Pengaruh Konflik Terhadap Hubungan Kerja Sama Franchise di Gerai Alfamart Kota Medan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Sandi (2013) dengan judul “Pengaruh Konflik Terhadap Hubungan Kerjasama Pada Ayaam Penyet Surabaya di Medan”.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatf, dimana peneliti sebagai instrument kunci, pengambil sampel. sumber data dilakukan secara purposive dan snowball.teknik pengambilan dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi. Hasil penelitian menunjukkan konflik yang terjadi pada kerja sama fanchise pada ayam penyet Surabaya di Medan terjadi namun masih pada tahapan konlik yang masih tersembunyi (Laten) dan kedua konflik yang mendahului (antecedent condition). Dampak dari kedua tahapan konflik yang terjadi tdidak terlau besar dan tidak menggangu hubungan kerja sama tersebut. dimana mereka mengijinkan pertimbangan atas keyamanan dari tindakan satu pihak dengan standar yang pasti dalam melengkapi penyusunan dasar untuk penyelesaian konflik.

Penelitian yang dilakukan oleh Ratih (2011) dengan judul “Penyelesaian konflik antara pihak pemberi waralaba dengan pihak penerima waralaba dalam perjanjian waralaba (studi kasus di PT. Baba rafi Indonesia)”Metode analisis yang dipergunakan adalah metode deskriptif kualitatif,teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dan studi kepustakaan.. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh


(2)

jawaban bahwa bentuk penyelesaian konflik yangdipilih oleh P.T. Baba Rafi Indonesia untuk menyelesaian konflik yang disebabkan olehwanprestasi berupa tidak dibayarnya royalty fee oleh pihak penerima waralaba adalah melalui

jalur pendekatan non litigasi. pendekatan secara persuasif dan perdekatan secara personal

Tabel 2.1

Mapping Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Tahun Judul Metode Hasil Penelitian

1. Sandi 2013

Pengaruh konflik terhadap hubungan kerjasama franchise pada Ayam Penyet Surabaya di Medan

Metode penelitian yang

digunakan adalah penelitian kualitatf, dimana

peneliti sebagai instrument kunci, pengambil sampel. sumber data dilakukan secara purposive dan snowball.teknik

pengambilan dengan triangulasi, analisis data bersifat

induktif/kualitatifdan hasil

penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Hasil penelitian menunjukkan konflik yang terjadi pada kerja sama fanchise pada ayam penyet Surabaya di Medan terjadi namun masih pada tahapan konlik yang masih tersembunyi (Laten) da kedua kond\flik yang mendahului (antecedent condition). Dampak dari kedua tahapan konflik yang terjadi tdidak terlau besar dan tidak menggangu hubungan kerja sama tersebut. diaman mereka menijikan pertimbangan atas keyamanan dari tindakan satu pihak dengan standar yang pasti dalam melengkapi penyusunan dasar untuk penyelesaian konflik.

2. Ratih 2011

Penyelesaian

konflik antara pihak pemberi waralaba dengan pihak penerima waralaba dalam perjanjian

waralaba (studi kasus di PT. Baba rafi Indonesia)

Metode analisis yang dipergunakan adalah metode deskriptif kualitatif,teknik

pengumpulan data dengan cara wawancara dan studi kepustakaan.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jawaban bahwa bentuk penyelesaian konflik yang

dipilih oleh P.T. Baba Rafi Indonesia untuk menyelesaian konflik yang disebabkan oleh wanprestasi berupa tidak dibayarnya royalty fee oleh pihak penerima waralaba adalah melalui

jalurpendekatan non litigasi. pendekatan secara persuasif dan perdekatan secara personal.


(3)

2.2 Konflik

2.2.1 Pengertian Konflik

Dalam kehidupan yang dinamis antar individu dan antar komunitas, baik dalam organisasi maupun di masyarakat yang majemuk, konflik selalu terjadi manakala saling berbenturan kepentingan. Konflik didefinisikan sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan dalarn pendapat atau tujuan mereka.

Menurut Engkoswara &Komariah (2010:166) mengatakan “konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak”. Pertentangan kepentingan ini berbeda dalam intensitasnya tergantung pada sarana yang dipakai. Masing-masing ingin membela nilai yang telah mereka anggap benar,dan memaksa pihak lain untuk mengakui nilai-nilai tersebut baik secara halus maupun kasar.

Ada definisi lain tentang konflik kerja yaitu: Ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/perusahaan) yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik kerja juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Selain itu konflik diartikan sebagai perbedaan, pertentangan dan perselisihan" (Murni dan Veithzal, 2009:805).

Menurut Antonius, dkk (2002:175) konflik adalah suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu pihak lain


(4)

dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan kerjasama antar pribadi. Sedangkan menurut Scannel (2010:2) konflik adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena perbedaan persepsi, tujuan atau nilai dalam sekelompok individu.

2.2.2 Ciri-Ciri Konflik

Menurut Wijono( 2003:37) Ciri-ciri Konflik adalah :

1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.

2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.

3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.

4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.

5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.


(5)

Organisasi terdiri dari berbagai rnacarn koniponen, dan tidak jarangkomponen-komponen tersebut bersinggungan dan menjadikan suatu konflik diantaraorganisasi tersebut. Terdapat beberapa tahapan perkembangan kearah terjadinyakonflik, yaitu:

2.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Konflik

Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga kategori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

1. Komunikasi

Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik.Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.

2. Struktur

Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong


(6)

terjadinya konflik.Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.

3. Variabel Pribadi

Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict).

Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict}.Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.

Ada empat permasalahan yang sangat penting diperhatikan oleh franchisor

yang berpotensi menjadi wilayah konflikGibson (2009:46), yaitu : 1. Penyeleksian (Franchisee Recruiting)


(7)

Franchisor harus sangat berhati-hati dalam mengevaluasi dan menyaring calon franchisee-nya, karena itu penting menetapkan kriteria, meneliti dan memastikan mereka memiliki latar belakang keuangan dan pengalaman dalam mengoperasikan bisnis.Didalam bisnis Franchise, Calon Franchisee harus memiliki kekuatan keuangan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan modal usaha, termasuk juga untuk penggajian, sewa, pembelian produk, pajak, dan kebutuhan tak terduga lainnya. Idealnya, calon franchisee harus memiliki latar belakang menjalankan bisnisserupa atau yang sejalan dengan bisnis franchise atau setidaknya pengalaman bekerja yang memadai.

Faktor lain yang berkontribusi terhadap sukses frachisee itu adalah motivasi, loyalitas, dan komitmen. Tentu saja, hampir mustahil untuk mengevaiuasi calon franchisee hanya dari test tertulis, oleh karena itu franchisor harus melakukan wawancara langsung termasuk juga dengan beberapa referensi yang mereka berikan jika ada, setidaknya franchisor mempunyai gambaran awal yang cukup banyak tentang figur calonfranchiseenya.Berhati-hati bila sejak awal calon franchisee sudah memunculkan sikap bermusuhan dan memancing perdebatan.Site Selection and Territorial Rights.

Franchisee seringkali mengharapkan banyak bantuan dalam pemilihan lokasi. Biasanya pertimbangan franchisee lebih pada dana yang harus dikeluarkan dan bagaimana tingkat pengembaliannya nanti. Franchisee akan diberikan wilayah eksklusif di mana tercantum dalam perjanjian sebagai radius tertentu untuk wilayahfranchisee lainnya karena ini akan menimbulkan konflik antara


(8)

2. Dukungan dan Pengawasan (Supervision and Support)

Franchisee biasanya individu independen yang ingin menjalankan bisnis untuk diri mereka sendiri, mereka juga tertarik pada franchise karena bimbingan dan dukungan yang ditawarkan oleh franchisor yang menawarkan konsep bisnis yang mapan dan terbukti berhasil. Sebuah bisnis franchise dikatakan sukses tidak hanya sebatas dapat memenuhi komitmen kontrak yang ditetapkan oleh perjanjianfranchise, tetapi franchisor bisa memberikan dukungan dan pengawasan tambahan yang bahkan tidak tercantum dalam kesepakatan. Pengawasan mengingatkan franchisor akan kesulitan yang mungkin dihadapi

franchisee dan selalu mengingatkan untuk kembali kepada sistem.

Kegagalan dalam merespon dan mengelola masalah yang terjadi di operasional

franchisee, akan membuat masalah semakin menumpuk dan menciptakan hubungan permusuhan antara para pihak. Dalam hal ini, sangat mungkin para franchisee saling berkomunikasi dan membentuk asosiasi

franchisee.Franchisor dapat juga menawarkan layanan konsultasi manajemen untuk program-program khusus dalam upaya pemasaran atau bahkan memberikan bantuan pada akses pendanaan dengan pihak ketiga. Komunikasi yang baik antara franchisee dan franchisor akan mengurangi kemungkinan timbulnya konflik, sehingga yang terjadi adalah bagaimana tujuan awal kerjasama kedua pihak bisa diwujudkan dengan saling menguntungkan.

3. Kontrol Kualitas (Quality Control)

Kontrol kualitas (Quality Control) bertujuan menjaga danmengarahkan agar kualitas produk perusahaan dapat dipertahankan sesuaidengan rencana.Kontrol


(9)

kualitas sangat diperlukan dalam memproduksi suatu barang untuk menjaga kestabilan mutu. Tidak hanya dalam industri,kontrol kualitas dibutuhkan juga pada manajemen.

4. Praktek Akuntansi dan Prosedur (Accounting practices and Procedures)

Perubahan yang cepat dalam masyarakat telah menyebabkan semakin kompleksnya pengelolaan badan usaha atau perusahaan.Di samping itu, adanya peningkatan aktivitas usaha suatu perusahaan baik yang profit maupun yang non profit dirasakan sebagai beban yang berat.Oleh karena itu, agar semua kegiatan usaha dapat berjalan dengan baik dan lancar, suatu perusahaan memerlukan informasi mengenai keadaan seluruh kegiatan perusahaan secara cepat dan dapatdiandalkan.Salah satu informasi yang sangat penting dan diperlukan oleh perusahaan adalah informasi mengenai keadaan keuangan dan hasil usaha yang telah dicapai.Informasi yang menyajikan keadaan tersebut dikenal sebagai akuntan.

5. Misuse of Advertising fund (Penyalahgunaan dana Periklanan)

Dengan adanya pengawasan yang tepat, penyalagunaan dana periklanan oleh

pihakfranchisee dapat dihindarkan. 6. Unequal Treatment

Unequal Treatment adalah jumlah seluruh penghasilan yang memenuhi pengertian penghasilan, apabila jumlahnya sama dikenakan tarif yang sama, tanpa membedakan jenis-jenis penghasilan atau sumber penghasilan.


(10)

Transfer adalah suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai dengan perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk keuntungan seseorang yang ditunjuk sebagai penerima transfer. Baik transfer uang keluar atau masuk akan mengakibatkan adanya hubungan antar cabang yang bersifat timbal balik, artinya bila satu cabang mendebet cabang lain mengkredit. Keuntungan transaksi Transfer adalah menghemat waktu, lebih aman, Tidak perlu modal, tidak ada biaya menerima, dana langsung tersedia, relatif mudah, jarang ada transaksi palsu, dan tidak ada biaya membayar (kecuali transfer beda bank/beda kota atau negara)

8. Training for Franchisor's Management and Sales Team (Pelatihan Manajemen

Franchisor dan Tim Penjualan)

Pelajaran pertama yang dipelajari oleh profesional penjualan berbagai pembinaan komunikasi persuasif dengan berbagai populasi.Staf penjualan dalam berhubungan dengan konsumen khawatir tentang anggaran mereka, eksekutif yang sibuk dan orang-orang yang tidak pernah menganggap membeli produk perusahaan.

9. Documentation (Dokumentasi)

Pengelolaan dokumen suatu perusahaan merupakan salah satu unsur dari pengelolahan informasi perusahaan.Dokumen perusahaan sebagai data, catatan, rekaman aktifitas perusahaan harus dikelolah dengan tepat olehfranchisee.


(11)

2.3 Kerjasama

2.3.1 Pengertian Kerjasama

Kerjasama dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau tujuan bersama. Kerjasama (cooperation) adalah suatu usaha atau bekerja untukmencapai suatu hasil (Baron & Byane, 2000). Menurut Sunarto (2000:58) Kerjasama

(Cooperation) adaiah adanya keterlibatan secara pribadi diantara kedua belah pihak dami tercapainya penyelesaian masalah yang dihadapi secara optimal.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kerjasama

(Cooperation) adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok diantara kedua belah pihak manusia untuk tujuan bersama dan mendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih baik.

2.3.2 Bentuk-Bentuk Kerjasama 1. Merger

Merger adalah suatu penggabungan satu atau beberapa badan usaha sehingga dari sudut ekonomi merupakan satu kesatuan, tanpa melebur badan usaha yang bergabung.Di pandang dari segi ekonomi, ada dua jenis merger, yaitu merger horizontal dan merger vertikal.

2. Joint Venture

Joint venture secara umum dapat di artikan sebagai suatu persetujuan di antara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan.Persetujuan di sini adalah kesepakatan yang di dasari atau suatu


(12)

perjanjian yang harus tetap berpedoman kepada syarat sah-nya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHP perdata.

Menurut Amirizal joint venture adalah kerjasama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian belaka (contractueel). Subjek dari joint venture dapat di bagi menjadi dua jenis kerjasama yaitu:

1. Antara orang atau badan hukum RI dengan orang atau badan hukum RI

2. Antara orang atau badan hukum RI dengan orang atau badan hukum asing/lembaga internasional.

3. Franchise

Waralaba yang dulu dikenal dengan istilah franchise sekarang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang franchise. Franchise

adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian franchise.

2.3.3 Manfaat Kerjasama

Menurut H. Kusnadi (2003:78) mengatakan bahwa berdasarkan penelitiankerja sama mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut:

1. Kerja sama mendorong persaingan di dalam pencapaian tujuan dan peningkatan produktivitas.

2. Kerja sama mendorong berbagai upaya individu agar dapat bekerja lebih produktif, efektif dan efisien.


(13)

3. Kerja sama mendorong terciptanya sinergi sehingga biaya operasionalisasi akan menjadi semakin rendah yang menyebabkan kemampuan bersaing meningkat.

4. Kerja sama mendorong terciptanya hubungan yang harmonis antarpihak terkait serta meningkatkan rasa kesetiakawanan.

5. Kerja sama menciptakan praktek yang sehat serta meningkatkan semangat kelompok.

6. Kerja sama mendorong ikut serta memiliki situasi dan keadaan yang terjadi dilingkungannya, sehingga secara otomatis akan ikut menjaga dan melestarikan situasi dan kondisi yang telah baik.

2.4 Franchise

2.4.1 Pengertian Franchise

Franchising adalah suatu sistim pemasaran berkisar tentang perjanjian dua belah pihak, dimana franchisee menjalankan bisnis sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh franchisor.Franchising dapat pula berarti sistem pemasaran yang melibatkan dua belah pihak yang terikat perjanjian, sehingga usaha franchise

harus dijadikan sesuai dengan aturan-aturan dari franchisor.

Secara umum franchise dapat diartikan sebagai pengaturan bisnis yang memiliki perusahaan (franchisor) memberi/menjual hak kepada pihak pembeli atau penerima hak (franchisee) untul menjual produk dan atau jasa perusahaan

franchisor tersebut dengan peraturan dan syarat-syarat lain yang telah ditetapkan oleh franchisor.


(14)

Menurut European Code of Ethics for Franchising di dalam sewu (2004:5-6) “Franchise adalah sistem pemasaran barang dan atau jasa dan atau teknologi, yang didasarkan pada kerjasama tertutup dan terus menerus antara pelaku-pelaku

independent (maksudnya franchisor dan individual franchisee) dan terpisah baik secara legal (hukum) dan keuangan, dimana franchisor memberikan hak pada individual franchisee, dan membebankan kewajiban untuk melaksanakan bisnisnya sesuai dengan konsep dari franchisor”.

Kemudian pengertian franchise menurut Asosiasi Franchise Indonesia

adalah: “Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”.

Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 259/MPR/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Franchise, “Franchise adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam rangka menyediakan dan atau penjualan barang dan jas”.


(15)

Beberapa terminologi berkaitan dengan usaha franchise:

1. Franchisoradalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.

2. Franchiseeadalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi franchise

2.4.2 Sejarah Franchise

Pertama kali franchise dikenalkan pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis franchise ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh franchisor lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca-Cola. Namun menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca-Cola, melainkan sebuah industri otomotif AS, General Motors Industry ditahun 1898.

Franchise saat ini lebih didominasi oleh franchise rumah makan siap saji, Kecenderunganfranchise ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer

membuka restoran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restoran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakacfn nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan


(16)

membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Selain

franchise makanan cepat saji belakngan ini juga berkembang franchise berbentuk toko perdagangan eceran dan minimarket yang menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat.. minimarket tersebut tersebut menjual barang barang seperti sembako, peralatan rumah tangga, rokok, makanan ringan dan sebagainya. Contoh

franchise toko eceran yang berasal dari luar negeri Carrefour. Minimart, Circle K, Seven 11, dan dari Indonesia Alfamat dan Indomaret.

Dalam perkembangannya, sistem bisnis franchise mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun 1950-an yang kemudian dikenal menjadi

franchise sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai

franchise generasi kedua. Perkembangan sistem franchise yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan franchise digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS.

Sedangkan di Inggris, berkembangnya franchise dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis franchise

tidak mengenal diskriminasi. Pemilik (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA. Kategori franchise berbeda-beda antara lain: franchise dalam bentuk makanan, pendidikan dan lain-lain. salah satu bentuk nya adalah dan masih banyak lagi

franchise yang berkembang di Indonesia ini


(17)

2.4.3 Jenis/Bentuk Franchise

Dalam praktek franchise terdiri dari empat bentuk: 1. Product Franchise

Suatu bentuk franchise dimana penerima franchise hanya bertindak mendistribusikan produk dari petnernya dengan pembatasan areal

2. Processing or Manufacturing Franchise

Jenis franchise ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek franchisor. Jenis franchise ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman.

3. Bussiness Format atau System Franchise

Franchisor memiliki cara yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket, seperti yang dilakukan oleh Mc.Donald’s dengan membuat variasi produknya dalam bentuk paket.

4. Group Trading Franchise

Bentuk franchise yang menunjuk pada pemberian hak mengelola toko-tokogrosir maupun pengecer yang dilakukan toko serba ada.

2.4.4 Keunggulan dan Kelemahan Sistem Franchise

Franchising juga merupakan strategi perluasan dari suatu usaha yang telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi, yang ingin berusaha, dan merniliki usaha sendiri. Sistem franchise ini mempunyai keunggulan-keunggulan dan juga kerugian-kerugian. Keunggulannya adalah: “Seperti dalam praktek retailing, franchising menawarkan keuntungan untuk memulai suatu


(18)

bisnis baru dengan cepatberdasar pada suatu merek dagang yang telah terbukti bisnisnya, tidak sama seperti dengan membangun suatu merek dan bisnis baru dari awal mula”.

Selain itu menurut Rachmadi keunggulan lainnya dari sistem franchise

bagi franchisee, antara lain:

1. Pihak franchisor memiliki akses pada permodalan dan berbagi biaya dengan

franchisee dengan resiko yang relatif lebih rendah.

2. Pihak franchisee mendapat kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis dengan cara cepat dan biaya lebih rendah dengan produk atau jasa yang telah teruji dan terbukti kredibilitas mereknya.

3. Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan manajerial dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi, pembelian, dan pemasaran. (Rachmadi, 2007:7-8)

Sedangkan kerugian sistem franchise bagi franchisee menurut Rachmadi(2007:9) adalah:

1. Sistem franchise tidak memberikan kebebasan penuh kepada franchisee karena

franchisee terikat perjanjian dan harus mengikuti sistem dan metode yang telah dibuat oleh franchisor.

2. Sistem franchise bukan jaminan akan keberhasilan, menggunakan merek terkenal belum tentu akan sukses bila tidak diimbangi dengan kecermatan dan kehati-hatian franchisee dalam memilih usaha dan mempunyai komitmen dan harus bekerja keras serta tekun.


(19)

3. Franchisee harus bisa bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dalam hubungannya dengan franchisor.

4. Tidak semua janji franchisor diterima olehfranchisee.

5. Masih adanya ketidakamanan dalam suatu franchise, karena franchisor

dapatmemutuskan atau tidak memperbaharui perjanjian. 2.4.5 Kerjasama Franchise

Format bisnis franchise telah berkembang secara luas dalam sektor ekonomi di USA dan UK (Mandelsohn, 1995:69). Pemberian ijin franchisor kepada franchisee untuk mengembangkan bisnis menggunakan mereknya. Pada dasarnya franchisor menyediakan proses managerial kepada franchisor untuk menjalankan bisnis sesuai dengan kontrak franchise (Cughlan, 2001:86). Sistem

franchise tidak hanya sekedar sistem ekonomi tapi juga sistem sosial karena adanya unsur relationship yang berdasarkan dimensi ketergantungan, komunikasi dan konflik (Stern dan Reve dalam Tikoo, 2005:331).

Hubungan kerjasama antara franchisor dalam mempengaruhi franchisee

sering disertai dengan konflik.Dari hasil penelitian Tikoo (2005:329) peran

franchisor meliputi permintaan, ancaman dan perjanjian mempunyai hubungan positif terhadap perselisihan hubungan franchise.Konflik sendiri biasanya terjadi disebabkan oleh asimetri distribusi atas kekuatan franchisor (Quinn dan Doherty, 2000:354).

Aspek konflik harus dikelola untuk menciptakan hubungan baik antara

franchisor dan franchisee.Karena hubungan franchise tidak dapat dikendalikan oleh ketergantungan franchisee. Sehingga peran franchisor diatas mempunyai


(20)

hubungan negatif terhadap ketergantungan franchisee.Artinya keterikatan

franchisee tidak bisa dilakukan dengan tekanan pihak franchisor.Sehingga solusi terbaik adalah terciptanya hubungan fair/adilatas 2 (dua) arah antara franchisor dengan franchisee (Tikoo, 2005:329) misal menggunakan pertukaran informasi

(information exchange), kesanggupan (promise), pengendalian diri (restrain) atas penekanan sebelumnya demand, treat dan legalistic dalam mempengaruhi franchisee.

Dimensi dari hubungan baik antara franchisor dan franchisor adalah

information exchange, recommedations, promises, request, treat, legalistic pleas

(Tikoo, 2005:329). Kualitas hubungan digambarkan sebagai kedalaman dan iklim organisasi dari sebuah hubungan antar perusahaan. Dalam dunia franchise ada beberapa studi yang menyatakan variabel yang menggambarkan atas kualitas hubungan dalam jaringan franchise yaitu kepercayaan komitmen, konflik, kekeluargaan, kerjasama. (Monroy dan Alzola, 2005:585). Sehingga merupakan suaru hal yang penting mengukur kualitas hubungan antara franchisor dengan franchisee untuk menetapkan kekuatan hubungan ini dan untuk menjelaskan bahwa bukan hanya dalam networkpatner tapi dalam kinerja penjualan.

2.5 Kerangka Konseptual

Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi. Namun, sebagaimana dikatakan oleh Gibson, et al (2009:437), seiain dapat menciptakan kerjasama,


(21)

hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-rnasing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain.

Jadi, konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidak sesuaian atau perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota keorganisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun dalam sebuah organisasi.

Menurut Minnery (1998) konflik organisasi merupakan interaksi antara saru sama lain yang mempunyai hubungan kerjasama dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

Menurut Robbin (1996:431) menyatakan konflik dalam hubungan kerjasama organisasi disebut the conflict paradox, yaitu pandangan bahwa disisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja hubungan kerjasama kelompok, tetapi disisi lain kebanyakan kelompok menurut organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Konflik (X) Hubungan Kerjasama


(22)

2.6 Hipotesis

Hipotesis penelitian menunjukkan secara jelas arah pengujiannya, dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data. Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah konflik berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap hubungan kerja samafranchise di gerai Alfamart Kota Medan.


(1)

2.4.3 Jenis/Bentuk Franchise

Dalam praktek franchise terdiri dari empat bentuk: 1. Product Franchise

Suatu bentuk franchise dimana penerima franchise hanya bertindak mendistribusikan produk dari petnernya dengan pembatasan areal

2. Processing or Manufacturing Franchise

Jenis franchise ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek franchisor. Jenis franchise ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman.

3. Bussiness Format atau System Franchise

Franchisor memiliki cara yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket, seperti yang dilakukan oleh Mc.Donald’s dengan membuat variasi produknya dalam bentuk paket.

4. Group Trading Franchise

Bentuk franchise yang menunjuk pada pemberian hak mengelola toko-tokogrosir maupun pengecer yang dilakukan toko serba ada.

2.4.4 Keunggulan dan Kelemahan Sistem Franchise

Franchising juga merupakan strategi perluasan dari suatu usaha yang telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi, yang ingin berusaha, dan merniliki usaha sendiri. Sistem franchise ini mempunyai keunggulan-keunggulan dan juga kerugian-kerugian. Keunggulannya adalah: “Seperti dalam praktek retailing, franchising menawarkan keuntungan untuk memulai suatu


(2)

bisnis baru dengan cepatberdasar pada suatu merek dagang yang telah terbukti bisnisnya, tidak sama seperti dengan membangun suatu merek dan bisnis baru dari awal mula”.

Selain itu menurut Rachmadi keunggulan lainnya dari sistem franchise bagi franchisee, antara lain:

1. Pihak franchisor memiliki akses pada permodalan dan berbagi biaya dengan franchisee dengan resiko yang relatif lebih rendah.

2. Pihak franchisee mendapat kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis dengan cara cepat dan biaya lebih rendah dengan produk atau jasa yang telah teruji dan terbukti kredibilitas mereknya.

3. Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan manajerial dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi, pembelian, dan pemasaran. (Rachmadi, 2007:7-8)

Sedangkan kerugian sistem franchise bagi franchisee menurut Rachmadi(2007:9) adalah:

1. Sistem franchise tidak memberikan kebebasan penuh kepada franchisee karena franchisee terikat perjanjian dan harus mengikuti sistem dan metode yang telah dibuat oleh franchisor.

2. Sistem franchise bukan jaminan akan keberhasilan, menggunakan merek terkenal belum tentu akan sukses bila tidak diimbangi dengan kecermatan dan kehati-hatian franchisee dalam memilih usaha dan mempunyai komitmen dan harus bekerja keras serta tekun.


(3)

3. Franchisee harus bisa bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dalam hubungannya dengan franchisor.

4. Tidak semua janji franchisor diterima olehfranchisee.

5. Masih adanya ketidakamanan dalam suatu franchise, karena franchisor dapatmemutuskan atau tidak memperbaharui perjanjian.

2.4.5 Kerjasama Franchise

Format bisnis franchise telah berkembang secara luas dalam sektor ekonomi di USA dan UK (Mandelsohn, 1995:69). Pemberian ijin franchisor kepada franchisee untuk mengembangkan bisnis menggunakan mereknya. Pada dasarnya franchisor menyediakan proses managerial kepada franchisor untuk menjalankan bisnis sesuai dengan kontrak franchise (Cughlan, 2001:86). Sistem franchise tidak hanya sekedar sistem ekonomi tapi juga sistem sosial karena adanya unsur relationship yang berdasarkan dimensi ketergantungan, komunikasi dan konflik (Stern dan Reve dalam Tikoo, 2005:331).

Hubungan kerjasama antara franchisor dalam mempengaruhi franchisee sering disertai dengan konflik.Dari hasil penelitian Tikoo (2005:329) peran franchisor meliputi permintaan, ancaman dan perjanjian mempunyai hubungan positif terhadap perselisihan hubungan franchise.Konflik sendiri biasanya terjadi disebabkan oleh asimetri distribusi atas kekuatan franchisor (Quinn dan Doherty, 2000:354).

Aspek konflik harus dikelola untuk menciptakan hubungan baik antara franchisor dan franchisee.Karena hubungan franchise tidak dapat dikendalikan oleh ketergantungan franchisee. Sehingga peran franchisor diatas mempunyai


(4)

hubungan negatif terhadap ketergantungan franchisee.Artinya keterikatan franchisee tidak bisa dilakukan dengan tekanan pihak franchisor.Sehingga solusi terbaik adalah terciptanya hubungan fair/adilatas 2 (dua) arah antara franchisor dengan franchisee (Tikoo, 2005:329) misal menggunakan pertukaran informasi (information exchange), kesanggupan (promise), pengendalian diri (restrain) atas penekanan sebelumnya demand, treat dan legalistic dalam mempengaruhi franchisee.

Dimensi dari hubungan baik antara franchisor dan franchisor adalah information exchange, recommedations, promises, request, treat, legalistic pleas (Tikoo, 2005:329). Kualitas hubungan digambarkan sebagai kedalaman dan iklim organisasi dari sebuah hubungan antar perusahaan. Dalam dunia franchise ada beberapa studi yang menyatakan variabel yang menggambarkan atas kualitas hubungan dalam jaringan franchise yaitu kepercayaan komitmen, konflik, kekeluargaan, kerjasama. (Monroy dan Alzola, 2005:585). Sehingga merupakan suaru hal yang penting mengukur kualitas hubungan antara franchisor dengan franchisee untuk menetapkan kekuatan hubungan ini dan untuk menjelaskan bahwa bukan hanya dalam networkpatner tapi dalam kinerja penjualan.

2.5 Kerangka Konseptual

Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi. Namun, sebagaimana dikatakan oleh Gibson, et al (2009:437), seiain dapat menciptakan kerjasama,


(5)

hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-rnasing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain.

Jadi, konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidak sesuaian atau perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota keorganisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun dalam sebuah organisasi.

Menurut Minnery (1998) konflik organisasi merupakan interaksi antara saru sama lain yang mempunyai hubungan kerjasama dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

Menurut Robbin (1996:431) menyatakan konflik dalam hubungan kerjasama organisasi disebut the conflict paradox, yaitu pandangan bahwa disisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja hubungan kerjasama kelompok, tetapi disisi lain kebanyakan kelompok menurut organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Konflik (X) Hubungan Kerjasama


(6)

2.6 Hipotesis

Hipotesis penelitian menunjukkan secara jelas arah pengujiannya, dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data. Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah konflik berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap hubungan kerja samafranchise di gerai Alfamart Kota Medan.