Sintesis Dimetil Kitosan dan Trimetil Kitosan Klorida melalui Reaksi Kitosan dengan Formaldehid dan Asam Formiat Diikuti Reaksi dengan Metil Iodida

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin dan Kitosan

Kitin tersebar luas di alam terutama pada hewan dan sejumlah protozoa. Kitin merupakan bahan organik yang melimpah kedua setelah selulosa. Produksi kitin dan kitosan berkisar 700 metrik ton pertahun, dan pemasarannya diperkirakan sekitar 5 triliun yen, sekitar 85% kitosan yang di produksi di Jepang digunakan untuk mengolah air limbah industri pangan (Alasalvar & Tailor, 2002). Pada saat ini, hanya sedikit jumlah limbah cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan sumber kitin sehingga pengolahannya menimbulkan pencemaran lingkungan. Akhir-akhir ini nilai komersial dari kitin melonjak karena sifat-sifat yang menguntungkan dari turunannya. Salah satu turunan kitin yang paling banyak di kembangkan adalah kitosan (Kumar, 2000). Kitin dan kitosan adalah nama untuk dua kelompok senyawa yang dibatasi dengan stokiometri, kitin adalah poli N-asetil glukosamin yang terdeasetilasi sedikit. Derajat deasetilasinya biasanya bervariasi diantara 8-15%, tetapi tergantung pada sumber yang digunakan untuk memperoleh kitin, dan metode yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian. Sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dengan derajat deasetilasi antara 80-90% (Urugami and Tokura, 2006).

2.1.1 Kitin

Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah yang terdapat pada kulit luar kepiting, udang, dinding sel jamur dan serangga. Kitin mempunyai rumus umum (C8H13O5N)n dimana, kadar C = 47,29%; H = 6,45%; N = 6,89%; O = 39,37%

(Windholz, 1976). Kitin tersebar merata dan yang terbanyak kedua dialam setelah


(2)

N-asetilglukosamin). Struktur kitin (gambar 2.1) mirip dengan struktur selulosa (gambar 2.2), tetapi memiliki gugus asetamido (NHCOCH3) pada posisi C-2.

O

O O

O O H

H2C OH

NH C

O CH3

H HO

H H

H H2C

OH

H HO

HN H

H H

C O CH3

n

H

Gambar 2.1 Struktur Kitin ( Rudal dan Kenchinton, 1973)

O

O O

O O HHO

OH H

HO H

H

H OH

H HO

OH H

H H

n

H

Gambar 2.2 Struktur Selulosa ( Rudal dan Kenchinton, 1973)

Struktur kitin berdasarkan susunan rantai polimernya, dari hasil difraksi sinar-X dapat dibagi tiga bagian yaitu kitin α, kitin , kitin . Bentuk α terdapat

sebagai susunan anti paralel, bentuk terdiri atas dua rantai paralel dan fibril sedangkan bentuk yang terdiri dari dua paralel dari tiga rantai dan yang ketiga

anti paralel. Ketiga bentuk struktur kitin tersebut stabil dalam larutan alkali,

namun kitin yang paling stabil adalah bentuk kitin α ( Rudal dan Kenchinton,

1973).

Kitin merupakan bahan yang mirip dengan selulosa yang sama-sama mempunyai sifat-sifat dalam kelarutannya dan kereaktifitasnya yang rendah. Kitin berwarna putih, keras, tidak elastis, dan polisakarida yang mengandung nitrogen. Kitin dapat larut didalam HCl, H2SO4, H3PO4, dikloro asetat, trikloroasetat, asam

formiat, dan dalam larutan pekat garam netral yang panas.

Karena keberadaan atom nitrogen, molekul kitin cenderung bergabung dengan makro molekul lain dan menyebabkan jenis struktur dan sifat fisiokimia baru. Misalnya ikatan kovalen antara kitin dan protein yan terbentuk antara


(3)

N-asetil dari kitin bereaksi dengan α-asam amino (terutama tirosin), dan protein kutikular akan membentuk kompleks stabil namun mudah terdisosiasi setelah pH berubah. Kitin dapat dianggap sebagai basa lemah, oleh karena itu dapat mengalami reaksi netralisasi sebagai senyawa yang bersifat alkali. Keistimewaan sifat kitin adalah berasal dari alam, biodegradable, biokompatibel, tidak toksik, struktur molekulnya dapat dimodifikasi. Sifat-sifat istimewa inilah menjadi pendorong untuk digunakan dalam industri yaitu modifikasi sehingga biopolimer ini digunakan sebagai bahan yang multi guna (Taranathan dan Kittur, 2003)

Reaksi modifikasi pada kitin pada umumnya sulit dilakukan karena kurangnya kelarutan. Reaksi pada kondisi heterogen menimbulkan beberapa permasalahan termasuk tingkat reaksi yang rendah, kesulitan dalam substitusi regioselektif, ketidakseragaman struktur produk dan degradasi parsial yang disebabkan kondisi reaksinya yang kuat (Kaban, 2007).

2.1.2 Kitosan

Kitosan adalah polisakarida alam yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh atom hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi, hasilnya dinamakan kitosan atau kitin terdeasetilasi. Kitosan mempunyai rumus umum (C6H9NO3)n atau disebut sebagai poli (1-4)

2-amino-2-deoksi-D-glikopiranosa (gambar 2.3). Kitin bukan merupakan senyawa tunggal tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan derajat polimerisasi yang berbeda. Kitin dan kitosan adalah nama untuk dua kelompok senyawa yang dibatasi dengan stokiomeri. Derajat deasetilasi biasanya bervariasi antara 8-15%, tetapi tergantung pada sumber yang digunakan untuk memperoleh kitin dan metode yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dengan derajat deasetilasi antara 50-70% (Bastman, 1989).


(4)

O

O O

O

O H

H2C OH

NH2 H

HO H

H

H H2C

OH

H HO

NH2 H H H

n

H

Gambar 2.3 Poli (1-4) 2-amino-2-deoksi-D-glikopiranosa (Bastman, 1989) Pada umumnya polisakarida alami seperti selulosa, dekstran, pektin, alginat, agar-agar, bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan kitin dan kitosan bersifat basa (Kumar, 2000). Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul tinggi didapati mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam (Onsoyen and Skaugruad, 1990).

Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik seperti asam asetat, asam piruvat, dan asam formiat pada pH sekitar 4 tetapi tidak larut dalam pelarut air, aseton dan alkohol. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3 kitosan

larut pada konsentrasi 0,15-1,1% tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan dalam H3PO4 tidak

larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya (Sugita dkk, 2009)

Kitosan dapat membentuk gel dalam N- metilmorpholin N-oksida yang digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam kitin berkisar 5-8% tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amin, maka kitosan dapat bereaksi melalui gugus amin dalam pembentukan N-asilasi dalam reaksi Schiff, merupakan reaksi yang penting (Kumar, 2000)

Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan anti bakteri didasarkan pada interaksi awal antara kitosan dan bakteri yang bersifat


(5)

elektrostatik. Kitosan memiliki gugus fungsional amina (-NH2) yang bermuatan

positif sangat kuat, sehingga dapat berikatan dengan dinding sel bakteri yang relatif bermuatan negatif. Ikatan ini mungkin terjadi pada bagian elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri, selain itu gugus amina (-NH2) pada kitosan

memiliki pasangan elektron bebas sehingga dapat menarik mineral Ca2+ yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan membentuk ikatan kovalen koordinasi. Interaksi inilah yang menyebabkan perubahan permeabilitas dinding sel dari bakteri sehingga terjadi ketidak seimbangan tekanan internal sel dan menyebabkan kebocoran elektrolit intraseluler. N-piridinilmetil kitosan merupakan salah satu turunan kitosan yang memiliki aktivitas bakterisida kuarterner yang disintesis dengan kitosan dan 3-piridinkarboksialdehid dalam 1-metil-2-pirolidon (Sajomsang dan Gonil, 2010).

Trimetil kitosan merupakan turunan kitosan kuarterner yang permanen, dimana dapat larut dengan kelarutan tinggi pada rentang pH yang luas (Martins et. al, 2012)

2.1.3 Kegunaan Kitin dan Kitosan

Beberapa aplikasi kitin dan kitosan antara lain sebagai berikut:

2.1.3.1Bidang industri

Kitin dan kitosan berperan sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu, pestisida, lemak, tanin, PCB (poliklorinasi bifenil), mineral, asam organik, media kromatografi analis, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintesis, pembentuk film dan membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas dan pulp dan produk tekstil.


(6)

2.1.3.2Bidang pertanian dan pangan

Kitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan pencampur ransum pakan ternak, antimikroba, antijamur, serta bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental, pengemulsi produk olahan makanan, pembawa zat aditif makanan, pemberi rasa, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman dan penjernih sari buah.

2.1.3.3Bidang kedokteran

Biopolimer ini juga berguna sebagai anti koagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjar sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialis, bahan shampo dan kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan ortopdik, pembalut luka dan benang yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan (Sugita dkk,2009).

2.2 Modifikasi Kitosan

Adanya gugus amina (NH2) dan hidroksil (OH) dari kitosan (gambar 2.4)

menyebabkan kitosan mudah di modifikasi secara kimia (Goosen, 1997)

O

O O

H OH

NH2 H

HO H

H

gugus hidroksil alkohol primer pada C-6

gugus amina gugus

hi-droksil alkohol sekunder pada C-3

n H

Gambar 2.4 Gugus Aktif Pada Kitosan (Goosen, 1997)

Gugus hidroksi dan amin dapat memberikan jembatan hidrogen secara intramolekuler dan intermolekuler. Dengan demikian terbentuk jaringan hidrogen


(7)

yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air (Goosen, 1997) seperti gambar 2.5 berikut:

O O

HO

HOH2C

NH H

O

O NH

CH2OH H

HO

O

O HOH2C

NH HO

H

O O

HO

HOH2C

NH H

O

O NH

CH2OH H

HO

O

O HOH2C

NH HO

H

n

n (a)

O O

HO

HOH2C

NH H

O

O NH

CH2OH

H HO

O

O HOH2C

NH HO

H

(b)

Gambar 2.5 Jembatan Hidrogen Pada Molekul Kitosan (a) Intermolekul (b) Intramolekul (Goosen 1997)

Gugus fungsi dari kitosan ( OH primer pada C-6 dan sekunder pada C-3 dan gugus NH2 pada C-2) membuat kitosan mudah di modifikasi secara kimia dan

ditransformasikan menjadi turunannya antara lain:

2.2.1 Trimetil Kitosan

Trimetil kitosan merupakan turunan kitosan kuarterner yang stabil dan memiliki kelarutan tinggi dalam jarak pH yang luas. Trimetil kitosan dapat berguna sebagai pengangkut protein. Modifikasi turunan kitosan kuarterner dapat secara langsung dilakukan dengan mereaksikan kitosan dengan metil iodida dalam pelarut metil pirolidon (NMP) juga dengan penambahan natrium hidroksida dan natrium iodida seperti ditulis dalam gambar 2.6 (Dung et.al, 1994)


(8)

O O O O O N N HO OH OH HO H3C CH3

CH3

H3C CH3 CH3

n CH3I, NaOH, NaI

trimetil kitosan O O O O O

NH2 NH2 HO OH OH HO n kitosan NMP I I

Gambar 2.6 Reaksi Pembentukan Trimetil Kitosan Dari Kitosan Secara Langsung (Dung et. al, 1994)

Sintesis kitosan kuarterner juga dapat dilakukan dengan mereaksikan kitosan dengan aldehid membentuk basa Schif dalam asam asetat. Basa Schif yang terbentuk direduksi dengan natrium borohidrid membentuk N-alkil kitosan. Selanjutnya direaksikan kembali dengan metil iodida dengan natrium iodida dan Natrium hidroksida dalam pelarut metil pirolidon (Guo et.al, 2007). Reaksi ini bisa dilihat dalam gambar 2.7.

O O O NH2 HO OH kitosan

CH3COOH

O O O N HO OH HC R NaBH4 O O O HN HO OH

H2C R

CH3I NaI,NaOH NMP O O O N HO OH

H3C CH3 CH2R

I basa schif trimetil kitosan n n n n C O R H

Gambar 2.7 Reaksi Pembentukan Trimetil Kitosan Dari Basa Schiff (Guo et. al,2007)


(9)

Sintesis turunan kitosan quarterner yang lain juga dapat dibentuk dengan mereaksikan kitosan dengan piridinilaldehid dalam kondisi asam asetat. Kemudian direaksikan dengan natrium sianoborohidrid untuk mereduksi basa Schiff menjadi N-piridinil metil kitosan. Selanjutnya direaksikan dengan metil iodida, natrium iodida dan natrium hidroksida sehingga diperoleh N-piridinil metil kitosan termetilasi. Reaksi ini dapat dilihat dalam gambar 2.8 ( Sajomsang et.al, 2010)

O O O

NH2

HO

OH

kitosan

CH3COOH O

O O

N HO

OH

HC

O O O

NH HO

OH

H2C

CH3I

NaI,NaOH NMP

O O O

N HO

OH

H3C CH3

I

basa Schiff

piridinil kitosan termetilasi

n n

n

n

N N

N CHO

NaCNBH3

N

CH3

I

Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Piridinil Metil Kitosan Termetilasi (Sajomsang et.al, 2010)


(10)

2.2.2 N-asilasi

Dapat diperoleh dari reaksi amidasi antara kitosan dan anhidrida ftalat dalam pelarut DMF dan kondisi refluks (gambar 2.9).

O

O O

HOH2C

NH2 HO

O O

O

DMF

130oC

O

O O

HOH2C

NH HO

O

HO O

n

n n

kitosan

anhidrid ftalat

N-ftaloyl kitosan

Gambar 2.9 Reaksi Pembentukan N-Ftaloil Kitosan (Robert, 1992)

Pereaksi yang paling umum digunakan untuk N-asilasi kitosan adalah asil anhidrida dan telah digunakan dalam kondisi heterogen dan homogen. Tiga sistem yang telah diuji adalah : (a) anhidrid asetat – asam asetat glacial-HClO4;

(b) anhidrida asetat pada temperatur ruangan selama 120 jam yang diikuti proses refluks anhidrida asetat selama dua jam; (c) anhidrida asetat-metanol pada temperatur ruangan. Dari ketinganya, metode yang paling baik digunakan adalah metode yang terakhir (Robert, 1992).

2.2.3 O-asilasi

Gugus amino kitosan lebih reaktif dari pada gugus hidroksilnya, sehingga untuk menghasilkan O-asilasi kitosan perlu dilakukan proteksi atau perlindungan terhadap gugus amin selama proses asilasi untuk menghasilkan O-asil kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul O-asetilasi menggunakan larutan asetat anhidrid-piridin untuk mencegah hidrolisis asam dari basa Schiff. Reaksi antara kitosan dengan anhidrida asetat


(11)

menghasilkan senyawa ester yang merupakan kitosan asetat. Dalam hal ini kitosan terlebih dahulu direaksikan dengan asetaldehida membentuk aldimin untuk melindungi gugus amina. Kitosan laurat diperoleh dari reaksi trans esterifikasi antara metil laurat dengan kitosan asetat. Selanjutnya dilakukan deproteksi dengan menambahkan natrium bikarbonat untuk memperoleh kitosan laurat. Reaksi ini dapat dilihat dalam gambar 2.10 (Manalu, 2008)

O

O O

HOH2C

NH2

HO

CH3CHO O

O O

HOH2C

N HO

CH H3C

Aasetat anhidrit CH3COOH

O O O

N HO

O

CH3

O

C11H23COOCH3 NaOCH3

Refluks

O

O O

N HO

O

C11H23

O

NaHCO3

O

O O

NH2 HO

O

C11H23

O

kitosan

aldimin kitosan

kitosan asetat

kitosan laurat

n n

n

n

n

Gambar 2.10 Reaksi Pembentukan O-Laurat Kitosan (Manalu, 2008)

2.2.4 N-O-asilasi

N-dan O-asilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan menggunakan anhidrit asam suksinat (gambar 2.11). Dapat berlangsung dengan cara


(12)

mencampurkan suksinat anhidrit kedalam campuran kitosan dalam asetat 2% dan metanol 1:1 (v/v). Dilakukan pengadukan selama 3 jam kemudian dibiarkan selama 30 menit.

O

O O

HOH2C

NH2 HO

O

O O

H2C

NH HO

O O

O

23 jam H2O

O C O

OH O

O

HO

O

n

n 2n

kitosan

N,O-suksinil kitosan suksinat anhidrit

Gambar 2.11 Reaksi Pembentukan N,O-Asilasi Kitosan (Zoubi et. al, 2011)

2.2.5 Basa Schiff

Basa schiff merupakan turunan kitosan yang pembahasannya belum seluas N-asil kitosan atau eter kitosan karena rendahnya kestabilan basa Schiff yang menyebabkan basa Schiff mudah mengalami hidrolisis asam dan telah digunakan sebagai proteksi terhadap gugus amina. Turunan basa Schiff dapat diperoleh dari reaksi film kitosan dengan aldehid alifatik, bukan saja yang linear-asetaldehid kedekanal juga yang bercabang dan aldehid aromatik (Zoubi et. al, 2011).

O

O O

HOH2C

NH2

HO

n

CH O

CH3COOH

O

O O

HOH2C

N HO

CH

H2O

kitosan

aldimin kitosan (basa Schiff)


(13)

Gambar 2.12 Reaksi Pembentukan Basa Schiff Kitosan (Zoubi et. al, 2011) Aldimin kitosan disebut juga sebagai basa Schiff kitosan (gambar 2.12). Aldimin kitosan merupakan hasil reaksi antara aldehida dengan kitosan, dimana aldehida terikat pada gugus amina (-NH2) kitosan yang akan membentuk suatu

gugus imina (-C=N) yang merupakan ciri khas terbentuknya aldimin. Aldimin juga dapat dibuat dengan mereaksikan aldehida dengan senyawa yang mengandung gugus amina siklik maupun alifatis. Ginting (2013), mereaksikan aldehida campuran yang merupakan hasil ozonolisis dari asam tidak jenuh dari minyak kemiri dengan anniline yang merupakan sumber amina siklik. Aldimin kitosan juga dapat dihasilkan dengan mereaksikan kitosan dengan campuran aldehida yang berasal dari hasil ozonolisis minyak kelapa sawit dengan kondisi refluks pada suhu 60oC selama 6 jam (Parry, 2013). Manalu (2008) mereaksikan asetal dehida dengan kitosan yang menghasilkan aldimin kitosan (Gambar 2.13) yang berfungsi sebagai gugus pelindung untuk melindungi gugus amina pada kitosan sehingga dapat berbentuk suatu ester kitosan.

O

O O

HOH2C

NH2

HO

n

CH3COOH 1% O

O O

HOH2C

N HO

HC

H2O kitosan

aldimin kitosan (basa Schiff)

n n

CH3CHO

CH3

n

Gambar 2.13 Reaksi Pembentukan Aldimin Kitosan (Manalu, 2008)

2.2.6 N-alkil kitosan

Metode yang paling mudah untuk N-alkilasi kitosan adalah reaksi antara kitosan dan alkil halida (gambar 2.14) yaitu metode yang menyelidiki reaksi kitosan dengan metil-etil iodida dalam keberadaan beberapa amina tersier, piridin, dimetil piridin, trimetil piridin, dan trietilamin (Roberts, 1992).


(14)

O

O O

HOH2C

NH2 HO

Cl

N

O

O O

HOH2C

NH HO

CH

nHCl n

n n

kitosan

2-kloro butana

N-metil etil kitosan

Gambar 2.14 Reaksi Alkilasi Kitosan (Roberts, 1992)

2.2.7 Kitosan posfat

Dapat dilakukan dengan melarutkan kitosan kedalam larutan NaOH 45% selama 2 jam. Kemudian direaksikan dengan dietil kloroposfat 97%, dan diperoleh O-dietil posfat kitosan (gambar 2.15).

O

O O

HOH2C

NH2

HO

O

O O

NaOH2C

NH2

NaO

O

O O

OH2C

NH2

O

n NaOH

n Cl-P(OCH2CH3)2 O

P O

OCH2CH3

OCH2CH3

P

H3CH2CO OCH2CH3

O

n n

n

n NaCl kitosan

o- dietil fospat kitosan

Gambar 2.15 Reaksi Pembentukan Kitosan Posfat (Ginting 2004)


(15)

Kitoan sulfat diperoleh dengan mereaksikan kitosan dengan ClSO3H-piridin yang

dicampur selama 1 jam pada suhu 100oC (gambar 2.16). Hasil yang diberikan mengandung dua gugus sulfat setiap satu D-glukosamin anhidrid. Perlakuan lain adalah dengan menggantikan piridin dengan DMF, karena kompleks SO3-DMF

melebihi DMF maka reaksi dibuat pada suhu kamar. Hasil yang diberikan mengandung satu gugus N-sulfat dan satu gugus O-sulfat dalam setiap D-glukosamin (Ginting, 2004).

O

O O

HOH2C

NH2

HO

2 nClSO3H O

O O

OH2C

NH HO

HO3S

HO3S

2n HCl

n

n kitosan

N,O-kitosan sulfat

Gambar 2.16 Reaksi Pembentukan N,O-Kitosan Sulfat (Ginting, 2004)

2.2.9 Karboksimetil kitosan

Karboksimetil kitosan merupakan salah satu turunan kitosan yang berasal dari kitin yang diisolasi dari invertebrata laut (misalnya udang, kepiting), darat, serangga, jamur dan ragi. Karboksi metil kitosan mempunyai sifat yang penting yaitu larutdalam air, kapasitas gel tinggi, toksisitas rendah dan biokompatibel yang baik sehingga aplikasinya akan lebih luas (Erna dkk, 2009). Reaksi pembentukan karboksi metil kitosan dapat dilihat pada (gambar 2.17) berikut:

O

O O

HOH2C

NH2 HO

NaOH O

O H O

HOCH2COH2C

NH2 HO

O

n

n kitosan

asam monokloro asetat

karboksimeti kitosan C

O

OH ClH2C

n H2O

n NaCl


(16)

Gambar 2.17 Reaksi Pembentukan Karboksimetil Kitosan (Erna, 2009)

2.3. Metil Iodida

Alkil iodida adalah alkil halida yang paling mudah terbentuk. Destilasi dengan pemanasan konstan dari alkohol dengan asam hidriodat adalah sebuah metode umum untuk pembentuka alkil iodida. Seperti yang terjadi pada klorida dan bromida, hasil dari alkil iodida dalam reaksi ini mungkin mengalami penyusutan dalam kasus alkohol sekunder dan tersier sebagai hasil penyusutan kerangka.

R-OH HI R-I H

2O

Sebuah alternatif yang paling efektif secara partikular untuk perubahan dari di-ol menjadi di-iodo adalah sebuah campuran dari KI dan H3PO4 95%.

Reagen tersebut memecah tetrahidrofuran dan tetrahidrofiran untuk hasil dari senyawa iodo (Vogel, 1989)

Iodo metana atau metil iodida adalah suatu senyawa kimia dengan rumus molekul CH3I. Senyawa ini merupakan cairan dengan densitas dan tekanan uap

yang tinggi. Senya wa ini meupakan turunan dari metana dengan salah satu atom hidrogen digantikan oleh atom iodin. Senyawa ini dapat bercampur sempurna dengan pelarut-pelarut organik. Sifat-sifat dari metil dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Metil Iodida

Formula CH3I

Massa molar 141,94 gram/mol

Warna Bening

Aroma Seperti eter

Densitas 2,28 gram/ml

Titik lebur -66,5oC


(17)

Kelarutan dalam air 14 gram/liter

Sumber: http://en.wikipedia.org 2.4 Metil Pirolidon

Dapat menyebabkan iritasi kulit, iritasi mata, merusak produktifitas atau keguguran, iritasi pernapasan, kerusakan pada hati sistem pernapasan, tulang rusuk, kerusakan limfa, kerusakan kelenjar adrenalin untuk pemakaian jangka panjang. 1- Metil 2-pirolidon memiliki rumus molekul C5H9NO (gambar 2.18),

dengan berat molekul 99,13 gram/ mol. Memiliki sifat sensitif terhadap cahaya dan higroskopis.

N O

CH3

Gambar 2.18 Struktur Metil Pirolidon (tcichemical.com)

2.5 Asam formiat dan Formaldehid 2.5.1 Formaldehid

Larutan formaldehid disebut juga dengan formalin. Dapat larut sebanyak 37% (w/w) gas formaldehid dalam air. Tidak memiliki warna dan berbau tajam pedas. Dapat larut dalam air, aseton dan alkohol. Uapnya dapat menyebabkan iritasi sampai membran lendir dan kulit, gangguan pencernaan seperti sakit perut, hematuria, protenuria, manuria, asidosis, vertigo, koma, dan kematian (anonim). Formalin dengan rumus kimia H2CO ialah larutan gas formaldehid 37% dalam air.

Sifat fisik dan kimia formalin yaitu titik didih 960 C pada 7000 mmHg, Titik nyala 600 C, pH 2,8-4,0, dapat bercampur dengan air, tidak berwarna dan berbau tajam (Rahman. 2014).


(18)

Formaldehid adalah gas. Sedikit molekulnya sangat larut dalam air dan berkombinasi membentuk hidrat metilen, (HO-CH2-OH). Ini adalah bentuk dari

formaldehid yang ada dalam bentuk larutan. Reaktivitas kimianya sama seperti bentuk formaldehid. Molekul metilen hidrat dapat bereaksi satu dengan yang lain membentuk suatu polimer (Gambar 2.19) (Kiernan, 2002).

H2O C O

H H

C H

H O

H OH

n

Formaldehid Polimer Formaldehid

H2 C

O H2 C

O H2 C

O H2 C

O

60OC (OH-)

4 C O

H H

Formaldehid 4 monomer Paraformaldehid

Gambar 2. 19 : Bentuk Polimer Formaldehid dan Depolimerisasi Paraformaldehid (Kiernan 2002)

2.5.2 Asam formiat

HCOOH atau asam formiat memiliki berat molekul 46,02 gram/mol dan mengandung (C=26,10%; H=4,38%; O=69,52%). Pertama kali ditemukan oleh S. Fisher pada tahun 1670 yang diisolasi dari semut. Diperoleh dengan memanaskan karbon monoksida dan NaOH dibawah tekanan untuk menghasilkan natrium formit dan selanjutnya dengan asam sulfat. Asam formiat memiliki bau khas (tajam, pedas) dan tidak memiliki warna (anonim).


(1)

Gambar 2.12 Reaksi Pembentukan Basa Schiff Kitosan (Zoubi et. al, 2011) Aldimin kitosan disebut juga sebagai basa Schiff kitosan (gambar 2.12). Aldimin kitosan merupakan hasil reaksi antara aldehida dengan kitosan, dimana aldehida terikat pada gugus amina (-NH2) kitosan yang akan membentuk suatu

gugus imina (-C=N) yang merupakan ciri khas terbentuknya aldimin. Aldimin juga dapat dibuat dengan mereaksikan aldehida dengan senyawa yang mengandung gugus amina siklik maupun alifatis. Ginting (2013), mereaksikan aldehida campuran yang merupakan hasil ozonolisis dari asam tidak jenuh dari minyak kemiri dengan anniline yang merupakan sumber amina siklik. Aldimin kitosan juga dapat dihasilkan dengan mereaksikan kitosan dengan campuran aldehida yang berasal dari hasil ozonolisis minyak kelapa sawit dengan kondisi refluks pada suhu 60oC selama 6 jam (Parry, 2013). Manalu (2008) mereaksikan asetal dehida dengan kitosan yang menghasilkan aldimin kitosan (Gambar 2.13) yang berfungsi sebagai gugus pelindung untuk melindungi gugus amina pada kitosan sehingga dapat berbentuk suatu ester kitosan.

O

O O

HOH2C

NH2

HO

n

CH3COOH 1% O

O O

HOH2C

N HO

HC

H2O kitosan

aldimin kitosan (basa Schiff)

n n

CH3CHO

CH3

n

Gambar 2.13 Reaksi Pembentukan Aldimin Kitosan (Manalu, 2008)

2.2.6 N-alkil kitosan

Metode yang paling mudah untuk N-alkilasi kitosan adalah reaksi antara kitosan dan alkil halida (gambar 2.14) yaitu metode yang menyelidiki reaksi kitosan dengan metil-etil iodida dalam keberadaan beberapa amina tersier, piridin, dimetil piridin, trimetil piridin, dan trietilamin (Roberts, 1992).


(2)

O

O O

HOH2C

NH2 HO

Cl

N

O

O O

HOH2C

NH HO

CH

nHCl n

n n

kitosan

2-kloro butana

N-metil etil kitosan

Gambar 2.14 Reaksi Alkilasi Kitosan (Roberts, 1992)

2.2.7 Kitosan posfat

Dapat dilakukan dengan melarutkan kitosan kedalam larutan NaOH 45% selama 2 jam. Kemudian direaksikan dengan dietil kloroposfat 97%, dan diperoleh O-dietil posfat kitosan (gambar 2.15).

O

O O

HOH2C

NH2

HO

O

O O

NaOH2C

NH2

NaO

O

O O

OH2C

NH2

O

n NaOH

n Cl-P(OCH2CH3)2

O

P O

OCH2CH3

OCH2CH3

P

H3CH2CO OCH2CH3

O

n n

n

n NaCl kitosan

o- dietil fospat kitosan

Gambar 2.15 Reaksi Pembentukan Kitosan Posfat (Ginting 2004)


(3)

Kitoan sulfat diperoleh dengan mereaksikan kitosan dengan ClSO3H-piridin yang

dicampur selama 1 jam pada suhu 100oC (gambar 2.16). Hasil yang diberikan mengandung dua gugus sulfat setiap satu D-glukosamin anhidrid. Perlakuan lain adalah dengan menggantikan piridin dengan DMF, karena kompleks SO3-DMF

melebihi DMF maka reaksi dibuat pada suhu kamar. Hasil yang diberikan mengandung satu gugus N-sulfat dan satu gugus O-sulfat dalam setiap D-glukosamin (Ginting, 2004).

O

O O

HOH2C

NH2 HO

2 nClSO3H O

O O

OH2C

NH HO

HO3S

HO3S

2n HCl

n

n kitosan

N,O-kitosan sulfat

Gambar 2.16 Reaksi Pembentukan N,O-Kitosan Sulfat (Ginting, 2004)

2.2.9 Karboksimetil kitosan

Karboksimetil kitosan merupakan salah satu turunan kitosan yang berasal dari kitin yang diisolasi dari invertebrata laut (misalnya udang, kepiting), darat, serangga, jamur dan ragi. Karboksi metil kitosan mempunyai sifat yang penting yaitu larutdalam air, kapasitas gel tinggi, toksisitas rendah dan biokompatibel yang baik sehingga aplikasinya akan lebih luas (Erna dkk, 2009). Reaksi pembentukan karboksi metil kitosan dapat dilihat pada (gambar 2.17) berikut:

O

O O

HOH2C

NH2 HO

NaOH O

O H O

HOCH2COH2C

NH2 HO

O

n

n kitosan

asam monokloro asetat

karboksimeti kitosan

C

O

OH ClH2C

n H2O n NaCl


(4)

Gambar 2.17 Reaksi Pembentukan Karboksimetil Kitosan (Erna, 2009)

2.3. Metil Iodida

Alkil iodida adalah alkil halida yang paling mudah terbentuk. Destilasi dengan pemanasan konstan dari alkohol dengan asam hidriodat adalah sebuah metode umum untuk pembentuka alkil iodida. Seperti yang terjadi pada klorida dan bromida, hasil dari alkil iodida dalam reaksi ini mungkin mengalami penyusutan dalam kasus alkohol sekunder dan tersier sebagai hasil penyusutan kerangka.

R-OH HI R-I H

2O

Sebuah alternatif yang paling efektif secara partikular untuk perubahan dari di-ol menjadi di-iodo adalah sebuah campuran dari KI dan H3PO4 95%.

Reagen tersebut memecah tetrahidrofuran dan tetrahidrofiran untuk hasil dari senyawa iodo (Vogel, 1989)

Iodo metana atau metil iodida adalah suatu senyawa kimia dengan rumus molekul CH3I. Senyawa ini merupakan cairan dengan densitas dan tekanan uap

yang tinggi. Senya wa ini meupakan turunan dari metana dengan salah satu atom hidrogen digantikan oleh atom iodin. Senyawa ini dapat bercampur sempurna dengan pelarut-pelarut organik. Sifat-sifat dari metil dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Metil Iodida

Formula CH3I

Massa molar 141,94 gram/mol

Warna Bening

Aroma Seperti eter

Densitas 2,28 gram/ml

Titik lebur -66,5oC


(5)

Kelarutan dalam air 14 gram/liter Sumber: http://en.wikipedia.org

2.4 Metil Pirolidon

Dapat menyebabkan iritasi kulit, iritasi mata, merusak produktifitas atau keguguran, iritasi pernapasan, kerusakan pada hati sistem pernapasan, tulang rusuk, kerusakan limfa, kerusakan kelenjar adrenalin untuk pemakaian jangka panjang. 1- Metil 2-pirolidon memiliki rumus molekul C5H9NO (gambar 2.18),

dengan berat molekul 99,13 gram/ mol. Memiliki sifat sensitif terhadap cahaya dan higroskopis.

N O

CH3

Gambar 2.18 Struktur Metil Pirolidon (tcichemical.com)

2.5 Asam formiat dan Formaldehid

2.5.1 Formaldehid

Larutan formaldehid disebut juga dengan formalin. Dapat larut sebanyak 37% (w/w) gas formaldehid dalam air. Tidak memiliki warna dan berbau tajam pedas. Dapat larut dalam air, aseton dan alkohol. Uapnya dapat menyebabkan iritasi sampai membran lendir dan kulit, gangguan pencernaan seperti sakit perut, hematuria, protenuria, manuria, asidosis, vertigo, koma, dan kematian (anonim). Formalin dengan rumus kimia H2CO ialah larutan gas formaldehid 37% dalam air.

Sifat fisik dan kimia formalin yaitu titik didih 960 C pada 7000 mmHg, Titik nyala 600 C, pH 2,8-4,0, dapat bercampur dengan air, tidak berwarna dan berbau tajam (Rahman. 2014).


(6)

Formaldehid adalah gas. Sedikit molekulnya sangat larut dalam air dan berkombinasi membentuk hidrat metilen, (HO-CH2-OH). Ini adalah bentuk dari

formaldehid yang ada dalam bentuk larutan. Reaktivitas kimianya sama seperti bentuk formaldehid. Molekul metilen hidrat dapat bereaksi satu dengan yang lain membentuk suatu polimer (Gambar 2.19) (Kiernan, 2002).

H2O C O

H H

C

H

H O

H OH

n

Formaldehid Polimer Formaldehid

H2 C

O H2 C

O H2 C

O H2 C

O

60OC (OH-)

4 C O

H H

Formaldehid 4 monomer Paraformaldehid

Gambar 2. 19 : Bentuk Polimer Formaldehid dan Depolimerisasi Paraformaldehid (Kiernan 2002)

2.5.2 Asam formiat

HCOOH atau asam formiat memiliki berat molekul 46,02 gram/mol dan mengandung (C=26,10%; H=4,38%; O=69,52%). Pertama kali ditemukan oleh S. Fisher pada tahun 1670 yang diisolasi dari semut. Diperoleh dengan memanaskan karbon monoksida dan NaOH dibawah tekanan untuk menghasilkan natrium formit dan selanjutnya dengan asam sulfat. Asam formiat memiliki bau khas (tajam, pedas) dan tidak memiliki warna (anonim).