Analisis Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Pembangunan Infrastruktur Kabupaten Humbang Hasundutan
21 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pemekaran Daerah
Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Pembagian tersebut menyangkut luas daerah maupun jumlah penduduk sehingga lebih mengecil. Pada level provinsi menghasilkan satu pola yakni dari satu provinsi menjadi satu provinsi baru dan satu provinsi induk. Sementara pada level kabupaten terdiri dari beberapa pola yakni, pertama, dari satu kabupaten menjadi satu kabupaten baru (Daerah Otonom Baru) dan kabupaten induk. Kedua, dari satu kabupaten menjadi satu kota baru dan kabupaten induk. Ketiga, dari satu kabupaten menjadi dua kabupaten baru dan satu kabupaten induk (Yuliati, 2011). Pembagian atau pecahan suatu daerah tersebut adalah dengan pembentukan daerah baru untuk menjadi mandiri sebagai daerah otonom yang ditetapkan dengan undang-undang dan syarat-syarat pembentukan daerah ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pemekaran daerah adalah upaya memperpendek rentang kendali pemerintah untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan daerah. Konsep dasarnya adalah memberikan wewenang kepada daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerahnya masing-masing sesuai dengan apa yang mereka kehendaki, dan pemerintah pusat akan membantu dan memelihara kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin dilaksanakan di daerah seperti masalah kebijakan moneter,
(2)
22 pembangunan jalan antar kota dan provinsi maupun pemeliharaan dalam sistem pengairan yang melintasi berbagai wilayah. Tekad pemerintah pusat diadakan pemekaran daerah adalah untuk meningkatkan peran pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri(Suparmoko, 2002).
Daerah melakukan pemekaran wilayah didasari atas berbagai alasan (Tarigan, 2010):
1. Preference for Homogeneity (kesamaan kelompok) atau historical etnic memungkinkan ikatan sosial dalam satu etnik yang sama perlu diwujudkan dalam satu daerah yang sama pula. Keinginan untuk membentuk daerah baru seiring dengan semakin menguatnya kecenderungan pengelompokan etnis pada daerah lama. Hal ini muncul mengingat dalam daerah lama tidak banyak kesempatan ekonomi dan politik yang dapat dimanfaatkan dengan baik oleh etnik tersebut disamping tentunya faktor sejarah etnik tersebut pada masa lampau. Fitriani (2005) membuktikan bahwa historical etnic menjadi alasan dalam pemekaran daerah melalui model ekonometrik dan hasilnya secara statistik signifikan.
2. Fiscal Spoil (insentif fiskal untuk memekarkan diri, dapat dari DAU/DAK), adanya jaminan dana transfer, khususnya Dana Alokasi Umum, dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah menghasilkan keyakinan bahwa daerah tersebut akan dibiayai. Pembiayaan tersebut melalui alokasi untuk Pegawai Negeri Sipil Daerah maupun peluang kesempatan kerja melalui peningkatan jumlah staf pemerintah daerah. Jaminan tersebut diharapkan juga berdampak terhadap meningkatkanya aktivitas perekonomian, baik melalui
(3)
23 belanja langsung pegawai maupun pembelanjaan barang dan jasa dari aktivitas pemerintahan. Dalam kacamata ini, akumulasi aktivitas ekonomi diharapkan berimplikasi positif terhadap kesejahteraan masyarakat.
3. Beaurocratic and Political rent seeking (alasan politik, dan untuk mencari jabatan penting/mobilitas vertikal). Alasan politik dimana dengan adanya wilayah baru akan memunculkan wilayah kekuasan politik baru sehingga aspirasi politik masyarakat jauh lebih dekat. Pada level daerah tentu saja kesempatan tersebut akan muncul melalui kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Pada level nasional, munculnya wilayah baru akan dimanfaatkan sebagai peluang untuk dukungan yang lebih besar pada kekuatan politik tertentu. Pada akhirnya entitas wilayah akan muncul dalam kalkulasi politik yang lebih representatif.
4. Administrative Dispersion, mengatasi rentang kendali pemerintahan. Alasan ini semakin kuat mengingat daerah-daerah pemekaran merupakan daerah yang cukup luas sementara pusat pemerintahan dan pelayanan masyarakat sulit dijangkau. Posisi ibukota pemerintahan menjadi faktor penentu. Hal ini juga nyata terbukti bahwa daerah-daerah pemekaran merupakan daerah tertinggal dan miskin yang dukungan pelayanan publik maupun infrastruktur pendukungnya sangat minim.
Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 78 tahun 2007 tentang Pemekaran Daerah yang mengatur antara lain tentang instrumen prosedural dan instrument persyaratan pemekaran daerah. Pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Bagi
(4)
24 provinsi, syarat administratif yang wajib dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri. Sedangkan untuk kabupaten/kota, syarat administratif yang juga harus dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri. Syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor di bawah ini.
1. Kemampuan ekonomi 2. Potensi daerah
3. Sosial budaya 4. Sosial politik 5. Kependudukan 6. Luas daerah 7. Pertahanan 8. Keamanan
Selanjutnya, syarat fisik yang dimaksud harus meliputi paling sedikit lima kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit lima kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan empat kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan. Dalam PP Nomor 78 tahun 2007 Bab II pasal 2, dinyatakan bahwa pembentukan, pemekaran,
(5)
25 penghapusan dan penggabungan daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:
1. peningkatan pelayanan kepada masyarakat; 2. percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi;
3. percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah; 4. percepatan pengelolaan potensi daerah;
5. peningkatan keamanan dan ketertiban; dan
6. peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Melalui pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan dirubah kembali menjadi Undang-Undang No. 23 tahun 2014 bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-undang ini merupakan salah satu tonggak reformasi pemerintahan di Indonesia.
Dengan adanya pemekaran daerah, diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus rumah tangganya sendiri, terutama dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam dan pengelolaan bantuan pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik. Oleh karena itu dengan pemekaran daerah diharapkan meningkatkan dinamika kemandirian daerah yang pada akhirnya
(6)
26 bermanfaat pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan utama otonomi. Bukan sebaliknya bahwa pemekaran daerah telah menguras energi pemerintah Provinsi dan prosesnya sering menimbulkan ketidakstabilan di daerah (APPSI, 2007).
Pemekaran daerah menjadi suatu polemik antara banyak pihak, apakah merupakan sebuah kebutuhan atau euforia demokrasi. ”Terbukti bahwa elitelah yang mendorong pemekaran daerah. Namun, orientasinya untuk mengejar keuntungan politik dan ekonomi. Keuntungan politik dengan menguasai pemerintahan dan keuntungan ekonomi dengan menguasai proyek-proyek pembangunan di daerah.” (Yossihara, 2011). Pemekaran wilayah dijadikan bisnis dari kelompok elit politik di daerah yang sekedar menginginkan jabatan dan posisi dalam pemerintahan. Euforia demokrasi dan tumbuhnya partai-partai politik dimanfaatkan oleh kelompok elit ini untuk menyuarakan ”aspirasinya” yaitu mendorong terjadinya pemekaran.
Saat ini sebagian besar daerah otonom baru masih mengalami kesulitan membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan karena minimnya sumber daya atau belum tergalinya potensi pendapatan. Untuk masalah keuangan, daerah otonom baru masih bergantung pada bantuan keuangan dari daerah induk dan alokasi anggaran dari pemerintah pusat. Dengan demikian, praktis penambahan daerah otonom baru justru membebani APBN (Helbra, 2013).Selanjutnya dalam Evaluasi Pemekaran daerah oleh UNDP tahun 2008, terdapat perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dan daerah dalam PP 78/2007, dimana pemerintah pusat berkeinginan untuk mencari daerah otonom
(7)
27 baru yang memang dapat berdiri sendiri dan mandiri. Karena itu disusunlah seperangkat indikator yang pada hakekatnya berupaya mengidentifikasi kemampuan calon daerah otonom baru. Namun dari sisi yang lain, pemerintah daerah memiliki pendapat yang berbeda. Pemerintah daerah melihat pemekaran daerah sebagai upaya untuk secara cepat keluar dari kondisi keterpurukan. Studi ini menemukan konfirmasi tersebut. Daerah otonom baru ternyata secara umum tidak berada dalam kondisi awal yang lebih baik dibandingkan daerah induk atau daerah kontrol. Bahkan evaluasi setelah lima tahun perjalanannya, daerah otonom baru juga secara umum masih di bawah kondisi daerah induk dan kontrol.
Pemekaran daerah menjadi kecenderungan baru dalam struktur pemerintahan daerah dan provinsi di Indonesia. Hal itu tampak dari semakin marak terjadi sejak kebijakan desentralisasi digulirkan pada tahun 1999. Besarnya kehendak dan aspirasi untuk pemekaran daerah ini memaksa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri sempat melakukan moratorium pemekaran. Kemendagri akan memperketat upaya pemekaran dengan mengusulkan adanya daerah persiapan. Rencana ini akan memberlakukan rentang waktu lima tahun untuk mengevaluasi suatu daerah sebelum ditetapkan sebagai DOB. Usulan ini sendiri akan dimasukkan dalam naskah RUU Pemda. Daerah persiapan merupakan cara mengantisipasi gagalnya suatu DOB terbentuk. Kondisi di atas tentu saja memunculkan banyak kritik dan pertanyaan mengenai kebijakan pemekaran daerah, terutama jika dilihat semangat awal kebijakan ini, yakni peningkatan kesejahteraan ekonomi. Semua pihak tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak masalah yang dihadapi daerah hasil pemekaran dalam mencapai
(8)
28 tujuan peningkatan kesejahteraan ekonomi. Namun ternyata hal itu tidak menyurutkan hasrat sebagian masyarakat untuk mengusulkan pemekaran daerah baru. Mereka seolah mengabaikan berbagai hasil kajian dan evaluasi terhadap daerah-daerah yang telah lebih dulu dimekarkan. Oleh karena itu, akhir-akhir ini mulai muncul upaya untuk mengkaji lebih jauh kinerja daerah-daerah baru hasil pemekaran, khususnya di tingkat kabupaten/kota, dalam meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi.
Disisi lain, banyak pula argumen yang diajukan untuk mendukung pemekaran, yaitu antara lain adanya kebutuhan untuk mengatasi jauhnya jarak rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, serta memberi kesempatan pada daerah untuk melakukan pemerataan pembangunan. Alasan lainnya adalah diupayakannya pengembangan demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil. Daerah otonom dimaksudkan agar daerah yang bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan meningkatkan potensinya agar tidak bergantung pada pemerintah pusat, oleh karena itu daerah otonom harus mempunyai kemampuan sendiri dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya melalui sumber-sumber pendapatan yang dimiliki sekaligus tidak menjadi beban pemerintah pusat. Pelimpahan kekuasaan pusat kepada daerah-daerah otonom, yang diharapkan akan memperbaiki kinerja ekonomi secara lebih produktif dan berkelanjutan di masa depan. Pemekaran wilayah pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu dengan cara meningkatkan serta mempercepatkan pelayanan, kehidupan
(9)
29 demokrasi, perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah, keamanan dan ketertiban, dan hubungan yang serasi antar daerah dan pusat.
2.2Infrastruktur
Infrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas publik yang lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial. Infrastruktur merupakan elemen struktural ekonomi yang memfasilitasi arus barang dan jasa antara pembeli dan penjual (The MIT Dictionary of Modern Economics, 1992). Infrastruktur juga merupakan pelayanan utama dari suatu negara yang membantu kegiatan ekonomi dan kegiatan masyarakat dapat berlangsung yaitu dengan menyediakan transportasi dan juga fasilitas pendukung lainnya(TheRoudletge Dictionary of Economics, 2002). Selain itu infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Infrastruktur sama saja dengan prasarana, yaitu segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (Kodoatie, 2005). Menurut World Bank Report (1994) infrastruktur dibagi dalam tiga jenis, yaitu:
1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities (tenaga, telekomunikasi, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal,
(10)
30 irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).
2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi. 3. Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi
dan koordinasi.
Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan beberapa jenis infrasturktur yang penyediaannya diatur pemerintah, yaitu: infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur air minum dan sanitasi, infrastruktur telematika, infrastruktur ketenagalistrikan, dan infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan infrastruktur tersebut diatas dapat dikategorikan sebagai infrastruktur dasar, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga perlu diatur oleh pemerintah. Ketersediaan infrastruktur meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang menuju pada perkembangan ekonomi suatu kawasan atau wilayah. Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan sebagainya yang merupakan social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik, mempunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik
(11)
31 pula, dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional (Bappenas, 2003).
2.2.1 Infrastruktur Jalan
Dalam UU No. 38 tahun 2004 disebutkan bahwa jalan sebagai sarana transportasi merupakan unsur penting dalam merangsang maupun mengantisipasi pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Pada masyarakat agraris, jalan digunakan untuk memasarkan hasil pertanian. Sedangkan World Bank (2007) menyatakan insentif bagi petani (harga dan input) menjadi sia-sia jika terdapat halangan fisik dan biaya ekonomi yang tinggi untuk transportasi barang.
Pembangunan prasarana jalan turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya volume lalu lintas. Sebaiknya prasarana jalan yang buruk dan rusak akan menghambat alokasi sumber daya, pengembangan industri, pendistribusian faktor produksi, barang dan jasa, yang pada akhirnya akan memengaruhi pendapatan. Infrastruktur jalan sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial dan hanya jalan dalam kondisi baik yang bisa memfasilitasi mobilitas tersebut, maka penelitian ini untuk indikator infrastruktur menggunakan panjang jalam dalam kondisi baik . Hal ini untuk menggambarkan seberapa besar kinerja pemerintah dari sisi infrastruktur untuk memfasilitasi mobilisasi barang/jasa guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(12)
32 2.2.2 Infrastruktur Listrik
Listrik merupakan energi terpentingdalam perkembangan kehidupan manusia modern. Listrik digunakan untuk berbagaikegiatan baik di kota-kota besar maupundi wilayah pedesaan. Kebutuhan akanenergi listrik dari waktu ke waktu semakinmeningkat seiring dengan pertumbuhansosial masyarakat. Tercukupinya pasokanakan listrik merupakan prasyarat bagiterselenggaranya kegiatan ekonomi karenalistrik merupakan kebutuhan pokok dalamkehidupan sehari-hari karena hampirseluruh aktivitas masyarakat tergantungpada tenaga listrik. Keterlambatanpengembangan energi listrik dapatberakibat fatal meliputi kehilangankapasitas produksi industri, penurunannilai ekspor serta keengganan investormelakukan investasi(Widayati, 2010).
Dengan semakin majunya suatu wilayah, kebutuhan akan listrik menjadituntutan primer yang harus dipenuhi, tidak hanya untuk rumah tangga namun jugauntuk kegiatan ekonomi terutama industri. Dalam kehidupan masyarakat yangsemakin modern, semakin banyak peralatan rumah tangga, peralatan kantor sertaaktivitas-aktivitas masyarakat yang mengandalkan sumber energi dari listrik.Peningkatan kegiatan ekonomi dalam produksi dan investasi juga membutuhkanlistrik yang memadai. Oleh karena itu permintaan listrik meningkat dari tahun ketahun baik dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya (Wahyuni, 2009).
Tenaga listrik memegang peranan penting dalam upaya mendukung pembangunan nasional secara luas baik ekonomi, sosial maupun budaya. Pembangunan dan pendistribusian infrastruktur listrik sangat tergantung pada
(13)
33 tersedianya prasarana jalan karena pemasangan jaringan listrik biasanya ditempatkan pada bahu jalan untuk memudahkan pemasangan, pengoperasian, dan pemeliharaan jaringan.
2.2.3 Infrastruktur Air Bersih
Penyediaan air bersih dan sarananya merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kualitas dan keberlanjutan kehidupan manusia. Oleh karenanya air bersih mutlak harus tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Pada hakikatnya, alam telah menyediakan air yang dibutuhkan, namun desakan pertumbuhan penduduk yang tidak merata serta aktivitasnya telah menimbulkan berbagai dampak perubahan tatanan dan keseimbangan lingkungan (Purnomo, 2009). Penggunaan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu kebutuhan domestik, irigasi pertanian dan industri. Kebutuhan domestik untuk masyarakat akan meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk baik di perkotaan maupun pedesaan. Air untuk keperluan irigasi pertanian juga terus meningkat dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah. Demikian juga dalam bidang industri, yang kian mengalami peningkatan karena struktur perekonomian yang mengarah pada industrialisasi.
Air harus dipandang sebagai barang ekonomi sehingga untuk mendapatkannya memerlukan pengorbanan baik waktu maupun biaya. Sebagaimana barang ekonomi lainnya, air mempunyai nilai bagi penggunanya, yaitu jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan untuk penggunaan sumber daya tersebut, dimana pengguna akan menggunakan air selama manfaat dari
(14)
34 tambahan setiap kubik air yang digunakan melebihi biaya yang dikeluarkan (Briscoe dalam Oktavianus, 2003).
Dalam penyaluran air bersih oleh PDAM, berbagai tantangan dihadapi didalam penyediaan air bersih seperti jaringan infrastruktur yang terbatas, manajemen dan kemampuan teknis yang rendah dari manajemen PDAM yang ada didalam pengoperasian korporasi air bersih serta terbatasnya kapital investasi. Kuantitas sumber air bersih sangat terbatas disamping kualitas air bersih yang dikonsumsi masyarakat kurang memenuhi standar. Hal ini disebabkan rendahnya kualitas pengolahan di unit produksi, pencemaran di sistim distribusi maupun sumber air yang tercemar dipergunakan untuk proses pengolahan. Untuk mengatasi masalah tersebut, khususnya di bidang penyediaan air bersih, telah ditawarkan 20 paket proyek penyediaan air bersih di berbagai kota di Indonesia yang layak untuk dibiayai oleh sektor swasta. Selain itu, pemerintah sudah melakukan upaya untuk memfasilitasi investasi sektor swasta yaitu memperbaiki peraturan dan ketentuan yang ada agar memberikan insentif dan iklim yang baik untuk berinvestasi. Telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 16/2005 mengenai Sistem Penyediaan Air Minum antara lain, mengamanatkan pembentukan Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) yang saat ini telah efektif. Peraturan Pemerintah No.20/1994 mengizinkan investor asing memegang saham sampai 95%. Pemerintah memberikan dukungan dana yang diutamakan untuk daerah rawan air (desa, kawasan kumuh/nelayan, pulau kecil/terpencil) dan membantu perluasan pelayanan bagi PDAM yang tidak sehat. Investasi swasta diarahkan untuk cost recovery, seperti penyediaan air minum dan
(15)
35 sanitasi untuk daerah komersial/hunian yang mampu, dan TPA regional/metropolitan (Pengembangan Infrastruktur di Indonesia, 2005).
2.2.4 Infrastruktur Kesehatan
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai sebuah kondisi kesejahteraan fisik, mental dan sosial, dan bukan sekedar bebas penyakit dan kelemahan fisik. Secara ekonomi, masyarakat yang sehat akan menghasilkan tenaga kerja yang sehat dan merupakan input penting untuk pertumbuhan ekonomi. Negara yang mempunyai tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah menghadapi tantangan yang lebih berat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan dibandingkan dengan negara yang lebih baik tingkat kesehatan dan pendidikannya.
Menurut Yuliati (2011), tingkat kesehatan masyarakat yang berpengaruh pada usia produktifitas tenaga kerja yang nantinya dapat mempengaruhi output barang/jasa, meningkatkan upah dan pada akhirnya dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang sehat akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan. Indikator ini juga digunakan oleh pemerintah sebagai sub indikator pada indikator potensi daerahpada syarat kelulusan calon DOB menjadi DOB.
Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta pelayanan kesehatan lainnya diharapkan meningkatkan mutu kesehatan yang menjangkau seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata. Pengembangan infrastruktur kesehatan, baik secara kuantitas maupun kualitas,
(16)
36 akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang merupakan faktor input pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (Krismanti, 2009). 2.2.5 Infrastruktur Pendidikan
Sektor pendidikan merupakan bagian penting dalam pelayanan publik. DalamRencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 disebutkanpermasalahan bidang pendidikan di Indonesia antara lain adalah fasilitas pelayananpendidikan, khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan yang lebihtinggi yang belum tersedia secara merata, serta ketersediaan pendidik yang belummemadai baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemekaran daerah memungkinkanpemerintah memperbaiki pemerataan fasilitas pendidikan baik tingkat dasar maupunlanjutan serta memperbaiki ketersediaan tenaga pendidik yang memadai melalui peranpemerintah daerah. Dengan rentang kendali yang lebih pendek dan alokasi fiskal yanglebih merata seyogyanya menjadi modal dasar peningkatan pelayanan bidangpendidikan di setiap daerah, khususnya daerah pemekaran(Bappenas bekerjasama dengan UNDP, 2007).
Ada beberapa alasan mengapa pendidikan itu sangat penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertama, dalam perspektifmikroekonomi, pendidikan meningkatkan modal manusia yang melekat padaangkatan kerja, yang akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Kedua,pendidikan akan meningkatkan kapasitas inovasi dari suatu perekonomian,pengetahuan baru atas teknologi akan mendorong pertumbuhan. Ketiga,pendidikan memfasilitasi dan menyebarkan pengetahuan yang dibutuhkan
(17)
37 untukmemahami dan mengimplementasikan informasi baru yang ditemukan oleh orang lain, hal ini mendorong pertumbuhan (Bappenas, 2008).
2.3Penelitian Terdahulu
Penelitian Yuliati (2011)yang berjudul Evaluasi Hasil Pemekaran : Studi Kasus Pemekaran Kabupaten, ditujukan untuk mengetahui apakah pembentukan daerah otonomi baru terjadi peningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan percepatan pembangunan ekonomi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode treatment-control. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan PDRB DOB lebih tinggi dari daerah induk dan daerah kontrol, rata-rata Indeks Kemampuan Ekonomi DOB lebih tinggi dari daerah kontrol dan lebih rendah dari daerah induk. Hasil untuk evaluasi pelayanan bagi masyarakat baik secara rasio maupun pertumbuhan jumlah guru per siswa SLTA pada DOB masih berada di bawah daerah induk maupun daerah kontrol. Di sisi lain DOB memiliki trend positif untuk pertumbuhan jumlah guru per siswa. Selanjutnya, rata-rata pertumbuhan jumlah fasilitas kesehatan DOB lebih rendah dibandingkan dengan daerah induk dan daerah kontrol. Pertumbuhan jumlah tenaga kesehatan pada daerah induk meningkat (positif) dibandingkan daerah kontrol (positif di bawah daerah induk) dan trend DOB yang menurun (negatif). Tapi jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan jumlah tenaga kesehatan DOB mempunyai rata-rata-rata-rata yang paling tinggi disusul daerah induk dan daerah kontrol. Rata-rata prosentase jalan kondisi baik di DOB paling rendah setelah daerah kontrol dan daerah induk, tapi jika
(18)
38 dianalisa pertumbuhannya, DOB mempunyai rata-rata pertumbuhan tertinggi setelah daerah induk dan daerah kontrol.
Penelitian yang dilakukan oleh Radiansyah (2012) yang berjudul “Analisis Kontribusi Infrastruktur terhadap Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Regional Indonesia (Pada Tahun 1998-2008)” dengan tujuan untuk membahas kontribusi sektor infrastruktur dan pengaruh pelaksanaan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis ekonometrika menggunakan data panel pada periode tahun 1998-2008. Variabel terikat yang digunakan adalah pendapatan perkapita dan variabel-variabel bebasnya adalah panjang jalan, kapasitas listrik, jumlah sambungan telepon, investasi, tingkat pendidikan, dan dummy otonomi daerah. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pembangunan infrastruktur dan pelaksanaan otonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang diwakili oleh pendapatan perkapita penduduk.
Penelitian yang dilakukan oleh Sidik (2011) yang berjudul “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Listrik terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan Tahun 1994-2008” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh ketersediaan infrastruktur jalan dan listrik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan. Berdasarkan hasil regresi ekonometrika data panel dapat diketahui elastisitas infrastruktur jalan maupun infrastruktur listrik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan. Infrastruktur jalan dan listrik secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut diketahui dari hasil estimasi didapatkan nilai
(19)
39 F statistik sebesar 11082,37. Nilai tersebut secara statistik dikatakan baik karena bernilai lebih dari 4, signifikan pada derajad keyakinan 95% (α=5%). Dengan dilakukan perhitungan sumber pertumbuhan dapat diketahui pula kontribusi masing-masing infrastruktur dan juga total faktor produktivitas terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan dalam periode 1994-2008.
Penelitian Sitanggang, Sirozuzilam, Sihombing dan Mahalli (2011) dalam penelitian yang berjudul Analisis Dampak Pemekaran Kabupaten terhadap Pembangunan Pariwisata di Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilakukan pada 3 (tiga) Kecamatan yang menjadi daerah tujuan wisata Kabupaten Samosir yaitu Simanindo, Pangururan dan Sianjur Mula-mula, yang berbasis pada data primer hasil survei terhadap 100 responden. Tipe penelitian adalah deskriptif dengan paparan data sekunder dan primer yang analisisnya tergambar dalam tabel tunggal, tabel silang dan uji beda (t) atas penghasilan responden sebelum dan sesudah pemekaran Kabupaten Samosir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah berdampak positif pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Samosir, dengan adanya kemajuan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasana, serta kelembagaan pembangunan.
Penelitian Wahyuni (2009) yang berjudul Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh serta besarnya kontribusi infrastruktur sosial dan ekonomi terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Produktivitas ekonomi diperoleh koefisien dari output per tenaga kerja yang diadopsi dari bentuk model pertumbuhan Solow, yang menghubungkan output dengan input faktor produksi.
(20)
40 Kapital yang diteliti adalah investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial. Analisis regresi data panel digunakan untuk melihat besarnya pengaruh infrastruktur terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Infrastruktur yang diteliti meliputi: panjang jalan, energi listrik yang terjual, air bersih yang disalurkan dan sarana kesehatan yang diwakili dengan data jumlah rumah sakit dan puskesmas. Analisis dilakukan dengan menggunakan data 26 provinsi di Indonesia dan pada kurun waktu 13 tahun (1995-2007). Pendekatan dilakukan dengan model fixed effects menunjukkan hasil bahwa masing-masing infrastruktur memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas ekonomi dengan tingkat elastisitas yang berbeda-beda, yaitu infrastruktur sarana kesehatan sebesar 0,65, energi listrik 0,08, panjang jalan 0,07 dan air bersih 0,05. Sarana kesehatan yang merupakan bagian dalam modal manusia yang vital bagi pembangunan, mempunyai tingkat elastisitas yang paling besar memengaruhi produktivitas ekonomi dimana setiap kenaikan 1 persen infrastruktur kesehatan akan meningkatkan produktivitas ekonomi sebesar 0,65 persen.
2.4Kerangka Konseptual
Pemekaran Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur. Hal ini selaras dengan salah satu cara mencapai tujuan pemekaran daerah yaitu peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang diarahkan pada pembangunan sarana dan prasarana. Kerangka konseptual yang dibahas dalam penelitian tentang analisis pengaruh pemekaran daerah terhadap pembangunan infrastruktur kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebagai berikut:
(21)
41 Gambar 2.1Kerangka Konseptual Dampak Pemekaran Daerah Terhadap
Pembangunan Infrastruktur Kabupaten Humbang Hasundutan
2.5Hipotesis
Pemekaran daerah Kabupaten Humbang Hasundutan berdampak positif terhadap pembangunan infrastruktur.
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
PRA PEMEKARAN
• Jalan (Km)
• Listrik (KVA)
• Air bersih (m3)
• Kesehatan (unit)
• Pendidikan (unit)
PASCA PEMEKARAN
• Jalan (Km)
• Listrik (KVA)
• Air bersih (m3)
• Kesehatan (unit)
• Pendidikan (unit)
PEMEKARAN DAERAH
(1)
36 akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang merupakan faktor input pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (Krismanti, 2009).
2.2.5 Infrastruktur Pendidikan
Sektor pendidikan merupakan bagian penting dalam pelayanan publik. DalamRencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 disebutkanpermasalahan bidang pendidikan di Indonesia antara lain adalah fasilitas pelayananpendidikan, khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan yang lebihtinggi yang belum tersedia secara merata, serta ketersediaan pendidik yang belummemadai baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemekaran daerah memungkinkanpemerintah memperbaiki pemerataan fasilitas pendidikan baik tingkat dasar maupunlanjutan serta memperbaiki ketersediaan tenaga pendidik yang memadai melalui peranpemerintah daerah. Dengan rentang kendali yang lebih pendek dan alokasi fiskal yanglebih merata seyogyanya menjadi modal dasar peningkatan pelayanan bidangpendidikan di setiap daerah, khususnya daerah pemekaran(Bappenas bekerjasama dengan UNDP, 2007).
Ada beberapa alasan mengapa pendidikan itu sangat penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertama, dalam perspektifmikroekonomi, pendidikan meningkatkan modal manusia yang melekat padaangkatan kerja, yang akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Kedua,pendidikan akan meningkatkan kapasitas inovasi dari suatu perekonomian,pengetahuan baru atas teknologi akan mendorong pertumbuhan. Ketiga,pendidikan memfasilitasi dan menyebarkan pengetahuan yang dibutuhkan
(2)
37 untukmemahami dan mengimplementasikan informasi baru yang ditemukan oleh orang lain, hal ini mendorong pertumbuhan (Bappenas, 2008).
2.3Penelitian Terdahulu
Penelitian Yuliati (2011)yang berjudul Evaluasi Hasil Pemekaran : Studi Kasus Pemekaran Kabupaten, ditujukan untuk mengetahui apakah pembentukan daerah otonomi baru terjadi peningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan percepatan pembangunan ekonomi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode treatment-control. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan PDRB DOB lebih tinggi dari daerah induk dan daerah kontrol, rata-rata Indeks Kemampuan Ekonomi DOB lebih tinggi dari daerah kontrol dan lebih rendah dari daerah induk. Hasil untuk evaluasi pelayanan bagi masyarakat baik secara rasio maupun pertumbuhan jumlah guru per siswa SLTA pada DOB masih berada di bawah daerah induk maupun daerah kontrol. Di sisi lain DOB memiliki trend positif untuk pertumbuhan jumlah guru per siswa. Selanjutnya, rata-rata pertumbuhan jumlah fasilitas kesehatan DOB lebih rendah dibandingkan dengan daerah induk dan daerah kontrol. Pertumbuhan jumlah tenaga kesehatan pada daerah induk meningkat (positif) dibandingkan daerah kontrol (positif di bawah daerah induk) dan trend DOB yang menurun (negatif). Tapi jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan jumlah tenaga kesehatan DOB mempunyai rata-rata-rata-rata yang paling tinggi disusul daerah induk dan daerah kontrol. Rata-rata prosentase jalan kondisi baik di DOB paling rendah setelah daerah kontrol dan daerah induk, tapi jika
(3)
38 dianalisa pertumbuhannya, DOB mempunyai rata-rata pertumbuhan tertinggi setelah daerah induk dan daerah kontrol.
Penelitian yang dilakukan oleh Radiansyah (2012) yang berjudul “Analisis Kontribusi Infrastruktur terhadap Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Regional Indonesia (Pada Tahun 1998-2008)” dengan tujuan untuk membahas kontribusi sektor infrastruktur dan pengaruh pelaksanaan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis ekonometrika menggunakan data panel pada periode tahun 1998-2008. Variabel terikat yang digunakan adalah pendapatan perkapita dan variabel-variabel bebasnya adalah panjang jalan, kapasitas listrik, jumlah sambungan telepon, investasi, tingkat pendidikan, dan dummy otonomi daerah. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pembangunan infrastruktur dan pelaksanaan otonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang diwakili oleh pendapatan perkapita penduduk.
Penelitian yang dilakukan oleh Sidik (2011) yang berjudul “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Listrik terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan Tahun 1994-2008” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh ketersediaan infrastruktur jalan dan listrik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan. Berdasarkan hasil regresi ekonometrika data panel dapat diketahui elastisitas infrastruktur jalan maupun infrastruktur listrik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan. Infrastruktur jalan dan listrik secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut diketahui dari hasil estimasi didapatkan nilai
(4)
39 F statistik sebesar 11082,37. Nilai tersebut secara statistik dikatakan baik karena bernilai lebih dari 4, signifikan pada derajad keyakinan 95% (α=5%). Dengan dilakukan perhitungan sumber pertumbuhan dapat diketahui pula kontribusi masing-masing infrastruktur dan juga total faktor produktivitas terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan dalam periode 1994-2008.
Penelitian Sitanggang, Sirozuzilam, Sihombing dan Mahalli (2011) dalam penelitian yang berjudul Analisis Dampak Pemekaran Kabupaten terhadap Pembangunan Pariwisata di Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilakukan pada 3 (tiga) Kecamatan yang menjadi daerah tujuan wisata Kabupaten Samosir yaitu Simanindo, Pangururan dan Sianjur Mula-mula, yang berbasis pada data primer hasil survei terhadap 100 responden. Tipe penelitian adalah deskriptif dengan paparan data sekunder dan primer yang analisisnya tergambar dalam tabel tunggal, tabel silang dan uji beda (t) atas penghasilan responden sebelum dan sesudah pemekaran Kabupaten Samosir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah berdampak positif pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Samosir, dengan adanya kemajuan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasana, serta kelembagaan pembangunan.
Penelitian Wahyuni (2009) yang berjudul Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh serta besarnya kontribusi infrastruktur sosial dan ekonomi terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Produktivitas ekonomi diperoleh koefisien dari output per tenaga kerja yang diadopsi dari bentuk model pertumbuhan Solow, yang menghubungkan output dengan input faktor produksi.
(5)
40 Kapital yang diteliti adalah investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial. Analisis regresi data panel digunakan untuk melihat besarnya pengaruh infrastruktur terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Infrastruktur yang diteliti meliputi: panjang jalan, energi listrik yang terjual, air bersih yang disalurkan dan sarana kesehatan yang diwakili dengan data jumlah rumah sakit dan puskesmas. Analisis dilakukan dengan menggunakan data 26 provinsi di Indonesia dan pada kurun waktu 13 tahun (1995-2007). Pendekatan dilakukan dengan model fixed effects menunjukkan hasil bahwa masing-masing infrastruktur memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas ekonomi dengan tingkat elastisitas yang berbeda-beda, yaitu infrastruktur sarana kesehatan sebesar 0,65, energi listrik 0,08, panjang jalan 0,07 dan air bersih 0,05. Sarana kesehatan yang merupakan bagian dalam modal manusia yang vital bagi pembangunan, mempunyai tingkat elastisitas yang paling besar memengaruhi produktivitas ekonomi dimana setiap kenaikan 1 persen infrastruktur kesehatan akan meningkatkan produktivitas ekonomi sebesar 0,65 persen.
2.4Kerangka Konseptual
Pemekaran Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur. Hal ini selaras dengan salah satu cara mencapai tujuan pemekaran daerah yaitu peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang diarahkan pada pembangunan sarana dan prasarana. Kerangka konseptual yang dibahas dalam penelitian tentang analisis pengaruh pemekaran daerah terhadap pembangunan infrastruktur kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebagai berikut:
(6)
41
Gambar 2.1Kerangka Konseptual Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Pembangunan Infrastruktur Kabupaten Humbang Hasundutan
2.5Hipotesis
Pemekaran daerah Kabupaten Humbang Hasundutan berdampak positif terhadap pembangunan infrastruktur.
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
PRA PEMEKARAN • Jalan (Km) • Listrik (KVA) • Air bersih (m3) • Kesehatan (unit)
• Pendidikan (unit)
PASCA PEMEKARAN • Jalan (Km) • Listrik (KVA) • Air bersih (m3) • Kesehatan (unit) • Pendidikan (unit)
PEMEKARAN DAERAH