Efektivitas Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Kepada Perusahaan BUMN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. KONTEKS MASALAH
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan yang
lain. Kehidupan manusia di bumi ini adalah suatu sistem, yang saling berkaitan satu
sama lain, saling memiliki ketergantungan, saling mempengaruhi, bahkan merupakan
suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dengan tujuan akhir agar terjaminnya
keberlangsungan kehidupan semua spesies mahkluk hidup di bumi ini. Kondisi ini
melahirkan suatu fakta bahwa perilaku, tindakan, atau aktivitas suatu elemen akan
mempengaruhi, baik positif maupun negatif, kehidupan elemen lain. Oleh karena itu
sering muncul fenomena : “Konsekuensi perilaku, tindakan, atau aktivitas dari suatu
elemen hanya dirasakan oleh elemen yang menerima akibatnya.” (Siagian, 2010:1)
Namun realitasnya, tidak semua kondisi yang tidak saling mendukung itu atau
yang merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lain menimbulkan
konflik. Seperti ketika sebuah perusahaan besar yang secara jelas memiliki kekuasaan
dan uang untuk mengeksploitasi kekayaan alam suatu daerah atau wilayah. Hal ini
mengakibatkan ketakutan bukan hanya oleh masyarakat sekitar, tetapi juga oleh
pemerintah daerah, dan disegani oleh pemerintah pusat karena mereka yang mampu
mendukung pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Sehingga perusahaan besar itu
secara leluasa melakukan aktivitas ekonominya sesuai dengan keinginan dan rencana

yang telah disusunnya.
Bagi masyarakat tradisional dan prakapitalis kehadiran perusahaanperusahaan besar itu secara nyata menimbulkan cost dan benefit yang sangat tidak
seimbang. Cost yang seperti berkurangnya sumber daya alam, ketidaknyaman yang
berlangsung sangat lama, bahkan bisa saja bencana alam yang dapat memimbulkan

korban jiwa yang sangat tidak sedikit seperti kasus lumpur Lapindo di daerah
Sidoarjo.
Namun benefit yang diperoleh amat sangat tidak sebanding. Menjadi pegawai
perusahaan tersebut, yang mungkin hanya untuk segelintir putra/i daerah yang
memiliki keterampilan. Atau menjadi pemasok, yang hanya akan dinikmati oleh para
elit daerah. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran yang tinggi oleh para pelaku
usaha untuk merasakan penderitaan dan nasib masyarakat. Dengan kesadaran sejak
dini lah yang mampu mengilhami para pelaku usaha untuk menyisikan sebagian dari
keuntungan perusahaan bagi aktivitas insaniah yang dikelola secara profesional.
Kerelaan untuk menyisihkan sebagian keuntungan dipastikan tidak akan
berhasil mengubah kehidupan masyarakat sekitar kearah yang lebih baik atau lebih
sejahtera karena kerelaan tersebut masih berwujud niat yang tulus. Namun niat yang
tulus harus diimplementasikan dalam aktivitas pemberdayaan masyarakat. “Niat tulus
yang


diimplementasikan

dalam

aktivitas

pemberdayaan

masyarakat

secara

profesional adalah ‘spesies’ yang saat ini diberi nama tanggung jawab sosial
perusahaan (Corporate Sosial Responsibility).”(Siagian, 2010:5)
Ternyata, sebagai sebuah konsep yang semakin populer, CSR ternyata belum
memiliki definisi yang tunggal. The World Business Council for Substainable
Development (WBCSD) misalnya lembaga Internasional yang berdiri tahun 1995 dan
beranggotakan lebih dari 120 multinasional company mendefinisikan CSR sebagai
koitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara
legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan

kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga untuk peningkatan
kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.(Wibsono, 2007:7)
Selain itu, menurut Bank Dunia (World Bank) definsi dari tanggungjawab
sosial perusahaan adalah “the commitment of business to contibute to substainable
economic development working with employees and their representatives the local
community and society at large to improve quality of life, in ways thet the both good

for business and good for development”. Dalam bahasa Indonesia kurang lebih
maksudnya sebagai “suatu persetujuan atau komitmen perusahaan agar bermanfaat
bagi

pembangunan ekonomi

yang berkesinambungan, bekerja dengan para

perwakilan dan perwakilan mereka, masyarakat setempat dan masyarakat dalam
ukuran lebih luas, untuk meningkatkan kualitas hidup, dengan demikian eksistensi
perusahaan tersebut akan baik bagi perusahaan itu sendiri dan baik pula bagi
pembangunan.”
Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang mewajibkan korporasi,

khususnya yang bergerak dalam pengelolaan sumberdaya alam (SDA ) mengeluarkan
dana untuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR). Hal ini secara eksplisit diungkapkan dalam UU No. 40/2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) pasal 74 ayat 1 yang berisi “Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.”, yang beberapa waktu lalu
dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi untuk segera diberlakukan. Meskipun belum
dibuat peraturan perundang-undangan di bawahnya sebagai petunjuk pelaksanaan
(juklak) dan petunjuk teknis (juknis), secara hukum perusahaan-perusahaan di
Indonesia telah terikat dengan UU tersebut. Selain ini juga terdapat beberapa UU
yang mengatur tentang kegiatan CSR ini.
Sebaliknya, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat,
meskipun CSR bersifat sukarela (voluntary), namun kegiatan-kegiatan terkait CSR
justru sedang menjadi perhatian kalangan korporasi di sana. Sungguh pun bukan
bersifat wajib, perusahaan-perusahaan rupanya lebih terikat secara moral dan sosial
untuk mengalokasikan sebagian keuntungannya untuk kegiatan CSR. Masyarakat di
negara-negara maju yang lebih melek informasi, khususnya tentang isu-isu dunia
seperti: deforestasi, pencemaran lingkungan, kemiskinan, kesehatan, pendidikan,
pemanasan global, dan sebagainya, juga memberi andil untuk ‘memaksa’ korporasi
lebih bertanggung jawab pada people, planet, dan profit (3P) itu sendiri melalui CSR.


Persoalan yang dihadapi perusahaan-perusahaan di negara maju adalah
kesulitan mereka menemukan aktivitas CSR yang relevan dengan posisi (visi dan
misi) mereka sebagai dunia usaha. Di sisi lain, mereka termasuk negara-negara kaya
yang tentu saja sedikit sekali memiliki persoalan kemiskinan dan pencemaran
lingkungan. Akibatnya, korporasi harus mencari “tambahan outlet” di luar negara asal
mereka. Inilah peluang strategis bagi negara berkembang untuk menangkap limpahan
dana CSR yang belum tersalurkan di negara asal perusahaan. Bagi yang memiliki
kantor operasi atau kegiatan di negara berkembang, korporasi akan lebih mudah
mengeluarkan dana CSR-nya.
Di Indonesia, kita mengenal banyak perusahaan multinasional yang beroperasi
di sini dan giat menjalankan aktivitas CSR. Sebut saja Unilever, Newmont, Exxon,
Freeport, Philip-Morris International, dan sebagainya. Perusahaan multinasional
seperti inilah yang boleh dikatakan mengawali aktivitas CSR mereka melalui
pengembangan masyarakat (community development), tanggap darurat/bencana,
bantuan kesehatan dan pendidikan, jauh sebelum UUPT diberlakukan.
Salah satu perusahaan di Indonesia yang melaksanakan kegiatan CSR yaitu
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang

juga merupakan salah satu pelaku


ekonomi dalam perekonomian nasional disamping usaha swasta dan koperasi. BUMN
berperan serta dalam menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam
rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. BUMN juga
memiliki peran sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan
swasta besar, dan turut membantu usaha mengembangan usaha kecil atau koperasi.
Hampir seluruh sektor perekonomian seperti pertanian, perikanan, perkebunan,
kehutanan,

manufaktur,

pertambangan,

keuangan,

pos

dan

telekomunikasi,


transportasi, listrik, industri, dan perdagangan, serta konstruksi dikuasai oleh BUMN.
BUMN dituntut untuk dapat menghasilakan laba sebagaimananya perusahaanperusahaan bisnis lainnya. Namun disisi lain, BUMN juga dituntut untuk berfungsi
sebagai alat pembangunan nasional dan sebagai institusi sosial (public). Peranan

sosial ini mengisyaratkan penggambaran konsep mengenai public porpose
(sasarannya adalah masyarakat) dan public interst (orientasinya pada kepentingan
masyarakat).
Praktek tanggungjawab sosial oleh BUMN berbeda dengan yang terjadi
didalam perusahaan non-BUMN, yaitu adanya instrumen pemaksa berupa kebijakan
pemerintah. Suka atau tidak, implementasi CSR merupakan hal yang mandatory bagi
BUMN. Bahkan sangat dimungkinkan bahwa potensi pemberian donasi sosial
perusahaan-perusahaan BUMN lebih besar dibandingkan perusahaan-perusahaan
swasta. Peran sosial BUMN antara lain dituangkan melalui keputusan Menteri
BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2003. Keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri
Negara BUMN pada 17 Juni 2003 ini pada prinsipnya mengikat BUMN untuk
menyelenggarakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan atau biasa
disingkat dengan istilah PKBL.
Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha
kecil dalam bentuk pinjaman baik untuk modal maupun pembelian perangkat

penunjang produksi agar usaha kecil menjadi tanggung dan mandiri. Sementara
Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat
untuk tujuan yang memeberikan manfaat kepada masyarakatdi wilayah usaha BUMN
yang bersangkutan.
Walaupun berasal dari sumber yang sama, yaitu dari penyisihan laba setelah
pajak, namun pemanfaatan dan peruntukan dana kedua program ini berbeda. Program
Kemitraan diberikan dalam bentuk pinjaman untuk pembiayaan modal kerja,
pinjamana khusus yang biasanya bersifat jangka pendek dan hibah untuk membiayai
pendidikan, pelatihan, pemangangan, pemasaran, promosi, dan penelitian. Sedangkan
Program Bina Lingkungan karena pemberiaannya lebih berdimensi sosial diberikan
dalam bentuk bantuan korban bencana alam, pendidikan dan atau pelatihan,
peningkatan kesehatan, pengembangan prasarana atau sarana umum dan sarana
ibadah. Yang jelas program ini menjadi penting dalam konteks hubungan antara

BUMN dengan masyarakat. Sebab, melalui skema program ini perusahaan BUMN
membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan masyarakat disekitarnya.
Sementara itu, menurut Surat Edaran Menteri BUMN No. SE-433/MBU/2003
yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari keputusan Menteri No. Kep236/MBU/2003, setiap BUMN di-isyaratkan membentuk unit tersendiri yang
bertugas secara khusus menangani PBKL ini. Unit ini menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari organisasi perusahaan dan bertanggungjawab langsung kepada salah

satu anggota direksi yang ditetapkan dalam rapat direksi.
Salah satu perusahaan BUMN yang secara aktif melaksanakan kegiatan CSR
adalah PT. BNI 46 (Persero) Tbk. Berdiri sejak 1946, BNI yang dahulu dikenal
sebagai Bank Negara Indonesia, merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki
oleh Pemerintah Indonesia
Saat ini, BNI adalah bank terbesar ke-4 di Indonesia berdasarkan total aset,
total kredit maupun total dana pihak ketiga. BNI menawarkan layanan jasa keuangan
terpadu kepada nasabah, didukung oleh perusahaan anak: Bank BNI Syariah, BNI
Multi Finance, BNI Securities dan BNI Life Insurance.
Untuk BNI sendiri, kegiatan tanggungjawab sosial sudah dilaksanakan sejak
dahulu, namun dibawah divisi Humas. Kemudian sejak tahun 2011, Humas
memisahkan diri dengan dengan CSR agar kegiatan CSR dapat fokus didalam
pelaksanaannya. Hingga pada awal tahun 2014 BNI memenuhi peraturan pemerintah
didalam UU yang telah ditetapkan tentang tanggungjawab sosial untuk BUMN
tentang membuat program Bina Lingkungan dan Program Kemitraan, BNI mengubah
divisi CSR menjadi divisi Bina Lingkungan yang membawahi bidang-bidang seperti
bencana alam, pengentasan kemiskinan dan sebagainya.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan


penelitian

terhadap

“Efektivitas

Pelaksanaan

Responsibility Dalam Mendukung Citra Perusahaan”.

Corporate

Social

1.2.

FOKUS MASALAH

Berdasarkan judul skripsi “Efektivitas Pelaksanaan Corporate Social Responsibility
Dalam Mendukung Citra Perusahaan”, maka dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :
1. Bagaimana bentuk kegiatan CSR yang diberlakukan oleh PT. BNI Cabang
Balige?
2. Apakah pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan PT. BNI46
Persero (Tbk) Cabang Balige efektif atau tidak?

1.3.

TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk kegiatan CSR yang diberlakukan oleh
PT. BNI Cabang Balige.
2. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan program tanggung jawab sosial
perusahaan PT. BNI46 Persero (Tbk) Cabang Balige efektif atau tidak

1.4.

MANFAAT PENELITIAN
1) Manfaat secara akademis

Penelitian diharapkan dapat mempeluas pengetahuan dalam bidang komunikasi
khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
2) Manfaat secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan pengetahuan peneliti maupun
mahasiswa lainnya mengenai efektivitas pelaksanaan CSR pada perusahaan.
3) Manfaat secara praktek
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pemberian masukan bagi pengguna
yang berkaitan dengan komunikasi, efektivitas, dan CSR.