Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun

institusi lain (misalnya pemerintah) dan sarana kegiatan untuk berinvestasi. Pasar
modal dipandang sebagai salah satu sarana yang dapat mempercepat
pembangunan suatu negara secara efektif. Dalam rangka melaksanakan
pembangunan nasional, khususnya dalam upaya mencari sasaran pembangunan
diperlukan berbagai sarana penunjang, antara lain berupa tatanan hukum yang
mendorong, menggerakkan dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan
di bidang ekonomi. 1
Pengawasan pasar modal pada awalnya berada di tangan Badan Pengawas
Pasar Modal yang selanjutnya disebut dengan Bapepam. Bapepam merupakan
komponen yang memegang peranan penting terhadap kemajuan pasar modal
Indonesia. Bapepam merupakan lembaga pemerintah yang bertugas untuk
melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari terhadap pasar
modal bila terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam bursa efek. Peran Bapepam
sebagai badan pengawas untuk melakukan pembinaan dan pengaturan serta

pengawasan sehari-hari pasar modal dengan tujuan mewujudkan tujuan dan
terciptanya kegiatan pasar yang efisien, dan serta melindungi kepentingan
masyarakat pemodal. 2

1

Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2010), hlm. 205.
2
Rusdin, Pasar Modal, (Bandung : Alfabeta, 2005), hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara

Penyelenggaraan fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh Bapepam,
dalam perkembangannya, telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan
dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi nasional.
Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di
bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem
keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor
keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Adanya lembaga jasa

keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan
telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan
di dalam sistem keuangan. 3
Memasuki era globalisasi ekonomi ini, pembaharuan hukum sangat
penting dan mutlak dilakukan. Kebijaksanaan pembaharuan hukum Indonesia
hendaknya berorientasi kepada jaminan dan kepastian hukum yang lebih jelas dan
pasti. Seiring dengan itu, yang juga harus menjadi perhatian adalah sarana yang
dapat memperlancar jalannya perekonomian, termasuk peraturan perundangundangan. 4 Oleh karena itu, Negara senantiasa memberikan perhatian yang serius
terhadap perkembangan kegiatan sektor jasa keuangan tersebut, dengan
mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan yang terintegrasi dan komprehensif. 5
Belum

optimalnya

perlindungan

konsumen

jasa


keuangan,

dan

terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya
3

Wahyu Wiriadinata, “ Masalah Penyidik Dalam Tindak Pidana Jasa Keuangan di
Indonesia”, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 9, Nomor 3, Oktober 2012, hlm. 396.
4
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi (I), (Bandung : BooksTerrace & Library,
2007), hlm. 5.
5
Rio Sidauruk, “Dari Bapepam Ke OJK”, (6 Maret 2013), Diunduh dari
http://riosidauruk.blogspot.com/2013/03/dari-bapepam-ke-ojk.html, (diakses pada tanggal 26
januari 2014).

Universitas Sumatera Utara


pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penataan kembali
struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor
perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan
lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai
mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang
timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya
stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan
kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi. 6
Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu model
pengawasan yang berfungsi mengawasi segala macam kegiatan keuangan. Setiap
model pengawasan memang memiliki keunggulan dan kelemahan masing masing.
Llewellyn melihat bahwa lembaga pengawasan harus memiliki ketahanan dalam
menghadapi masa krisis, memiliki tingkat efisiensi dan efektivitas tinggi yang
tercermin dalam biaya dan adanya kejelasan pembagian tanggung jawab dan
fungsi serta memiliki persepsi yang baik dimata publik. 7
Selain pertimbangan-pertimbangan tersebut, terdapat undang-undang yang
juga mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan

perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan dana masyarakat yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
6

Albab setiawan, Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: jas and partner lawyer office, 2012),

hlm. 1.
7

Zulaika, “OJK Dalam Ketatanegaraan Indonesia”, (07 Desember 2012), Diunduh dari
http://zulakita.blogspot.com/2012/12/ojk-dalam-ketatanegaraan-indonesia.html, (diakses pada
tanggal 27 Januari 2014).

Universitas Sumatera Utara

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dengan perubahan terakhir melalui Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2004 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang yang selanjutnya disebut
dengan UUBI dalam Pasal 34 ayat (2). Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan


tersebut di atas pada hakikatnya merupakan lembaga bersifat independen dalam
menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah. Lembaga ini
berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dan atas landasan hukum yang
mengamanatkan pembentukan sebuah lembaga pengawasan terhadap sektor jasa
keuangan secara keseluruhan dan dilakukan secara terintegrasi maka lahirlah
sebuah lembaga baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut
dengan OJK. Dimana mulai tahun 2014, OJK akan beroperasi sebagai pengawas
jasa keuangan di Indonesia. OJK yang didirikan dengan Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2011 tentang OJK yang selanjutnya disebut dengan UUOJK berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK melakukan pengawasan terhadap
bank, pasar modal (sekuritas), dan industri keuangan non bank (asuransi, dana
pensiun, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan dan badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat).
UUOJK tentu akan membawa dampak bagi peraturan perundangundangan lainnya yang terkait. Oleh karena itu dengan lahirnya UUOJK ini
membutuhkan dilakukan upaya harmonisasi berbagai peraturan perundang-

Universitas Sumatera Utara


undangan terkait pengawasan lembaga keuangan. 8 Hal ini sejalan dengan
pendapat Ann Seidman, Robert B. Seidman dan Nalin Abeyesekere yang
mengatakan bahwa dalam proses pembangunan, undang-undang merupakan alat
utama pemerintah melakukan perubahan pada lembaga-lembaga. Hal tersebut
memperjelas tugas pembuat undang-undang yaitu membuat undang-undang
menjadi efektif dan mampu membawa perubahan, suatu undang-undang yang
efektif pada keadaan khusus di suatu negara harus mampu mendorong suatu
perilaku yang dituju atau yang diaturnya. 9
Tugas tersebut menjadi tanggungjawab Dewan Komisioner (DK) OJK
yang memastikan bahwa ketentuan tertentu perlu diharmonisasi dan ketentuan
yang tetap dibiarkan berbeda untuk mengakomodir perbedaan karakteristik
industri keuangan. Hal ini dibutuhkan untuk menutup celah atau mempersempit
wilayah abu-abu yang dapat digunakan oleh lembaga keuangan melakukan
manuver yang dapat merugikan kepentingan konsumen dan pada akhirnya
merugikan industri keuangan itu sendiri. 10
Pasar modal sebagai salah satu sektor jasa keuangan yang pengawasannya
beralih kepada OJK memiliki landasan hukum dalam pelaksanaan kegiatan di
pasar modal yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
yang selanjutnya disebut dengan UUPM. Sebagaimana telah disebutkan diatas

bahwa sedikit banyaknya UUOJK tentunya akan mempengaruhi UUPM. Maka
untuk

meningkatkan

efektivitas

hukum

dan

kepastian

hukum

dalam

8

Rudy Hendra Pakpahan, “Akibat Hukum Dibentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan

Di Indonesia”, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 9, Nomor 3, Oktober 2012, hlm.421.
9
Ibid.
10
Zulkarnain Sitompul, “ Konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan”, Jurnal
Legislasi Indonesia, Volume 9, Nomor 3, Oktober 2012, hlm. 353.

Universitas Sumatera Utara

penyelenggaraan pengawasan di sektor pasar modal diperlukan harmonisasi dan
pokok-pokok materi yang diatur dalam UUPM terhadap UUOJK. Hal ini
mencegah

terjadinya

persinggungan

kewenangan

serta


untuk

menjaga

independensi OJK dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Mengingat bahwa pasar modal merupakan salah satu sektor dalam sistem
keuangan yang memegang peranan penting untuk pembangunan ekonomi nasional
maka aturan-aturan hukum yang menaunginya harus mampu dipertegas melalui
harmonisasi UUPM terhadap UUOJK. Karena hal ini akan berdampak bagi
masyarakat luas dan kepentingan umum maka penanganan mengenai harmonisasi
undang-undang ini harus ditanggapi dengan cepat dan tepat.
Pasar modal juga menyangkut kepentingan berbagai pihak oleh karena itu
pengawasan terhadap sektor ini diharapkan tidak akan menimbulkan kerugian
bagi pihak-pihak tertentu hanya karena terjadinya persinggungan peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya. Melalui harmonisasi UUPM terhadap
UUOJK, Pengawasan pada pasar modal diharapkan akan terselenggara secara
teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan pasar modal
yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.


B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka
pembahasan permasalahan akan dititikberatkan pada bagaimana upaya yang dapat
dilakukan untuk mengharmonisasikan UUPM Terhadap

UUOJK dalam

Universitas Sumatera Utara

pengawasan perusahaan publik. Atas dasar itulah, penulis membatasi ruang
lingkup kajian permasalahan yang ada sebagai berikut :
1. Bagaimanakah sistem pengawasan pasar modal sebelum terbentuknya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ?
2. Mengapa diperlukan upaya harmonisasi Undang-Undang Pasar Modal
No. 8 Tahun 1995 terhadap Undang-Undang OJK No. 21 Tahun 2011 ?
3. Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk mengharmonisasikan
Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) Terhadap Undang-Undang OJK
(UUOJK) dalam pengawasan perusahaan publik ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi
ini adalah :
1. Untuk mengetahui sistem pengawasan terhadap kegiatan di pasar modal
sebelum terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga
pengawasan yang baru.
2. Untuk mengetahui urgensi diharmonisasikannya Undang-Undang Pasar
Modal No. 8 Tahun 1995 terhadap Undang-Undang OJK No. 21 Tahun
2011.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya dalam mengharmonisasikan UndangUndang OJK (UUOJK) terhadap Undang-Undang Pasar Modal (UUPM).
Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan skripsi ini
adalah :

Universitas Sumatera Utara

1. Manfaat teoritis
Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan
sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya,
perkembangan hukum ekonomi dan khususnya di bidang Otoritas Jasa Keuangan
selaku Lembaga Pengawas Sektor Jasa Keuangan.
2. Manfaat praktis
Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan secara khusus bagi penulis
dan secara umum bagi masyarakat tentang harmonisasi peraturan perundangundangan antara UUPM terhadap UUOJK dalam pelaksanaan pengawasan oleh
OJK terhadap Pasar Modal, dan juga sebagai bahan kajian untuk para akademisi
dan peneliti lainnya yang ingin mengadakan penelitian yang lebih mendalam lagi
mengenai harmonisasi UUPM terhadap UUOJK.

D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh penulis, maka penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang
berjudul “Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan Perusahaan Publik”.
Untuk mengetahui orisinalitas penulisan, sebelum melakukan penulisan
skripsi berjudul “Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentan Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan Perusahaan Publik”,

Universitas Sumatera Utara

penulis terlebih dahulu melakukan penulusuran terhadap berbagai judul skripsi
yang tercatat pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas
cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 17 Desember 2013
menyatakan bahwa “Tidak ada judul yang sama”
Adapun beberapa judul yang memiliki sedikit kesamaan di Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain :
1. Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam
Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan. (Disusun oleh Rebekka Dosma Sinaga/
090200125)
2. Tinjauan Yuridis mengenai Short Selling dalam Pasar Modal Suatu Analisis
Hukum terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 mengenai Pasar Modal
dan Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal. (Disusun oleh Aswin Asmara/
060200225)
3. Penyelesaian Wanprestasi di Pasar Modal dalam System Jakarta Automatic
Trading System Menurut UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
(Disusun oleh Nicky Catherine/080200409)
Penulis juga mengadakan penelusuran berbagai judul karya ilmiah melalui
media internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan belum ada penulis lain
yang pernah mengangkat topik tersebut. Maka Berdasarkan pemeriksaan dan
hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Upaya Harmonisasi
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Terhadap UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam

Universitas Sumatera Utara

Pengawasan Perusahaan Publik” belum pernah ada penelitian dilakukan dalam
topik dan permasalahan yang sama. Sekalipun ada, hal tersebut adalah diluar
pengetahuan penulis. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni
hasil pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori
dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media
elektronik. Penelitian ini disebut asli sesuai dengan asas keilmuan yaitu jujur,
rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka
Sejarah pasar modal tidak lepas dari adanya kebutuhan ekonomi nasional
yang menuntut terbentuknya sarana penarikan dana masyarakat melalui lembaga
pasar modal. Pada dasarnya, di Indonesia, kebutuhan pasar modal disinkronkan
dengan UUD 1945, khusunya Pasal 33 yang menyatakan bahwa perekonomian
negara

dijalankan

berdasarkan

asas

kekeluargaan.

Tujuannya

supaya

mempercepat proses perluasan partisipasi masyarakat dalam pemilikan saham
perusahaan. Selain itu, juga diarahkan pada pemerataan pendapatan masyarakat
melalui pemilikan saham dan untuk menggairahkan partisipasi masyarakat dalam
pengerahan dan penghimpunan dana untuk digunakan secara produktif. 11
Pasar modal di negara maju merupakan salah satu lembaga yang
diperhitungkan bagi perkembangan ekonomi negara tersebut. Oleh sebab itu,
negara/pemerintah mempunyai alasan untuk ikut mengatur jalannya dinamika
pasar modal. 12 Pasar modal Indonesia sebagai salah satu lembaga yang

11

Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm.25.
Asril Sitompul, Pasar Modal Penawaran Umum dan Permasalahannya, (Bandung :
Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 7.
12

Universitas Sumatera Utara

memobilisasi dana masyarakat dengan menyediakan sarana atau tempat untuk
mempertemukan penjual dan pembeli dana jangka panjang yang disebut efek,
dewasa ini telah merupakan salah satu pasar modal negara berkembang yang
berkembang secara fantastis atau dinamik. 13
Pasar modal, dalam pengertian klasik diartikan sebagai suatu bidang usaha
perdagangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi
atau efek-efek pada umumnya. Pengertian pasar modal sebagaimana pasar pada
umumnya, merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. 14 Akan tetapi
menurut Sumantoro, pasar modal berbeda dengan pasar konkret, karena dalam
pasar modal yang diperjualbelikan adalah modal atau dana. 15 Modal yang
diperdagangkan dalam pasar modal merupakan modal yang bila diukur dari
waktunya merupakan modal jangka panjang. Oleh karena itu, bagi emiten sangat
menguntungkan mengingat masa pengembaliannya relatif panjang, baik yang
bersifat kepemilikan maupun yang bersifat utang. 16
Jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura,
Hongkong, Thailand, dan juga Filipina serta negara kawasan Asia Pasifik lainnya
pemanfaatan institusi pasar modal Indonesia masih relatif tertinggal. Padahal, apa
yang dimiliki Indonesia tidak lebih buruk dari apa yang dimiliki oleh negara Asia
Pasifik lainnya. Bahkan dalam hal tertentu, Indonesia memiliki keunggulan. Oleh
karena itu optimalisasi pasar modal harus mendapat perhatian serius. Berangkat
dari sini, perlu ada perubahan pola perilaku dari kalangan pengusaha dan
13

Syahrir dalam Najib A. Gisymar, Insider Trading dalam Transaksi Efek, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1998), hlm. 9.
14
Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Op.cit hlm. 166.
15
Sumantoro, Aspek-Aspek Hukum dan Potensi Pasar Modal di indonesia, (Jakarta :
Ghalia Indonesia, 1990), hlm. 9.
16
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010),
hlm.208.

Universitas Sumatera Utara

pemerintah sendiri. Potensi pasar modal yang tersimpan di Indonesia tidak akan
ada gunanya jika tidak dioptimalkan dengan baik. Lewat aneka instrumen pasar
modal, pola investasi yang pada awalnya hanya dilakukan secara langsung (direct
investment) diharapkan bisa juga ditarik lewat investasi tak langsung (indirect
investment). 17
Pada umumnya sistem perdagangan di pasar modal dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu : Sistem Diller (Quote-Driven Market) dan Sistem Pialang
(Order-Driven Market). Dalam sistem Diller, bursa efek merupakan tempat
bertemunya para Diller. Diller adalah konsultan investasi bagi investor yang
berperan sebagai mediator yang melayani investor dalam mengambil keputusan
menjual atau membeli efek. Sedangkan dalam sistem pialang, pesanan (order)
investor didaftarkan pada lantai bursa (trading board). Pialang adalah wakil atau
anggota bursa yang setiap saat siap menerima pesanan jual atau beli dari investor.
Oleh karena itu bursa akan mengatur pesanan tersebut melalui sistem lelang
secara terus-menerus. 18
Di Indonesia terdapat Bursa Efek Indonesia. berkaitan dengan itu dapat
dikemukakan bahwa perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) menganut
sistem pialang. Peserta bursa yang akan melakukan transaksi dengan
mendaftarkan pesanannya (order) melalui sistem komputer (Jakarta Automated
Trading System/JATS). JATS ini diluncurkan tahun 1995 oleh Bursa Efek
Indonesia. dengan menggunakan JATS ini, penawaran (baik penawaran beli
maupun penawaran jual) diolah melalui komputer untuk menyetarakan (matching)
17

I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, (Jakarta : Sad Satria Bhakti,
2000) , hlm. 18.
18
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus),
(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 237.

Universitas Sumatera Utara

dengan mempertimbangkan prioritas harga dan prioritas waktu. Proses
penyetaraan ini membentuk mekanisme tawar-menawar yang dilakukan secara
terus-menerus (action market) selama jam bursa dan mekanisme ini merupakan
dasar pembentukan pasar reguler. 19
Kegiatan bisnis dalam industri efek memang rumit. Meskipun praktik di
negara lain bisa dijadikan acuan, namun para pengusaha Indonesia harus mampu
menemukan cara-cara pemasaran yang tepat yang dapat diterapkan sesuai
lingkungan budaya dan ekonomi yang ada. Untuk itu diperlukan kecakapan dalam
berbisnis, gagasan, dan pemasaran yang kreatif. Iklim berusaha dan peraturan
harus mampu mendorong kegiatan berbisnis. 20
Sejak diaktifkannya kembali kegiatan bisnis pasar modal pada tahun 1977,
sebenarnya pasar modal berjalan diatas pondasi yang lemah. Walaupun kegiatan
pasar sudah cukup semarak pada awal 1990-an, namun peraturan tentang pasar
modal bisa dikatakan masih rapuh. Hingga akhir tahun 1995, seluruh aspek legal
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pasar modal masih bersandar pada
peraturan kuno yang sebenarnya sudah tidak layak diterapkan, yakni UndangUndang Darurat No. 13 Tahun 1951 tentang Bursa yang kemudian ditetapkan
sebagai Undang-Undang No. 15 Tahun 1952 tentang Bursa. Undang-Undang ini
hanya dilengkapi dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990
tentang Pasar Modal. 21
Disamping peraturan tentang pasar modal di Indonesia pada awalnya
masih dikatakan rapuh, pasar modal Indonesia telah mengalami perkembangan

19

Ibid.
I Putu Gede Ary Suta, Op.cit., hlm. 42-43.
21
Ibid., Hlm. 59
20

Universitas Sumatera Utara

yang sangat cepat dalam tempo yang relatif singkat sejak pemerintah mengalami
langkah deregulasi di bidang ini pada akhir 1987. Jika sampai pada saat itu hanya
tercatat 24 perusahaan yang sahamnya listed di pasar reguler, maka pada 1990
jumlah itu sudah berkembang hampir tiga kali lipat dengan kapitalisasi yang
berkembang lebih cepat lagi. Volume rata-rata perdagangan saham per hari di
Bursa Efek Jakarta melonjak dari jauh dibawah seratus hingga menjadi miliaran
rupiah. 22
Perkembangan dan kemajuan satu pasar modal sangat ditentukan oleh
adanya kepastian hukum bagi para pelakunya, terutama masyarakat investor,
khususnya investor internasional menaruh perhatian yang sangat besar terhadap
aturan hukum (rule of law) disamping adanya aspek disclosure. Sejalan dengan
semakin diakuinya peran strategis pasar modal, Bapepam berusaha melakukan
regulasi di bidang pasar modal. Hasilnya, pada 2 Oktober 1995, DPR menyetujui
RUU tentang Pasar Modal yang kemudian pada 10 November 1995 oleh Presiden
disahkan menjadi Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dan
mulai berlaku efektif pada tanggal 1 januari 1996. 23
Untuk dapat dipercaya, pasar modal harus memiliki kriteria atau kondisi
sebagai berikut : adanya fairness, tegaknya hukum, lengkapnya infrastruktur, dan
adanya profesionalisme pelaku dan pengawas pasar. Tanpa pengawas sulit dicapai
adanya pasar yang efisien dan teratur (efficient and orderly market). Fungsi
market watchdog ini sangat penting mengingat yang bersangkutan bertindak tidak

22

Pandji Anoraga Dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal (Jakarta : Sinar Grafika,
2009), hlm. 96
23
I Putu Gede Ary Suta, Op.cit., hlm. 60.

Universitas Sumatera Utara

hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai pengawas dan dalam beberapa hal
sebagai investigator atau penyidik. 24
Khusus untuk sektor keuangan, pengawasan pasar yang diperlukan jauh
lebih kompleks. Pelanggaran dan penipuan yang terjadi biasanya lebih terbungkus
rapi dan dilakukan oleh orang-orang pintar. Ketua the Securities and Exchange
Comission Amerika Serikat (US SEC Chairman) - Badan sejenis Bapepam di
Indonesia - pernah mengutarakan bahwa sebagian besar orang-orang yang
diproses di pengadilan yang melakukan pelanggaran UU Pasar Modal Amerika
Serikat (Securities Acts 1933 and Securities Exchange Acts 1934) adalah lulusan
dari universitas terkenal di AS. Ini membuktikan bahwa pengawasan terhadap
Financial Market memerlukan orang-orang berkualitas dan berintegritas. 25
Pengawas pasar modal harus mampu menjadi polisi pasar, dan mampu
mengambil keputusan yang cermat, adil dan tepat waktu. Secara objektif, pasar
modal membutuhkan pengawas yang terbebas dari intervensi politik, independen
dalam bertindak dan tegas dalam mengambil keputusan. 26 Di Indonesia lembaga
yang dapat dikategorikan sebagai market watchdog ini adalah Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sebagai pengawas keseluruhan sektor jasa keuangan. OJK
menggantikan posisi Bapepam sebagai pengawas pasar modal dengan lahirnya
UUOJK.
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa

24

Ibid., hlm. 173.
Ibid., hlm. 173.
26
Ibid., hlm. 174.
25

Universitas Sumatera Utara

keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel. Undang-Undang OJK harus
memberikan predictable, yaitu dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum
bagi lembaga jasa keuangan, terutama dampak pengaturan dan struktur
pengawasan pada aspek kesehatan sistem lembaga jasa keuangan yang meliputi
keselamatan dan kesehatan lembaga jasa keuangan, stabilitas sistematik dan
pengembangan sistem lembaga jasa keuangan. 27
Pasar modal sebagai elemen penting ekonomi nasional tentu akan sering
mengalami permasalahan dalam pelaksanaannya. Maka OJK diharapkan mampu
menyikapi dan mengatasi masalah tersebut. Cara yang dilakukan OJK dapat
melalui penyediaan fasilitas pasar dalam mengatasi kesulitan usaha dengan
kemungkinan

dilakukannya

restrukturisasi

tanpa

mengorbankan

prinsip

transparansi dan kepentingan publik.
Sistem pengawasan yang dilakukan oleh OJK adalah sistem pengawasan
yang terintegrasi , artinya seluruh kegiatan jasa keuangan yang dilakukan oleh
berbagai lembaga keuangan tunduk pada sistem pengaturan dan pengawasan
OJK. 28
Untuk dapat menjalankan amanat undang-undang dalam melakukan
pengawasan

yang

terintegrasi,

OJK

harus

berupaya

terus

melakukan

penyempurnaan regulasi terkait sektor-sektor yang masuk dalam domain OJK,
dengan harapan dapat mengendalikan tingkat risiko yang ada dan mencapai

27

Bismar Nasution, “Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Menurut
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”, (Medan: Makalah
disampaikan pada Seminar tentang Sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan, 19 Juni 2012), hlm. 2.
28
Zulkarnain Sitompul, “Peralihan Fungsi, Tugas, dan Wewenang Pengawasan Bank
Dari Bank Indonesia Ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)”, (Medan: Makalah disampaikan pada
sosialisasi Peralihan Fungsi Pengawasan Industri Keuangan Kepada Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), Jumat 29 November 2013), hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara

tingkat keberhasilan yang sudah ditentukan sebelumnya. Diantaranya yang akan
dilakukan adalah menyempurnakan seluruh peraturan di masing-masing industri
jasa keuangan yang ada saat ini, dan yang sudah berlaku. Tujuannya adalah untuk
menilai dan mengendalikan potensi risiko yang timbul dari semakin kompleksnya
aktifitas di industri sektor jasa keuangan. Hal ini penting sebab OJK memiliki
sejumlah agenda dalam upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan
industri di Indonesia. langkah-langkah lanjut terkait hal-hal yang dimaksudkan
itu, yakni OJK akan melakukan harmonisasi pengaturan terhadap kelompok
industri jasa keuangan yang diawasi OJK. 29
Harmonisasi UUPM terhadap UUOJK Adalah hal yang penting untuk
dilakukan. Mengingat pasar modal merupakan sumber pembiayaan dunia usaha
dan sebagai wahana investasi bagi para pemodal yang memilliki peranan strategis
untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, kegiatan pasar modal perlu
mendapatkan pengawasan agar bisa dilaksanakan secara teratur, wajar, dan
efisien. 30 Pengawasan oleh OJK tentunya harus berlandaskan aturan hukum yang
harmonis

sehingga

tidak

akan

menimbulkan

persinggungan

dalam

pelaksanaannya, sehingga terwujudlah pasar modal yang teratur, wajar, dan
efisien.

F. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus dilakukan
secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah

29

Infobanknews, “ OJK Siap Harmoniskan Regulasi Tiap Sektor Keuangan”, (15 Mei
2013), Diunduh dari http://www.infobanknews.com/2013/05/ojk-siap-harmoniskan-regulasi-tiapsektor-keuangan/, (diakses tanggal 28 januari 2014).
30
Abdul R. Saliman, Op.cit., hlm. 240.

Universitas Sumatera Utara

menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu
dilakukan.
Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut :
1. Spesifikasi penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau bahan sekunder. 31 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law
in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan
patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 32

Dalam penelitian ini,

adapun undang-undang yang digunakan antara lain : Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang OJK, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif, yaitu
penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
keadaan yang menjadi objek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan
dapat membantu memperkuat teori lama atau membuat teori baru. 33
Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis, yaitu
dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap
asas-asas hukum, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan.

31

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13.
32
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 118.
33
Law Education, http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/metode-penelitianhukum, (diakses pada tanggal 28 Januari 2014).

Universitas Sumatera Utara

2. Sumber Data
Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data
utama. Data sekunder

adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data

sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik
oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain. 34 Data sekunder berfungsi
untuk mencari data awal/informasi, mendapatkan batasan/definisi/arti suatu
istilah. Data sekunder yang dipakai adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait,
antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul
skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian,

laporan-laporan,

makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang diperoleh melalui
media cetak maupun media elektronik.
c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk
petunjukdan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia, dan bahanbahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data
yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data

34

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 41.

Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan
dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif
dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Research) dan juga
melalui bantuan media elektronik, yaitu internet.
Metode Library Research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan
tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan
beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi
dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan
melakukan penelitian kepustakaan (studi pustaka). Penelitian kepustakaan
dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku
literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan
sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.
Untuk

memperoleh

data

dari

sumber

ini

dengan

memadukan,

mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang
berhubungan dengan judul skripsi “Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan Perusahaan Publik”.
4. Analisis data
Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder,biasanya
penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisis data yang
digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan :
a. mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan
dengan

permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

b. melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut
diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas.
c. mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan
dari

permasalahan.

d. memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan
kualitatif, yaitu

kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan

dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus
diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka
diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per
bab yang saling berkaitan satu sama lain.
Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Pada bab ini

dikemukakan apa yang menjadi latar belakang

penulisan skripsi, rumusan permasalahan sebagai topik yang akan
dibahas secara mendalam, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian yang digunakan
serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II

SISTEM

PENGAWASAN

PASAR

MODAL

SEBELUM

TERBENTUKNYA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

Universitas Sumatera Utara

Pada bab ini akan membahas mengenai bagaimana sistem
pengawasan pasar modal sebelum terbentuknya Otoritas Jasa
Keuangan meliputi tinjauan umum mengenai pasar modal, lembaga
yang terkait dalam pasar modal, sistem pengawasan pasar modal
oleh otoritas pasar modal (Bapepam) sebelum terbentuknya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan penyelesaian sengketa dalam
pasar modal.
BAB III

URGENSI

UPAYA

HARMONISASI

UNDANG-UNDANG

PASAR MODAL NO. 8 TAHUN 1995 TERHADAP UNDANGUNDANG OJK NO. 21 TAHUN 2011 DALAM PENGAWASAN
PERUSAHAAN PUBLIK.
Pada bab ini akan dibahas mengenai OJK sebagai lembaga baru
dalam

pengawasan

dibentuknya

sektor

lembaga

OJK

jasa

keuangan,

terhadap

akibat

pengawasan

hukum
lembaga

keuangan, harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam
perspektif ilmu hukum, dan kepastian hukum melalui harmonisasi
Undang-Undang Pasar Modal terhadap Undang-Undang OJK.
BAB IV

UPAYA

UNTUK

MENGHARMONISASIKAN

UNDANG-

UNDANG OJK (UUOJK) TERHADAP UNDANG-UNDANG
PASAR

MODAL

(UUPM)

DALAM

PENGAWASAN

PERUSAHAAN PUBLIK
Dalam bab ini akan membahas mengenai deskripsi UUPM,
deskripsi mengenai UUOJK, serta harmonisasi dan sinkronisasi
pokok-pokok materi dalam UUPM terhadap UUOJK.

Universitas Sumatera Utara

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab terakhir ini akan dikemukakan kesimpulan dari bab-bab
yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin
berguna bagi lembaga Otoritas Jasa Keuangan dan orang-orang
yang membacanya.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

1 27 160

Perlindungan Hukum bagi Pihak Ketiga Akibat Misleading Information Dihubungkan dengan Prinsip Keterbukaan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Jo Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

5 9 46

TINJAUAN YURIDIS PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTOR PASAR MODAL.

0 3 10

FUNGSI PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM HAL TERJADINYA FORCED SELL DI PASAR MODAL DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TEN.

0 0 1

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 9

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 1

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 49

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 9

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (“UNDANG-UNDANG OJK”)

0 0 68