Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian
Paradigma ibarat sebuah jendela tempat seseorang bertolak menjelajahi
dunia dengan wawasannya. Sebagian orang menyatakan paradigma (paradigm)
sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok
permasalahan dari suatu ilmu. Namun secara umum paradigma dapat diartikan
sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang
dalam bertindak atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak
dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma adalah basis kepercayaan utama dari
sistem berpikir basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi. Dalam
pandangan filsafat, paradigma merupakan pandangan awal yang membedakan,
memperjelas dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal ini membawa
konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, intepretasi dan kebijakan
dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang sederhana
dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat memilih untuk
bersikap atau mengambil keputusan.
Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata,
paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan
teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Menurut

Thomas Khun dalam (Bulaeng, 2004: 2) paradigma didefenisikan sebagai suatu
pandangan dunia dan model konseptual yang dimiliki oleh anggota masyarakat
ilmiah yang menentukan cara mereka meneliti.
Menurut Moleong (2011: 49), ada berbagai macam paradigma, tetapi yang
mendominasi ilmu pengetahuan adalah Scientifik Paradigm (paradigma ilmiah)
dan Naturalistic Paradigm (paradigma almiah). Paradigma ilmiah bersumber dari
pandangan positivisme (lazimnya disebut sebagai paradigma kuantitatif)
sedangkan pandangan alamiah bersumber pada pandangan fenomenologis
(lazimnya disebut sebagai paradigma kualitatif).

Universitas Sumatera Utara

Paradigma kuantitatif (Positivisme) berakar pada pandangan teoritis
Auguste Comte dan Emile Durkheim pada abad ke 19 dan awal abad ke 20. Para
Positivisme mencari fakta dan penyebab femomena sosial dan kurang
mempertimbangkan keadaan subjektifitas individu. Paradigma kuantitatif
dinyatakan sebagai paradigma tradisional, positivisme, eksperimental, atau
empiris.
Penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang dilakukan
secara alamiah sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan tanpa adanya

rekayasa dan jenis data yang dikumpulkan berupa data deskriptif .(Arifin,
2012: 140).
Sesuai dengan metodologi penelitian ini yakni penelitian kualitatif, maka
dalam penelian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Asumsi
ontologism pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan
konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks
spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap
sebagai konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami
secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu
(Kriyantono, 2008: 51).
Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu
penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Dalam
penelitian ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan
realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilator yang menjembatani
keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksikan realitas
sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan
moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi
realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku soaial yang diteliti.
Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali
dibidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan

interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam
pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring
melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan
pada teori dari George Kelly dalam (Budyatna dan ganiem, 2011: 221) mengenai

Universitas Sumatera Utara

konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa
orang memahami pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan
peristiwa-peristiwa

yang

perbedaan-perbedaanya.

dialaminya

menurut

Perbedaan-perbedaan


persamaan-persamaan

yang

dipresepsikan

dan

tidaklah

alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan didalam system
kognitif individu.
Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam
komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep
tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami norang lain. Para individu
berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya.
Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu tersebut cenderung
melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki
perbedaan secara kognitif, maka individu tersebut akan melakukan perbedaanperbedaan secara halus dan lebih sensitive. Secara umum, kompleksitas kognitif

mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan
orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam
arti dapat memahami orang lain.
Konstruktivisme pada dasarnya merupakan teori pilihan stategi atau
strategy-choice theory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya
menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan
mengklasifikasikannya

yang

berkenaan

dengan

kategori-kategori

strategi

(Budyatna dan Ganiem, 2011: 225).


2.2. Kajian pustaka
2.2.1 Komunikasi
Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga komunikasi sangat
dibutuhkan untuk membantu manusia dalam melakukan interaksi dengan yang
lainnya, karena tentunya disetiap kesempatan ternyata kita sangat membutuhkan
komunikasi untuk membantuk kita dalam memahami orang lain seperti apa
kebutuhan dan keinginan orang lain lalu digunakan untuk kepentingan bersama.
Sebagian besar orang telah menjadikan komunikasi sebagai alat untuk bisa
melihat dan dapat memahami orang lain secara menyeluruh untuk menghindari

Universitas Sumatera Utara

komunikasi yang tidak efektif dimana terjadi ketika adanya ketidaksesuaian
dengan apa yang diinginkan dengan apa yang nantinya berjalan sehingga akan
menimbulkan hilang arah atau salah arah. Apalagi jika kita berada dalam sebuah
lingkungan atau organisasi yang didalamnya terdapat berbagai macam individu
dengan karakter atau sifat yang berbeda-beda pula serta tingkat pendidikan dan
pemahaman yang juga beda. Oleh karena itu, kemampuan dalam komunikasi
menjadi hal yang penting untuk bisa bekerja dengan orang lain.
Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin

communication yang bersumber pada kata communis yang berarti sama, dalam
arti kata sama makna. Secara terminologis komunikasi berarti proses
penyampaian suatu pernyataan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain
untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik
langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media (Effendy, 2002:4).
Carl. I Hovland mendefenisikan komunikasi adalah suatu proses dimana
seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang bahasa)
untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan) (Effendy, 2002:48). Horold
Lasswell menyatakan bahwa cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan
komunikasi ialah menjawab pertanyaan “siapa yang menyampaikan, apa yang
disampaikan, melalui jaringan apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya” (Mulyana,
2008).
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan
secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang
ditemukan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, the sructure and function of
communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut Who Say
What In Which Channel To whoam With What Effect? Jadi menurut paradigma
tersebut, Laswell mengartikan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian
pesan oleh komunikator melalui media yang menimbulkan efek tertentu.


2.2.2 Gaya Komunikasi
Gaya komunikasi didefenisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi
yang terspesialisasi digunakan dalam suatu situasi tertentu. Gaya komunikasi

Universitas Sumatera Utara

merupakan cara penyampaian dan gaya komunikasi yang baik. Gaya yang
dimaksud dapat bertipe verbal atau nonverbal berupa vokalik, bahasa badan,
penggunaan waktu, penggunaan ruang dan jarak (Widjaja, 2000: 57).
Mengacu kepada pernyataan Berelson dan Steiner dan arti gaya serta
komunikasi di atas maka gaya komunikasi dapat diartikan sebafai cara seseorang
menyampaikan ide, gagasan, dengan bahasa sebagai alat penyaluran untuk
menyampaikan pesan kepada komunikan.
Pendapat lain menyatakan gaya komunikasi adalah suatu khasan yang dimiliki
setiap orang. Proses komunikasi seseorang dipengaruhi oleh gaya komunikasi.
Gaya komunikasi antara orang yang satu dengan yang lain dapat berupa
perbedaan ciri – ciri model dalam berkomunikasi, tata cara berkomunikasi cara
berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan
pada waktu berkomunikasi.

Setiap orang mempunyai

karakteristik

yang berbeda-beda untuk

menyampaikan pesan kepada orang lain. Hal tersebut mempengaruhi seseorang
dalam cara berkomunikasi baik dalam bentuk perilaku maupun perbuatan atau
tindakan. Cara berkomunikasi tersebut disebut gaya komunikasi.

Gaya

komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku
antarpribadi yang terspesialisasi digunakan dalam suatu situasi tertentu (a
specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Gaya komunikasi merupakan cara penyampaian

dan gaya bahasa yang baik

(Parwiyanto,Herwan 2007 : 7)

Gaya

komunikasi

dapat

dilihat

dan

diamati

ketika

seseorang

berkomunikasi baik secara verbal (bicara) maupun nonverbal (ekspresi wajah,
gerakan tubuh dan tangan serta gerakan anggota tubuh lainnya). Berbagai gaya
komunikasi yang digunakan orang tua berbeda-beda, meskipun terkadang ada
persamaan. Proses komunikasi yang dilakukan orang tua-nya untuk mendidik

anaknya dipengaruhi oleh gaya komunikasi. Gaya komunikasi adalah suatu
kekhasan yang dimiliki setiap orang dan gaya komunikasi antara orang yang satu
dengan orang lainnya berbeda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu
orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam

Universitas Sumatera Utara

berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi
dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi.
Ditambahkan oleh (Widjaja, 2000: 57) Gaya komunikasi merupakan cara
penyampaian dan gaya bahasa yang baik. Gaya yang dimaksud sendiri dapat
bertipe

verbal yang berupa kata-kata atau nonverbal berupa vokalik, bahasa

badan, penggunaan waktu, dan penggunaan ruang dan jarak. Pengalaman
membuktikan bahwa gaya komunikasi sangat penting dan bermanfaat karena akan
memperlancar proses komunikasi dan menciptakan hubungan yang harmonis.
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi
yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi
yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya

komunikasi yang digunakan,

bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima
(receiver).
Gaya komunikasi dipengaruh situasi, bukan kepada tipe seseorang, gaya
komunikasi bukan tergantung pada tipe seseorang melainkan kepada situasi yang
dihadapi. Setiap orang akan menggunakan gaya komunikasi yang berbeda-beda
ketika mereka sedang gembira, sedih, marah, tertarik, atau bosan. Begitu juga
dengan seseorang yang berbicara dengan sahabat

baiknya, orang yang baru

dikenal dan dengan anak-anak akan berbicara dengan gaya yang berbeda. Selain
itu gaya yang digunakan dipengaruhi oleh banyak faktor, gaya komunikasi adalah
sesuatu yang dinamis dan sangat sulit untuk ditebak. Sebagaimana budaya, gaya
komunikasi adalah sesuatu yang relatif.
Norton (1983), Kirtley dan Weaver (1999) dalam (Liliweri 2011: 309)
mendefenisikan

gaya

komunikasi

sebagai

proses

kognitif

yang

mengakumulasikan bentuk suatu konten agar dapat dinilai secara makro. Setiap
gaya selalu merefleksikan bagaimana setiap orang menerima dirinya ketika dia
berinteraksi dengan orang lain). Selain itu, Raynes (2011) (Liliweri 2011: 309)
juga memandang gaya komunikasi sebagai campuran unsur-unsur komunikasi
lisan dan ilustratif. Pesan-pesan verbal individu yang digunakan untuk
berkomunikasi diungkapkan dalam kata-kata tertentu yang mencirikan gaya
komunikasi. Ini termasuk nada, volume atas semua pesan yang diucapkan.

Universitas Sumatera Utara

Para ahli komunikasi telah mengelompokkan beberapa tipe atau kategori
gaya komunikasi Norton, 1983, dalam (Liliweri, 2011:309), ke dalam sepuluh
jenis:
a. Gaya dominan (dominan style), gaya seorang individu untuk mengontrol situasi
sosial.
b. Gaya dramatis (dramatic style), gaya seorang individu yang selalu “hidup”
ketika dia bercakap-cakap.
c. Gaya kontroversial (controversial style), gaya seseorang yang selalu
berkomunikasi secara argumentatif atau cepat untuk menantang orang lain.
d. Gaya animasi (animated style), gaya seseorang yang berkomunikasi secara aktif
dengan memakai bahasa nonverbal.
e. Gaya berkesan (impression style), gaya berkomunikasi yang merangsang orang
lain sehingga mudah diingat, gaya yang sangat mengesankan.
f. Gaya santai (relaxed style), gaya seseorang yang berkomunikasi dengan tenang
dan senang, penuh senyum dan tawa.
g. Gaya atentif (attentive style), gaya seseorang yang berkomunikasi dengan
memberikan perhatian penuh kepada orang lain, bersikap simpati dan bahkan
empati, mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh.
h. Gaya terbuka (open style), gaya seseorang yang berkomunikasi secara terbuka
yang ditunjukkan dalam tampilan jujur dan mungkin saja blakblakan.
i. Gaya bersahabat (friendly style), gaya komunikasi yang ditampilkan seseorang
secara ramah, merasa dekat, selalu memberikan respon positif, dan mendukung.
j. Gaya yang tepat (precise style), gaya yang tepat dimana komunikator meminta
untuk membicarakan suatu konten yang tepat dan akurat dalam komunikasi lisan.
2.2.2.1 Komunikasi Verbal
Menurut Deddy Mulyana, “simbol atau pesan verbal adalah semua jenis
yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai
sistem kode verbal” bahasa dapat didefinisikan sebagai perangkat simbol, dengan
aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan
dipahami suatu komunitas (Mulyana, 2008: 340).

Universitas Sumatera Utara

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah
lisan maupun tulisan.Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar
manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran,
gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta
menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan
bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan penting
(Hardjana, 2003: 22).
Komunikasi verbal selalu berhubungan dengan pesan verbal. Pesan-pesan
verbal merupakan tema yang dibicarakan bersama oleh peserta komunikasi.
Penyampaian pesan oleh seorang komunikator membutuhkan : pengetahuan
tentang bentuk-bentuk pesan verbal, masyarakat sasaran (Liliweri, 2001: 193).,
yang terdiri dari :
1. Struktur pesan : ditujukan oleh pola penyimpulan (tersirat atau tersurat), pola
urutan argumentasi (mana yang lebih dahulu, argumentasi yang disenangi atau
tidak disenangi), pola obyektifitas (satu atau dua sisi).
2. Gaya pesan : menunjukkan variasi linguistic dalam penyampaian pesan
(perulangan dan mudah dimengerti).
3. Appeals pesan : mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung pesan
(rasional-emosional)
Dalam mempelajari interaksi bahasa dan verbal, ada beberapa hal yang
harus dipertimbangkan (Devito, 1997: 117), diantaranya:
1. Kata-kata kurang dapat menggantikan perasaan atau pikiran kompleks yang
ingin kita komunikasikan. Oleh karenanya, kata-kata hanya dapat mendeteksi
makna yang kita sampaikan.
2. Kata-kata hanyalah sebagian dari system komunikasi kita. Dalam komunikasi
yang sesungguhnya kata-kata kita selalu disertai perasaan nonverbal. Oleh
karenanya, pesan-pesan kita merupakan kombinasi

Ada beberapa unsur penting dalam komunikasi verbal, yaitu:
1. Bahasa
Pada dasarnya bahasa adalah suatu system lambang yang memungkinkan
orang berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang

Universitas Sumatera Utara

dipergunakan adalah bahasa verbal entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun
elektronik. Bahasa suatu bangsa atau suku berasal dari interaksi dan hubungan
antara warganya satu sama lain (Hardjana, 2003: 23).
Bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi
yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga
fungsi itu adalah:
a. Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita.
b. Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia.
c. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
Menurut para ahli, ada tiga teori yang membicarakan sehingga orang bisa
memiliki kemampuan berbahasa.
Teori pertama disebut Operant Conditioning yang dikembangkan oleh
seorang ahli psikologi behavioristik yang bernama B. F. Skinner (1957). Teori ini
menekankan unsur rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response) atau lebih
dikenal dengan istilah S-R. Teori ini menyatakan bahwa, jika suatu organisme
dirangsang oleh stimuli dari luar maka orang cenderung akan memberi reaksi.
Anak-anak mengetahui bahasa karena ia diajar oleh orang tuanya atau meniru apa
yang diucapkan oleh orang lain.
Teori kedua ialah teori kognitif yang dikembangkan oleh Noam Chomsky.
Menurutnya kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan
biologis yang dibawa dari lahir.
Teori

ketiga

disebut Mediating

Theory atau

teori

penengah.

Dikembangkan oleh Charles Osgood. Teori ini menekankan bahwa manusia
dalam mengembangkan kemampuannya berbahasa, tidak saja bereaksi terhadap
rangsangan (stimuli) yang diterima dari luar, tetapi juga dipengaruhi oleh proses
internal yang terjadi dalam dirinya (Cangara 2006:105).
Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang,
objek, dan peristiwa. Selain itu fungsi bahasa yang lain adalah interaksi dan
transmisi

informasi.

Penamaan

atau

penjulukan

merujuk

pada

usaha

mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehinga

Universitas Sumatera Utara

dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan barbagi gagasan
dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan
kebingungan. Sedangkan fungsi transmisi informasi adalah melalui bahasa,
informasi dapat disampaikan kepada orang lain. .

Beberapa faktor yang mempengaruhi kelancaran berkomunikasi verbal:
1. Faktor intelegensi
Masalah komunikasi akan muncul apabila manusia yang memiliki intelegensi
tinggi kurang mampu untuk berkomunikasi dengan orang yang memiliki
intelegensi rendah.
2. Faktor Budaya
Setiap budaya memiliki bahasa yang berbeda-beda. Apabila manusia yang
berkomunikasi tetap mempertahankan bahasa daerahnya masing-masing, maka
pembicaraan menjadi tidak efektif, akibatnya komunikasi menjadi terhambat atau
bahkan memungkinkan timbulnya kesalahpahaman diantara manusia tersebut.
3. Faktor Pengetahuan
Makin luasnya pengetahuan seseorang akan makin mempermudah dirinya
komunikasi.
4. Faktor Kepribadian
Orang yang mempunyai sifat pemalu dan kurang pergaulan biasanya kurang
begitu lancar dalam hal berkomunikasi, hal ini disebabkan kurang terbiasa
berkomunikasi dengan orang lain.
5. Faktor Biologis
Kelumpuhan organ bicara dapat menimbulkan kelainan-kelainan seperti:
Sulit mengatakan kata desing, karena ada kelainan pada rahang, bibir, gigi,
berbicara tidak jelas, yang bisa disebabkan oleh bibir sumbing, rahang dan lidah
tidak aktif.
6. Faktor Pengalaman
Makin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang makin terbiasa ia akan
menghadapi orang lain untuk berbicara secara umum ataupun berbicara secara
pribadi dengan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

7. Keterbatasan Bahasa
Bahasa memiliki keterbatasan antara lain: Keterbatasan jumlah kata yang tersedia
untuk mewakili objek. Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada
objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Suatu kata
hanya mewakili realitas, tetapi bukan realitas itu sendiri.
Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual. Kata-kata bersifat ambigu,
karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang
berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula.
Kata berat, mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam, misalnya: tubuh
orang itu berat; kepala saya berat; ujian itu berat; tinju kelas berat.
Kata yang sama mungkin memiliki makna yang berbeda bagi orang-orang
berbeda dan makna yang berbeda bagi orang yang sama dalam waktu yang
berbeda. Suatu kata yang sama mungkin tidak tepat atau memberi makna aneh
dan lucu bila digunakan dalam konteks (kalimat) lain dengan pelaku yang
berbeda.
2. Kata
Kata merupakan inti lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah lambang
yang melambangkan atau mewakili sesuatu hal, entah orang, barang, kejadian,
atau keadaan. Jadi, kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri.
Makna kata tidak ada pada pikiran orang. Tidak ada hubungan langsung antara
kata dan hal. Yang berhubungan langsung hanyalah kata dan pikiran orang
(Hardjana 2003: 24).
2.2.2.2 Klasifikasi Komunikasi Verbal
a. Komunikasi verbal melalui tulisan dapat diartikan sebagai suatu proses dimana
seorang berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk mempengaruhi tingkah
laku penerima. Komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan secara langsung
bertatap muka antara komunikator dengan komunikan, seperti berpidato atau
ceramah. Selain itu juga, komunikasi verbal melalui lisan dapat juga dilakukan
dengan menggunakan media, contoh seseorang yang bercakap-cakap melalui
telepon.

Universitas Sumatera Utara

b. Komunikasi verbal melalui tulisan dilakukan dengan secara tidak langsung
antara komunikator dengan komunikan. Proses penyampaian informasi dilakukan
dengan menggunakan berupa media surat, lukisan, gambar, grafik dan lain-lain
2.2.2.3 Komunikasi NonVerbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam
bentuk nonverbal, tanpa kata-kata.Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh
lebih banyak dipakai daripada komuniasi verbal.Dalam berkomunikasi hampir
secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi
nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur
mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan (Hardjana 2003: 26).
Hal menarik dari kode nonverbal adalah studi Albert Mahrabian (1971)
yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya
7% berasal dari bahasa verbal, 38% dari vocal suara dan 55% dari ekspresi muka.
Ia juga menambahkan bahwa jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan
seseorang dengan perbuatannya, maka orang lain cenderung mempercayai hal-hal
yang bersifat nonverbal (Hardjana 2003: 27).
Komunikasi nonverbal ini mencakup bagaimana kita mengucapkan katakata (infleksi, volume), fitur, lingkungan yang mempengaruhi interaksi (suhu,
pencahayaan), dan benda-benda yang mempengaruhi citra pribadi dan pola
interaksi (pakaian, perhiasan, mebel). Komunikasi nonverbal dapat berupa bahasa
tubuh, tanda , tindakan/perbuatan atau objek.
2.2.2.4 Saluran Isyarat Komunikasi Nonverbal

Empat saluran isyarat komunikasi nonverbal menurut Ruben (2013 : 175-198)
antara lain :
1. Paralanguage
Paralanguage mengacu pada pesan yang melengkapi bahasa. Secara teknis pesan
nonverbal dapat dilihat sebagai sebuah contoh dari paralanguage. Hal-hal yang
terkait dengan paralanguage seperti contoh :

Universitas Sumatera Utara

a. Bentuk Vokal
Suara (vocalis) seperti tinggi rendah suara, kecepatan berbicara, irama, batuk,
tertawa, berhenti, bahkan keheningan merupakan sumber-sumber pesan yang
sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Sebagai bahasa ucapan, isyarat
paralinguistik seperti besar kecilnya volume suara, kecepatan berbicara, nada, kata
seru, dan penggunaan jeda memiliki pengaruh besar kepada apa dan bagaimana,
orang bereaksi terhadap individu dan verbalisasinya
b. Bentuk Tertulis
Bentuk kata atau pernyataan juga penting bagi interpretasi dalam bahasa tertulis.
Tampilan visual dari materi tertulis, termasuk tanda baca, ejaan, kerapian,
penggunaan ruang untuk margin dan antara kata-kata, apakah tulisan tersebut
dicetak atau di tulis tangan dan bahkan warna tinta cenderung untuk
mempengaruhi reaksi pembaca terhadap kata-kata dan sumbernya.Tanda-tanda
emosi (emoticons) sangat berguna dalam email dan pesan tertulis. Gabungan
antara tanda baca misal : ) menunjukan tersenyum atau : ( menunjukan sedih).

2. Wajah
Manusia bereaksi terhadap tampilan wajah seseorang secara holistic. Yang
artinya, ketika kita melihat wajah seseorang kita mendapatkan kesan keseluruhan
dan jarang memikirkan ciri-ciri khususnya. Misal :
a. Pandangan mata
Diantara perilaku nonverbal pada aspek mata ini, mengemukakan beberapa istilah
yang dapat mendeskripsikan beberapa hal seperti :
1) Face Contact = melihat wajah seseorang
2) Eye contact = melihat mata seseorang
3) Mutual Gaze = Saling pandang wajah antar 2 individu
4) One Sided Gaze = Satu orang melihat wajah orang lain tapi tidak
sebaliknya
5) Gaze Avoidance = Seseorang yang secara aktif menghindari
tatapan dari- orang

Universitas Sumatera Utara

b. Pelebaran pupil mata.
Ketika melihat orang atau benda yang tampak menarik, pupil mata cenderung
melebar dan pada beberapa situasi eksperimental, ditemukan adanya bukti bahwa
besarnya pupil mata dapat menjadi faktor pembenar terhadap ada atu tidaknya
ketertarikan seseorang.

3. Penampilan
Penampilan adalah sumber informasi tunggal yang paling penting dalam
membentuk kesan permulaan.
Penampilan dapat diklasifisikasikan melalui :
a. Rambut
Warna rambut dan gaya merupakan sumber pesan nonverbal yang penting. faktorfaktor ini berkaitan terhadap daya tarik keseluruhan yang juga dapat berfungsi
sebagai dasar kesimpulan atas kepribadian seseorang, usia, pekerjaan, sikap,
keyakinan dan nilai-nilai.
b. Fisik
Fisik mencakup tipe, ukuran dan bentuk tubuk. Deskripsi fisik dapat membentuk
persepsi terhadap komunikasi nonverbal seperti contoh, orang yang tampak
“lunak”, “bulat” dan kelebihan berat badan dapat dianggap berperasaan, kalem,
ceria, terbuka, pemaaf dan lemah lembut.
c. Pakaian dan perhiasan
Pakaian memenuhi sejumlah fungsi bagi kita sebagai manusia, termasuk dekorasi,
perlindungan fisik dan psikologis, daya tarik seksual, pernyataan diri dan
menampilkan status atau peran.
Dikutip dari ahli komunikasi nonverbal Dale Leather, “identitas sosial dan citra
dimodifikasi secara positif atau negatif oleh komunikasi penampilan”.
d. Artefak
Kita dikelilingi oleh berbagai macam artefak seperti mainan, teknologi, furniture,
benda-benda hiasan dan sebagainya. Mobil dan rumah juga merupakan artefak
yang menyediakan pesan tambahan sehingga orang lain dapat menarik
kesimpulan tentang sumber keuangan, kepribadian, status maupun pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

4. Isyarat eksternal – ruang dan waktu
Gerakan anggota tubuh memainkan peranan penting dalam komunikasi antar
individu. Terdapat banyak cara untuk mengklarifikasikan gerak tubuh. Dikutip
dari Morris, gerakan dapat mencakup hal-hal berikut :
a. Penegas dan pemandu
Gerakan digunakan untuk menggarisbawahi atau menekankan masalah tertentu
yang dibuat secara lisan.
b. Sebagai sinyal
Sinyal ya-tidak merupakan kategori lain dari gerakan. Cara utama dari membuat
sinyal ya-tidak adalah dengan menggerakan kepala seperti anggukan vertikal yang
berarti “ya” dan menggelengkan kepala yang berarti tidak.

Pemilihan waktu dan penetapan waktu sebagaimana dirancang secara teknis
merupakan faktor penting lain yang juga sering diabaikan dalam komunikasi.
Karakteristik penggunaan waktu meliputi kecepatan berbicara, jumlah dan
panjang jeda atau interupsi dan pola pergantian bicara memainkan peranan
penting dalam penyampaiaan, penerimaan dan interpretasi pesan karena masingmasing berfungsi sebagai dasar pembentukan kesan tentang individu yang terlibat.

2.2.2.5 Klasifikasi Perilaku Nonverbal
Knapp, Hall dan Horgan (2013:10-12) mengatakan bahwa cara lain
mendefinisikan komunikasi nonverbal adalah dengan fokus pada tiga ciri utama
yaitu :
1. Struktur lingkungan dan kondisi di mana komunikasi terjadi
Lokasi dimana komunikasi dilakukan dapat dijadikan sebagai salah satu
bentuk komunikasi non verbal. Struktur lingkungan dapat mendeskripsikan
sebuah makna.Misal dalam bertemu dengan klien perusahaan, biasanya bertemu
di tempat seperti apa ?
Jika bertemu di kantor dapat dicirikan sebagai pertemuan yang formal sedangkan
jika bertemu di mall bisa dicirikan sebagai jenis pertemuan informal agar suasana
pembicaraan tampak lebih santai.

Universitas Sumatera Utara

2. Karakteristik fisik dari komunikator itu sendiri.
Karakteristik

fisik

dalam

interaksi

nonverbal

komunikasi

lebih

menggambarkan dari sisi penampilan fisik seperti cara berpakaian dan intonasi
suara.Misal dalam bertemu dengan klien perusahaan, adakah persiapan diluar
persiapan teknis yang harus dilakukan sebelum bertemu klien sperti contoh harus
memakai kemeja, atau baju kaos saja tidak masalah.
Sedangkan intonasi suara dalam berkomunikasi juga dapat memberikan
makna tersendiri. Misal, ketika berkomunikasi dengan nada bicara yang tingga
maka artinya komunikator sedang menegaskan apa yang sedang di bicarakan.

3. Berbagai perilaku yang dilakukan oleh komunikator
Perilaku atau tindakan merupakan contoh umum dari komunikasi nonverbal.
Perilaku maupun tindakan merupakan alat komunikasi nonverbal dalam
menjelaskan apa yang disampaikan secara verbal. Misal jika kita memberikan
petunjuk mengenai arah seperti “kesitu” tanpa memberikan isyarat nonverbal
seperti lirikan mata maupun tangan yang menunjuk arah tersebut, maka tidak akan
terjadi pencapaian makna antra komunikator dengan komunikan.

2.2.3. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan)
Menurut Skiner dalam (Notoatmodjo: 2010), seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Teori Skiner ini dikenal sebagai teori S-O-R
(Stimulus-Organisme-Respon). Namun dalam kenyataan, stimulus yang diterima
oleh organisme tidak selamanya mampu menghasilkan perilaku, ada beberapa
faktor lain yang berperan dalam munculnya perilaku, salah satunya adalah adanya
niat untuk berperilaku tertentu dari suatu individu. Niat itu sendiri juga tidak akan
muncul tanpa adanya determinan yang mempengaruhi. Teori ini dijelaskan oleh
Atzen dalam teorinya yang dikenal dengan Theory Of Reasoned Action) / Teori
Perilaku Yang Direncanakan ( Theory of Planned Behaviour ). Teori ini
menghubungkan

keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak (intention)dan

perilaku. Dalam makalah ini akan dibahas lebih dalam mengenai teori tersebut
untuk mengetahui bagaimana perilaku muncul karena adanya niat dari orang

Universitas Sumatera Utara

tersebut.Teori

ini

menghubungkan

keyakinan (beliefs),

sikap (attitude),

kehendak/intensi (intention), dan perilaku(behavior). Untuk mengetahui apa yang
akan dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui
intensi orang tersebut.
Theory of Reasoned Action (TRA)
Intensi ditentukan oleh sikap dan norma subyektif. Komponen pertama
mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan
untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcome of the behavior). Disamping itu
juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi
individu (evaluation regarding the outcome). Komponen kedua mencerminkan
dampak dari norma-norma subyektif. Norma sosial mengacu pada keyakinan
seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang
dianggapnya penting (referent person) dan motivasi seseorang untuk mengikuti
pikiran tersebut.
Keuntungan teori ini adalah memberi pegangan untuk menganalisa
komponen perilaku dalam item yang operasional. Bagaimana sejumlah
pencegahan harus dipertimbangkan supaya model ini dipergunakan dengan tepat.
Fokus sasaran adalah prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara
langsung dan dibawah kendali seseorang. Artinya bahwa perilaku sasaran harus
diseleksi

dan

diidentifikasikan

secara

jelas.

Tuntutan

ini

memerlukan

pertimbangan mengenai tidakan (action), sasaran (target), konteks (context),
waktu (time).
Lebih

lanjut,

sebuah

konsep

penting

dalam

teori

ini

ialah

fokus

perhatian (salience). Istilah ini mengacu intervensi yang efektif, pertama-tama
harus menentukan hasil dan kelompok referensi yang penting bagi perilaku
populasi yang dipertimbangkan. Hal ini berbeda dari dari perilaku populasi yang
satu ke populasi yang lain. Ini mengacu pada norma nilai dan norma-norma dalam
kelompok sosial yang diselidiki, sebagai indikator penting untuk memprediksikan
perilaku yang akan diukur.

Universitas Sumatera Utara

Teori perilaku beralasan diperluas dan dimodifikasi oleh (Ajzen dalam
Jogiyanto 2007) dan dinamai Teori Perilaku Terencana (theory of planned
behavior). Inti teori ini mencakup 3 hal yaitu; yaitu keyakinan tentang
kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku tersebut (behavioral beliefs),
keyakinan tentang norma yang diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan
tersebut (normative beliefs), serta keyakinan tentang adanya faktor yang dapat
mendukung atau menghalangi perilaku dan kesadaran akan kekuatan faktor
tersebut (control beliefs). Jogiyanto (2007) berpendapat bahwa Intensi atau niat
merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap
perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan
sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan
norma subyektif. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Theory of
Reasoned Action (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh
sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil
dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan
pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Secara lebih
sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu
perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa
orang lain ingin agar ia melakukannya.
2.2.4 Hedonisme
Hedonisme atau pandangan yang menyamakan “baik secara moral”
dengan “kesenangan” tidak saja merupakan suatu pandangan pada permulaan
sejarah filsafat, tetapi di kemudian hari sering kembali dalam pelbagai variasi
(Bertens, K 1993:256).
Pengertian dari hedonisme dari pendapat yang lain, yaitu: “Merupakan suatu
paham yang mengemukakan bahwa hal yang terbaik bagi manusia adalah
baik apa yang memuaskan keinginan kita, apa yang meningkatkan kuantitas
kesenangan atau kenikmatan dalam diri kita”. (Kumurotomo,Wahyudi 1999:235).
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan
dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini,
bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah
itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup

Universitas Sumatera Utara

ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmatnikmatnya. Di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalani dengan
sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Dalam kamus
Collins Gem (1993:97) dinyatakan bahwa, “Hedonisme adalah doktrin yang
menyatakan bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup, atau
hedonisme adalah paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari kesenangan
hidup semata-mata”.
Dari pendapat lain Collin Gem di atas, gaya hidup hedonisme sama sekali tidak
sesuai dengan tujuan pendidikan bangsa kita. Tujuan pendidikan Negara kita
adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (pembukaan UUD 1945, alinea 4).
Tujuannya tentu bukan untuk menciptakan bangsa yang hedonis, tetapi bangsa
yang punya spiritual, punya emosional peduli pada sesama dan tidak
mengutamakan diri sendiri. Adalah filsuf Epicurus (341-279 SM) yang
mempopulerkan paham hedonisme, suatu paham yang menganggap kesenangan
dan kenikmatan materi adalah tujuan yang paling utama dalam hidup. Filsafatnya
dititikberatkan pada etika yang memberikan ketenangan batin. Kalau manusia
mempunyai ketenangan batin, maka manusia mencapai tujuan hidupnya. Tujuan
hidup manusia adalah hedone (kenikmatan, kepuasan). Ketenangan batin
diperoleh dengan memuaskan keinginannya. Manusia harus dapat memilih
keinginan yang memberikan kepuasan secara mendalam. Hedonisme sebagai
suatu “budaya” yang meletakkan dimensi kepuasan materi sebagai suatu tujuan
utama memicu dan memacu pemanfaatan alam dan atau melakukan aktivitas
hidup yang jauh dari dimensi spritual (moralitas). Kesadaran akan nilai-nilai etika
dan moralitas yang rendah dalam mencapai tujuan hidup meberikan kepuasan
sesaat, dan dampak negatif yang berjangka panjang.

2.2.4.1 Karakteristik Hedonisme
Karakteristik hedonisme adalah kebendaan dengan ukuran fisik harta, atau apa
saja yang tampak, yang dapat dinilai dengan uang. Jadi disini orang yang sudah
senang karena harta bendanya yang banyak, sudah sama artinya dengan orang
yang bahagia. (https://bengkelpemikiran.wordpress.com/2012/02/18/mengenalhedonisme/)

Universitas Sumatera Utara

Disini hedonisme dalam pelaksanaannya mempunyai karakteristik:
1. Hedonisme Egoistis yaitu hedonisme yang bertujuan untuk mendapatkan
kesenangan semaksimal mungkin. Kesenangan yang dimaksud ialah dapat
dinikmati dengan waktu yang lama dan mendalam.
Contohnya: makan-makanan yang enak-enak, jumlah dan jenisnya banyak,
disediakan waktu yang cukup lama untuk menikmati semuanya, seperti pada
perjamuan makan ala Romawi. Bila perut sudah penuh, maka disediakan sebuah
alat untuk menggitit kerongkongan, dengan demikian isi perut dapat dimuntahkan
keluar, kemudian dapat diisi kembali jenis makanan yang lain, sampai puas.
2. Hedonisme Universal yaitu suatu aliran hedonisme yang mirip dengan
ulitarisanisme = kesenangan maksimal bagi semua, bagi banyak orang.
Contohnya: bila berdansa, haruslah berdansa bersama-sama, waktunya semalam
suntuk, tidak boleh ada seorang pun yang absen, ataupun kesenangan-kesenangan
lainnya yang dapat dinikmati bersama oleh semua orang.
Sebenarnya tidak bisa disangkal lagi bahwa hedonisme banyak jenisnya,
secara garis besarnya kesenangan dapat dibagi atas dua golongan:
1. Kesenangan Fisik
Kesenangan yang dapat dirasakan dinikmati oleh batang tubuh/raga. Sumber
dan jenisnya dari makan minum, yang menerima kesenangan itu dari
tenggorokkan sampai keperut. Hasil kesenangan itu biasa dinilai dengan sebutan
nikmat, enak, sedap, nyaman, delicious, dan sebagainya.
Bila sumbernya hubungan badani (coitus), maka yang menerima kesenangan
itu adalah alat kelamin, seluruh badan jasmani, dimana hasil kesenangan itu
dinilai dengan sebutan: nikmat, enak, sedap dan sebagainya. Bila sumbernya
sebagai hasil kerja, misalnya pekerjaan tangan, atau sesuatu yang menggunakan
tenaga seperti pekerjaan di pelabuhan, di kebun, di pertambangan, dan
sebagainya, maka kesenangan itu dinilai dengan sebutan: memuaskan, beres,
selesai, upahnya pantas dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

2. Kesenangan Psychis/Rohani
Bila sumbernya itu sebagai hasil seni, apakah bentuknya itu berupa puisi
atau prosa, lukisan atau patung, atau serangkaian lagu-lagu merdu/musik, maka
hasil kesenangan itu dinilai dengan sebutan: menarik, hebat, indah, memuaskan
mengasikkan, dan sebagainya. Penilaian ini diberikan oleh rasa, emosi, dan
getaran jiwa. Bila sumbernya itu berasal dari hasil pikir, yang merasakan
kesenangan itu adalah otak, pikir, dimana hasil kesenangan itu dinilai dengan
sebutan: ilmiah, merangsang otak, hebat, pemikiran yang mendalam, intellegensi
yang tinggi, mengagumkan dan sebagainya. Bila sumbernya adalah kepercayaan
yang menikmati kesenangan itu adalah jiwa, perasaan, rohani, hati, dimana
kesenangan itu dinilai dengan sebutan: menentramkan jiwa, meresapkan rasa
iman, rasa takwa, syahdu, suci, yakin dan sebagainya.
Karakteristik menurut Pospoprodijo (1999:71) Kesenangan yang dimaksud adalah
kesenangan untuk hidup saja, yakni kesenangan yang kita dapat dengan perantara
kemampuan-kemampuan kita dari subyek-subyek yang mengelilingi kita didunia
ini. (https://bengkelpemikiran.wordpress.com/2012/02/18/mengenal-hedonisme/)

2.2.4.2. Ciri-ciri dan Bentuk Hedonisme
Ada banyak tanda ciri-ciri sifat orang yang menganut paham hedonisme, selama
mereka masih menganggap bahwa materi adalah tujuan akhir untuk mendapatkan
kesenangan, entah dengan cara bagaimana mendapatkan materi baik halal ataupun
haram yang dilarang agama. Ciri-ciri hedonisme menurut Cicerno dalam (Russell,
2004: 335) adalah sebagai berikut: Memiliki pandangan gaya hidup instan,
melihat perolehan harta dari hasill kahir bukan proses untuk membuat hasil akhir.
Menjadi pengejar modernitas fisik. Memiliki relativitas kenikmatan di atas ratarata tinggi. Memenuhi banyak keinginan-keinginan spontan yang muncul. Ketika
mendapat masalah yang dianggap berat, muncul anggapan bahwa dunia begitu
membencinya. Berapa uang yang dimilikinya akan habis Melihat dari ciri-ciri
tersebut, hedonisme lebih menitik beratkan kepada kebutuhan jasmani daripada
rohani. Hedonisme kurang lebih adalah berupa kesenangan sesaat yaitu
kesenangan duniawi. Cinta pada dunia beserta segala kemewahan yang terlihat

Universitas Sumatera Utara

dan dirasakan oleh panca indera manusia. Dalam penelitian ini, peneliti lebih
menekankan pada hedonisme di kalangan mahasiswa.
Ada banyak tanda ciri-ciri sifat orang yang menganut paham hedonisme,
selama mereka masih menganggap bahwa materi adalah tujuan akhir untuk
mendapatkan kesenangan, entah dengan cara bagaimana mendapatkan materi baik
halal ataupun haram yang dilarang agama. Ciri-ciri hedonisme menurut Cicerno
dalam Russell (2004) adalah sebagai berikut: Memiliki pandangan gaya hidup
instan, melihat perolehan harta dari hasill kahir bukan proses untuk membuat hasil
akhir. Menjadi pengejar modernitas fisik. Memiliki relativitas kenikmatan di atas
rata-rata tinggi. Memenuhi banyak keinginan-keinginan spontan yang muncul.
Ketika mendapat masalah yang dianggap berat, muncul anggapan bahwa dunia
begitu membencinya. Berapa uang yang dimilikinya akan habis Melihat dari ciriciri tersebut, hedonisme lebih menitik beratkan kepada kebutuhan jasmani
daripada rohani. Hedonisme kurang lebih adalah berupa kesenangan sesaat yaitu
kesenangan duniawi. Cinta pada dunia beserta segala kemewahan yang terlihat
dan dirasakan oleh panca indera manusia. Dalam penelitian ini, peneliti lebih
menekankan pada hedonisme di kalangan mahasiswa. Berikut ini beberapa contoh
bentuk hedonisme di kalangan mahasiswa berdasarkan ciri-ciri tersebut,:
menggampangkan proses perkuliahan, perilaku konsumtif, dan pergaulan bebas.

2.2.4.3 Aspek-Aspek Hedonisme
Aspek-aspek dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan
oleh Engel, etc (1994: 153) yaitu:
1. Opini
Opini adalah tanggapan baik lisan maupun tulisan yang diberikan individu
tentang dirinya sendiri dan produk-produk yang berkaitan dengan kesenangan
hidupnya. Opini merupakan cara pandang individu untuk membela gaya hidup
tersebut, opini sekaligus menjelaskan apa saja tentang hidup hedonisme.

Universitas Sumatera Utara

2. Aktivitas
Aktivitas Ialah sebagai cara individu mempergunakan waktunya yang
berwujud tindakan nyata dalam kegiatan yang bertujuan mencari kesenangan
semata dengan konsekuensi biaya cukup besar, aktivitas dapat berupa berbelanja
dengan harga mahal dan frekuensi yang cukup sering. Menghabiskan diri
ditempat hiburan khusus dengan biaya mahal serta kegiatan rutin seperti
makan,minum yang dilakukan ditempat-tempat tertentu dengan biaya besar dan
menimbulkan kesan mewah.
3. Minat
Gambaran inidvidu yang memiliki gaya hidup hedonis yang tinggi adalah
individu yang aktivitas, minat dan pendapatnya selalu menekankan pada
kesenangan hidup. Hal tersebut diwujudkan dengan banyak mengabiskan
waktu Ialah suatu yang menarik dari lingkungan sehingga individu merasa
senang untuk memperhatikannya. Minat dapat muncul terhadap suatu objek,
peristiwa atau topik yang menekankan pada unsur kesenangan hidup. Minat
gaya hidup hedonis dapat berupa ketertarikan individu terhadap barang-barang
mahal dan mewah, perhatian khusus pada nilai prestise yang dimiliki suatu
barang atau aktivitas serta keinginan individu untuk melakukan berbagai
aktivitas atau perilaku yang mewakili gaya hidup yang diinginkannya.
Gambaran inidvidu yang memiliki gaya hidup hedonis yang tinggi adalah
individu yang aktivitas, minat dan pendapatnya selalu menekankan pada
kesenangan hidup. Hal tersebut diwujudkan dengan banyak mengabiskan waktu
diluar rumah, banyak bermain, senang berada dipusat perbelanjaan dan hiburan,
senang mengikuti trend mode, senang membeli barang-barang mahal guna
memenuhi kesenangannya, selalu berusaha menjadi pusat perhatian, cenderung
ikut-ikutan dan peka terhadap inovasi baru (Yongki, Suryo : 2007).

2.2.4.4 Faktor-faktor Penyebab Hedonisme
Secara umum ada dua faktor yang menyebabkan seorang mahasiswa atau
masyarakat menjadi hedonis. Yaitu faktor ekstern yang meliputi media dan

Universitas Sumatera Utara

lingkungan sosial serta faktor intern yang meliputi keyakinan dalam beragama dan
keluarga. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Faktor internal
a. Sikap terhadap gaya hidup hedonis
Menggambarkan pengalaman kognitif yang baik maupun tidak baik,
perasaan-perasaan emosional dan kecenderungan berbuat yang bertahan selama
waktu tertentu terhadap beberapa objek atau gagasan sikap menempatkan individu
pada satu kerangka berpikir menyukai atau tidak menyukai suatu objek,
menghampiri atau menjauhi. Sikap hedonis artinya sejauhmana individu memilki
respon aktif, kognitif, konatif terhadap serangkaian pola tingkah laku.
b. Pengalaman dan pengamatan
Hasil pengamatan seseorang akan membentuk suatu pandangan tertentu
terhadap suatu objek, apabila pengamatan ditunjukan dengan pengalaman yang
menghasilkan afek positif seperti rasa senang, bahagia dan nyaman maka akan
muncul penguatan dalam diri seseorang untuk melakukan kembali perilaku atau
aktivitas tersebut.
c. Kepribadian
Kolter mengartikan bahwa kepribadian sebagai karakter psikologis yang
memiliki perbedaan antara individu satu dengan individu lain, cara individu
memandang dirinya akan mempengaruhi minat dan perilakunya, begitu juga
dengan kepribadiannya, dan cara individu memandang dirinya mencakup
penerimaan diri. Seseorang yang memandang dirinya negative, dimana individu
memandang bahwa dirinya serba kekurangan, akan mencoba mengisi kekurangan
dalam dirinya dengan mengikuti gaya hidup hedonis.

Universitas Sumatera Utara

d. Motif
Walgito 2001, motif dirartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri
individu yang menyebabkan individu itu bertindak atau berbuat. Perilaku individu
yang menyebabkan individu ini bertindak atau berbuat
2. Faktor ekternal
a.

Kelompok referensi
Ialah sarana indentifikasi seseorang, dengan atau tanpa perlu menjadi
anggota dari kelompok tersebut, dan oleh orang-orang yang bersangkutan
digunakan sebagai pembimbing bagi perilakunya yang patut dan tepat, atau
dipakai untuk mengembangkan cita-cita tertentu. Kelompok referensi memberikan
pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung dan dijadikan acuan
individu

b.

Keluarga
Keluarga memiki peranan terbesar dalam pembentukan sikap dan perilaku,
hal ini disebabkan karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak
yang secara logika merupakan pola hidup. Individu yang tinggal dilingkungan
keluarga yang terbiasa dengan gaya hedonis secara tidak sadar telah mengikuti
proses pembelajaran dan proses peniruan sehingga akan berpola hidup sama
seperti keluarganya.

c.

Kelas sosial
Kelompok homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat yang
tersusun dalam sebuah urutan jenjang dan pada anggota dalam setiap jenjang
memilki minat dan tingkah laku yang sama.

d.

Kebudayaan
Faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar.
Tinjauan kebudayaan menekankan pada keberadaan unsur-unsur dalam budaya
seperti nilai, moral kebiasaan, penghargaan dan ganjaran dalam sistem yang
tertentu yang mampu mendorong individu untuk menjalankan gaya hidup.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan
uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan hasil penelitian yang dicapai dan
dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi,2001: 40)
Kerangka pemikiran yang baik akan mampu menjelaskan operasional fenomenafenomena penelitian dalam penelitian kualitatif, serta akan melahirkan asumsiasumsi yang dapat digunakan dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian
yang akan dicapai.
Dalam penelitian ini kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut :

MAHASISWA
HEDONISME

LINGKUNGAN

GAYA
KOMUNIKASI
VERBAL &
NONVERBAL

Bagan kerangka berpikir

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

2 29 155

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

6 66 112

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 16

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 2 2

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 8

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 17

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

0 1 11

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

0 0 2

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

0 0 8

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

0 1 2