinan
keterlambatan penetapan APBD tidak akan terjadi,
3. Semakin tinggi sikap mengutamakan kepentingan masing-masing eksekutif dan
legislatif, maka semakin kecil kemungkinan keterlambatan penetapan APBD tidak

akan terjadi,
4. Semakin berat sanksi atas ketelambatan penetapan APBD, maka semakin besar
kemungkinan keterlambatan penetapan APBD tidak akan terjadi,

Universitas Sumatera Utara

5. Dengan adanya peraturan perundangundangan yang mengatur tentang penyusunan
dan penetapan APBD setiap tahun, maka penetapan APBD tidak akan mengalami
keterlambatan.

Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti akan melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan penetapan
APBD, dimana yang akan diteliti adalah pengaruh koordinasi eksekutif
dan legislatif, kompetensi eksekutif dan legislatif, kepentingan eksekutif dan
legislatif, dan sanksi dan peraturan perundangundangan terhadap keterlambatan
penetapan APBD di Kabupaten Labuhanbatu

3.2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini dikembangkan berdasarkan penelitian sebelumnya dan
pengamatan dari peneliti selama bekerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten

Labuhanbatu. Memang masih sangat langka orang yang melakukan penelitian tentang
keterlambatan penetapan APBD. Sebagai jawaban sementara dari masalah atau
pertanyaan yang memerlukan pengujian empiris, maka peneliti mengemukakan
hipotesis tentang koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi eksekutif dan

legislatif, kepentingan eksekutif dan legislatif, sanksi

dan

peraturan

perundangundangan berpengaruh terhadap keterlambatan penetapan APBD
Kabupaten Labuhanbatu baik secara simultan dan parsial.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1


Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kausal yang

bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Desain kausal berguna untuk menganalisis hubungan-hubungan antara
satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel
mempengaruhi variabel lainnya. variabel independen (X) dalam penelitian ini
adalah koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi eksekutif dan legislatif,
kepentingan eksekutif dan legislatif, dan sanksi yang tidak tegas dan peraturan
perundangundangan untuk kemudian diuji dan dianalisis pengaruhnya terhadap
keterlambatan penetapan APBD (Y) sebagai variabel dependen dalam penelitian ini.

4.2

Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi

penelitian


ini

di

lakukan

pada

pemerintahan

Kabupaten

Labuhanbatu. Waktu penelitian direncanakan mulai bulan februari 2016 sampai
dengan agustus 2016.

4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam
proses penyusunan APBD, yaitu TAPD, Kepala SKPD dan DPRD dengan
jumlah 95 orang yang terdiri dari :
1.


Tim APBD Pemerintah Daerah (TAPD) Tahun Anggaran 2016 sebanyak 18
orang,

2.

Kepala Dinas/Badan/Kantor Kabupaten Labuhanbatu yang masih aktif
sebanyak 32 orang

Universitas Sumatera Utara

3.

Anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu periode 2014 s/d 2019 sebanyak 45
orang

Peneliti akan menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian, bila
peneliti ingin meneliti seluruh elemen yang ada dalam wilayah penelitiannya,
maka penelitian tersebut merupakan penelitian populasi, yang disebut juga studi
sensus (Lubis, 2012)


4.4. Teknik Pengumpulan Data
Sumber

data

penelitian

merupakan

faktor penting yang

menjadi

pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Sumber data dalam
penelitian ini adalah data primer. Indriantoro dan Supomo (2002) menyebutkan
data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung
dari sumber asli. Untuk mendapatkan data dari responden digunakan instrument
penelitian berupa kuesioner yang akan diantar sendiri oleh peneliti sebanyak 95
kuesioner dan ditunggu selama 20 hari.

Kuesioner pada penelitian ini menggunakan skala ukur interval. Dimana
skala interval merupakan skala pengukuran yang menyatakan peringkat dan jarak
konstruk dari yang diukur. Menurut Sugiyono (2012) skala pengukuran dengan
menggunakan skala interval akan menghasilkan data kuantitatif, sehingga nilai
variabel yang diukur dengan instrumen dapat dinyatakan dalam bentuk angka
sehingga akan lebih akurat.
Pengukuran skala interval ini menggunakan skala sikap Likert . Skala Likert
merupakan salah satu bagian dari skala sikap yang didasarkan pada penjumlahan

Universitas Sumatera Utara

sikap responden dalam merespon pernyataan berkaitan dengan indikator suatu
konsep atau variabel yang sedang diukur.
4.5

Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Variabel dependen adalah variabel yang dijelaskan atau yang dipengaruhi

oleh variabel independen. Variabel independen (X) dalam penelitian ini adalah
keterlambatan penetapan APBD (Y) didefinisikan sebagai tingkat ketidaksesuaian

waktu penetapan APBD yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan kalender
penetapan APBD yang telah ditetapkan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 yang telah diubah dengan peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 59 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengukuran variabel
keterlambatan penetapan APBD menggunakan instrumen kuesioner dengan skala
5 poin untuk menunjukkan ketidaksesuaian waktu penetapan APBD yaitu
memberikan nilai pada setiap kelebihan jarak waktu yang terjadi dengan
ketentuan yang seharusnya. Kuesioner ini dirancang sendiri oleh peneliti yang
mengacu pada tahapan penyusunan APBD sesuai dengan peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang telah diubah dengan peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi
variabel yang lain. Variabel independen (X) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1.

Koordinasi eksekutif dan legislatif (X 1 ), didefenisikan sebagai tingkat
kekuatan/kelemahan komunikasi, sinergi antara eksekutif dengan legislatif


Universitas Sumatera Utara

yang meliputi bagaimana kedua pihak dapat saling memahami tugas pokok
dan

fungsi

masing-masing

yang

harus

dilakukan

dengan

penuh

tanggungjawab agar dapat mencapai tujuan bersama secara efisien, efektif
dan ekonomis untuk kesejahteraan daerah kabupaten labuhanbatu. Untuk
mengukur variabel koordinasi antara eksekutif dan legislatif ini digunakan
skala 5 poin. Kuisioner ini didesain dengan mengadopsi dari penelitian
Subechan, dkk (2014)
2.

Kompetensi eksekutif dan legislatif (X 2 ) didefinisikan bagaimana eksekutif
dan legislatif dalam memahami teknis penganggaran. Kuisioner ini melihat
juga latar belakang pendidikan menunjukkan kemampuan dan bidang ilmu yang
dikuasai oleh seseorang selama menempuh jalur pendidikan formal. Bidang ilmu
yang dikuasai oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan APBD
hendaknya sejalan dengan kegiatan penganggaran. Oleh karena itu, anggota dari
organisasi sektor publik khususnya yang terlibat dalam penyusunan APBD
hendaknya memiliki dasar ilmu yang berkaitan dengan sistem penyusunan
anggaran. Selain itu pendidikan dan pelatihan yang diiukuti memperlihatkan pula
kompetensi dan pemahaman yang dimiliki sumber daya manusia dalam
pelaksanaan suatu kegiatan. Untuk mengukur variabel kompetensi eksekutif

dan legislatif ini digunakan skala 5 poin Kuisioner ini didesain dengan
mengadopsi dari penelitian Subechan, dkk (2014)
3.

Kepentingan eksekutif dan legislatif (X 3 ) didefinisikan bagaimana keinginan
masing – masing pihak, eksekutif dan legislatif untuk lebih mengutamakan
kepentingan masing – masing. pihak eksekutif dengan hasil musrembangnya
sedangkan pihak legislatif aspirasi dari konstituennya saat melakukan reses ke
daerah pemilihan masing-masing. Untuk mengukur variabel kepentingan

Universitas Sumatera Utara

eksekutif dan legislatif ini digunakan skala 5 poin. Kuesioner ini didesain
dengan mengadopsi dari penelitian Subechan, dkk (2014) perihal kepentingan
eksekutif dan legislatif.
4.

Sanksi atas keterlambatan penetapan APBD (X 4 ) didefenisikan sebagai
konsekuensi yang dapat memberikan efek jera secara langsung bagi
pemerintah daerah dan juga anggota DPRD yang terlambat menetapkan
APBD sesuai dengan peraturan perundangundangan, Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 56 Tahun 2005 yang telah diubah dengan PP Nomor 65 Tahun
2010 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah menyebutkan sanksi bagi
daerah yang terlambat dalam menetapkan APBD adalah pemotongan Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Untuk mengukur
variabel ini digunakan skala 5 poin. Kuesioner ini dirancang sendiri oleh
peneliti yang mengacu PP Nomor 65 Tahun 2010 tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

5.

Peraturan Perundangundangan (X 5 ) didefenisikan sebagai sekumpulan
peraturan perundangundangan yang ditetapkan Pemerintah Pusat dan
kementeriaan terkait sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam
menyusun APBDnya. Peraturan-peraturan tersebut meliputi Perturan Menteri
Dalam Negeri yang terbit setiap tahun dan peraturan- peraturan terkait dana
dari Pemerintah Pusat seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Bantuan
Daerah Bawahan (BDB). Untuk mengukur variabel ini digunakan skala 5
poin. Kuesioner variabel ini didesain dengan mengadopsi dari penelitian
Subechan, dkk (2014) perihal peraturan perundangundangan.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian tersebut maka definisi operasional dan pengukuran
variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.1. Definisi Operasional Variabel
Nama
Variabel
Keterlambatan
Penetapan APBD

Definisi Operasional

Indikator

Ketidaksesuaian
waktu
penetapan APBD yang telah
melebihi
batas
waktu
penetapan APBD yang telah
ditetapkan dalam peraturan
perundang undangan.

1. Persetujuan KUA –PPAS
oleh DPRD

Skala
Pengukuran
Interval

2. Penyampaian Surat Edaran
Kepala Daerah tentang
pedoman, penyusunan RKA
SKPD
3. Persetujuan atas Ranperda
APBD kepada oleh DPRD,
4. Penetapan Perda APBD
oleh DPRD

Koordinasi
eksekutif dan
legislatif

Kompetensi
eksekutif
dan
legislatif

Kepentingan
Eksekutif
dan
Legislatif

Koordinasi
yang
terjadi
diantara Pemerintah Daerah,
TAPD (eksekutif) dengan
Anggota DPRD, Banggar
(legislatif) yang diwujudkan
dalam komunikasi, sinergi dan
integrasi diantara kedua belah
pihak dalam hal penetapan
APBD
Kabupaten
Labuhanbatu.
Kemampuan
pemahaman
teknis penyusunan anggaran
yang dimiliki masing-masing
pihak baik Pemerintah Daerah,
TAPD (eksekutif)
maupun
Anggota DPRD, Banggar
(legislatif)
Kepentingan-kepentingan yang
dibawa oleh eksekutif dan
legislatif yang akan ditampung
dalam APBD

Sanksi
Penerapan sanksi secara efektif
Atas Keterlambatan dan
konsisten
atas
dalam
Penetapan APBD ketidakmampuan
menetapakan APBD sampai
dengan batas waktu yang telah
ditentukan undang undang.
Peraturan Perundang Peraturan Perundangundangan
Undangan
yang dijadikan Pedoman dalam
Penyusunan APBD

1. Koordinasi
2. Komunikasi,
3. Tingkat kehadiran pada saat
pembahasan KUA-PPAS,
RAPBD
4. Dinamika Politik

Interval

1. Pemahaman
di
bidang
Keuangan
Daerah
dan
Penganggaran
2. Latarbelakang pendidikan
dalam
3. Keikutsertaan
bimtek/pelatihan
bidang
penyusunan anggaran
1. Kepentingan eksekutif
2. Kepentingan legislatif

Interval

1.
2.

Interval

Pemotongan DAK
Penundaan
pembayaran
DAU
3. Penundaan
pembayaran
tunjangan kepala daerah
dan anggota DPRD
1. Perubahan
Pedoman
Penyusunan APBD
2. Perubahan
nilai
Dana
Dekonsentrasi

Interval

interval

Universitas Sumatera Utara

4.6

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Pengujian validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan pada 30

(tiga puluh) mahasiswa magister S-2 Akuntansi Universitas Sumatera Utara
(Program Beasiswa Star BPKP), mahasiwa tersebut merupakan pegawai negeri
sipil dengan latar belakang bidang keuangan dan aparatur pengendalian intern
pemerintah.

4.6.1 Pengujian Validitas
Pengujian validitas digunakan untuk menguji apakah instrumen yang
dipakai cukup layak digunakan sehingga mampu menghasilkan data yang akurat
sesuai dengan tujuan pengukurannya. Menurut Ghozali (2013) menyatakan
bahwa pengukuran validitas dapat dilakukan dengan korelasi bivariate antara
masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Perhitungan korelasi
bivariate masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk dengan
menggunakan perangkat lunak SPSS.
Teknik pengujian validitas dengan menggunakan tingkat signifikan 5%
untuk mengetahui keeratan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan
cara mengkorelasikan antara skor ítem pertanyaan terhadap skor total. Menurut
Sugiyono (2012), jika nilai validitas Corrected Item Total Correlation setiap
pertanyaan lebih besar dari r tabel maka butir pertanyaan dianggap sudah valid
tetapi jika berada dibawah r tabel maka item pertanyaan tersebut tidak lagi
diikutsertakan.

Universitas Sumatera Utara

4.6.2 Pengujian Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil pengukuran
tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala
yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama. Suatu kuesioner
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban responden atas pertanyaan tetap
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas ditentukan dengan
menggunakan koefisien cronbach alpha, kemudian dilakukan pengukuran dengan
menggunakan software SPSS. Hasil yang diperoleh dari SPSS, angka cronbach
alpha dibandingkan dengan angka ketentuan batas reliabilitas.

Jika angka

cronbach alpha > 0,60, maka pernyataan diatas signifikan yang berarti bahwa
pernyataan tersebut reliabel.

4.7

Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah regresi

linier berganda (multiple linier regression method) dengan pengolahan data
melalui SPSS (Statistical Package for Social Science). Dengan demikian model
analisis adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+ b4X4 + b5X5 + e
Dimana :
Y

= Keterlambatan Penetapan APBD

a

= Konstanta

b 1 - b 5 = Koefisien regresi dari SPSS
X1

= Koordinasi eksekutif dan legislatif

X2

= Kompetensi eksekutif dan legislatif

Universitas Sumatera Utara

X3

= Kepentingan eksekutif dan legslatif

X4

= Sanksi atas keterlambatan penetapan APBD

X5

= Peraturan Perundangundangan.

e

= error
Parameter persamaan regresi linier berganda tersebut dapat menunjukkan

koefisien regresi atas setiap variabel bebas (independent variable), positif atau
negatif. Koefisien regresi b akan bernilai positif jika menunjukkan hubungan
searah anatar variabel bebas (independent variable) dengan variabel terikat
(dependent variable). Artinya kenaikan variabel bebas akan mengakibatkan
kenaikan variabel terikat dan sebaliknya, penurunan variabel bebas akan
menurunkan variabel terikat. Koefisien regresi b akan bernilai negatif jika
menunjukkan hubungan yang berlawanan arah antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Artinya kenaikan variabel bebas akan mengakibatkan penurunan
variabel terikat dan sebaliknya, penurunan variabel bebas akan menaikkan
variabel terikat.
4.7.1 Uji asumsi klasik
Suatu model regresi dikatakan tidak mengandung masalah apabila data
yang digunakan dalam suatu penelitian terbebas dari asumsi klasik. Uji asumsi
klasik dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas dan uji
heterokedastisitas.
4.7.1.1 Uji normalitas
Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji
Kolmogrov-Smirnov (K-S), dimana jika angka signifikansi yang lebih kecil dari
pada alpha 5%, maka dapat dikatakan data tidak memenuhi asumsi normalitas,

Universitas Sumatera Utara

sedangkan sebaliknya apabila angka singnifikansi lebih besar dari alpha 5% maka
data telah memenuhi uji normalitas (Ghozali, 2013). Cara untuk melihat
normalitas residual adalah melalui analisis statistik yakni dengan melihat uji
statistik Non-Parametrik Kolmogrov-Smirnov (K-S). Apabila hasil atau nilai
Kolmogrov-Smirnov (K-S) dan nilai Asymp.sig (2-tailed) atau probabilitasnya di
atas 0,05, maka data telah memenuhi asumsi normalitas.

4.7.1.2 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah data ditemukan
korelasi diantara variabel bebas (independet variabel). Jika terjadi korelasi maka
terdapat masalah multikolinieritas. Pada model regresi yang baik tidak terjadi
korelasi di antara variabel bebasnya. Gejala ini dapat dideteksi dengan nilai
Tolerance dan nilai Variance Influence Factor (VIF). Nilai Tolerance rendah
sama dengan nilai VIF tinggi (VIF = 1/Tolerance). Nilai Cut off atau batas yang
umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai
Tolerance < 0,10 , atau sama dengan nilai VIF = 0,10. Setiap peneliti harus dapat
menentukan tingkat kolinieritas yang masih dapat ditolerir. Sebagai nilai
Tolerance = 0,10 sama dengan tingkat kolinieritas 0,90 (Ghozali, 2013).

4.7.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah
variabel model regresi terjadi ketidaksamaan dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas. Model

Universitas Sumatera Utara

regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas yang dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Glejser dan grafik plot. Uji Glejser dapat dilihat jika
variabel independen singnifikan dibawah 5% secara statistik, maka di indikasikan
terjadinya heteroskedastisitas. Jika probabilitas signifikannya diatas tingkat
kepercayaan 5% maka model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas. (Ghozali,
2013).
cara lain untuk menguji terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas adalah
dengan melihat scatter plot, adalah sebagai berikut:
1.

Jika ada pola tertentu seperti titik yang ada membentuk pola teratur, maka
telah terjadi heteroskedastisitas,

2.

Jika tidak ada pola yang jelas, titik meyebar di atas dan dibawah angkas 0
(nol) maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.8

Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dengan uji t. Pengujian uji t sig

yaitu dengan melihat tingkat pengaruh yang signifikan yang didasarkan pada
ρ value < α = 5%. Atau melihat nilai t hitung harus lebih besar dari t tabel.
Sebaliknya jika

t hitung < dari t tabel maka pengaruh yang terjadi tidak

signifikan. Sedangkan untuk menguji ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas
secara menyeluruh/ simultan terhadap variabel terikat dilakukan dengan uji F sig.
Uji ini menggunakan ρ value < α = 5%. Dengan ketentuan, jika F hitung > dari F
tabel maka hipotesis yang diajukan dapat diterima atau dapat dinilai berdasarkan
hasil uji hipotesis yang ditunjukkan oleh tabel koefisien pada kolom signifikansi,
yang menunjukkan nilai < α = 5%. Penggujian hipotesis menggunakan aplikasi
SPSS version 22.

Universitas Sumatera Utara

4.8.1 Uji Simultan (Uji Statistik F).
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi dari seluruh variabel
bebas secara simultan terhadap variabel terikat adalah:
H0 : bi

=

0 (koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi eksekutif dan

legislatif, kepentingan eksekutif dan legislatif, sanksi dan peraturan
perundangundangan tidak berpengaruh terhadap Keterlambatan
Penetapan APBD),
H 1 : b i, ≠ 0 (koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi eksekutif dan
legislatif, kepentingan eksekutif dan legislatif, sanksi dan peraturan
perundangundangan berpengaruh terhadap Keterlambatan Penetapan
APBD).
Uji F sig digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh simultan
variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian yang
digunakan adalah jika probability value p value < 0,05 maka H 1 diterima dan jika
p value > 0,05 maka H 1 ditolak. Uji F dapat pula dilakukan dengan
membandingkan nilai F hitung dan

F tabel. Jika F hitung > F tabel, maka H 1

diterima. Artinya secara statistik data variabel independen (X) berpengaruh
terhadap variabel dependen (Y). Jika F hitung < F tabel, maka H 1 ditolak. Artinya
secara statistik data yang ada dapat membuktikan bahwa semua variabel
independen (X) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). Kriteria yang
digunakan dalam pengambilan keputusan untuk penelitian ini adalah pengujian
Uji F sig :
Jika : sig ≤ α maka H 0 ditolak
sig > α maka H 0 diterima

Universitas Sumatera Utara

4.8.2 Uji Parsial (Uji Statistik t)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
secara parsial terhadap variabel dependen. Hipotesis yang akan diuji penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H 0 : b i = 0 (koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi eksekutif dan
legislatif,

kepentingan

eksekutif

dan

legislatif,

sanksi

atas

keterlambatan penetapan APBD dan peraturan perundangundangan
tidak berpengaruh terhadap keterlambatan Penetapan APBD)
H 1 : b i ≠ 0 (koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi eksekutif dan
legislatif,

kepentingan

eksekutif

dan

legislatif,

sanksi

atas

keterlambatan penetapan APBD dan peraturan perundangundangan
berpengaruh terhadap keterlambatan Penetapan APBD).
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian yang digunakan
adalah jika p value < 0,05 maka H1 diterima dan jika p value > 0,05 maka H 1
ditolak. Uji t dapat juga dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel
yang dilakukan dengan ketentuan yaitu apabila t hitung > t tabel (α = 0,05) maka
H 1 diterima dan H 0 ditolak, apabila t hitung < t tabel (α = 0,05) maka H 0
diterima dan H 1 ditolak. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan
untuk penelitian ini adalah pengujian Uji t sig:
Jika : sig ≤ α maka H 0 ditolak
sig > α maka H 0 diterima

Universitas Sumatera Utara

4.8.3 Uji R Squared (R2)
Nilai R Squared (R2) mengukur tingkat bagaimana model dapat dijelaskan
dengan baik. Uji ini dilakukan untuk melihat sejauh mana variasi variabel terikat
mampu dijelaskan oleh variabel bebasnya. Nilai R2 merupakan fraksi dari variasi
yang mampu dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai R2
terletak antara 0 -1. Semakin mendekati 1 maka model semakin baik. Adjusted R2
adalah koefisien determinasi yaitu koefisien yang menjelaskan seberapa besar
proporsi variasi dalam dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel
independen secara bersama-sama. Adjusted R2 secara umum mampu memberikan
hukuman terhadap penambahan variabel bebas yang tidak mampu menambah
daya prediksi suatu model. Nilai Adjusted R2 tidak pernah lebih besar dari R2,
bahkan dapat turun jika memasukkan variabel yang tidak perlu kedalam model.
Adjusted R2 terletak antara 0-1, semakin mendekati 1 semakin baik karena berarti
variabel independen yang digunakan mampu menjelaskan hampir 100% dari
variasi dalam variabel dependen.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Data Penelitian
Jumlah kuesioner yang disebar kepada responden adalah sebanyak 95
kuesioner. Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, kuesioner yang disebar
dikutip kembali. Dari 95 kuesioner yang disebar, jumlah yang dikembalikan
adalah 66 kuesioner dan sisanya sebanyak 29 kuesioner tidak dikembalikan. untuk
rinciannya dapat dilihat pada Tabel 5.1.di bawah ini:

No
1
2
3

Tabel 5.1.Distribusi dan Realisasi Kuesioner yang diterima
Kembali
Tidak
Uraian
Sebar
kembali
Baik
Rusak
Tim Anggaran Pemerintah
18
10
8
Daerah (TAPD)
Kepala/Dinas/Badan/Kantor
32
24
8
Kabupaten Labuhanbatu
Anggota
DPRD
Kab.
Labuhanbatu Periode
45
32
13
2015-2019
Jumlah
95
66
29

5.1.1. Deskripsi lokasi
Lokasi penelitian ini adalah di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Labuhanbatu yang ditetapkan secara resmi pada tanggal 17 Oktober 1945 dan
dijalankan oleh Komite Nasional Daerah Labuhanbatu. Selanjutnya pada tanggal
24 Juni 2008 Kabupaten Labuhanbatu mengalami pemekaran wilayah menjadi 3
Kabupaten yaitu Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan
Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Kabupaten Labuhanbatu adalah salah satu daerah yang berada di kawasan
Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Labuhanbatu berada

Universitas Sumatera Utara

pada 1041’ – 2044’ Lintang Utara, 99033’ – 100022’ Bujur Timur dengan
ketinggian 0 sampai dengan 700 meter diatas permukaan laut. Kabupaten ini
menempati area seluas 2.561,38 Km2 yang terbagi menjadi 9 Kecamatan dan 98
desa/kelurahan definitif. Area Kabupaten Labuhanbatu di sebelah utara berbatasan
dengan Selat Malaka dan Kabupaten Labuhanbatu Utara, di sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Padang Lawas Utara, di
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu Utara, dan di sebelah
timur berbatasan dengan Provinsi Riau.
Dari hasil pemilu 2015, ada 45 orang wakil rakyat dari 12 partai yang
duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu, dimana yang terbanyak
berasal

dari

Partai

Demokrasi

Indonesia

Perjuangan,

Partai

Persatuan

Pembangunan, dan Partai Demokrat masing-masing sebanyak 6 orang
sebagaimana ditampilkan dalam tabel 5.2

Tabel. 5.2
Jumlah Anggota DPRD Menurut Partai Politik dan Jenis Kelamin
Kabupaten Labuhanbatu Periode 2015-2019
Jenis Kelamin
Total

Persentase
(%)

Partai Politik

Laki-laki

Perempuan

(1)
1. P. Golongan Karya
2. P. Persatuan Pembangunan
3. P. Demokrasi Indonesia P
4. P. Demokrat

(2)

(3)

(4)

(5)

1

4

5

11,11

4

2

6

13,33

6

-

6

13,33

3

3

6

13,33

Universitas Sumatera Utara

Tabel. 5.2 (lanjutan)
Jumlah Anggota DPRD Menurut Partai Politik dan Jenis Kelamin
Kabupaten Labuhanbatu Periode 2015-2019
Jenis Kelamin
Total

Partai Politik
(1)
5. P. Hati Nurani Rakyat
6. P. Keadilan Sejahtera
7. P. Amanat Nasional
8. P. Kebangkitan Bangsa
9. P. Nasional Demokrat
10. P. Gerindra
11. P. PKPI
12 P. Bulan Bintang
Jumlah

Persentase (%)

Laki-laki

Perempuan

(2)

(3)

(4)

(5)

2

3

5

11,11

-

1

1

2,22

3

-

3

6,67

2

1

3

6,67

3

-

3

6,67

4

-

4

8,89

2

-

2

4,44

1

-

1

2,22

31

14

45

100,00

Sumber : DPRD Kabupaten Labuhanbatu

5.1.2. Karakteristik responden
Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data
demografi responden penelitian yang terdiri dari: (1) tingkat pendidikan, (2)
bidang pendidikan, Tabel 5.3.sampai dengan Tabel 5.4. menyajikan ringkasan
demografi responden.
Tabel 5.3.Tingkat Pendidikan Responden
No.

Tingkat
Pendidikan

Frekuensi

Persentase

1

SMA/Sederajat

2

3,0 %

2

D3

3

4,5 %

3

S1

38

57,6 %

4

S2

7

10,6 %

6

Tidak Mengisi

16

24,2 %

Total

66

100 %

Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.3. menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden didominasi
oleh S1.Jumlah responden yang memiliki pendidikan di bawah S1 hanya ada 5
orang (7,5%) sedangkan yang memiliki tingkat pendidikan S2 ada sebanyak 7
(57,6%) dan S2 sebanyak 7 orang (10,6%).

Tabel 5.4. Bidang Pendidikan Responden
Bidang Pendidikan
Frekuensi
Persentase
Agama
1
1,5
Ekonomi Akuntansi
4
6,1
Ekonomi & Pemerintahan
1
1,5
Hukum
8
12,1
Kedokteran
1
1,5
Kedokteran & Kesehatan
1
1,5
Kesehatan Masyarakat
1
1,5
Pemerintahan
1
1,5
Pendidikan
4
6,1
Pertanian
7
10,6
Psikologi
2
3,0
Sosial Politik
3
4,5
Tehnik
8
12,1
Tidak mencantumkan
24
36,4
Total
66
100,0
Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah)

Tabel 5.4. menunjukkan bahwa bidang pendidikan responden yang berlatar
belakang pendidikan ekonomi hanya sebanyak 4 orang (6,1%). Hal ini
menggambarkan rendahnya jumlah pihak-pihak yang bertanggung jawab atas
penyusunan dan penetapan APBD yang berlatarbelakang pendidikan ekonomi
akuntansi, sedangkan sisanya adalah responden yang berlatar belakang pendidikan
Tehnik, yaitu 8 orang (12,1%), hukum sebanyak 8 orang (12,1), pendidikan 4
orang (6,1%) sisanya sebanyak 24 orang (36,40%) responden yang tidak mengisi
bidang pendidikan. Tingginya jumlah responden yang tidak mengisi bidang
pendidikan karena adanya keengganan atau ketidaksediaan responden untuk
mengisi.

Universitas Sumatera Utara

5.2. Statistik Deskriptif
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, statistik deskriptif yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 5.5. Besaran Statistik Deskriptif
N

Min

Max

Mean

Std.
Deviation

66

2.00

4.17

3.4377

.56597

66

2.00

4.67

3.4591

.68169

66

2.00

4.67

3.1823

.75900

Sanksi
atas
keterlambatan
penetapan APBD

66

2.00

4.00

3.2774

.55980

Peraturan Perundangundangan

66

2.00

4.75

2.9697

.63324

Keterlambatan penetapan APBD

66

2.00

4.63

3.3991

.62286

Valid N (listwise)

66

Koordinasi
Legislatif

Eksekutif

dan

Kompetensi
Legislatif

Eksekutif

dan

Kepentingan
Legislatif

Eksekutif

dan

Universitas Sumatera Utara

5.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Jenis data penelitian adalah data primer. Karena itu sebelum melakukan
pengujian data, baik untuk deskripsi data penelitian maupun untuk pengujian
asumsi klasik dan pengujian hipotesis, perlu dilakukan uji validitas dan uji
reabilitas data. Pengujian validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan
pada 30 (tiga puluh) mahasiswa magister S-2 Akuntansi Universitas Sumatera
Utara (Program Beasiswa Star BPKP), mahasiwa tersebut merupakan pegawai
negeri sipil dengan latar belakang bidang keuangan dan aparatur pengendalian
intern pemerintah.
5.3.1. Uji validitas
Uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan software SPSS.
Hasil pengujian nilai validitas dari setiap instrumen yang dapat dilihat pada kolom
Corrected Item-Total Correlation. Ghozali (2013) menyatakan bahwa jika nilai
korelasi yang diperoleh lebih besar dari pada nilai kritis (r hitung > r tabel),
instrumen tersebut dikatakan valid. Jumlah responden yang digunakan untuk uji
validitas adalah sebanyak 30 orang, dengan nilai df (degree of freedom) = n-2, n
merupakan jumlah responden uji validitas, maka df untuk penelitian ini adalah 28,
dengan taraf signifikansi 5 % maka diperoleh nilai r tabelnya sebesar 0,361.
Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa semua
item pertanyaan pada variabel independen dan variabel dependen adalah valid
seperti terlihat pada Tabel 5.6.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.6. Besaran Statistik Hasil Uji Validitas Variabel
Butir
r
R
Variabel
Instrumen
hitung
tabel
Keterlambatan
1. KPA 1
0,621
0,361
Penetapan APBD(Y)
2. KPA 2
0,762
0,361
3. KPA 3
0,662
0,361
4. KPA 4
0,649
0,361
5. KPA 5
0,573
0,361
6. KPA 6
0,770
0,361
7. KPA 7
0,784
0,361
8. KPA 8
0,676
0,361
Koordinasi Eksekutif 1. Koor 1
0,749
0,361
dan Legislatif(X 1 )
2. Koor 2
0,634
0,361
3. Koor 3
0,767
0,361
4. Koor 4
0,375
0,361
5. Koor 5
0,574
0,361
6. Koor 6
0,512
0,361
Kompetensi Eksekutif 1. Komp 1
0,764
0,361
dan Legislatif(X 2 )
2. Komp2
0,690
0,361
3. Komp 3
0,751
0,361

Ket
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Kepentingan Eksekutif
dan Legislatif(X 3 )

1. Kep 1
2. Kep 2
3. Kep 3

0,941
0,942
0,812

0, 361
0, 361
0, 361

Valid
Valid
Valid

Sanksi
atas
Keterlambatan
Penetapan APBD(X 4 )

1. Sanksi 1
2. Sanksi 2
3. Sanksi 3

0,816
0,737
0,647

0,361
0,361
0,361

Valid
Valid
Valid

Peraturan
Perundangundangan
(X 5 )

1.
2.
3.
4.

0,820
0,822
0,794
0,732

0,361
0,361
0,361
0,361

Valid
Valid
Valid
Valid

Perpu 1
Perpu 2
Perpu 3
Perpu 4

Sumber : sesuai lampiran 5

5.3.2. Uji reliabilitas
Setelah dilakukan uji validitas, tahap selanjutnya adalah melakukan uji
reliabilitas data yaitu untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat
dipercaya. Uji reliabilitas dapat diketahui dengan melihat nilai cronbach’s alpha,
dimana kriteria reliabelnya instrumen jika koefisien reliabilitasnya minimal 0,6
(Sugiono, 2012). Hasil pengujian seperti yang terlihat pada Tabel 5.7.

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha untuk semua variabel lebih besar dari
0,6. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner penelitian ini reliabel.

Tabel 5.7 Besaran Statistik Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Variabel
Keterlambatan penetapan
APBD(Y)
Koordinasi
Eksekutif
Legislatif(X 1 )
Kompetensi
Legislatif(X 2 )

Eksekutif

Kepentingan
Legislatif(X 3 )

Eksekutif

Cronbach
Alpha

Batas
Reliabilitas

Ket

0,900

0,6

Reliabel

0,824

0,6

Reliabel

0,853

0,6

Reliabel

0,949

0,6

Reliabel

0,852

0,6

Reliabel

0,906

0,6

Reliabel

dan
dan
dan

Sanksi atas Keterlambatan Penetapan
APBD (X 4 )
Peraturan Perundangundangan (X 5 )
Sumber : sesuai lampiran 5

5.4. Uji Asumsi Klasik
Model regresi linier berganda (multiple regression analysis) dapat disebut
sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi yang disebut
dengan asumsi klasik. Pengujian hanya dilakukan dengan regresi berganda yaitu
analisis pengaruh koordinasi eksekutif dan legislatif (X 1 ), kompetensi eksekutif
dan legislatif (X 2 ), kepentingan eksekutif dan legislatif (X 3 ), sanksi atas
keterlambatan penetapan APBD (X 4 ) dan peraturan perundangundangan (X 5 )
terhadap keterlambatan penetapan APBD (Y)
5.4.1.Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak

Universitas Sumatera Utara

sehingga dapat dilihat normal tidaknya data yang akan dianalisis. Uji normalitas
dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu analisis statistik dengan
menggunakan uji non parametrik Kolmogorov-Smirnov dan analisis grafik
dengan melihat grafik histogram dan grafik normal plot.
1.

Uji Analisis analisis statistik dengan menggunakan uji non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov
Ghozali (2013), menyatakan bahwa jika nilai probabilitas asymp.sig (2-

tailed) pada uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,05 maka dapat dinyatakan
bahwa data berdistribusi normal.Sebaliknya jika probabilitas asymp.sig (2-tailed)
lebih kecil dari 0,05, dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi tidak normal.
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnovadalah sebesar 0,092
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,200. Karena nilai asymp.sig (2-tailed) lebih
besar dari 0,05, dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.
Tabel 5.8.One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual

Uraian
N

66

Normal Parametersa,b

Mean
Std.
Deviation

Most

0.0000000
.34507016

Extreme Absolute

0.092

Positive

0.080

Negative

-0.092

Differences

Test Statistic
Asymp. Sig. (2-tailed)

0.092
0.200c,d

a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : sesuai lampiran 7

Universitas Sumatera Utara

2.

Analisis grafik dengan melihat grafik histogram dan grafik normal plot
Ghozali (2013) menyatakan bahwa salah satu cara untuk melihat normalitas

residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara dua
observasi dengan distribusi normal dan dengan melihat normal probability plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Hasil analisis
grafik penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.1.dan Gambar 5.2.di bawah ini.

Sumber : sesuai lampiran 7

Gambar 5.1. Grafik Histogram

Sumber : sesuai lampiran 7

Gambar 5.2. Grafik Normal P- Plot

Tampilan grafik histogram pada Gambar 5.1.menunjukkan bahwa grafik
histogram pola distribusi tidak menceng ke kiri atau ke kanan dan normal.
Sedangkan Gambar 5.2. menunjukkan bahwa titik-titik pada grafik normal plot

Universitas Sumatera Utara

menyebar di sekitar garis normal, serta penyebarannya tidak menjauh dari garis
diagonal.Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi tidak menyalahi
asumsi normalitas.
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov
Smirnov dan dengan melihat uji grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa data
mempunyai distribusi normal.
5.4.2. Uji multikolinieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan ada tidaknya korelasi antar variabel independen.Untuk mendeteksi ada
atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi penelitian ini dengan
melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).

Tabel 5.9.Uji Multikolinieritas
Variabel
1

Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
(Constant)
Koordinasi Eksekutif dan Legislatif
Kompetensi Eksekutif dan Legislatif
Kepentingan Eksekutif dan Legislatif
Sanksi atas Keterlambatan Penetapan
APBD
Peraturan Perundang undangan

0.552
0.511
0.885
0.884

1.811
1.958
1.130
1.131

0.762

1.313

Sumber : sesuai lampiran 7

Pada Tabel 5.9. terlihat bahwavariabel independen memiliki nilai VIF
dibawah 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1. Hal ini berarti bahwa tidak
ada korelasi antar variabel independen yang artinya tidak ada multikolonieritas
sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel koordinasi eksekutif dan
legislatif, kompetensi eksekutif dan legislatif, kepentingan eksekutif dan

Universitas Sumatera Utara

legislatif, sanksi atas keterlambatan penetapan APBD dan peraturan perundang
undangan tidak terjadi masalah multikolinieritas.
3.4.3. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik yaitu yang tidak terjadi heteroskedastisitas atau
homoskedastisitas. Dalam penelitian ini peneliti melakukan uji heteroskedastisitas
dengan uji Glejser yang dilakukan dengan mencari besaran nilai residuals
unstandardized dari hasil regresi SPSS variabel independen terhadap variabel
independen dan selanjutnya dengan menggunakan menu transform

diubah

menjadi absolut residual (absres). Hasil Uji Heteroskedastisitas ditemukan bahwa
kelima variabel independen p – value > 0,05 tidak menyebabkan terjadi masalah
heteroskedastisitas. Berikut ini hasil Hasil Uji Heteroskedastisitas disajikan pada
Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Uji Heteroskedastisitas
Variabel

t

Sig.

(Constant)
Koordinasi Eksekutif dan Legislatif
Kompetensi Eksekutif dan Legislatif
1 Kepentingan Eksekutif dan Legislatif
Sanksi atas Keterlambatan
Penetapan
APBD
Perubahan Peraturan Perundangundangan

2.037
-1.018
.783
-.954

.046
.313
.437
.344

-.843

.403

.496

.622

a. Variabel Dependen : Absres
Sumber : sesuai lampiran 7

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.10. menunjukkan bahwa nilai sig untuk semua variabel independen
lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi
tidak terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang artinya tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
5.5. Pengujian Hipotesis
Hasil uji asumsi klasik menentukan apakah model dapat digunakan atau
tidak.Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik diperoleh kesimpulan bahwa
model sudah dapat digunakan untuk melakukan pengujian analisis regresi linear
berganda. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis, yaitu
apakah variabel koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi eksekutif dan
legislatif, kepentingan eksekutif dan legislatif, sanksi atas keterlambatan
penetapan APBD dan peraturan perundangundangan berpengaruh secara parsial
dan simultan terhadap keterlambatan penetapan anggaran.Pengaruh secara
simultan dilakukan dengan menggunakan uji statistik F sedangkan untuk melihat
pengaruh secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji statistik t.

5.5.1. Uji simultan (uji statistik F)
Hasil estimasi pengaruh variabel koordinasi eksekutif dan legislatif,
kompetensi eksekutif dan legislatif, kepentingan eksekutif dan legislatif, sanksi
atas keterlambatan penetapan APBD

dan

peraturan perundangundangan,

terhadap variabel keterlambatan penetapan APBD disajikan pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11.Uji Statistik F
ANOVAa
Model
1 Regression
Residual

Sum of
Squares
17.477
7.740

df

Mean
Square
5
60

3.495
.129

F
27.098

Sig.
,000b

Universitas Sumatera Utara

Total

25.217

65

a. Variabel Dependen : Keterlambatan penetapan APBD
b. Variabel Independen : Peraturan Perundangundangan, Sanksi atas keterlambatan penetapan
APBD, Koordinasi Eksekutif dan Legislatif, Kepentingan Eksekutif dan Legislatif,
Kompetensi Eksekutif dan Legislatif
Sumber : sesuai lampiran 8

Hasil Uji F Sig

hipotesis 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, hal ini berarti

semua variabel independen yaitu koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi
eksekutif dan legislatif, kepentingan eksekutif dan legislatif,
keterlambatan penetapan APBD

dan

sanksi atas

peraturan perundangundangan,

secara

simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel keterlambatan penetapan
APBD pada taraf signifikansi α = 0,05.
5.5.2. Uji parsial (Uji statistik t)
Uji statistik t dilakukan dengan cara membandingkanprobabilitas signifikan
lebih kecil dari α = 0,05, Hasil uji statistik t koordinasi eksekutif dan legislatif,
kompetensi eksekutif dan legislatif, kepentingan eksekutif dan legislatif, sanksi
atas

keterlambatan

APBD

dan

peraturan

perundangundangan

terhadap

keterlambatan penetapan APBD dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Hasil pengujian pada Tabel 5.12.menunjukkan bahwa secara parsial
pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
diuraikan di bawah ini:
Tabel 5.12. Hasil Regresi Besaran Statistik Variabel Independen
Variabel
Sig.
Koefisien
1 (Constant)
-.496
.199
Koordinasi Eksekutif dan Legislatif
.274
.012
Kompetensi Eksekutif dan Legislatif
.254
.007
Kepentingan Eksekutif dan Legislatif
.156
.015
Sanksi atas keterlambatan penetapan APBD
.149
.084
Peraturan Perundangundangan
.366
.000
a. Variabel Dependen: Keterlambatan penetapan
Sumber : sesuai lampiran 8

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.12, kriteria pengambilan
keputusan menggunakan nilai signifikansi t pada taraf nyata 5% maka secara
parsial pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
diuraikan sebagai berikut:
1. Variabel koordinasi eksekutif dan legislatif (X 1 ) memiliki tingkat signifikansi
sebesar 0,012 yang lebih kecil dari α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel koordinasi eksekutif dan legislatif berpengaruh positif
signifikan terhadap variabelketerlambatan penetapan APBD. Koefisien regresi
koordinasi eksekutif dan legislatif sebesar positif 0,274 berarti setiap kenaikan
nilai variabel koordinasi eksekutif dan legislatif sebesar satu satuan maka nilai
variabel keterlambatan penetapan APBD akan bertambah sebesar 0,274
dengan asumsi variabel independen yang lain dalam model regresi adalah
tetap, maka menerima H1 yang menyatakan bahwa secara parsialvariabel
koordinasi

eksekutif

dan

legislatif

berpengaruhterhadap

variabel

keterlambatan penetapan APBD Kabupaten Labuhanbatu.
2. Variabel Kompetensi eksekutif dan legislatif(X 2 ) memiliki tingkat signifikansi
sebesar 0,007 yang lebih kecil dari α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel kompetensi eksekutif dan legislatif berpengaruh positif
signifikan terhadap variabel keterlambatan penetapan APBD. Koefisien
regresi kompetensi eksekutif dan legislatif sebesar positif 0,254 berarti setiap
kenaikan nilai variabel kompetensi eksekutif dan legislatif sebesar satu satuan
maka nilai variabel keterlambatan penetapan APBD akan bertambah sebesar
0,254 dengan asumsi variabel independen yang lain dalam model regresi
adalah tetap, maka menerima H1 yang menyatakan bahwa secara parsial

Universitas Sumatera Utara

variabel kompetensi eksekutif dan legislatif berpengaruh terhadap variabel
keterlambatan penetapan APBD Kabupaten Labuhanbatu.
3. Variabel Kepentingan eksekutif dan legislatif (X 3 ) memiliki tingkat
signifikansi sebesar 0,015 yang lebih kecil dari α = 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel kepentingan eksekutif dan legislatif berpengaruh
positif signifikan terhadap variabel keterlambatan penetapan APBD. Koefisien
regresi variabel kepentingan eksekutif dan legislatif sebesar positif 0,156
berarti setiap kenaikan nilai variabel kepentingan eksekutif dan legislatif
sebesar satu satuan maka nilai variabel keterlambatan penetapan APBD akan
bertambah sebesar 0,156 dengan asumsi variabel independen yang lain dalam
model regresi adalah tetap, maka menerima H 1 yang menyatakan bahwa
secara

parsialvariabel

kepentingan

eksekutif

dan

legislatif

berpengaruhterhadap variabel keterlambatan penetapan APBD Kabupaten
Labuhanbatu.
4. Variabel Sanksi atas keterlambatan penetapan APBD (X 4 ) memiliki tingkat
signifikansi sebesar 0,084 yang lebih besar dari α = 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel sanksi atas keterlambatan penetapan APBD
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap variabel keterlambatan
penetapan APBD Kabupaten Labuhanbatu.
5. Variabel Peraturan Perundangundangan (X 5 ) memiliki tingkat signifikansi
sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel peraturan perundangundangan berpengaruh positif signifikan
terhadap keterlambatan penetapan APBD. Koefisien regresi variabel peraturan
perundangundangan sebesar positif 0,366 berarti setiap kenaikan nilai variabel

Universitas Sumatera Utara

peraturan perundangundangan sebesar satu satuan maka nilai variabel
Keterlambatan penetapan APBD akan bertambah sebesar 0,336 dengan asumsi
variabel independen yang lain dalam model regresi adalah tetap, maka
menerima H 1 yang menyatakan bahwa secara parsialvariable peraturan
perundangundangan berpengaruhterhadap variabel keterlambatan penetapan
APBD Kabupaten Labuhanbatu.
5.5.3. Persamaan regresi
Pengujian hipotesis menggunakan analisis linier berganda dilakukan setelah
memenuhi pengujian asumsi klasik. Berdasarkan Tabel 5.12, persamaan regresi
berganda antara variabel independen terhadap variabel dependen dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Y= - 0,496 + 0,274X1 + 0,254X2 + 0,156X3+0,149X4+ 0,366X5
Keterangan:
Y

: Keterlambatan penetapan APBD

X1

: Koordinasi eksekutif dan legislatif

X2

: Kompetensi eksekutif dan legislatif

X3

: Kepentingan eksekutif dan legislatif

X4

: Sanksi atas keterlambatan penetapan APBD

X5

: Peraturan perundangundangan
Persamaan di atas menunjukkan bahwa koefisien dari variabel variabel

koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi eksekutif dan legislatif,
kepentingan eksekutif dan legislatif, sanksi atas keterlambatan penetapan APBD
dan peraturan perundangundangan menunjukkan angka positif. Hal ini berarti
bahwa hubungan antara variabel koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi

Universitas Sumatera Utara

eksekutif dan legislatif, kepentingan eksekutif dan legislatif, sanksi atas
keterlambatan penetapan APBD dan peraturan perundangundangan dengan
keterlambatan penetapan APBD adalah positif.
5.5.4. Koefisien determinasi
Ghozali (2013) menyatakan bahwa nilai R pada intinya digunakan untuk
mengukur seberapa besar hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen sedangkan nilai R2 atau nilai koefisien determinasi pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Jika variabel independen lebih dari satu, sebaiknya menggunakan nilai
adjusted R2.
Tabel 5.13. Hasil Regresi Besaran Statistik Nilai Koefisien Determinasi
Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,833a

1

.693

.667

.35916

a. Variabel Independen : Peraturan Perundangundangan, Sanksi atas keterlambatan
penetapan APBD, Koordinasi Eksekutif dan Legislatif, Kepentingan Eksekutif dan
Legislatif, Kompetensi Eksekutif dan Legislatif
b. Variabel Dependen : Keterlambatan penetapan APBD
Sumber : sesuai lampiran 8
2

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa nilai R adalah sebesar 0,693 dan nilai
2

adjusted R adalah sebesar 0,667 yang berarti bahwa variabel dependen mampu
dijelaskan oleh variabel independen sebesar 66,7%. Dengan kata lain 66,7%
variabel keterlambatan penetapan APBD mampu dijelaskan oleh variabel
koordinasi eksekutif dan legislatif, kompetensi eksekutif dan legislatif,
kepentingan eksekutif dan legislatif, sanksi atas keterlambatan penetapan APBD
dan peraturan perundang undangan, sedangkan sisanya yaitu sebesar 33,3%
dijelaskan oleh faktor lain atau variabel lain di luar model penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara