Strategi Petani Padi Dalam Mengatasi Masalah Pertanian Di Desa Bandar Dolok Kec. Pagar Merbau Kab. Deli Serdang

(1)

23 BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Letak Geografis dan Keadaan Alam Desa Bandar Dolok

Desa Bandar Dolok terletak di dalam suatu wilayah administratif Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Desa ini mempunyai luas wilayah ± 5.27 Km² atau sekitar 450 Ha. Luas tersebut terdiri dari: perkampungan, lahan pertanian, dan sungai seperti yang terlihat dalam peta (Lampiran I. Sumber : Dokumen Kantor Kepala Desa Bandar Dolok).

Desa Bandar Dolok di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tanjung Garbus Kampung Kecamatan Pagar Merbau. Di sebelah Selatan, desa ini berbatasan dengan Desa Paya Itik Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang. Di sebelah Timur, desa ini berbatasan dengan Desa Tanjung Garbus II Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. Di sebelah Barat, desa ini berbatasan dengan Desa Nagarejo Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang. Disamping menunjang pertanian, kondisi geografis ini juga menunjang peternakan dimana masyarakat setempat memelihara hewan ternak, seperti: ayam, itik, kerbau, sapi, ikan, kambing dan lain sebagainya

Secara topografis, Desa Bandar Dolok merupakan suatu daerah yang terdiri daratan atau tanah datar dengan suhu rata-rata 30ºC dan beriklim sedang yang terdiri dari musim kemarau dan musim hujan. Kedua musim ini dipengaruhi oleh dua arah angin laut dan angin gunung. Angin laut membawa udara panas dan angin gunung membawa udara dingin. Curah hujan yang menonjol di desa ini adalah mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Desember. Sedangkan mulai


(2)

24 bulan Januari sampai dengan bulan Juli adalah musim kemarau, akan tetapi setiap

tahun dapat saja mengalami perubahan10

Untuk mencapai Desa Bandar Dolok, alternatifnya yaitu dengan sepeda motor atau kendaraan pribadi karena tidak ada angkutan umum yang sampai ke desa ini, baik itu ojek maupun angkot. Terkadang ada juga becak yang mau

.

Desa ini dikelilingi oleh pohon-pohon kelapa sawit milik PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) dan sedikit belukar. Di samping itu juga ada sungai seperti: Sei Asam Kumbang, dan Sei Batu Gingging yang dimanfaatkan masyarakat untuk irigasi areal persawahan. Desa ini memiliki tanah yang subur, masyarakat memanfaatkan sebagai lahan pertanian dengan menanam beranekaragam tanaman produktif seperti: tanaman pangan (padi, dan ubi kayu, jagung, dan kacang hijau), tanaman perkebunan (kelapa, coklat, dan kelapa sawit), tanaman buah-buahan (semangka, melon, dan pisang), dan sayur-sayuran (cabai, tomat, dan kacang panjang).

Desa Bandar Dolok terdiri dari 3 (tiga) dusun, yaitu: Dusun I, Dusun II, dan Dusun III. Setiap dusun tersebut dipimpin oleh Kepala Dusun (Kadus) demi mempermudah anggota masyarakat dalam mengurus segala sesuatu keperluan administrasi. Dusun-dusun tersebut dihubungkan oleh satu jalan utama. Jalan ini digunakan sebagai sarana transportasi ke pusat kecamatan atau kabupaten. Kondisi jalan dikatakan belum memadai karena jalan berbatu, dan sebagian jalan yang beraspal sudah rusak. Jalan tersebut digunakan juga oleh masyarakat untuk mengangkut hasil pertanian ke pusat kota, dan sebaliknya membawa barang kebutuhan pokok sehari-hari ke desa.

10


(3)

25 mengantar sampai ke desa ini tetapi dengan bayaran yang mahal. Jarak dari Desa Bandar Dolok ke Ibukota kecamatan yakni Pagar Merbau (Tanjung Mulia), sejauh ± 8 Km dengan waktu tempuh 30 menit, sedangkat jarak ke Ibukota Kabupaten yaitu Lubuk Pakam sejauh ±16 Km dapat ditempuh selama 1 (satu) Jam dengan menggunakan kendaraan sepeda motor.

Foto 2. Kondisi Jalan Menuju Desa Bandar Dolok Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015

2.2. Sejarah Singkat Desa Bandar Dolok

Desa Bandar Dolok mulai terbentuk pada tahun 1948 melalui program pemerintahan yang pada saat itu berjumlah 28 KK (Kepala Keluarga) atau 104 jiwa dengan luas wilayah ±450 Hektar dan dipimpin oleh seorang Kepala Desa yaitu Bapak Juki Purba. Kepala desa tersebut, memimpin Desa Bandar Dolok sampai tahun 1951. Tanah yang digunakan untuk lokasi Desa Bandar Dolok berasal dari penyerahan wakaf dari salah satu warga desa. Pada masa pemerintahan Kepala Desa yang pertama ini, kegiatan Desa Bandar Dolok banyak digunakan untuk menata kelembagaan kelompok masyarakat tersebut walaupun masih bersifat sederhana, mulai dari pembagian regu yang nantinya berkembang menjadi dusun dan penataan kelompok-kelompok pertanian yang lain. Pada saat itu kegiatan kelompok masyarakat ini banyak bekerja pada sektor pertanian.


(4)

26 Namun, karena para pendatang waktu itu berasal dari desa maka banyak juga yang membawa hewan ternak dan sebagian mengembangkannya di Desa Bandar Dolok.

Selanjutnya setelah berakhir masa kepemimpinan Bapak Juki Purba, masyarakat Desa Bandar Dolok memilih pemimpin baru pada tahun 1951 yang bernama Bapak Buyung Damanik. Pemilihan Kepala Desa dilakukan secara langsung yang diikuti oleh dua orang calon. Bapak Buyung Damanik memimpin sampai dengan tahun 1961. Kemudian pada tahun 1961 sampai dengan 1971 Desa Bandar Dolok dipimpin oleh Bapak Firman Silalhi. Tahun 1971 sampai dengan 1985 dipimpin oleh Bapak Abdul Hakim Purba. Tahun 1985 sampai dengan tahun 2005 dipimpin oleh Bapak Azwar Damanik. Selanjutnya pada tahun 2005 masyarakat Desa Bandar Dolok melakukan pemilihan Kepala Desa dengan cara seperti pemilihan Kepala Desa pada saat sekarang ini, dengan beberapa calon Kepala Desa dan sebelumnya melakukan adu visi dan misi dalam rencana Pembangunan Desa Bandar Dolok.

Pada pemilihan Kepala Desa tahun 2005 ini yang tepilih menjadi Kepala Desa adalah Bapak Feri Kurniawan Hasibuan. Rata-rata Kepala Desa di Desa Bandar Dolok ini menjabat selama 2 (dua) periode masa pemerintahan desa. Perkembangan sejarah Desa Bandar Dolok adalah sebagai berikut:


(5)

27 Tabel 1

Sejarah Perkembangan Desa

Tahun Kejadian yang Baik Kejadian yang Buruk 1948

Terbentuknya Desa BandarDolok yang pertama kali

dipimpin Kepala Desa pertama yang bernama Juki Purba

Banyak warga desa yang pindah keluar desa akibat dari buruknya kondisi ekonomi di desa

1951

Diadakan pemilihan Kepala Desa yang pertama dan terpilih Bapak Buyung Damanik sebagai Kepala Desa

1960

Terjadi banjir karena belum dibangun tanggul penahan banjir 1968

Pembangunan Kantor Kepala Desa Bandar Dolok

1970

Pembangunan Mushola Al-Ikhlas di Dusun III

1982

Pembangunan Mesjid Al-Huda di Dusun II

1984

Pembangunan Tanggul Sei Batu

Gingging dan Pembangunan

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

2000

PembangunanMesjid Nurul Iman di Dusun III

Tanggul jebol mengakibatkan areal persawahan rusak

2005

PembangunanMushola Al-Ikhlas di Dusun I

Petani mengalami gagal panen disebabkan hama tikus

2007

Petani mengalami gagal panen disebabkan hama ganjur

2009

Normalisasi aliran Sei Batu Gingging

2010 Pembangunan drainase di Dusun

I, II, dan III dan

Pembangunanperpustakaan sekolah di SD Negeri 104249

Sumber: RPJM Desa Bandar Dolok Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011-2015

Bedasarkan sejarah awal mulanya, Desa Bandar Dolok adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang yang menurut beberapa tokoh masyarakat dikenal karena sebelum dijadikan pemukiman/perumahan maupun persawahan Desa Bandar Dolok masih berupa


(6)

28 rawa yang sangat luas. Oleh masyarakat yang datang kemudian dibuat tanggul dan jalan yang gunanya untuk mengurangi air di rawa tersebut. Setelah kering, masyarakat menggunakannya sebagai persawahan dan perumahan. Peristiwa ini bermula sekitar tahun 1945. Rawa yang luas tersebut kemudian dalam keseharian masyarakat dikenal sebagai bandar, ketika dijadikan sebuah desa, dinamakan Desa Bandar Dolok.

Desa Bandar Dolok mempunyai Visi yakni: meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bermartabat dan religius dengan mengembangkan potensi sumber daya. Selain menyusun Visi, Desa Bandar Dolok juga mempunyai Misi, yakni: mengembangkan dan meningkatkan hasil pertanian masyarakat, pembuatan sarana jalan usaha tani dan peningkatan jalan lingkungan, peningkatan sarana air bersih bagi masyarakat, perbaikan dan peningkatan layanan sara kesehatan umum, meningkatkan keterampilan dan kualitas sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan kapasitas aparat desa, serta pengadaan permodalan untuk usaha kecil, memperluas lapangan kerja dan manajemen usaha masyarakat.

2.3. Komposisi Penduduk

Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang tahun 2010, jumlah penduduk Desa Bandar Dolok adalah 922 jiwa, yang terdiri dari 449 jiwa penduduk laki-laki dan 473 jiwa penduduk perempuan. Jumlah rumah tangga adalah sebanyak 235 KK. Jumlah penduduk dapat berubah sesuai dengan tingkat kematian dan kelahiran setiap waktunya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:


(7)

29 Tabel 2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Dusun Tahun 2014

NO Dusun Penduduk

1 I 291

2 II 304

3 III 322

Jumlah 917

Sumber: RPJM Desa Bandar Dolok Tahun 2011-2015

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Dusun III merupakan dusun yang daerahnya paling banyak jumlah penduduknya. Pembagian wilayah dusun di Desa Bandar Dolok tidak ada pembagian wilayah secara khusus, jadi setiap dusun ada yang mempunyai wilayah pertanian dan perkebunan, sementara pusat Desa berada di dusun I (satu). Berikut ini penulis jelaskan mengenai komposisi penduduk Desa Bandar Dolok, yakni mengenai pengelompokkan berdasarkan ciri-ciri tertentu seperti usia, jenis kelamin, mata pencaharian, dan lain sebagainya. Dalam pembuatan deskripsi ini penulis memanfaatkan data statistik yang diperoleh dari Kantor Camat Pagar Merbau dan Kantor Kepala Desa Bandar Dolok.

2.3.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Pengelompokkan penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin ini bermanfaat untuk mengetahui perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang terdiri dari kategori penduduk usia produktif (15-56 Tahun) dan kategori penduduk usia non-produktif (berusia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan tabel berikut ini:


(8)

30 Tabel 3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

No Umur

Jenis Kelamin

Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 0-14 Tahun 65 73 138

2 15-19 Tahun 49 53 102

3 20-26 Tahun 110 89 199

4 27-40 Tahun 87 74 161

5 41-56 Tahun 112 160 272

6 57+ Tahun 23 22 45

Jumlah 917

Sumber: RPJM Desa Bandar Dolok Tahun 2011-2015

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Bandar Dolok ini tergolong usia dewasa dan dapat dikategorikan usia produktif (15-56 tahun), selebihnya adalah penduduk usia non-produktif (57 tahun ke atas) dan anak-anak (0-14 tahun). Penduduk usia produktif berjumlah sebanyak 600 dan sisanya ada sekitar 317 adalah usia non-produktif atau lanjut usia. Pada kenyataannya di lapangan ada penduduk usia produktif yang masih bersekolah dan penduduk usia non-produktif yang masih tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

2.3.2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi setiap manusia. Setiap orang atau keluarga selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya. Secara umum tingkat pendidikan di Desa Bandar Dolok dapat dikatakan cukup baik. Dari data yang didapat dari Kantor Desa Bandar Dolok bahwa tingkat pendidikan di daerah ini rata-rata mengenyam pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar, namun masih sedikit yang mengenyam pendidikan


(9)

31 hingga Perguruan Tinggi. Hal ini disebabkan karena ekonomi masyarakat setempat.

Tabel 4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Keterangan Jumlah (orang)

1 Lulusan Pendidikan Umum

1. Taman Kanak-kanak

2. Sekolah Dasar

3. SLTP

4. SLTA

5. Akademi (D1-D3)

6. Sarjana (S1-S2)

34 80 25 30 - 15

2 Lulusan Pendidikan Khusus

1. Pendidikan Pesantren

2. Madrasah

3. Sekolah Luar Biasa

4. Kursus/Keterampilan

- - - - Sumber: RPJM Desa Bandar Dolok Tahun 2011-2015

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa hanya sedikit saja penduduk yang mengenyam pendidikan sampai tingkat SLTA dan Perguruan Tinggi. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa tingkat pendidikan di kalangan masyarakat Desa Bandar Dolok masih tergolong rendah. Berdasarkan laporan RPJM Desa Bandar Dolok Tahun 2011-2015, masih ada anak yang putus sekolah pendidikan 9 (sembilan) tahun, hal ini disebabkan karena faktor ekonomi yakni kurangnya dana untuk membiayai sekolah karena mata pencaharian yang minim. Disamping itu, adanya pengaruh gender dimana bagi sebagian dari mereka berpikir bahwa seorang wanita tidak perlu sekolah tinggi karena setelah lulus mereka tetap akan menjadi seorang ibu rumah tangga. Hal ini tentu mempengaruhi pengetahuan mereka.

Desa Bandar Dolok memiliki sarana pendidikan berupa gedung sekolah. Gedung sekolah tersebut yakni 1 (satu) gedung Taman kanak-kanak, 1 (satu)


(10)

32 gedung sekolah dasar yakni SDN 104249, dan 1 (satu) gedung Madrasah Ibtidaiyah. Sementara untuk sekolah menengah atas masyarakat harus bersekolah di luar Desa Bandar Dolok, umumnya para orang tua memilih menyekolahkan anaknya di Kota Lubuk Pakam.

2.3.3. Jumlah Penduduk Mata Pencaharian Hidup

Pada umumnya masyarakat Desa Bandar Dolok bekerja di sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini didukung oleh keadaan geografisnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 5

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Hidup

No Keterangan Jumlah (KK)

1 Karyawan

a. Pegawai Negeri Sipil

b. ABRI

c. Polisi

d. Swasta

e. Perkebunan

6 6 - - 10

2 Wiraswata 20

3 Petani 243

4 Pedagang 15

5 Buruh 30

6 Pensiunan -

7 Nelayan -

8 Pengangguran/pekerja tidak tetap

Sumber: RPJM Desa Bandar Dolok Tahun 2011-2015

Disamping bekerja sebagai petani, terdapat juga yang beternak ayam dan ikan. Ikan-ikan jenis Nila dan Gurami dipelihara mereka di dalam sebuah kolam atau empang sebagai tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


(11)

33 2.3.4. Jumlah Penduduk berdasarkan Agama

Sebagai suatu sistem kepercayaan dan keyakinan, agama bagi masyarakat setempat memiliki peranan yang teramat penting dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sistem nilai dan norma yang terdapat dalam ajaran agama ditempatkan dalam posisi teratas dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh semua lapisan masyrakat. Masyarakat Desa Bandar Dolok 90% beragama Islam, sehingga nilai-nilai Islami sangat besar pengaruhnya dalam pelaksanaan upacara-upacara adat. Termasuk mengenai masalah perkawinan, sehingga tidak ada ditemukan kasus perkawinan campuran antar agama di daerah ini.

Tabel 6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah (Jiwa)

1 Islam 844

2 Protestan 69

3 Katolik 0

4 Budha 0

5 Hindu 0

Jumlah 913

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang 2010

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat desa ini adalah pemeluk agama Islam. Nilai-nilai Islami sudah terinternalisasi pada jiwa masyarakat Desa Bandar Dolok. Sebagai wujud dari spirit keagamaan mereka senantiasa meramaikan mesjid setempat untuk melaksanakan ibadah sholat lima waktu, tetapi yang paling banyak melaksanakan ibadah shalat lima waktu di mesjid adalah kaum perempuan terutama anak-anak dan yang paling ramai waktu sholat maghrib. Apabila hari Jum’at tiba, maka kaum laki-laki di sini datang


(12)

34 berbondong-bondong mengenakan pakaian rapi dan pecinya untuk menunaikan ibadah sholat Jum’at.

Foto 3. Warga Pulang Melaksanakan Shalat Jum’at Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Informan menambahkan bahwa suasana keagamaan sangat terasa ketika menjelang bulan Ramadhan dan pada saat perayaan hari-hari besar agama Islam seperti: Maulid Nabi, Isra’Miraj dan hari-hari besar lainnya. Masyarakat akan mengadakan berbagai rangkaian acara di mesjid setempat dengan memasak kue

apem sebagai panganan tradisionalnya saat punggahanyaitu hari dimana sehari

menjelang bulan suci Ramadhan. Saat acara Maulid Nabi ataupun Isra’Miraj yang menjadi panitianya ialah remaja mesjid, ada satu lagi tradisi lain yang dilakukan masyarakat Desa Bandar Dolok yakni ziarah dan membersihkan tempat pemakaman/perkuburan sebelum memasuki bulan Ramadhan.

2.4. Pola Pemukiman

Pola pemukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan ataupun aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai tempat (ruang) atau suatu daerah dimana penduduk terkonsentrasi dan hidup bersama menggunakan lingkungan setempat, untuk mempertahankan, melangsungkan, dan mengembangkan hidupnya. Pola


(13)

35 pemukiman merupakan persebaran tempat tinggal penduduk berdasarkan kondisi alam dan aktivitas penduduknya. Ada 3 (tiga) buah dusun yang terdapat di Desa Bandar Dolok, dusun-dusun tersebut ada yang terletak agak masuk ke dalam dengan sebuah gapura sebagai tandanya.

Foto 4. Gapura Utama Desa Bandar Dolok Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015

Secara umum pola pemukiman di Desa Bandar Dolok bersifat berjajar mengikuti jalan desa. Seseorang yang sudah menikah masih ada yang tinggal di lingkungan keluarga isterinya. Menurut Koenjtaraningrat (1967;97-99) adat menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat isteri ini disebut dengan istilah uxorilokal. Rumah-rumah dibangun di pinggir jalan utama yang digunakan untuk menghubungkan desa yang satu dengan desa lainnya. Jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya tidak terlalu jauh. Kebanyakan bentuk rumah masyarakat sudah termasuk kategori permanen, namun ada juga beberapa rumah semi permanen. Bangunan rumah itu secara umum terdiri dari sebuah ruang utama yang berfungsi juga sebagai ruang tamu, kamar tidur, dapur, dan kamar mandi atau mereka sering menyebutnya sumur. Masih ada juga masyarakat yang belum memiliki MCK, mereka memanfaatkan tali air untuk mandi, mencuci dan kebutuhan lainnya. Dari ruangan-ruangan yang ada, dapur memiliki ukuran yang


(14)

36 paling luas dibanding ruang lainnya. Dapur yang luas ini sekaligus dimanfaatkan untuk menyimpan alat-alat pertanian dan sebagian hasil pertanian mereka.

Foto 5. Pola Pemukiman Rumah Masyarakat Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015

Pekarang depan rumah juga cukup luas yang ditanami bunga-bunga ataupun apotek hidup, ada juga yang memanfaatkannya sebagai tempat berjualan makanan-makanan ringan. Pada sore hari mereka sering memanfaatkannya sebagai tempat untuk bersendagurau, tempat anak-anak bermain, dan apabila panas terik masyarakat memanfaatkannya sebagai tempat untuk menjemur padi.

Suasana malam di Desa Bandar Dolok tidaklah ramai, di sejumlah titik jalan belum ada penerangan sehingga masyarakat tidak berani keluar rumah sendirian jika malam hari karena sering terjadi pembegalan. Penerangan di desa ini sudah menggunakan listrik bersumber dari PLN (Perusahaan Listrik Negara), listrik tersebut digunakan untuk penerangan di rumah, untuk belajar anak-anak, dan sebagai sarana hiburan (menonton televisi).

Untuk sarana kesehatan, Desa Bandar Dolok memang tidak memiliki rumah sakit, namun terdapat sebuah puskesmas sebagai balai kesehatan desa. Puskesmas yang ada digunakan untuk melayani imunisasi setiap bulan bagi balita dan konsultasi para ibu hamil. Dengan adanya puskesmas menunjukkan juga bahwa di Desa Bandar Dolok ada Bidan Desa, mantri dan juga ada dukun


(15)

37 beranak. Kepedulian masyarakat terhadap kesehatan dapat dikatakan baik, jika sakit mereka mengunjungi bidan desa untuk diperiksa dan mendapatkan penanganan dengan diberikan obat sesuai dengan sakit yang diderita.

2.5. Keadaan Sosial

Penduduk Desa Bandar Dolok berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya berasal dari berbagai kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan yang paling dominan adalah berasal dari Kabupaten Simalungun. Meskipun berasal dari daerah Simalungun, tetapi mayoritas etnis yang ada di Desa Bandar Dolok ialah etnis Jawa dengan jumlah 833 jiwa atau mencapai sekitar 80%, selebihnya ada etnis Melayu, dan Mandailing.

Kerjasama, konflik, dan akomodasi merupakan tiga bentuk kemungkinan atau konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan dalam setiap hubungan antar etnis. Konsekuensi itu dapat terjadi antar kelompok etnik yang memiliki ciri-ciri kelompok, identitas dan nilai-nilai budaya sendiri yang diterima oleh dan dapat dibedakan dari kelompok lain. Pada masyarakat Desa Bandar Dolok yang terjadi ialah hubungan yang harmonis, sehingga terbentuk tradisi-tradisi musyawarah untuk mufakat, goton-royong, dan kearifan lokal yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat sejak adanya Desa Bandar Dolok dan hal ini secara efektif dapat menghindarkan adanya benturan-benturan antar kelompok.

Pada umunya masyarakat Desa Bandar Dolok mengenal antara satu dengan yang lainnya. Bukan hanya etnis Jawa saja, melainkan mereka juga mengenal tetangganya secara mendalam. Hal ini terjadi karena akibat adanya rasa hubungan kekeluargaan, mereka saling bertegur-sapa ketika bertemu di jalan,


(16)

38 mengobrol di teras rumah dan ketika berbelanja di warung atau kedai. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Indonesia sebagai penghubung antara etnis satu dengan yang lain. Jika sesama etnis Jawa mereka lebih menggunakan bahasa Jawa. Bahasa termasuk unsur penting dalam kebudayaan karena bahasa merupakan sarana dalam melakukan pergaulan manusia dalam komunikasi dan adaptasinya.

Indahnya harmonisasi hubungan antar etnis yang terjalin di arena lokal dapat dilihat dari eratnya interaksi yang ada, masyarakat juga turut mengikuti apa yang sesuai dengan aturan adat setempat dan ikut mengambil bagian dalam setiap kegiatan yang ada. Walaupun adat-istiadat Jawa terlihat lebih mendominasi pada pranata dan nilai budaya, namun hal tersebut hanya dijadikan acuan agar bisa hidup berdampingan. Ibu-ibu di Desa Bandar Dolok sering mengadakan perkumpulan wiritatau perkumpulan pengajian ibu-ibu majelis taklim, tidak hanya untuk ibu-ibu, majelis taklim juga diikuti oleh bapak-bapak. Mereka juga membentuk kelompok remaja mesjid, kelompok ini diikuti dan dijalankan oleh muda-mudi setempat. Ada juga grup rebana perempuan yang selalu difungsikan untuk acara marhaban atau tepung tawar saat ada acara pernikahan, kelahiran, dan khitanan. Sarana-sarana tersebut dinilai cukup fungsional dalam menjalin hubungan antar etnis yang ada.

Dalam perhelatan perkawinan di Desa Bandar Dolok ada juga tradisi gotong royong. Selain membantu dengan tenaga atau sering disebut dengan

rewang, terdapat juga tradisi gotong-royong dengan menyumbangkan


(17)

39 lainnya. Bentuk kegiatan ini dilakukan secara bergantian seperti halnya arisan atau bermain jula-jula.

Penduduk Desa Bandar Dolok biasanya melaksanakan jual beli di pasar. Pasar diadakan biasanya seminggu sekali pada hari yang ditentukan, masyarakat

di sini biasa menyebutnya dengan pekanan. Ketika hari pasar tiba maka para

pedagang dan pembeli dari beberapa dusun dan daerah lain akan berdatangan ke pasar-pasar yang ada. Para pedangan menjual bahan-bahan pokok seperti beras, gula, sayur-sayuran, buah-buahan, ikan, makanan jadi seperti sate padang, bakso bakar, dan ada juga yang menjual pakaian, perabotan rumah tangga dan aksesoris-aksesoris lainnya.

2.6. Gambaran Umum Pertanian Desa Bandar Dolok

Lahan sawah adalah salah satu media tumbuhnya tanaman, juga merupakan lahan yang sangat potensial dalam konteks peningkatan tanaman pangan khususnya padi.

Foto 6. Persawahan di Desa Bandar Dolok Sumber: Dokumentasi Pribadi tahun 2015

Lahan sawah di Desa Bandar Dolok adalah lahan sawah dengan sistem Irigasi Teknis, sawah-sawah ini diairi langsung dari Sungai Sei Batu Gingging


(18)

40 melalui sistem irigasi yang dibangun dan dipelihara oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Petani yang memanfaatkan sistem irigasi tersebut dinamakan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Berdasarkan wawancara dengan sekretaris Desa Bandar Dolok menerangkan bahwa P3A bertujuan untuk menyalurkan dan juga pembagian air irigasi secara merata ke seluruh sawah agar petani tidak ada yang merasa dirugikan. Sawah-sawah yang diairi dengan sistem pengairan ini termasuk tinggi produktivitasnya, bisa ditanami 2 (dua) kali setahun. Lahan sawah, untuk bisa ditanami padi terlebih dahulu petani harus melakukan pengelolahan sawah dan juga membutuhkan tenaga kerja serta teknologi pertanian hingga proses distribusi padi setelah panen, yang akan dijelaskan sebagai berikut: 2.6.1. Proses Pengelolahan Sawah (Menanam - Panen)

Cara pengolahannya dalam membajak sawah para petani tidak lagi menggunakan jasa hewan seperti kerbau melainkan sudah menggunakan alat modern seperti traktor pembajak sawah atau masyarakat sekitar sering

menyebutnya jetor. Pengolahan tanah bertujuan untuk mengubah tekstur tanah

yang keras menjadi lumpur agar mempermudah penanaman bibit padi.

Untuk bibit padinya, masyarakat petani membeli bibit dari toko pertanian, bibit-bibit yang dibeli termasuk kedalam bibit yang disubsidi oleh pemerintah. Bibit padi yang dipilih petani untuk di tanam adalah bibit padi jenis Ciherang, Serang ataupun IR-64 dengan alasan yang pertama ialah petani sudah sering menanam bibit padi jenis tersebut. Petani cenderung tidak mau mengganti bibit padi dengan yang lain karena takut jika nanti tidak berhasil.

Masing-masing dari bibit tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan. Informan yang sudah memiliki pengalaman soal bibit padi mengatakan bahwa


(19)

41 kelebihan bibit Ciherang ialah batang dan akar tanaman padi lebih kuat dibanding dengan bibit yang lain, jika ditanam saat musim kemarau juga musim penghujan hasilnya tetap bagus. Bibit padi IR-64 kelebihannya ialah menghasilkan nasi yang enak dengan aroma beras yang harum dan timbangan padi lebih berat. Kelebihan bibit padi Serang hampir sama dengan kualitas bibit padi Ciherang. Bibit padi Ciherang, Serang dan IR-64 mempunyai kekurangan yang sama yakni masih rentan terserang hama dan penyakit. Di samping itu, bibit padi IR-64 juga memiliki batang padi yang kurang kuat sehingga ketika angin kencang datang menyebabkan tanaman padi mudah tumbang.

Foto 7. Varietas bibit padi Ciherang 5 Kg Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Sebelum bibit ditanam, petani harus merendam bibit selama satu hari satu malam di dalam air hingga bibit padi berkecambah. Setelah bibit padi di rendam dilakukan pe-ngetusan atau ngetus11

11

Ngetus adalah bahasa yang digunakan masyarakat setempat untuk istilah pengeringan atau bahasa lainnya ialah “ditiriskan”

agar bibit tersebut kering dan siap untuk disemai di sawah. Pada umumnya untuk penyemaian petani membuat pembibitan di sekitar areal sawah yang tempatnya lebih tinggi, tanah untuk pembibitan sudah harus di bajak terlebih dahulu dan bebas dari rumput-rumput. Kemudian bibit padi


(20)

42 ditabur di tempat penyemaian tersebut selama 15-18 hari. Jumlah bibit padi yang dibutuhkan untuk satu rante sawah adalah 2 Kg bibit padi, terkadang petani melebihkan takarannya untuk mengantisipasi jika bibit padi ada yang rusak sehingga tidak dapat ditanam.

Bibit yang telah berusia 15-18 hari sudah bisa ditanam di sawah, satu lubang biasanya diisi 3-5 batang bibit dengan kedalaman 5 cm dan jarak penanaman sekitar ±20 cm. Setelah bibit ditanam, padi sangat memerlukan perawatan karena padi termasuk jenis tanaman yang memerlukan perawatan untuk pertumbuhannya. Perawatan padi salah satunya adalah dengan melakukan pemupukan, petani Desa Bandar Dolok melakukan pemupukan sebanyak 2 (dua) kali pemupukan dengan cara disebar secara merata.

Foto 8. Seorang Petani Melakukan Pemupukan Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015

Pemupukan pertama yaitu 10-15 hari sesudah tanam, jenis pupuk yang diberikan adalah UREA (sebagai zat daun) dicampur dengan pupuk SP-36 (sebagai zat buah). Untuk pemupukan yang pertama komposisi atau dosis pupuk lebih banyak dibanding pemupukan yang kedua agar padi terus bertunas. Pemupukan yang kedua sekitar 35 hari sesudah tanam, jenis pupuk yang digunakan adalah campuran pupuk UREA, Phonska dan SP-36. Pada umumnya perbandingan jumlah pupuk yang digunakan adalah sama. Di Desa Bandar


(21)

43 Dolok, ada juga beberapa petani yang menggunakan pupuk AMAPOS sebagai pengganti pupuk Phonska. Harga pupuk AMAPOS lebih mahal dibanding harga pupuk yang lainnya, oleh sebab itu tidak banyak petani yang menggunakan pupuk tersebut. Seperti yang dikatakan informan yang bertani sejak tahun 1980-an:

“kalau pupuk itu yang bagus yang harganya Rp 400.000/sak jenis amapos. Kualitasnya lebih bagus dibanding pupuk subsidi, tapi ya pupuk seharga segitu kadang gak tebelik lah mahal...mupuk nya 2 (dua) kali, yang pertama mupuk agak banyak pupuknya biar padi punya tunas yang bagus..”(Sugiono, 63 tahun. Wawancara 25 April 2015)

Selain pemupukan, petani juga merawat padi dengan menyiangi rumput yang tumbuh di sekitarnya agar padi terbebas dari gulma dan pengaturan air pada saluran irigasi. Pengaturan air pada hari pertama dan kedua setelah tabur benih untuk mengusahakan kondisi tanah dalam keadaan lembab, tanaman padi jangan sampai tergenang air karena tanaman padi dapat mati. Hari selanjutnya sedikit demi sedikit air dialirkan ke petakkan sawah, tinggi air sesuai dengan pertumbuhan padi.

Jika padi yang ditanam sudah berumur 115 hari petani sudah bisa memanen, padi sudah berisi dan menguning. Masa panen inilah yang ditunggu oleh petani-petani Desa Bandar Dolok. Pada waktu memasuki masa panen inilah petani dapat mengetahui kondisi padinya, apakah hasilnya bagus atau tidak. Padi yang bagus biasanya menghasilkan 4-5 karung per rantenya.

2.6.2. Tenaga Kerja

Dalam proses penanaman padi hingga panen petani membutuhkan tenaga kerja dan bantuan teknologi. Tenaga kerja yang membantu petani bukan berasal dari keluarga sendiri, mereka adalah buruh upah atau tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja yang membantu di sawah biasanya yang sudah berumur 20 tahun


(22)

44 keatas dan mayoritas sudah memiliki keluarga, di Desa Bandar Dolok sumber daya anak diusia sekolah sangat jarang yang membantu di sawah.

Ketika melakukan penanaman, petani menggunakan sistem upah cabut tanam. Sistem upah cabut tanam ialah kegiatan mencabut dan menanam bibit padi seluruhnya dikerjakan oleh buruh upah, satu orang buruh upah mendapat bayaran Rp 42.000/rante dari petani pemilik. Buruh upah yang dipekerjakan dalam sistem cabut tanam sabanyak 3 orang, sistem kerja juga ada yang dilakukan secara borongan dengan bayaran yang berbeda pula. Buruh upah yang dipakai petani bukanlah buruh upah langganan atau bukan buruh upah tetap. Siapa saja bisa membantu petani dalam proses penanaman tersebut (Sugiono, 63 tahun. Wawancara 25 April 2015).

Kategori petani di Desa Bandar Dolok berdasarkan kepemilikan lahannya antara lain: petani pemilik lahan sendiri dan petani penyewa, diluar itu ada yang sebagai buruh upah.

• Petani pemilik lahan sendiri: yang dimaksud di sini adalah petani yang

memiliki lahan pertanian dengan kepemilikan sendiri dan tetap yang sah secara hukum. Pada mulanya van der Kroef yang mengatakan bahwa pertanian padi sawah di Jawa dikerjakan seluruhnya oleh tenaga kerja keluarga pemilik sawah. Menurutnya, keadaan ini terus berlangsung sampai abad ke-20 ini. Di Desa Bandar Dolok, yang terlihat pada masa kini meskipun petani memiliki lahan sendiri, tetapi dalam pengelolaannya tidak seluruhnya dikerjakan oleh keluarga pemilik sawah kebanyakan mereka mempekerjakan buruh upah bukan dari keluarganya sendiri. Buruh


(23)

45 upah dipekerjakan pada masa tanam dan panen. Petani dengan lahan sendiri dianggap keadaan ekonomi paling mapan.

• Petani penyewa: petani yang tidak memiliki lahan sendiri biasanya

memakai lahan orang lain untuk usahatani, kesepakat antara penyewa dengan pemilik tanah dilakukan secara kekeluargaan. Petani penyewa biasanya membayar sewa tanah Rp 200.000 per rantenya dalam masa sekali panen, harga sewa bisa lebih mahal ataupun lebih murah sesuai dengan kesepakatan bersama.

• Buruh upah: buruh upah dalam tulisan ini yang dimaksud adalah buruh

bebas, mereka siap bekerja membantu petani mengolah sawahnya untuk siapa saja dan kapan saja dalam kontrak kerja jangka pendek dan tidak terikat.

Penulis melihat di Desa Bandar Dolok ada perbedaan status sosial, petani dengan lahan sendiri status sosialnya lebih tinggi dibanding petani penyewa lahan dan buruh tani. Hal ini dapat dilihat dari bentuk rumah, kepemilikan kendaraan, pakaian dan juga diperjelas oleh pernyataan seorang informan:

“kalo di desa ini petani kaya dihormati, disegani. Tapi orang itu gak sombong juga. Tetap ngabung dengan yang lain, ya berbaur lah istilahnya” (Theresia, 46 tahun. Wawancara 7 Mei 2015)

Antara petani pemilik, petani penyewa dan buruh upah terjalin hubungan yang sangat baik. Mereka saling mengenal satu sama lain meskipun berasal dari suku yang berbeda-beda. Petani merasa rugi jika tidak memiliki teman yang banyak oleh sebab itu mereka selalu memperkuat tali silaturahmi dengan sistem tolong-menolong. Petani pemilik memberi bantuan kepada buruh upah jika ia memerlukan pertolongan, petani pemilik juga sering memberi upah lebih untuk


(24)

46 menghargai tenaga yang telah diberikan. Seperti yang dijelaskan oleh seorang informan yang berprofesi sebagai buruh upah berikut ini:

“petani yang punya lahan sendiri memang nampak rumahnya lebih bagus, tapi soal hubungan, semuanya baik-baik aja. Orang itu juga ikut kegiatan yang ada, saling tegur. Kalo gadak uang kami dikasih pinjam, ada juga sih yang pelit memang hehehhe tapi semua berjalan baiklah” (Wagiyah, 60 tahun. Wawancara 7 Mei 2015)

Penulis berpandangan, meskipun petani di Desa Bandar Dolok terdiri dari beberapa suku yang berbeda, namun dalam masalah pekerjaan mereka semua terlihat sama-sama rajin, tidak tampak ada yang dominan seperti misalnya: petani suku X lebih rajin dari petani suku Y ataupun sebaliknya. Saat di sawah mereka semua bekerja dengan baik.

Mereka setiap pagi pergi ke sawah pukul 07:00 WIB sampai pukul 11:00 WIB lalu kembali lagi pada pukul 15:00 WIB sampai pukul 18:00 WIB. Pada waktu pergi ke sawah di pagi hari, kaum laki-laki lebih dahulu sampai di sawah dibandingkan dengan para ibu-ibu karena para ibu harus membereskan rumah, menyiapkan keperluan anak-anaknya yang akan berangkat sekolah (bagi yang memiliki anak sekolah) dan memasak terlebih dahulu di rumah. Setelah selesai memasak, saat itulah mereka pergi ke sawah menyusul suaminya sambil membawa makanan yang telah dimasak sebelumnya untuk dimakan bersama di sawah. Ungkap seorang informan:

“kerja jadi buruh upah kalo ke sawah kami bawak makanan sendiri, tapi kadang diberi makan siang juga dari yang punya lahan. Tergantung masing-masing orangnya kadang dikasih kadang gak” (Wagiyah, 60 tahun. Wawancara 7 Mei 2015)

Bagi seorang buruh upah biasa pekerjaan yang lebih berat dikerjakan oleh kaum laki-laki, seperti membajak dan memanen. Sedangkan untuk menanam lebih


(25)

47 banyak dikerjakan oleh kaum perempuan. Pada saat proses panen, selain memerlukan bantuan buruh upah petani juga memerlukan tenaga bantu seperti thresser. Seperti penjelasan informan:

“nanti kita kalo panen pake treser, padi-padi dirontokkan. Udah ada mesinnya. Itu mesin katanya punya pemerintah, kalo kita make itu kita bayar lagi. Ntah berapa kemaren itu saya bayar, saya pun lupa. Hehehe udah enaklah kalo udah pake itu, kita gak capek lagi.. ” (Nasution, 58 tahun. Wawancara 5 Mei 2015)

Thresseradalah alat yang memiliki fungsi memisahkan biji padi dengan

bagian yang tidak diperlukan, padi yang dihasilkan dapat langsung terpisah

dengan jerami dan langsung dapat dimasukkan ke dalam goni (karung).

Masyarakat setempat biasanya menyebut thresser dengan sebutan “mesin

grendel”.

Foto 9. Petani menggunakan thresser Sumber : Dokumentasi pribadi 2015

Hasil panen tersebut sebagian digunakan untuk kebutuhan sendiri dan sebagian dijual ke agen. Padi yang digunakan untuk kebutuhan keluarga sendiri dijemur terlebih dahulu sebelum digiling menjadi beras. Petani Desa Bandar Dolok biasanya menggiling padi di tempat penggilingan padi. Harga yang harus dibayar ke penggilingan sejumlah Rp 300/Kg jika dedak ditinggal, jika dedak dibawa pulang harga gilingnya sejumlah Rp 700/Kg. Seperti penjelasan informan:


(26)

48 “banyak orang menggiling padi ke penggilingan, giling padi kita

bayar Rp 300/Kg lah kalo dedaknya kita tinggal di sana, kalo dedaknya kita bawak pulang harganya Rp 700/Kg. Ada juga

orang yang gilingnya ke odong-odong” (Barus, 43 tahun.

Wawancara 30 April 2015)

Foto 10. Tempat Penggilingan Padi di Desa

Bandar Dolok yang mampu menggiling padi 100 Ton/hari Sumber: Dokumentasi pribadi (30 April 2015)

Selain ke penggilingan padi, sebagian petani ada juga yang menggiling padi

menggunakan jasa odong-odong. Odong-odong adalah bahasa masyarakat

setempat untuk menyebutkan alat penggiling padi, odong-odong biasanya berkeliling ke desa-desa yang bersawah.

Foto 11. Odong-odong (Penggiling padi berjalan) Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015

Odong-odong juga menyediakan call person untuk layanan panggilan. Jadi, kapan

saja petani ingin menggiling padi si tukang odong-odong siap datang ke rumah

petani. Harga yang harus dibayar ke jasa odong-odong sejumlah Rp 400/Kg


(27)

49

hemat tenaga. Tapi sebagian petani mengeluhkan sistem kerja odong-odong ini

karena suara mesinnya sangat keras dan dianggap mengganggu warga yang lain. 2.6.3. Pemasaran

Banyak petani yang menjual sebagian hasil panennya ke agen atau tengkulak. Pada saat panen, petani telah membuat perjanjian untuk menjual gabahnya kepada agen sehingga agen sudah langsung datang ke sawah saat musim panen tiba untuk melakukan transaksi jual beli. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa agen mendatangi petani untuk membeli gabah dari hasil panen.

Berdasarkan hasil wawancara dengan agen dikatakan bahwa gabah yang dijual ke agen merupakan gabah basah karena belum dilakukan penjemuran terlebih dahulu. Gabah dibawa oleh agen dengan menggunakan truk menuju ke tempat penggilingan padi, artinya agen menjual gabah tersebut kepada kilang penggilingan padi yang ada di Desa Bandar Dolok maupun kilang padi yang ada di kecamatan. Kilang penggilingan padi menyimpan gabah di gudang untuk selanjutnya dijemur dan digiling menjadi beras, selanjutnya kilang penggilingan padi menjual beras ke pedagang besar dengan harga dan syarat-syarat yang telah disepakati. Tahap berikutnya, pedagang besar menjual beras ke pedagang induk kota dan kios pengecer hingga akhirnya sampai kepada konsumen. Berikut adalah kerangka saluran pemasaran beras:

Petani Agen Kilang Penggilingan Padi Pedagang Besar

Pedagang Induk Kota

Pedagang Kios Pengecer


(28)

50 Sistem pemasaran beras dari produsen ke konsumen merupakan sistem eceran yangmana melibatkan lembaga-lembaga pemasaran karena pada dasarnya petani tidak dapat bekerja sendiri untuk memasarkan hasil produksinya, lembaga yang terkait ialah lembaga pemerintahan yang ikut berperan dan memberikan kemudahan pendistribusian beras ke konsumen seperti Badan Urusan Logistik (BULOG), Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara dan Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara.

Hubungan petani dengan agen terjalin dengan baik. Agen juga selalu menawarkan pinjaman uang jika petani mengalami kesulitan modal atau ekonomi. Hubungan timbal balik yang terjadi terus-menerus menimbulkan rasa saling percaya antar kedua belah pihak, sering petani menganggap agen adalah mitra yang baik bagi mereka. Demikian juga sebaliknya, agen menganggap petani sebagai asset yang penting dan harus dijaga dengan baik karena petani dapat mendatangkan keuntungan bagi para agen padi.

Relasi patronase yang terjalin antara petani dan agen di Desa Bandar Dolok bersifat semu dan berbentuk assosiatif atau kerja sama. Mereka saling membutuhkan, melakukan pertukaran dengan berbagai bentuk, mereka saling percaya satu sama lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Scott dalam Ibrahim (2003) bahwa relasi patronase merupakan proses assosiatif yang berbentuk kerjasama antar dua orang yang berbeda statusnya, dengan ciri-ciri si patron melindungi klien dalam berbagai transaksi, saling membutuhkan, saling percaya dan kedua belah pihak terlibat dalam keakraban (Scott dalam Ibrahim:2003,24).


(1)

45 upah dipekerjakan pada masa tanam dan panen. Petani dengan lahan sendiri dianggap keadaan ekonomi paling mapan.

• Petani penyewa: petani yang tidak memiliki lahan sendiri biasanya memakai lahan orang lain untuk usahatani, kesepakat antara penyewa dengan pemilik tanah dilakukan secara kekeluargaan. Petani penyewa biasanya membayar sewa tanah Rp 200.000 per rantenya dalam masa sekali panen, harga sewa bisa lebih mahal ataupun lebih murah sesuai dengan kesepakatan bersama.

• Buruh upah: buruh upah dalam tulisan ini yang dimaksud adalah buruh bebas, mereka siap bekerja membantu petani mengolah sawahnya untuk siapa saja dan kapan saja dalam kontrak kerja jangka pendek dan tidak terikat.

Penulis melihat di Desa Bandar Dolok ada perbedaan status sosial, petani dengan lahan sendiri status sosialnya lebih tinggi dibanding petani penyewa lahan dan buruh tani. Hal ini dapat dilihat dari bentuk rumah, kepemilikan kendaraan, pakaian dan juga diperjelas oleh pernyataan seorang informan:

“kalo di desa ini petani kaya dihormati, disegani. Tapi orang itu gak sombong juga. Tetap ngabung dengan yang lain, ya berbaur lah istilahnya” (Theresia, 46 tahun. Wawancara 7 Mei 2015)

Antara petani pemilik, petani penyewa dan buruh upah terjalin hubungan yang sangat baik. Mereka saling mengenal satu sama lain meskipun berasal dari suku yang berbeda-beda. Petani merasa rugi jika tidak memiliki teman yang banyak oleh sebab itu mereka selalu memperkuat tali silaturahmi dengan sistem tolong-menolong. Petani pemilik memberi bantuan kepada buruh upah jika ia memerlukan pertolongan, petani pemilik juga sering memberi upah lebih untuk


(2)

46 menghargai tenaga yang telah diberikan. Seperti yang dijelaskan oleh seorang informan yang berprofesi sebagai buruh upah berikut ini:

“petani yang punya lahan sendiri memang nampak rumahnya lebih bagus, tapi soal hubungan, semuanya baik-baik aja. Orang itu juga ikut kegiatan yang ada, saling tegur. Kalo gadak uang kami dikasih pinjam, ada juga sih yang pelit memang hehehhe tapi semua berjalan baiklah” (Wagiyah, 60 tahun. Wawancara 7 Mei 2015)

Penulis berpandangan, meskipun petani di Desa Bandar Dolok terdiri dari beberapa suku yang berbeda, namun dalam masalah pekerjaan mereka semua terlihat sama-sama rajin, tidak tampak ada yang dominan seperti misalnya: petani suku X lebih rajin dari petani suku Y ataupun sebaliknya. Saat di sawah mereka semua bekerja dengan baik.

Mereka setiap pagi pergi ke sawah pukul 07:00 WIB sampai pukul 11:00 WIB lalu kembali lagi pada pukul 15:00 WIB sampai pukul 18:00 WIB. Pada waktu pergi ke sawah di pagi hari, kaum laki-laki lebih dahulu sampai di sawah dibandingkan dengan para ibu-ibu karena para ibu harus membereskan rumah, menyiapkan keperluan anak-anaknya yang akan berangkat sekolah (bagi yang memiliki anak sekolah) dan memasak terlebih dahulu di rumah. Setelah selesai memasak, saat itulah mereka pergi ke sawah menyusul suaminya sambil membawa makanan yang telah dimasak sebelumnya untuk dimakan bersama di sawah. Ungkap seorang informan:

“kerja jadi buruh upah kalo ke sawah kami bawak makanan sendiri, tapi kadang diberi makan siang juga dari yang punya lahan. Tergantung masing-masing orangnya kadang dikasih kadang gak” (Wagiyah, 60 tahun. Wawancara 7 Mei 2015)

Bagi seorang buruh upah biasa pekerjaan yang lebih berat dikerjakan oleh kaum laki-laki, seperti membajak dan memanen. Sedangkan untuk menanam lebih


(3)

47 banyak dikerjakan oleh kaum perempuan. Pada saat proses panen, selain memerlukan bantuan buruh upah petani juga memerlukan tenaga bantu seperti thresser. Seperti penjelasan informan:

“nanti kita kalo panen pake treser, padi-padi dirontokkan. Udah ada mesinnya. Itu mesin katanya punya pemerintah, kalo kita make itu kita bayar lagi. Ntah berapa kemaren itu saya bayar, saya pun lupa. Hehehe udah enaklah kalo udah pake itu, kita gak capek lagi.. ” (Nasution, 58 tahun. Wawancara 5 Mei 2015)

Thresseradalah alat yang memiliki fungsi memisahkan biji padi dengan bagian yang tidak diperlukan, padi yang dihasilkan dapat langsung terpisah dengan jerami dan langsung dapat dimasukkan ke dalam goni (karung). Masyarakat setempat biasanya menyebut thresser dengan sebutan “mesin grendel”.

Foto 9. Petani menggunakan thresser Sumber : Dokumentasi pribadi 2015

Hasil panen tersebut sebagian digunakan untuk kebutuhan sendiri dan sebagian dijual ke agen. Padi yang digunakan untuk kebutuhan keluarga sendiri dijemur terlebih dahulu sebelum digiling menjadi beras. Petani Desa Bandar Dolok biasanya menggiling padi di tempat penggilingan padi. Harga yang harus dibayar ke penggilingan sejumlah Rp 300/Kg jika dedak ditinggal, jika dedak dibawa pulang harga gilingnya sejumlah Rp 700/Kg. Seperti penjelasan informan:


(4)

48 “banyak orang menggiling padi ke penggilingan, giling padi kita

bayar Rp 300/Kg lah kalo dedaknya kita tinggal di sana, kalo dedaknya kita bawak pulang harganya Rp 700/Kg. Ada juga orang yang gilingnya ke odong-odong” (Barus, 43 tahun. Wawancara 30 April 2015)

Foto 10. Tempat Penggilingan Padi di Desa

Bandar Dolok yang mampu menggiling padi 100 Ton/hari Sumber: Dokumentasi pribadi (30 April 2015)

Selain ke penggilingan padi, sebagian petani ada juga yang menggiling padi menggunakan jasa odong-odong. Odong-odong adalah bahasa masyarakat setempat untuk menyebutkan alat penggiling padi, odong-odong biasanya berkeliling ke desa-desa yang bersawah.

Foto 11. Odong-odong (Penggiling padi berjalan) Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015

Odong-odong juga menyediakan call person untuk layanan panggilan. Jadi, kapan saja petani ingin menggiling padi si tukang odong-odong siap datang ke rumah petani. Harga yang harus dibayar ke jasa odong-odong sejumlah Rp 400/Kg sedikit lebih mahal dari harga di tempat penggilingan, keuntungannya petani lebih


(5)

49 hemat tenaga. Tapi sebagian petani mengeluhkan sistem kerja odong-odong ini karena suara mesinnya sangat keras dan dianggap mengganggu warga yang lain. 2.6.3. Pemasaran

Banyak petani yang menjual sebagian hasil panennya ke agen atau tengkulak. Pada saat panen, petani telah membuat perjanjian untuk menjual gabahnya kepada agen sehingga agen sudah langsung datang ke sawah saat musim panen tiba untuk melakukan transaksi jual beli. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa agen mendatangi petani untuk membeli gabah dari hasil panen.

Berdasarkan hasil wawancara dengan agen dikatakan bahwa gabah yang dijual ke agen merupakan gabah basah karena belum dilakukan penjemuran terlebih dahulu. Gabah dibawa oleh agen dengan menggunakan truk menuju ke tempat penggilingan padi, artinya agen menjual gabah tersebut kepada kilang penggilingan padi yang ada di Desa Bandar Dolok maupun kilang padi yang ada di kecamatan. Kilang penggilingan padi menyimpan gabah di gudang untuk selanjutnya dijemur dan digiling menjadi beras, selanjutnya kilang penggilingan padi menjual beras ke pedagang besar dengan harga dan syarat-syarat yang telah disepakati. Tahap berikutnya, pedagang besar menjual beras ke pedagang induk kota dan kios pengecer hingga akhirnya sampai kepada konsumen. Berikut adalah kerangka saluran pemasaran beras:

Petani Agen Kilang Penggilingan Padi Pedagang Besar

Pedagang Induk Kota

Pedagang Kios Pengecer


(6)

50 Sistem pemasaran beras dari produsen ke konsumen merupakan sistem eceran yangmana melibatkan lembaga-lembaga pemasaran karena pada dasarnya petani tidak dapat bekerja sendiri untuk memasarkan hasil produksinya, lembaga yang terkait ialah lembaga pemerintahan yang ikut berperan dan memberikan kemudahan pendistribusian beras ke konsumen seperti Badan Urusan Logistik (BULOG), Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara dan Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara.

Hubungan petani dengan agen terjalin dengan baik. Agen juga selalu menawarkan pinjaman uang jika petani mengalami kesulitan modal atau ekonomi. Hubungan timbal balik yang terjadi terus-menerus menimbulkan rasa saling percaya antar kedua belah pihak, sering petani menganggap agen adalah mitra yang baik bagi mereka. Demikian juga sebaliknya, agen menganggap petani sebagai asset yang penting dan harus dijaga dengan baik karena petani dapat mendatangkan keuntungan bagi para agen padi.

Relasi patronase yang terjalin antara petani dan agen di Desa Bandar Dolok bersifat semu dan berbentuk assosiatif atau kerja sama. Mereka saling membutuhkan, melakukan pertukaran dengan berbagai bentuk, mereka saling percaya satu sama lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Scott dalam Ibrahim (2003) bahwa relasi patronase merupakan proses assosiatif yang berbentuk kerjasama antar dua orang yang berbeda statusnya, dengan ciri-ciri si patron melindungi klien dalam berbagai transaksi, saling membutuhkan, saling percaya dan kedua belah pihak terlibat dalam keakraban (Scott dalam Ibrahim:2003,24).