Pemeriksaan Serum Prokalsitonin untuk Membantu Diagnosis Dini Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Stroke Akut

10

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. STROKE
2.1.1. Definisi
Stroke secara klasik ditandai sebagai defisit neurologi yang
dikaitkan dengan cedera fokal akut sistem saraf pusat oleh penyebab
vaskular,

termasuk

infark

serebral,

perdarahan intraserebral,

dan


perdarahan subaraknoid dan merupakan penyebab utama kecacatan dan
kematian di seluruh dunia. (Sacco et al., 2013)
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah
suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal
(atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain penyebab vaskular. (Truelsen et al., 2006)
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. (Sjahrir,
2003)

2.1.2. Epidemiologi

Universitas Sumatera Utara

11

Di Amerika Serikat, stroke masih menjadi masalah kesehatan
publik yang luar biasa yang mengenai sekitar 795.000 orang pertahun.

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang pada
orang dewasa dan menjadi penyebab ketiga kematian di negara-negara
maju. (Poisson et al., 2010)
Menurut jenis kelamin, angka kejadian stroke lebih tinggi pada lakilaki dibandingkan perempuan. Kejadian stroke pada laki-laki didapatkan
25% - 30% lebih tinggi dibandingkan kejadian stroke pada perempuan.
(Appelrose et al., 2009)
Menurut WHO dan statistik dari World Heart Federation, setiap
tahun, 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke dimana 5 juta
diantaranya akan meninggal, sedangkan 5 juta lainnya akan mengalami
kecacatan permanen.(Shrivastava et al., 2013; World Heart Federation,
2015)
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus
stroke baik dalam hal kejadian, kecacatan, maupun kematian. Angka
kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% pada umur 45 – 55
tahun, 26,8 % pada umur 55 – 64 tahun dan 23,5% pada umur di atas 65
tahun. Angka kejadian stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk. Penderita
laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Profil usia di bawah 45 tahun
sebesar 11,8%, usia 45 – 64 tahun sebesar 54,2%, dan usia di atas 65
tahun sebesar 33,5%. (PERDOSSI, 2011)


Universitas Sumatera Utara

12

Data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013
menunjukkan prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga
kesehatan atau gejala sebesar

12,1 per

mil.

Prevalensi stroke

berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan paling tinggi dijumpai di
Sulawesi Utara (10,8

0


/00), sedangkan di Sumatera Utara 6,0

0

/00.

Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala
paling tinggi dijumpai di Sulawesi Selatan (17,9

0

/00), Sementara di

Sumatera Utara 10,3 0/00.(RISKESDAS, 2013)

2.1.3. Klasifikasi Stroke
Dasar klasifikasi stroke yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis
stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosis yang
berbeda, walaupun patogenesisnya sama. (Misbach, 2011)
I.


Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subaraknoid

II.

Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:

Universitas Sumatera Utara

13

1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution

3. Completed stroke
III.

Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah:
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler

IV.

Klasifikasi Bamford untuk tipe infark
1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
3. Lacunar Infarct (LACI)
4. Posterior Circulation Infarct (POCI)

V.

Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti
TOAST (Sjahrir, 2003)
1. Aterosklerosis Arteri Besar

Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan (>
50%) stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang
arteri di korteks disebabkan oleh proses aterosklerosis.
Gambaran computed tomography (CT) scan kepala MRI
menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum, batang
otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm
dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar.
2. Kardioembolisme

Universitas Sumatera Utara

14

Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber
embolus dari jantung terdiri dari:
a. Resiko tinggi















Prostetik katub mekanik
Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi
Fibrilasi atrial (other than atrial fibrillation)
Atrial kiri/ atrial appendage thrombus
Sick sinus syndrome
Miokard infark baru (< 4 minggu)
Trombus ventrikel kiri
Kardiomiopati dilatasi
Segmen ventrikular kiri akinetik
Atrial myxoma

Infeksi endokarditis

b. Resiko sedang









Prolapsus katub mitral
Kalsifikasi annulus mitral
Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial
Turbulensi atrial kiri
Aneurisma septal atrial
Paten foramen ovale
Atrial flutter
Lone atrial fibrillation


Universitas Sumatera Utara

15







Katub kardiak bioprostetik
Trombotik endokarditis non bakterial
Gagal jantung kongestif
Segmen ventrikuler kiri hipokinetik
Miokard infark ( > 4 minggu, < 6 bulan)

3. Oklusi Arteri kecil
Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus
mempunyai satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak

mempunyai gejala gangguan disfungsi kortikal serebral.
Pasien biasanya mempunyai gambaran CT scan/MRI kepala
normal atau infark lakunar dengan diameter < 1,5 mm di
daerah batang otak atau subkortikal.
4. Stroke akibat dari penyebab lain yang dapat ditentukan
a. Non-aterosklerosis vaskulopati




Non inflamasi
Inflamasi non infeksi
infeksi

b. Kelainan hematologi atau koagulasi
5. Stroke akibat dari penyebab lain yang tidak dapat ditentukan

2.1.4. Faktor resiko
Penetuan faktor resiko berguna bagi penyedia layanan kesehatan
dan masyarakat untuk dapat memperkirakan resiko seseorang untuk

Universitas Sumatera Utara

16

terjadi stroke pertama kali. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
seseorang terkena stroke dan banyak individu yang memiliki lebih dari
satu faktor resiko. (Goldstein et al., 2006)
Tujuan dari penilaian faktor resiko adalah: (Goldstein et al., 2006)
1. untuk mengidentifikasi orang yang beresiko tinggi yang mungkin
tidak menyadari resiko mereka
2. untuk menilai resiko dengan adanya satu kondisi
3. untuk

mengukur

resiko

individu

yang

dapat

dilacak

dan

menurunkan resiko tersebut dengan modifikasi yang sesuai
4. untuk memperkirakan resiko kuantitatif dalam memilih pengobatan
5. untuk memandu penggunaan tes diagnostik lanjut yang sesuai
Faktor resiko atau penanda resiko untuk terjadinya stroke yang
pertama kali dapat diklasifikasikan menurut potensi mereka untuk
dimodifikasi dibagi atas nonmodifiable, modifiable, dan potentially
modifiable. Berdasarkan kekuatan bukti dibagi atas well documented dan
less well documented. (Goldstein et al., 2006)
1. Faktor resiko non modifiable terdiri dari:






Umur
Jenis kelamin
Berat badan lahir rendah
Ras/etnis
Faktor genetik

2. Faktor resiko modifiable

Universitas Sumatera Utara

17

a. Well-documented and modified risk factors












Hipertensi
Terpapar asap rokok
Diabetes
Atrial fibrilasi
Dislipidemia
Stenosis arteri karotis
Sickle cell disease
Terapi hormon post menopause
Diet yang buruk
Kurang aktivitas fisik
obesitas

b. Less well-documented or potentially modifiable risk factors












Sindroma metabolik
Alkohol
Penggunaan kontrasepsi oral
Nyeri kepala migren
Hiperhomosisteinemia
Peningkatan lipoprotein (a)
Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
Hypercoagulability
Inflamasi
Infeksi

Universitas Sumatera Utara

18

2.1.5. Patogenesis
Stroke terjadi ketika aliran darah ke area otak terganggu,
mengakibatkan beberapa derajat kerusakan saraf permanen. Dua kategori
utama stroke adalah iskemik (kurangnya aliran darah sehingga oksigen
berkurang ke area otak) dan perdarahan (perdarahan dari pecahnya atau
bocornya pembuluh darah di otak). (Gund et al., 2013)
Otak manusia meliputi 2% dari berat tubuh, tetapi membutuhkan
20% dari total konsumsi oksigen. Jalur umum terjadinya stroke iskemik
adalah kurangnya aliran darah ke otak untuk perfusi jaringan otak akibat
adanya trombosis atau emboli pada arteri di otak atau yang menuju ke
otak, sehingga oksigen dan glukosa tidak cukup untuk menyokong
homeostasis seluler. Efek ini selanjutnya akan menyebabkan kematian
sel. (Saarinen, 2015)
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian
inti (core) dengan tingkat iskemik terberat dan berlokasi di sentral. Daerah
ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di
Luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak
dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang
fungsi-fungsinya dan menyebabkan defisit neurologis. Tingkat iskemiknya
makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat
dikelilingi

oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah

kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang

Universitas Sumatera Utara

19

menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan
sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu
dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur
mengalami kematian. (Misbach, 2011)
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap : (Sjahrir, 2003)
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
Cerebral blood flow (CBF) normal adalah 50ml/100 gram otak/menit.
Kecepatan aliran darah di otak bervariasi antara 40 – 70 cm/detik.
Apabila CBF meninggi atau arteri menyempit, kecepatan segmen
arteri tersebut akan meninggi. Jika aliran darah 20 ml/100 gr/menit,
gambaran aktivitas EEG (elektroensefalogram) akan terganggu.
Cerebral metabolic rate for oxygen (CMRO2) mulai turun jika CBF juga
turun di bawah 20 ml/100 gr/menit. Sel membran dan fungsi sel akan
terganggu sangat parah seandainya CBF turun di bawah 10
ml/100gr/menit. Sel neuron tidak akan bertahap hidup jika aliran darah
di bawah 5 ml/100 gr/menit.
b. Pengurangan O2
Dalam keadaan normal konsumsi oksigen yang biasanya diukur
sebagai CMRO2 (cerebral metabolic rate for oxygen) normal 3.5
cc/100 gr otak/menit. Keadaan hipoksia juga mengakibatkan produksi
molekul oksigen tanpa pasangan elektron. Keadaan ini disebut

Universitas Sumatera Utara

20

oxygen-free radicals. Radikal bebas ini menyebabkan oksidasi fatty
acid di dalam organel sel dan plasma sel yang mengakibatkan
disfungsi sel.
c.

Kegagalan energi
Berbeda dengan organ tubuh lainnya, otak hanya menggunakan
glukosa sebagai substrat dasar untuk metabolisme energi mengubah
ADP (adenosin difosfat) menjadi ATP (adenosin trifosfat). Produksi
ATP sangatlah efisien dengan adanya O2. Otak normal membutuhkan
500cc O2 dan 75 – 100 mg glukosa setiap menitnya (total sekitar 125
mg glukosa perharinya). Jika pasokan oksigen berkurang (hipoksia),
proses anaerob glikolisis akan terjadi dalam pembentukan ATP dan
laktat sehingga akhirnya produksi energi menjadi kecil dan terjadi
penumpukan asam laktat, baik di dalam sel saraf maupun di luar sel
saraf (lactic acidosis). Akibatnya, fungsi metabolisme sel saraf
terganggu.

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Jika neuron iskemik, terjadi beberapa perubahan kimiawi yang
berpotensi dan memacu peningkatan kematian sel, kalium akan
bergerak pindah menembus sel membran ke ekstraseluler, dan
kalsium akan bergerak ke dalam sel. Pada keadaan normal sel
membran mampu mengontrol keseimbangan ion intra dan ekstra sel.
Tahap 2 :
a. Eksitoksitas dan kegagalan homeostasis ion

Universitas Sumatera Utara

21

Pada keadaan iskemik aktivitas neurotransmitter eksitatori (glutamat,
aspartat, asam kainat) meninggi di daerah iskemik tersebut. Keadaan
hipoksia, hipoglikemia, iskemik berkontribusi dalam menurunkan
energi dan meninggikan pelepasan glutamat, tetapi glutamat uptake
justru berkurang. Peninggian pelepasan glutamat berakibat neuron
lebih peka untuk rusak karena sifat toksik glutamat tersebut
mengakibatkan kematian sel. Glutamat membuka pintu masuk
reseptor di membran sehingga meninggikan influks Natrium dan
kalsium ke dalam sel. Masuknya natrium dalam jumlah besar ke
dalam sel diikuti oleh klorida dan air sehingga menyebabkan edema
sel.
b. Spreading depression
Derajat keparahan iskemik yang disebabkan blokade dari arteri
bervariasi dalam zona yang berbeda di daerah yang disupply oleh arteri
tersebut. Pada pusat zona tersebut aliran darah sangatlah rendah (0 10 ml/100 gr/menit) dan kerusakan iskemik sangat parah sehingga
dapat menyebabkan nekrosis. Proses ini disebut core of infarct. Di
daerah pinggir zona tersebut aliran darah agak lebih besar sekitar 10 20 ml/100 mg/menit karena adanya aliran kolateral sekitarnya,
sehingga menyebabkan kegagalan elektrik tanpa disertai kematian sel
permanen. Daerah ini disebut daerah iskemik penumbra, keadaan
antara hidup dan mati, sel neuron keadaan paralisis/disfungsi
menunggu aliran darah dan oksigen yang adekuat untuk suatu

Universitas Sumatera Utara

22

restorasi. Di sebelah luar dari daerah penumbra ada aderah yang
disebut daerah oligemia.
Tahap 3 : inflamasi
Respon inflamatorik pada stroke iskemik akut mempunyai pengaruh buruk
yang memperberat bagi perkembangan infark serebri. Berbagai penelitian
menunjukkan adanya perubahan kadar sitokin pada penderita stroke
iskemik akut.Mikroglia merupakan makrofag serebral yang merupakan
sumber sitokin yang utama di serebral. Sitokin adalah mediator peptida
molekuler yang merupakan protein atau glikoprotein yang dikeluarkan oleh
suatu sel dan mempengaruhi sel lain dalam suatu proses inflamasi,
contohnya limfokin dan interleukin (IL) yang terdiri dari beberapa jenis
yaitu IL-1 beta, IL-6, IL-8, TNF alfa (Tumor Necrotizing Factor) yang
merupakan sitokin proinflamatorik. Adanya IL-8 tersebut merupakan
diskriminator terkuat yang membedakan kasus stroke dengan non stroke.
Produksi sitokin yang berlebih ini mengakibatkan:
-

Plugging

mikrovaskuler

serebral

dan

pelepasan

mediator

vasokonstriksi endothelin sehingga memperberat penurunan aliran
darah
-

Eksaserbasi: kerusakan blood brain barrier dan parenkim melalui
pelepasan enzim hidrolitik, proteolitik, dan produksi radikal bebas yang
akan menambah neuron yang mati.

Tahap 4 : apoptosis

Universitas Sumatera Utara

23

2.2.

STROKE-ASSOCIATED INFECTIONS (SAI)

2.2.1. Definisi
Stroke-associated infections didefinisikan sebagai setiap infeksi
yang terjadi dalam 7 hari pertama dari onset stroke. (Vargas et al., 2006)
2.2.2. Epidemiologi
Infeksi yang terjadi pada hari-hari pertama setelah serangan stroke
iskemik ini dapat terjadi pada 25% – 65 % pasien. Pneumonia dan infeksi
saluran kemih merupakan komplikasi infeksi yang paling sering terjadi
setelah serangan stroke iskemik.(Fluri et al., 2012)
Insiden terjadinya pneumonia berkaitan dengan stroke sekitar 4%
– 22%, sedangkan insiden terjadinya infeksi saluran kemih yang berkaitan
dengan stroke sekitar 6,3% – 30,5%. (Bramer et al., 2014)
2.2.3. Patogenesis
Infeksi merupakan penyebab utama kematian pada pasien stroke.
Sekitar 85% dari semua pasien stroke mengalami komplikasi, dimana
infeksi menjadi komplikasi yang paling sering (23%-65%). Cedera sistem
saraf pusat merupakan faktor resiko independen yang secara spesifik dan
signifikan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Penelitian terbaru
menyatakan cedera sistem saraf pusat, termasuk stroke, menginduksi
imunodepresi. Hal inilah yang dinyatakan cedera sistem saraf pusat

Universitas Sumatera Utara

24

mengakibatkan

imunodefisiensi

sekunder

(CNS

injury-induced

immunodepression) dan infeksi. Penelitian pada mencit menunjukkan
dalam 3 hari setelah iskemik fokal otak, akan muncul pneumonia dan
sepsis. Iskemik tersebut akan memicu terjadinya apoptosis limfosit,
perubahan produksi sitokin dari sel T helper 1 menjadi T helper 2, dan
terganggunya jumlah dan fungsi monosit. Keadaan imunodepresi setelah
terjadinya stroke dapat dideteksi mulai saat terjadinya iskemik dan
berlangsung sampai beberapa minggu. (Dirnagl et al., 2007)
Pneumonia paska stroke kemungkinan disebabkan oleh aspirasi
gangguan kesadaran atau penurunan refleks bulbar, oropharyngeal
dysphagia, dan juga dari tindakan invasif seperti pemasangan selang
makanan atau intubasi orotrakeal dan ventilasi mekanik. Tetapi, aspirasi
dan gangguan neurologi saja belum cukup menjelaskan tingginya insiden
infeksi paska stroke. Ada bukti yang menyatakan interaksi antara otak
dengan sistem imun menjadi terganggu paska stroke, mengakibatkan
terjadinya stroke-related immunodepression syndrome.(Sykora et al.,
2011)
Walaupun fenomena stroke-induced immunodepression sudah
banyak diketahui, namun masih belum jelas mekanisme yang memicu
sistem saraf simpatis dan hypothalamic-pituitary axis yang meregulasi
penurunan respon imun setelah iskemik otak. Beberapa penelitian klinis
menunjukkan adanya produksi sitokin proinflamasi oleh jaringan otak yang
rusak dapat secara langsung menyebabkan aktivasi hypothalamic-pituitary

Universitas Sumatera Utara

25

axis dan sistem saraf pusat. Peningkatan kadar sitokin seperti interleukin1β, TNF-α, dan IL-6 telah diukur setelah terjadi kerusakan pada parenkim
otak dan cairan serebrospinal. Karena sistem otonom dari sistem saraf
pusat merupakan penghubung dengan organ limfoid sekunder, maka
gangguan pada sistem ini dapat mengakibatkan disfungsi sistem imun.
(Dirnagl et al., 2007)

Gambar 2.1 Hipotesa terjadinya imunodepresi pada pasien stroke
(Dirnagl et al., 2007)
2.3.

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.3.1. Definisi
Infeksi saluran kemih adalah penyakit infeksi dimana ditemukan
bakteri dalam jumlah bermakna di dalam urin. Menurut

CDC,

Infeksi

Saluran Kemih adalah infeksi yang melibatkan bagian dari sistem
urinarius, termasuk uretra, kandung kemih, ureter dan ginjal. Saluran
kemih dalam keadaan normal adalah steril. Infeksi yang terjadi berasal
dari bakteri patogen yang terdapat pada flora usus, menyebar melalui

Universitas Sumatera Utara

26

daerah perineal, vaginal, dan periuretra ke saluran kemih bagian bawah
membentuk koloni. (Sudhana, 2011; CDC, 2015)

2.3.2. Etiologi
Ada beberapa jenis mikroorganisme sebagai penyebab ISK,
penyebab terbanyak adalah bakteri gram negatif, yang biasanya
merupakan flora normal usus. Penyebab bakteri gram negatif tersering
masih ditempati oleh E.coli sebanyak 50 – 90%, kemudian iikuti organisme
lain seperti Klebsiella atau Enterobacter 10 - 40%, Proteus morganella
atau providencia 5 – 10%, Pseudomonas aeruginosa 2 – 10%,
Staphylococcus aureus 1- 2%. Jenis kokus gram positif jarang sebagai
penyebab ISK sedangkan Enterococcus sp dan Staphylococcus aureus
sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki usia
lanjut dengan hipertrofi prostat atau pada pasien yang menggunakan
kateter. Bila ditemukan Staphylococcus aureus dalam urin harus dicurigai
adanya penyebaran infeksi hematogen ke ginjal.

Demikian juga

Pseudomonas earuginosa dapat menginfeksi saluran kemih secara
hematogen, dan kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi
Salmonella pada urin. (Sudhana, 2011)
Organisme lain yang dapat menyebabkan ISK dengan cara
hematogen adalah Brucela, Nocardia, Actinomyces, dan Mycobacterium
tuberculosis. Candida merupakan jamur yang paling sering menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

27

ISK terutama pada pasien dengan kateter, pasien yang menderita
diabetes melitus atau yang mendapat pengobatan dengan antibiotika
spektrum luas, yang tersering adalah Candida albicans dan Candida
tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menyebar ke saluran kemih secara
hematogen. (Sudhana, 2011)
2.3.3. Patogenesis
Konsep dasar patogenesis penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri pada umumnya termasuk patogenesis ISK ada dua tahap, yaitu
tahap pertama adalah terjadinya adhesi, selanjutnya diikuti dengan tahap
kolonisasi. Adanya kemampuan untuk melakukan adhesi menyebabkan
bakteri tidak ikut keluar pada waktu terjadinya pancaran air kemih. Proses
adhesi ini diperantarai oleh molekul adhesi yang dimiliki oleh bakteri dan
molekul reseptor yang terdapat pada epitel permukaan mukosa saluran
kemih. Patogenesis tahap selanjutnya setelah adhesi adalah terjadi
kolonisasi bakteri pada sel epitel inang. Selama proses tahap ini, bakteri
menghasilkan beberapa jenis bahan metabolisme. Beberapa strain
uropatogen E.coli dapat memproduksi sejenis cytotoxin yang dikenal
sebagai alpha-hemolysin. Efek cytotoxin ini dapat menimbulkan lubang
kecil pada sel uroepitel sehingga isi dari sel keluar dan terjadilah
kerusakan sel. Faktor virulensi yang lain adalah aerobactin, antigen O dan
lipopolisakarida (LPS). (Sudhana, 2011)
Perjalanan bakteri ke dalam saluran kemih sampai menimbulkan
infeksi dapat melalui beberapa mekanisme, diantaranya yaitu :

Universitas Sumatera Utara

28

a. Ascending
Pada penyebaran secara ascending bakteri uropatogen yang sering
ditemukan adalah E.coli yang sering berasal dari usus pasien. Di
dalam usus, E coli pada umumnya tidak menyebabkan penyakit, akan
tetapi sebagai flora normal. Kemampuan E.coli menginfeksi saluran
kemih berhubungan dengan adanya pili yang secara spesifik menjadi
perantara dengan reseptor yang terdapat pada sel epitel saluran
kemih. Uropatogen E.coli yang menyebabkan ISK dapat mengadakan
perlekatan pada sel epitel saluran kemih. Bakteri patogen ini dapat
mencapai saluran kemih, yang selanjutnya mengadakan perlekatan
pada sel epitel saluran kemih, kemudian terjadi kolonisasi bakteri, dan
pengeluaran

bermacam-macam

toksin

bakteri

yang

akhirnya

menimbulkan reaksi inflamasi di daerah tersebut, atau menyebar ke
seluruh tubuh. (Sudhana, 2011)
b. Hematogen
Penyebaran secara hematogen dapat terjadi akibat dari keadaan
dimana hampir seperempat dari volume darah sekali curah jantung
didistribusikan ke ginjal. Dengan demikian apabila terjadi bakteremia
oleh sebab apapun maka memungkinkan bakteri tersebut dapat
mencapai saluran kemih atau sampai di ginjal. Bakteri yang banyak
ditemukan pada penyebaran ini adalah Staphylococcus aureus.
(Sudhana, 2011)
c.

Perkontinuitatum

Universitas Sumatera Utara

29

Penyebaran secara perkontinuitatum dapat dijumpai pada kasuskasus abses ginjal atau infeksi prostat. (Sudhana, 2011)
d. Stasis Urin
Gangguan pengosongan kandung kemih, retensi urin dan uropati
obstruktif juga dapat menyebabkan terjadinya ISK. (Heyns, 2012)
2.3.4. Diagnosis
Bila secara anamnesis ada dugaan ISK, maka pemeriksaan
laboratorium segera dilakukan. Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop
urin segar, kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protokol
standar untuk pendekatan diagnosis ISK. (Sudhana, 2011; Sukandar,
2014)
Baku emas pengambilan sampel urin adalah aspirasi suprapubik,
tetapi pemeriksaan ini tidak menyenangkan bagi pasien. Teknik
pengambilan sampel urin yang sering dilakukan adalah pengambilan urin
porsi tengah (midstream clean catch). Pada pasien yang sulit melakukan
pengumpulan urin porsi tengah maka penggunaan kateter dapat
dilakukan. (Sudhana, 2011)
Pemeriksaan
memberikan

sampel

informasi

urin

dengan

dipstick,

adanya

nitrit

berharga,

bahwa

terdapat

bakteri

yang

menghasilkan nitrate reductase, seperti E.coli dan Proteus. Tes ini sangat
spesifik (92%-100%) tetapi kurang sensitif (hanya 25%). Leukosit esterase
adalah enzim yang ada pada granul neutrofil, berbanding langsung
dengan jumlah bakteri. Namun, sering terjadi hasil positif palsu ketika urin

Universitas Sumatera Utara

30

terkontaminasi dengan bakteri yang ada pada cairan vaginadan serviks
serta meatus eksternal pada laki-laki dan perempuan. (Sudhana, 2011)
Pemeriksaan mikroskopik urin dilakukan pada sampel urin yang
sudah disentrifugasi, dimana terdapat beberapa sel epitel. Pyuria (pus
dalam urin) berarti adanya lebih dari 10 sel leukosit per mikroliter
(10000/mL), pemeriksaan ini sangat sensitif (80%-95%) tetapi kurang
spesifik (50%-75%). Pemeriksaan bakteri, bila dijumpai > 15 bakteri per
lapangan pandang besar mempunyai spesifisitas 95% untuk ISK.
(Sudhana, 2011)
Penentuan jumlah dan jenis bakteri di dalam urin merupakan
prosedur diagnostik yang sangat penting. Kultur urin harus dilakukan pada
semua pasien yang dicurigai infeksi saluran kemih. Pada sebagian besar
pasien yang simptomatik dijumpai bakteri ≥105 cfu/mL urin. Jika ditemui
bakteriuria dalam derajat berapapun pada aspirasi suprapubik, atau
adanya bakteri ≥ 102 cfu/mL pada urin yang diperoleh dari kateterisasi
dinyatakan signifikan. (Fauci et al., 2008)
Diagnosis infeksi saluran kemih ditegakkan dari adanya gejala
saluran kemih disertai dengan hasil kultur urin positif dengan uropatogen
≥105 cfu/ml atau adanya demam dengan hasil kultur urin positif dan tidak
dijumpai sumber infeksi lainnya.(Vagas et al., 2006)

Universitas Sumatera Utara

31

Tabel 2.1 Kriteria diagnosis Infeksi saluran kemih
Tanda/Gejala
Terdapat minimal satu dari tanda
berikut:

-

-

-

-

Hasil Laboratorium
Kultur urin positif, terdapat ≥ 105
mikroorganisme/ml urin dengan
organisme yang sama jika diisolasi
ulang atau tidak lebih dari dua
spesies mikroorganisme atau salah
satu dari hal berikut:
0
Demam (> 38 C)
- Dipstik positif untuk leukosit
esterase dan/atau nitrat
Urgensi
- Piuria (spesimen urin dengan
≥ 10 WBC/ml atau ≥ 3
WBC/LPB urin yang tidak
diputar)
- Organisme terlihat pada
Polakisuria
pewarnaan gram urin yang
tidak diputar
- Minimal dua kultur urin
Disuria
dengan isolasi berulang
terdapat uropatogen yang
sama (bakteri gram negatif
atau Staphylococcus
saprophyticus) dengan ≥ 102
mikroorganisme/ml pada
spesimen non-voided.
- ≤ 105 mikroorganisme/ml
Nyeri suprapubik
oleh uropatogen tunggal
(bakteri gram negatif atau
S.saprophyticus) pada pasien
yang diterapi dengan
antibiotik yang efektif untuk
ISK
- Diagnosis dokter untuk ISK
(Vargas et al., 2006)

Universitas Sumatera Utara

32

2.3.5. Terapi
Strategi terapi ISK tergantung dari keparahan penyakit. Terapi
antibiotik yang tepat dan penanganan gangguan urologi harus
diberikan.

Jika

diperlukan,

diberikan

terapi

suportif.

Lama

pemberian antibiotik umumnya direkomendasikan selama 7 – 14
hari, tergantung dari pengobatan penyakit yang mendasarinya.
(Grabe et al., 2014)

Tabel 2.2. Pilihan Antibiotik untuk Terapi Empiris ISK
Antibiotik yang direkomendasikan untuk Terapi Empiris Awal
Fluoroquinolones
Aminopenicillin ditambah Beta Lactam Inhibitor
Cephalosporin (Golongan 2 atau 3a)
Aminoglycoside
Antibiotik yang direkomendasikan jika terapi awal gagal atau
kasus yang berat
Fluoroquinolone(jika tidak digunakan pada terapi awal)
Ureidopenicillin (piperacillin) ditambah Beta Lactam Inhibitor
Cephalosporin (Golongan 3b)
Carbapenem
Terapi kombinasi:
- Aminoglycoside + Beta Lactam Inhibitor
- Aminoglycoside + fluoroquinolone
(Grabe et al., 2014)

Universitas Sumatera Utara

33

2.4.

Prokalsitonin (PCT)

2.4.1. Biosintesis Prokalsitonin
Prokalsitonin merupakan prekursor hormon calcitonin dan disintesis
secara fisiologis oleh sel C tiroid. Prokalsitonin merupakan protein yang
terdiri dari 116 asam amino dengan berat molekul 13 kDa. Calcitonin
dihasilkan oleh sel C tiroid dan punya peran penting dalam homeostasis
kalsium. Gen yang mengkode prokalsitonin dikenal sebagai CALC-I yang
terletak di lengan pendek kromosom 11. (Maruna et al., 2000; Kibe et al.,
2011; Nakamura et al., 2013)

Universitas Sumatera Utara

34

Gambar 2.2 Struktur prokalsitonin (Matera et al., 2012)
Produk asli dari gen CALC-I adalah 141 rantai asam amino dari
preprokalsitonin, yang bertanggung jawab terhadap produksi prokalsitonin
di sel C tiroid, dan kemungkinan besar juga selama inflamasi. Urutan
sinyal pada terminal N bersama dengan komponen hidropobik akan
memungkinkan

perlekatan

ke

retikulum

endoplasma

dimana

preprocalcitonin akan dipecah oleh endopeptidase sehingga muncul
prokalsitonin. Di dalam sel C, prokalsitonin akan dipecah pada urutan
terminal N dan fragmen terminal C (catacalcin) untuk menghasilkan
calcitonin. (Maruna et al., 2000; Nakamura et al., 2013)
Calcitonin dilepaskan ke dalam aliran darah setelah terbentuk
struktur sekunder dan tersier. Prokalsitonin dibentuk oleh 116 asam
amino, yang terdiri dari 57 peptida asam amino pada terminal amino yang
dinamakan aminoprocalcitonin (aminopro-CT), pada bagian tengah
terdapat 32 asam amino immature calcitonin (immature CT), dan 21 asam
amino CT carboxyl-terminus peptide-I (CCP-I, yang dinamakan catalacin).
Hampir semua prokalsitonin yang terbentuk di sel C tiroid akan diubah
menjadi calcitonin. Jadi, tidak ada prokalsitonin yang masuk ke dalam
sirkulasi darah dan kadarnya pada orang sehat dibawah batas yang dapat
dideteksi. Prokalsitonin memiliki waktu paruh sekitar 22-35 jam dalam
serum, berbeda dengan calcitonin yang memiliki waktu paruh pendek
sekitar 4-5 menit. (Maruna et al., 2000; Nakamura et al., 2013)

Universitas Sumatera Utara

35

Gambar 2.3 Skema pemecahan prokalsitonin
(Jin dan Khan, 2010)

Universitas Sumatera Utara

36

2.4.2. Regulasi dan Fungsi Prokalsitonin
Regulasi ekspresi prokalsitonin berbeda dengan regulasi ekspresi
calcitonin. Pada sel C tiroid, peningkatan kadar kalsium serta beberapa
rangsangan lainnya seperti

glucocorticoids, calcitonin gene-related

peptide (CGRP), glucagon, gastrin, atau stimulasi

adrenergic akan

menginduksi ekspresi dari gen calcitonin, sementara somatostatin dan
vitamin D akan menekan produksi calcitonin. Namun, baik hiperkalsemia
maupun stimulus lainnya tersebut di atas tidak akan merangsang
pelepasan prokalsitonin selama inflamasi.

(Maruna et al., 2000;

Nakamura et al., 2013)
Pelepasan prokalsitonin pada keadaan inflamasi diinduksi oleh dua
jalur utama, yang pertama adalah jalur langsung yang diinduksi oleh
lipopolisakarida atau toksin lainnya yang dilepaskan oleh mikroba. Jalur
yang kedua adalah jalur tidak langsung yang diinduksi oleh berbagai
sitokin inflamasi seperti interleukin-1β, interleukin-6, dan tumor necrosis
factor-α (TNF-α). Kadar prokalsitonin meningkat secara selektif pada
proses inflamasi oleh bakteri.(Maruna et al., 2000; Nakamura et al., 2013)
Endotoksin dari bakteri gram negatif akan merangsang mekanisme
pertahanan seluler dan humoral, yang kemudian akan mengaktifkan
koagulasi dan fibrinolisis, mengaktifkan makrofag dan netrofil, dan
menstimulasi pelepasan berbagai mediator inflamasi. Sitokin proinflamasi
TNF-α dan IL-1, IL-6 dan IL-8 yang dilepaskan oleh berbagai sel, memiliki

Universitas Sumatera Utara

37

peranan penting dalam patogenesis sepsis. (Maruna et al., 2000;
Nakamura et al., 2013)
Pada tahap awal dari inflamasi, aktivitas sitokin proinflamasi
memberikan manfaat pada host karena sitokin akan menstimulasi
mekanisme pertahanan non spesifik. Lipopolisakarida yang dilepaskan
oleh bakteri gram negatif akan mengaktivasi translasi mRNA untuk TNF-α
dan sitokin lainnya pada monosit. Secara in vivo, konsentrasi TNF-α dan
IL-1 akan meningkat pada 1-2 jam setelah injeksi lipopolisakarida,
bersama dengan meningkatnya monosit dan makrofag. Kadar IL-6 juga
meningkat dalam beberapa jam setelah injeksi lipopolisakarida. TNF-α, IL1, IL-6, dan IL-8 yang dilepaskan oleh makrofag yang teraktivasi akan
mempercepat kondisi sepsis dan mengakibatkan outcome yang buruk
akibat badai sitokin yang tidak terkontrol. TNF-α akan mengaktivasi
produksi reactive oxygen species pada pasien dengan infeksi sistemik.
Prokalsitonin meningkatkan ekspresi beberapa marker permukaan pada
netrofil dan limfosit manusia (CD16 dan CD 14) yang mirip dengan
aktivitas

proinflamasi

dari

lipopolisakarida.

Prokalsitonin

juga

meningkatkan konsentrasi ion kalsium intraseluler yang mirip dengan
aktivitas sitokin proinflamasi IL-8. (Nakamura et al., 2013)
Efek antiinflamasi dari prokalsitonin juga telah dilaporkan dalam
beberapa penelitian. Leukosit merupakan mediator dari pertahanan host
melawan infeksi bakteri. Selama inflamasi sistemik atau selama episode
syok sepsis, sel-sel ini menunjukkan perubahan dalam kemotaksis,

Universitas Sumatera Utara

38

fagositosis dan pembunuhan mikroba. Pelepasan sitokin anti inflamasi
seperti IL-4, IL-10, dan IL-13 melibatkan mekanisme anti inflamasi yang
berhubungan dengan pengaturan respon imun. Pada penelitian tentang
sepsis, peningkatan kadar IL-10 berhubungan dengan kadar IL-6 dijumpai
dalam serum anak-anak dengan kegagalan multi organ. (Nakamura et al,
2013)
Monosit dan netrofil dirangsang oleh lipopolisakarida dan produk
proinflamasi

lain

dari

bakteri,

peptida

formyl

methionyl

leucyl

phenylalanine, yang menginduksi sel-sel ini untuk menghasilkan integrin
penting, CD11b, suatu molekul yang terlibat dalam kemotaksis. Penelitian
menunjukkan bahwa aminopro-PCT bisa menurunkan ekspresi integrin
CD11b pada monosit dan netrofil. Lipopolisakarida merupakan komponen
utama dari membran luar bakteri gram negatif, yang dikenal sebagai
mediator mikroba yang poten yang berkaitan dengan patogenesis sepsis
dan

syok

sepsis.

recombinant

Hasil

penelitian

terbaru

menunjukkan

human

proCT yang ditambahkan pada whole blood, terdapat

penurunan dari sitokin proinflamasi TNF-α dan faktor anti inflamasi IL-10.
Hal

ini

menunjukkan

prokalsitonin

dapat

langsung

menetralisir

lipopolisakarida. (Nakamura et al., 2013)
2.4.3. Prokalsitonin Sebagai Marker Infeksi Bakteri
Prokalsitonin telah dipertimbangkan sebagai indikator adanya
infeksi invasif oleh bakteri. Pada kondisi metabolik normal, hormon aktif

Universitas Sumatera Utara

39

calcitonin diproduksi dan disekresikan oleh sel C kelenjar tiroid dari hasil
proses prohormon PCT. Dalam kondisi normal, kadar PCT yang berada
dalam sirkulasi adalah sangat rendah (biasanya < 0,05 ng/ml).
Menariknya, pada kasus infeksi bakteri berat, produk-produk mikroba
seperti lipopolisakarida dan mediator proinflamasi dari respon imun tubuh
host (seperti TNF-α dan IL-1β), pada jaringan yang luas akan menginduksi
sekresi mRNA calcitonin dari prekursor calcitonin, termasuk PCT melalui
suatu jalur konstitutif. Akibatnya, PCT akan dilepaskan ke seluruh tubuh
sehingga terjadi peningkatan yang signifikan dari kadar PCT di dalam
sirkulasi. (Hasselink, 2009)
Pada beberapa penelitian klinis yang melibatkan sekelompok
pasien yang dipilih dengan infeksi saluran pernafasan bagian bawah,
pneumonia, eksaserbasi akut dari penyakit paru obstruktif kronik, dan
pasien sepsis, penggunaan antibiotik berkurang secara nyata dan
diresepkan untuk jangka waktu yang lebih pendek ketika pengobatan
dipandu dengan pemeriksaan PCT ultrasensitif. Selain itu, PCT mungkin
juga berkontribusi untuk diagnosis awal infeksi bakteri pada pasien
tertentu. (Hasselink, 2009)
Peningkatan kadar PCT paling tinggi diamati pada infeksi bakteri
akut dan sepsis, tetapi tidak mengalami peningkatan pada infeksi lokal
seperti abses, infeksi virus atau inflamasi autoimun dan kanker. Kadar
PCT plasma tidak akan melebihi 0,5 µg/L pada subjek yang sehat, tetapi
dapat mencapai 1000 µg/L pada infeksi bakteri berat. (Nakamura, 2013)

Universitas Sumatera Utara

40

Pada percobaan paparan endotoksin terhadap sukarelawan,
didapatkan bahwa kadar PCT serum meningkat setelah 3 jam, dan
mencapai kadar puncaknya setelah 24 jam, kemudian akan menurun
sangat lambat dan progresif. Tetapi, pada hari ke-7 setelah paparan
endotoksin, semua sukarelawan masih menunjukkan kadar PCT di atas
normal. (Nakamura, 2013)
Xu et al. mengemukakan bahwa prokalsitonin dapat menjadi
metode yang mudah dan murah untuk mendiagnosis Acute Pyelonephritis
(APN) pada pasien anak. Kadar prokalsitonin 1 ng/ml memiliki sensitivitas
90,4% dan spesifisitas 88% dalam memprediksi APN. (Xu R et al., 2014)
Penelitian tentang kadar prokalsitonin pada ISK masih terus
dilakukan. Pada penelitian sebelumnya dijumpai hubungan yang signifikan
antara grade 3 vesico-urethral reflux (VUR) dengan prokalsitonin pada
pasien anak. Bilir et al. mengemukakan dari penelitian terhadap ibu hamil
didapatkan kadar prokalsitonin meningkat signifikan pada ibu hamil
dengan asimptomatik bakteriuria dibandingkan dengan grup kontrol pada
cutoff 0,5 ng/ml. Kadar prokalsitonin juga ditemukan lebih tinggi pada ibu
hamil dengan asimptomatik bakteriuria yang berulang. (Bilir et al., 2013)

Universitas Sumatera Utara

41

Di bawah ini adalah gambar skala peningkatan prokalsitonin mulai
dari kondisi orang sehat sampai keadaan infeksi yang parah.

Gambar 2.4. Skala peningkatan prokalsitonin dalam berbagai
tingkat infeksi (Biomerieux, 2010)

Universitas Sumatera Utara

42

2.5. Kerangka Konsep

STROKE

PENGGUNAAN
KATETER URIN

IMUNODEPRESI

INFEKSI SALURAN
KEMIH
(BAKTERIURIA)

KULTUR
URIN

PROKALSITONIN

Universitas Sumatera Utara