Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

(1)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Serviks

Kanker serviks adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahawa kanker merupakan masalah kesehatan yang sangat serius karena jumlah penderitanya meningkat sekitar 20% per tahun. Dengan kata lain, kanker serviks adalah urutan pertama terbanyak yang menyerang kaum wanita di Indonesia (Azamris, 2006).

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi HPV (Human Papilloma Virus). Berdasarkan data epidemiologik dapat dikatakan kanker serviks merupakan penyakit menular seksual. Ada beberapa faktor resiko yang diperkirakan berhubungan dengan kanker serviks, diantaranya ialah berganti-ganti pasangan, aktivitas seksual usia sangat muda yang kesemuanya merupakan perilaku seksual yang mempermudah infeksi patogen (Sarwono, 2006).

2.1.1 Anatomi dan Histologi Serviks

Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau lebih tepatnya kerucut. Batas atas serviks adalah ostium interna. Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis. Rata-rata ukurannya adalah 3 cm panjang dan 2,5 cm lebar portio vaginalis. Ukuran dan bentuk serviks bervariasi sesuai usia, hormon, dan paritas. Sebelum melahirkan, ostium eksternal masih sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil di tengah serviks. Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium


(2)

6

eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis (Yuliana M.S, 2013).

Pada serviks terdapat zona trasformasi (transformation zone), yaitu: area terjadinya perubahan fisiologis sel-sel skuamos dan kolumnar epitel serviks. Terdapat 2 ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen kardinal dan uterosakral. Ligamen kardinal adalah jaringan fibromuskular yang keluar dari segmen bawah uterus dan serviks ke dinding pelvis lateral dan menyokong serviks. Ligamen uterosakral adalah jaringan ikat yang mengelilingi serviks dan vagina dan memanjang hingga vertebra.Serviks memiliki sistem limfatik melalui rute parametrial, kardinal, dan uterosakral (Tortora, 2009).

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Reproduksi Wanita (dikutip dari Bagissh Karam, 2006)

Permukaan serviks terdiri atas dua macam epitel yaitu epitel kolumner dan epitel skuamosa dan antara epitel dengan stroma dibatasi oleh membran basalis (Kenneth, 2008). Epitel kolumner menutupi endoserviks pada kanalis serviks. Kelenjar endoserviks yang terdapat di bawahnya adalah lipatan epitel atau kripte yang masuk ke dalam stroma dan bukan kelenjar asli.

Epitel ini terdiri atas dua macam sel yaitu sel tidak bersilia yang memproduksi lendir/mukus dan berfungsi membasahi kanalis servikalis dan sel


(3)

7

yang bersilia yang berfungsi membersihkan lendir. Epitel skuamosa menutupi ektoserviks, terdiri atas empat lapis sel yaitu:

1) Lapisan yang paling dalam adalah lapisan basal atau lapisan germinal yang berfungsi untuk regenerasi sel. Lapisan ini tersusun dari satu atau dua lapis sel yang berbentuk lonjong dan berdiri tegak lurus terhadap membrana basal. 2) Lapisan kedua adalah parabasal yang berfungsi untuk pertumbuhan sel. 3) Lapisan ketiga adalah lapisan intermedier yang berfungsi untuk pematangan sel di mana sitoplasma dan glikogen semakin banyak sedangkan inti sel tetap. 4) Paling luar adalah lapisan superfisial yaitu sel-sel pipih yang matang dengan inti piknotik agak meninggi di tengah dan sitoplasma banyak (Huang, Xin., 2011)

Gambar 2.2 Histologi Serviks (dikutip dari Comprehensive Cervical Cancer Control,

WHO, 2006).

2.1.2 Pengertian Kanker Serviks

Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari suatu sel atau jaringan dimana sel atau jaringan tersebut tumbuh dan berkembang tidak terkendali, kecepatan tumbuhnya berlebihan, dan sering mengganggu organ lain. Kanker serviks adalah kanker yang berasal dan tumbuh pada serviks, khususnya berasal dari epitel atau


(4)

8

lapisan luar permukaan serviks dan 99,7% disebabkan oleh infeksi HPV (Samadi, 2010).

2.1.3 Epidemiologi Kanker Serviks

Kanker serviks atau kanker leher rahim atau disebut juga kanker mulut rahim merupakan salah satu penyakit keganasan di bidang kebidanan dan penyakit kandungan yang masih menempati posisi tertinggi sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan (Manuaba, 2008). Kanker serviks adalah kanker leher rahim / kanker mulut rahim yang di sebabkan oleh HPV (Human Papiloma Virus). Hanya beberapa saja dari ratusan varian HPV yang dapat menyebabkan kanker. Penularan HPV yang dapat menyebabkan Kanker leher rahim ini dapat menular melalui seorang penderita kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya dapat melalui kontak langsung dan karena hubungan seks. Gejala yang mungkin timbul (umumnya pada stadium lanjut) adalah perdarahan di luar masa haid, jumlah darah haid tidak normal, perdarahan pada masa menopause (setelah berhenti haid), keputihan yang bercampur darah atau nanah serta berbau, perdarahan sesudah senggama, rasa nyeri dan sakit di panggul, gangguan buang air kecil sampai tidak bisa buang air kecil (Prawirohardjo, 2005).

2.1.4 Etiologi Kanker Serviks

Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsiogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsiogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasive. Studi–studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih kanker serviks di hubungkan dengan jenis human papilomma 9 virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan


(5)

9

mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel dapat berjalan tanpa kontrol (Agustin, 2006).

2.1.5 Faktor Resiko Kanker Serviks 1.Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)

Virus yang tersebar luas menular melalui hubungan seksual. Infeksi HPV telah diidentifikasi sebagai faktor resiko yang paling utama untuk kanker serviks. Di antara lebih dari 125 jenis HPV terdapat jenis HPV yang agresif (HPV 16 dan 18) yang dapat menyebabkan transformasi sel-sel menjadi ganas di serviks

(American Cancer Society, 2008).

2. Makanan

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten, retinol (vitamin A), Vitamin C, Vitamin E 10 (Sukaca, 2009). Banyak sayuran dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi terhadap asam folat, vitamin C, E, beta karotin/retinol berhubungan dengan peningkatan resiko kanker serviks (Rasjidi, 2009).

3. Ras

Ras juga dapat menyebabkan resiko kanker leher rahim. Karena pada ras Afrika-Amerika kejadian kanker leher rahim meningkat sebanyak 2 kali dari Amerika hispanik. Sedangkan untuk Ras Asia-Amerika memiliki angka kejadian yang sama dengan warga Amerika. Hal ini berkaitan dengan faktor sosioekonomi (Sukaca, 2009).

4.Umur

Kanker Serviks lebih terjadi pada usia 40 tahun keatas, sangat jarang terjadi pada wanita kurang dari usia 15 tahun.


(6)

10

5.Perilaku Seksual

 Banyak mitra seks: perempuan yang memiliki lebih dari satu pasangan seks berada pada resiko yang lebih terinfeksi HPV.

 Aktivitas seksual dini: wanita yang memiliki aktivitas seksual dini sebelum usia 18 tahun lebih beresiko tinggi. Hal ini disebabkan oleh skuamokolumnar masih imatur sehingga pertahanannya belum baik.

6.Penggunaan pil KB.

Penggunaan pil KB dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks, terutama yang sudah positif terhadap HPV (Suheimi, 2010). Penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama (5 tahun atau lebih) meningkatkan resiko kanker leher rahim sebanyak 2 kali. Karena tugas pil KB adalah mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi dan menjaga kekentalan lendir serviks sehingga tidak di lalui sperma (Sukaca, 2009).

7.Merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lender serviks pada wanita merokok mengandung nikotin dan zat-zat tersebut 15 akan menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Suheimi, 2006).

8.Paritas (jumlah kelahiran)

Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker serviks. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker serviks.


(7)

11

Golongan ekonomi lemah dapat menjadi resiko terkenanya kanker leher rahim dikarenakan golongan ekonomi lemah tidak mampu melakukan pap smear secara rutin. Pengetahuan mereka mengenai resiko kanker serviks juga sangat minimum (Sukaca, 2009). Wanita di kelas sosial ekonomi rendah memiliki faktor resiko lima kali lebih besar daripada faktor resiko wanita di kelas sosio ekonomi tinggi (Rasjidi, 2008). Karsinoma serviks sering di jumpai pada golongan sosio ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitanya dengan gizi, imunitas, dan kebersihan perseorangan. 13 Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kualitas dan kuantitas makanan kurang, hal ini mempengaruhi imunitas tubuh (Padila, 2012)

10.Pekerjaan

Pekerjaan menjadi faktor penyebab seseorang untuk berperilaku terhadap kesehatannya. Hal ini disebabkan karena pekerjaan menjadi faktor risiko seorang mengalami sakit maupun penyakitnya. Pada penelitian (Sukanti, 2007) menunjukkan bahwa wanita yang tidak bekerja lebih banyak melakukan pemeriksaan pap smear daripada wanita yang bekerja, hal tersebut berkaitan dengan waktu dan pelayanan kesehatan.

2.1.6 Gejala-Gejala Kanker Serviks

Perubahan prekanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan pap smear. Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyebar ke jaringan di sekitarnya.Gejala klinis jika sudah menjadi kanker serviks dapat dibedakan dalam beberapa tahapan atau stadium kanker serviks, yaitu sebagai berikut (Priyanto, 2011):

a. Gejala awal

 Perdarahan lewat vagina, berupa pendarahan pascasanggamaatau perdarahan spontan di luar masa haid.


(8)

12

 Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun telah diobati. Keputihan biasanya berbau, gatal, dan panas karena sudah mengalami infeksi sekunder.

b. Gejala lanjut: cairan yang keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang, dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan rectum/anus.

c. Kanker telah menyebar/metasis: timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena, misalnya penyebaran di paru-paru, liver, atau tulang.

d. Kambuh/residif: bengkak/edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar ke tungkai, dan gejala pembuntuan saluran kencing.

2.1.7 Patogenesis Kanker Serviks

Kanker leher rahim 95 % terdiri dari karsinoma skuamosa dan sisanya merupakan adenoma karsinima dan jenis kanker lain. Hampir semua kanker leher rahim di dahului derajat pertumbuhan prakarsinoma yaitu displasia dan karsinoma in-situ. Proses perubahan dimulai didaerah sambungan skuamosa-kolumner (SSK) dari selaput lendir porsiogan.

Metaplasia adalah perubahan arah differensial epitel. Pada (endo) serviks uteri hal ini berarti bahawa lapisan yang dikelilingi oleh epitel sel toraks berubah menjadi epitel skuamosa atau sel gepeng yang selanjutnya secara morfologik normal. Metaplasia seluruhnya bersifat reversibel dan dapat dalam berbagai epithelial sebagai reaksi terhadap terus-menerus, epitel metaplastik ini menunjukkan aktivitas proliferasi yang meningkat dan diferensiasi yang menurun. Inti sel yang lebih besar dan kromatin berubah teksturnya yang disebut sebagai sel displatik. Berdasarkan pada perubahan morofologinya, displasia dikelompokkan menjadi tingkatan ringan, sedang, dan berat. Akhirnya gambaran sel demikian atipiknya sehingga sel tampak sebagai sel kanker. Perubahan ini biasanya terjadi di daerah transformasi. Akan tetapi, selama belum terdapat pertumbuhan infiltratif, yng merupakan tanda yang khas untuk pertumbuhan maligna hal ini masih disebutkan sebagai carcinoma in situ (Vinay K dan Ramzi S. Cotran, 2007)


(9)

13

Gambar 2.3 Patogenesis Kanker Serviks (dikutip dari Patologi

Robbin, 2007)

2.1.8 Patofisiologi Kanker Serviks

Tingkat displasia dan karsinoma in situ dikenal juga sebagai tingkat prakanker. Displasia mencakup pengertian berbagai gangguan asaturasi epitel skuamosa yang secara sitologik dan histopatologik berbeda dari epitel normal, tetapi tidak memenuhi pensyaratan sel karsinoma. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel. Sedangkan, karsinoma in situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih utuh. (Vinay K dan Ramzi S. Cotrain, 2007)

Untuk terjadinya karsinoma in situ dan displasia ringan memerlukan waktu sekitar lima tahun, tiga tahun dari displasia sedang dan satu tahun dari displasia berat. Tetapi tidak semua displasia akan menjadi karsinoma, hanya 15% displasia ringan berkembang menjadi displasia berat dan 40% regresi menjadi displasia ringan pada displasia berat 45% berkembang menjadi karsinoma in situ dan 20% regresi menjadi displasi sedang. Pada tingkat karsinoma in situ 100% akan


(10)

14

menjadi karsinoma invasif. (Vinay K dan Ramzi S. Cotrain, 2007)

Gambar 2.4 Perjalanan Kanker Serviks (dikutip dari

Rasjidi Imam,2007)

2.1.9 Klasifikasi Stadium dan Histopatologi Kanker Serviks. Klasifikasi Stadium Kanker Serviks

Untuk tumbuh menjadi kanker leher rahim dibutuhkan beberapa tahun sejak sel-sel leher rahim mengalami perubahan. Sel-sel leher rahim abnormal yang bukan merupakan sel kanker namun dapat berkembang menjadi kanker disebut dengan cervical intra-epithelial neoplasia (CIN). CIN juga disebut sebagai sel-sel prekanker yang jika tidak ditangani lebih lanjut akan berpotensi untuk berkembang menjadi kanker. Namun tidak semua wanita yang memiliki CIN akan menderita kanker. Keberadaan CIN identik dengan displasia (Anonim, 2008). Menurut International Federation of Gynecologists and Obstetricians (FIGO), perkembangan kanker leher rahim dibagi menjadi 5 stadium berdasarkan ukuran tumor, kedalaman penetrasi pada leher rahim dan penyebaran kanker di dalam maupun diluar leher rahim. Stadium-stadium tersebut adalah sebagai berikut:


(11)

15

Tabel 2.1 Stadium kanker serviks menurut klasifikasi FIGO

Klasifikasi Histopatologi

 CIN I : proliferasi sel-sel abnormal mengenai kurang dari 1/3 bagian bawah tebalnya lapisan epitel serviks.

 CIN II : proliferasi sel abnormal mengenai 2/3 bagian bawah tebalnya lapisan sel epitel serviks.

 CIN III : proliferasi sel abnormal mengenai lebih dari 2/3 bagian bawah tebalnya 1 apisan epitel serviks (Julisar, 2009)

Progresivitas dari CIN menjadi kanker serviks memerlukan waktu rata-rata lebih dari 12 tahun dan risiko progresitivitasnya meningkat dengan semakin


(12)

16

tingginya tingkat CIN (CIN III atau karsinoma in situ), tetapi kecepatan progresitivitas tersebut tidak seragam. Umur rata-rata wanita dengan CIN adalah 25 sampai 30 tahun dan umur rata-rata wanita dengan kanker serviks adalah 40 sampai 45 tahun. Karsinoma in situ secara jelas merupakan prekursor karsinoma invasif pada 70 % wanita yang diikuti tanpa terapi setelah diagnosis karsinoma in situ ditegakan. (Mitchell dkk, 2009).

Namun, pada apusan sitologik, lesi prakanker haya dibagi menjadi dua kelompok: Lesi Intraepitelial Gepeng (SIL) derajat ringan dan Lesi Intraepitelial

Gepeng (SIL) derajat tinggi. Lesi derajat ringan sesuai dengan CIN I atau

kondiloma datar dan lesi derajat berat sesuai dengan CIN II dan CIN III. (Imam Rasjidi, 2008).

Tabel 2.2. Dikutip dari C o mpr eh ensive C er vica l C a n cer C o ntr ol. A G u i d e t o E s s e n t i a l P r a c t i c e , G e n e v a : W H O , 2 0 0 6 )

ASC - U : a t yp i c a l s q u a mo u s c e l l o f u n d e t e r mi n e d s i g n i fi c a n c e

2.1.10 Diagnosa Kanker Serviks

Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi,


(13)

17

proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Kolonisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif (Suharto, 2007).

2.1.11 Skrining/Deteksi Dini

Kebanyakan kanker serviks dapat dicegah. Ada dua cara untuk mencegah penyakit ini yaitu: Pertama, menemukan dan mengobati prakanker serviks sebelum menjadi kanker serviks. Kedua, mencegah terjadinya prakanker serviks. Maka cara terbaik untuk mengatasinya adaah deteksi dini alias tidak menunggu sampai gejala muncul (Soebachman, 2011).

Skrining pemeriksaan kanker serviks yang dapat dilakukan dapat dilakukan yakni: tes pap smear, IVA, kolposkopi, servikografi, tes HPV (Nuranna, 2010). Menurut Soebachman (2011), pedoman untuk melakukan deteksi dini kanker serviks yaitu sebagai berikut: Pertama, para wanita harus mulai melakukan tes pap smear sekitar 3 tahun setelah mereka melakukan hubungan seks, tetapi tidak lebih tua dari usia 21 tahun. Kedua, pengujian harus dilakukan setiap tahun jika tes pap smear biasa digunakan, atau setiap 2 tahun jika tes pap smear berbasis cairan digunakan.

Ketiga, dimulai pada usia 30 tahun, para wanita yang mempunyai hasil test normal sebanyak 3 kali berturut-turut mungkin dapat menjalani tes Pap Smear setiap 2 sampai 3 tahun sekali. Keempat, pilihan lain untuk wanita di atas 30 tahun adalah menjalani tes Pap Smear setiap 3 tahun sekali plus tes HPV DNA. Kelima, wanita yang memiliki faktor resiko tertentu (seperti infeksi HIV atau punya imunitas lemah) harus mendapatkan tes pap smear setiap tahun. Keenam,


(14)

18

wanita yang memiliki faktor resiko tertentu (seperti infeksi HIV atau punya imunitas lemah) harus mendpatkan tes pap smear setiap tahun.

a. Pap Smear Test

Pap smear test atau papanicolaou smear diambil dari nama dokter Yunani yang menemukan metode ini, yaitu Goerge N. Papanicolaou, yang merancang metode mewarnai pulasan sampel sel-sel untuk diperiksa sekitar 50 tahun yang lalu. Pap smear test merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) menggunakan alat yang dinamakan speculum dan dilakukan oleh bidan ataupun ahli kandungan. Pemeriksaan ini bermanfaat mengetahui adanya HPV ataupun sel karsinoma penyebab kanker serviks (Tilong, 2012).

Pap smear test cenderung murah, cepat dan bisa dilakukan di unit pelayanan kesehatan terdekat, seperti puskesmas, rumah bersalin, rumah sakit, klinik, praktik dokter, dan lain sebagainya. Pap smear test bisa dilakukan kapan saja, kecuali sedang haid, atau sesuai petunjuk dokter. Pap smear test, sebaiknya dilakukan 1 x setahun oleh setiap wanita yang sudah melakukan hubungan seksual (Tilong, 2012). Namun, disamping kelebihan, pemeriksaan pap smear juga ada kekurangannya, yakni sampel yang diambil tidak dari seluruh bagian serviks sehingga ada bagian yang bisa saja tidak terdeteksi. Selain itu, pada pemeriksaan pap smear kemungkinan tidak memperlihatkan kondisi sel yang sebenarnya dan mempunyai akuransi antara 80-90 % (Tilong, 2012).

Menurut Indrawati (2009), stadium kanker serviks dari hasil pemeriksaan Pap Smear yakni: a. Normal b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas) c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas) d. Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks yang paling luar) e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).


(15)

19

b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

IVA singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam Asetat, yaitu suatu metode pemeriksaan dengan mengoles serviksa atau leher rahim menggunakan lidi wotten yang telah dicelupkan ke dalam asam asetat atau asam cuka 3-5 % dengan mata telanjang (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012). Bila terdapat lesi kanker, maka akan terjadi perubahan warna agak keputihan pada leher rahim yang diperiksa (Tilong, 2012).

Daerah yang tidak normal akan berubah warna menjadi putih (acetowhite) dengan 23 batas yang tegas, dan mengindikasikan bahwa serviks mungkin memiliki lesi prakanker. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012). IVA dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan. Metode tersebut memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan pap smear test yang selama ini lebih popular (Tilong, 2012).

Pemeriksaan IVA dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber yang daya rendah bila dibandingkan dengan jenis skrining yang lain dikarenakan, Pertama, mudah dilakukan, aman, dan tidak mahal. Kedua, akuransinya sama dengan tes-tes yang lain. Ketiga, dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan yang sudah terlatih. Keempat, dapat dilakukan di semua jenjang pelayanan kesehatan (rumah 24 sakit, puskesmas, pustu, polindes, dan klinik dokter spesialis, dokter umum, dan bidan).

Kelima, langsung ada hasilnya sehingga dapat segera dilakukan pengobatan dengan krioterapi, yaitu pembekuan serviks berupa penerapan pendinginan secara terus-menerus selama 3 menit untuk membekukan dan diikuti pencairan selama 5 menit, kemudian diikuti dengan pembekuan lagi selama 3 menit dengan menggunakan CO2 atau NO2 sebagai pendingin. Keenam, sebagian besar peralatan dan bahan untuk pelayanan mudah didapat. Ketujuh, tidak bersifat


(16)

20

invasif dan dapat mengidentifikasi lesi prakanker secara efektif (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).

Menurut Tilong (2012), dalam hal ini beberapa kategori yang dapat dipergunakan dalam pemeriksaan metode IVA. Berikut adalah beberapa kategori yang dapat dipergunakan pada pemeriksaan dengan metode IVA yakni: a. IVA negatif yang merupakan serviks normal. b. IVA radang, yakni serviks dengan radang (senvisitis) atau kelainan jinak lainnya (polip serviks). c. IVA positif, yakni apabila ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan screening kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks prakanker. d. IVA kanker serviks. Tahap ini berupaya untuk penurunan temuan stadium kanker serviks sehingga masih akan bermanfaat bagi 25 penurunan kematian akibat kanker serviks, yakni ditemukan pada stadium invasif dini (stadium IB-II A).

Tabel 2.3 Atlas Inspeksi Visual Asam Asetat Serviks (dikutip dari


(17)

21

c. Thin Prep (Liquid Base Cytology)

Metode thin prep lebih akurat dibandingkan dengan pap smear test. Jika pap smear test hanya mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim yang tentu hasilnya pun akan jauh lebih akurat dan tepat (Tilong, 2012). Thin prep adalah screening sel-sel abnormal dengan cara visualisasi sama halnya seperti pap smear. Thin prep juga berfungsi mendekteksi kelainan pada mulut rahim dengan berbasis cairan. Cairan seperti getah pada leher rahim, lalu dijadikan sampel, dan dimasukkan ke dalam suatu cairan, kemudian dibawa ke laboratorium (Tilong, 2012).

Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan thin prep, yaitu dalam waktu 3 tahun pertama setelah melakukan hubungan seksual atau telah mencapai umur 21 tahun. Kemudian, setiap tahun pemeriksaan ini sebaiknya juga dilakukan secara rutin. Apabila ada gejala infeksi HPV, maka pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan lebih sering. Namun, metode thin prep tergolong baru sehingga belum tersedia secara luas (Tilong, 2012). Metode Thin Prep memiliki beberapa kelebihan. Adapun beberapa kelebihan metode thin prep adalah Pertama, pengambilan sampel serviks 26 yang lebih baik. Kedua, lebih akurat mendeteksi kelainan dengan keakuratan mencapai 100%. Ketiga, lebih akurat mendeteksi sel yang abnormal. Keempat, diagnosis dari hasil pemeriksaan akan lebih tepat dan pasti (Tilong, 2012).

d. Tes Schiller

Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning (Indrawati, 2009). Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksaan; sistoskopi, rontgen dada, urografi intravena, sigmoidoskopi, scanning tulang dan hati, barium enema (Indrawati, 2009).


(18)

22

e. Kolposkopi

Jika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau kejanggalan, maka selanjutnya prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Hal ini bertujuan untuk menentunkan keberadaan lesi atau jaringan yang tidak normal pada serviks atau leher rahim (Tilong, 2012). Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan alat kolposkop yaitu alat mikroskop binokuler dengan sumber cahaya yang terang untuk memperbesar gambaran visual serviks (Rasjidi, 2008). Kolposkopi bisa digunakan untuk screening primer secara rutin. Setelah melakukan pemeriksaan cara pap smear, selanjutnya dinyatakan abnormal pada leher Rahim sehingga sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan kolposkopi (Tilong, 2012).

Kolposkopi bisa dimanfaatkan untuk melakukan pemantauan terhadap kelainan prakanker dan melihat perkembangan terapi. Kolposkopi dapat melihat pola abnormal pembuluh darah, bercak-bercak putih pada serviks, peradangan, dan erosi atau pengerutan jaringan serviks yang semuanya menunjukkan adanya perubahan sel kanker. Apabila pemeriksaan kolposkopi atau biops tidak

menunjukkan penyebab abnormalitas dari pap smear test, maka pasien dianjurkan untuk melakukan pengambilan jaringan yang lebih luas (Tilong, 2012).


(19)

23

Tabel 2.4 Indeks Kolposkopi Modifikasi Reid (dikutip dari Suwiyoga,

Manual Book, 2006)

f. Pemeriksaan HPV

Tujuan pemeriksaan HPV adalah untuk mendeteksi adanya infeksi HPV yang bisa menjadi sel prakanker yang berkembang menjadi kanker serviks.

g. Conization: Dokter mengambil sebuah sampel jaringan berbentuk kerucut. Sebuah conization, atau biopsi kerucut, memungkinkan ahli patologi melihat apakah ada sel-sel abnormal dalam jaringan di bawah permukaan leher rahim. Para dokter mungkin melakukan tes ini di rumah sakit dengan anestesi / bius total.Pengambilan sampel jaringan dari leher rahim dapat menyebabkan perdarahan. Daerah ini biasanya sembuh dengan cepat. Beberapa wanita juga merasakan rasa sakit yang mirip dengan kram menstruasi. Dokter dapat meresepkan obat yang akan membantu mengurangi rasa sakit (Bryant, 2012).


(20)

24

h. Biopsi

Dengan bius lokal, jaringan yang dimiliki wanita diambil di tempat praktek dokter. Lalu seorang ahli patologi memeriksa jaringan di bawah mikroskop untuk memeriksa adanya sel-sel abnormal.

i. Punch Biopsi

Dokter menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil jaringan serviks.

j. LEEP

Dokter menggunakan loop kawat listrik untuk mengiris sepotong, bulat tipis dari jaringan serviks.

h. Endoservikal kuret

Dokter menggunakan kuret (alat, kecil berbentuk sendok) untuk mengikis contoh kecil jaringan dari leher rahim. Beberapa dokter mungkin menggunakan kuas tipis lembut, bukan kuret.

2.1.12 Pengobatan Kanker Serviks

Kanker Serviks dapat disembuhkan, kemungkinan keberhasilan terapi kanker leher rahim stadium I adalah 85%, stadium II adalah 60%, stadium III adalah 40%. Pengobatan kanker leher rahim tergantung stadium penyakit. Pada stadium IB-IIA dapat diobati dengan pembedahan, radiasi (penyinaran) dan kemoterapi. Sedangkan stadium IIB ke atas diobati dengan radiasi saja atau kombinasi radiasi dengan kemoterapi (kemoradiasi). Pembedahan dilakukan dengan mengambil daerah yang terserang kanker, biasanya uterus beserta leher rahimnya. Bentuk pembedahan antara lain:

1. Cryosurgery yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan


(21)

25

2. Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker leher rahim.

3. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik

yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan yang abnormal kanker leher rahim.

4. Total histerektomi yaitu pengangkatan seluruh rahim dan serviks.

5. Radikal histerektomi yaitu pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopii maupun kelenjar getah bening di dekatnya (Julisar L, 2010).

2.1.12 Pencegahan Kanker Serviks 1. Pencegahan Primer

Cara terbaik untuk mencegah kanker serviks adalah dengan screening ginekologi dan jika dibutuhkan dilengkapi dengan treatment yang terkait dengan kondisi pra-kanker. Beberapa hal ini yang dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker serviks antara lain :

a)Vaksin HPV

Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan screening dapat memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV dapat berguna dan cost effective untuk 28 mengurangi kejadian kanker serviks dan kondisi pra-kanker, khususnya pada kasus yang ringan. Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis ini dapat melindungi tubuh dalam melawan kanker yang disebabkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan 18. Manfaat tersebut telah diuji pada uji klinis tahap III dan harus dapat diwujudkan dalam waktu dekat. Keyakinan hasil uji klinis tahap III ini menunjukkan bahwa vaksin-vaksin tersebut dapat membantu menangkal infeksi HPV dari tipe-tipe diatas dan mencegah lesi pra-kanker pada wanita yang belum terinfeksi HPV sebelumnya (Depkes RI, 2005).


(22)

26

b) Penggunaan kondom

Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya bukti pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus penyebab kutil kelamin (genital warts) dan banyak kasus kanker leher rahim. Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan di New England Journal of

Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya selalu

menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinan 70 persen lebih kecil terkena infeksi human papillomavirus (HPV) disbanding wanita yang pasangannya sangat jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah hubungan seks) menggunakan kondom.

Hasil penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih tergolong rendah. Dari survey Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa ternyata 29 penggunaan kondom pada pasangan usia subur di negara ini masih sekitar 0,9 persen.

c) Sirkumsisi pada pria

Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan penurunan resiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan resiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang (Castellsague dkk, 2008).

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan kelainan lesi prakanker dan mengobati lesi prakakanker yang ditemukan sehingga lesi prakanker tidak berlanjut menjadi kanker serviks.Pencegahan sekunder termasuk skrining dan deteksi dini seperti pap smear, Kolposkopi dan Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Menurut WHO (2005), Pap Smear merupakan standart emas program skrining karena

pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit serta dapat dilakukan setiap saat, kecuali pada masa haid.


(23)

27

Langkah deteksi dini yang bersifat medis hendaknya dilengkapi dengan upaya pencegahan nonmedis. Tentu saja dengan mengindari hal-hal yang berpotensi meningkatkan resiko kanker serviks. Misalnya seks aman dan sehat, mempertimbangkan lagi pilihan alat kontrasepsi yang dipakai, menghentikan kebiasaan merokok, tidak mengkonsumsi alkohol. Lebih dari itu, pola makan sehat dan gaya hidup sehat wajib diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Soebachman, 2011).

2.1.13 Prognosis Kanker Serviks

Prognosis kanker serviks ditentukan oleh saat dimulainya penyakit tersebut.Haprapan hidup 5 tahun bagi pasien dengan diagnosa karsinoma in situ mendekati 100% dengan kanker terbatas secara lokal 88%, penyakit berkembang kearah regional 52% dan metastasis jauh 14%. (Otto, 2005)

2.2 Pengetahuan

Ketidaktahuan atau rendahnya pengetahuan tentang pencegahan kanker serviks melalui pap smear dapat menyebabkan tidak terdeteksinya secara dini kanker serviks. Dan apabila seorang wanita memiliki pengetahuan yang luas maka akan menimbulkan kepercayaan terhadap deteksi dini kanker servik (Octavia, 2009).

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “What”, misalnya apa air, apa manusia, alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini menjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengideraan terjadi melalui 20 panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan yaitu:


(24)

28

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai megingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.

4. Analisis (analisys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis yaitu suatu kemampuan untuk penyusunan formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.


(25)

29

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian itu berdasarkan dari suatu kriteria yang ditemukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.


(1)

24

h. Biopsi

Dengan bius lokal, jaringan yang dimiliki wanita diambil di tempat praktek dokter. Lalu seorang ahli patologi memeriksa jaringan di bawah mikroskop untuk memeriksa adanya sel-sel abnormal.

i. Punch Biopsi

Dokter menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil jaringan serviks.

j. LEEP

Dokter menggunakan loop kawat listrik untuk mengiris sepotong, bulat tipis dari jaringan serviks.

h. Endoservikal kuret

Dokter menggunakan kuret (alat, kecil berbentuk sendok) untuk mengikis contoh kecil jaringan dari leher rahim. Beberapa dokter mungkin menggunakan kuas tipis lembut, bukan kuret.

2.1.12 Pengobatan Kanker Serviks

Kanker Serviks dapat disembuhkan, kemungkinan keberhasilan terapi kanker leher rahim stadium I adalah 85%, stadium II adalah 60%, stadium III adalah 40%. Pengobatan kanker leher rahim tergantung stadium penyakit. Pada stadium IB-IIA dapat diobati dengan pembedahan, radiasi (penyinaran) dan kemoterapi. Sedangkan stadium IIB ke atas diobati dengan radiasi saja atau kombinasi radiasi dengan kemoterapi (kemoradiasi). Pembedahan dilakukan dengan mengambil daerah yang terserang kanker, biasanya uterus beserta leher rahimnya. Bentuk pembedahan antara lain:


(2)

25

2. Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker leher rahim.

3. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan yang abnormal kanker leher rahim.

4. Total histerektomi yaitu pengangkatan seluruh rahim dan serviks.

5. Radikal histerektomi yaitu pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopii maupun kelenjar getah bening di dekatnya (Julisar L, 2010).

2.1.12 Pencegahan Kanker Serviks 1. Pencegahan Primer

Cara terbaik untuk mencegah kanker serviks adalah dengan screening ginekologi dan jika dibutuhkan dilengkapi dengan treatment yang terkait dengan kondisi pra-kanker. Beberapa hal ini yang dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker serviks antara lain :

a)Vaksin HPV

Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan screening dapat memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV dapat berguna dan cost effective untuk 28 mengurangi kejadian kanker serviks dan kondisi pra-kanker, khususnya pada kasus yang ringan. Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis ini dapat melindungi tubuh dalam melawan kanker yang disebabkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan 18. Manfaat tersebut telah diuji pada uji klinis tahap III dan harus dapat diwujudkan dalam waktu dekat. Keyakinan hasil uji klinis tahap III ini menunjukkan bahwa vaksin-vaksin tersebut dapat membantu menangkal infeksi HPV dari tipe-tipe diatas dan mencegah lesi pra-kanker pada wanita yang belum terinfeksi HPV sebelumnya (Depkes RI, 2005).


(3)

26

b) Penggunaan kondom

Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya bukti pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus penyebab kutil kelamin (genital warts) dan banyak kasus kanker leher rahim. Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan di New England Journal of

Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya selalu

menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinan 70 persen lebih kecil terkena infeksi human papillomavirus (HPV) disbanding wanita yang pasangannya sangat jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah hubungan seks) menggunakan kondom.

Hasil penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih tergolong rendah. Dari survey Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa ternyata 29 penggunaan kondom pada pasangan usia subur di negara ini masih sekitar 0,9 persen.

c) Sirkumsisi pada pria

Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan penurunan resiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan resiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang (Castellsague dkk, 2008).

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan kelainan lesi prakanker dan mengobati lesi prakakanker yang ditemukan sehingga lesi prakanker tidak berlanjut menjadi kanker serviks.Pencegahan sekunder termasuk skrining dan deteksi dini seperti pap smear, Kolposkopi dan Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Menurut WHO (2005), Pap Smear merupakan standart emas program skrining karena


(4)

27

Langkah deteksi dini yang bersifat medis hendaknya dilengkapi dengan upaya pencegahan nonmedis. Tentu saja dengan mengindari hal-hal yang berpotensi meningkatkan resiko kanker serviks. Misalnya seks aman dan sehat, mempertimbangkan lagi pilihan alat kontrasepsi yang dipakai, menghentikan kebiasaan merokok, tidak mengkonsumsi alkohol. Lebih dari itu, pola makan sehat dan gaya hidup sehat wajib diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Soebachman, 2011).

2.1.13 Prognosis Kanker Serviks

Prognosis kanker serviks ditentukan oleh saat dimulainya penyakit tersebut.Haprapan hidup 5 tahun bagi pasien dengan diagnosa karsinoma in situ

mendekati 100% dengan kanker terbatas secara lokal 88%, penyakit berkembang kearah regional 52% dan metastasis jauh 14%. (Otto, 2005)

2.2 Pengetahuan

Ketidaktahuan atau rendahnya pengetahuan tentang pencegahan kanker serviks melalui pap smear dapat menyebabkan tidak terdeteksinya secara dini kanker serviks. Dan apabila seorang wanita memiliki pengetahuan yang luas maka akan menimbulkan kepercayaan terhadap deteksi dini kanker servik (Octavia, 2009).

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “What”, misalnya apa air, apa manusia, alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini menjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengideraan terjadi melalui 20 panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan yaitu:


(5)

28

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai megingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.

4. Analisis (analisys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis yaitu suatu kemampuan untuk penyusunan formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.


(6)

29

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian itu berdasarkan dari suatu kriteria yang ditemukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA PASANGAN USIA SUBUR DI Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah, Kelurahan Sangkra

0 0 15

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah, Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta.

0 1 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA PASANGAN USIA SUBUR DI Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah, Kelurahan Sangkra

0 0 16

Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

0 0 11

Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

0 0 2

Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

0 0 4

Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

2 4 8

Hubungan Pengetahuan pada Wanita Usia Subur dengan Partisipasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klebakan Sentolo Kulon Progo Yogyakarta Tahun 2015 - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 15

1 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN DAN PENYEMBUHAN KANKER SERVIKS DENGAN PERILAKU DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR SKRIPSI

0 0 20

Gambaran tingkat pengetahuan tentang pencegahan dan penyembuhan kanker serviks dengan perilaku deteksi dini kanker serviks pada wanita pasangan usia subur - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 32