Uji Antihiperkolesterolemia Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Serum Darah Marmot Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental yang meliputi
tahapan pengumpulan sampel dan pengolahan simplisia, karakterisasi simplisia,
skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etil asetat, serta uji antihiperkolesterolemia
pada serum darah marmot. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Farmakologi
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Balai Laboratorium Kesehatan
Daerah Provinsi Sumatera Utara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
program statistika SPSS versi 22.

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sentrifuge , Microlab
300 (Merck), microtube, mikropipet (Clinicon), neraca analitik (Mettler Toledo),
lemari pengering, pemotong kuku, seperangkat alat destilasi untuk penetapan
kadar air, oral sonde, blender (Miyako), mikroskop, spuit, rak tabung reaksi,
mortar, stamfer, kertas saring, alumunium foil, alat-alat gelas laboratorium (Iwaki
pyrex), kaca objek dan kaca penutup, penangas air.
3.1.2 Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Bahan kimia yang digunakan jika
tidak disebutkan adalah berkualitas pro analisa yaitu : etil asetat (brataco), asam
klorida pekat, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, asam asetat anhidrida, amil

20
Universitas Sumatera Utara

alkohol, α-naftol, besi (III) klorida, bismuth nitrat, simvastatin, Na-CMC, kuning
telur ayam, lemak kambing, etanol 96%, reagensia kolesterol DIALAB, toluen,
kloralhidrat dan air suling.

3.2 Penyiapan Bahan Tumbuhan
Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan tumbuhan,
identifikasi tumbuhan, pembuatan dan karakterisasi simplisia dan pembuatan
ekstrak etil asetat daun binahong.
3.2.1 Pengambilan bahan tumbuhan
Bahan yang digunakan adalah daun binahong yang masih segar.
Pengambilan daun binahong dilakukan secara purposif tanpa membandingkan
dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan diambil dari Kampung

Pondok Bitung, Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat.
3.2.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang
Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Bogor.
3.2.3 Pembuatan simplisia
Daun binahong dibersihkan dari kotoran yang melekat, dicuci dengan air
bersih, ditiriskan, lalu ditimbang berat basah 20 kg, kemudian dikeringkan di
lemari pengering dengan suhu 40-50oC. Daun kering yang ditandai rapuh (bila
diremas menjadi hancur) dan diperoleh berat kering 1,2 kg, kemudian diserbuk
dengan menggunakan blender. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah plastik
tertutup rapat.

21
Universitas Sumatera Utara

3.3 Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia seperti penetapan kadar air dilakukan
menurut prosedur World Health Organization (1998); pemeriksaan makroskopik,

mikroskopik, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol,
penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan
menurut prosedur Depkes RI (1995).
3.3.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia daun binahong meliputi
pemeriksaan bentuk, bau, warna, dan rasa dan juga dilakukan pemeriksaan
makroskopik terhadap daun binahong segar.
3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap irisan melintang dan
membujur daun binahong segar untuk melihat susunan anatomis dari daun
binahong. Caranya: dibuat irisan melintang dan membujur dari daun binahong
kemudian diletakkan di atas objek gelas lalu ditetesi larutan kloralhidrat,
dipanaskan dengan lampu spriritus, dicuci dengan air, ditutup dengan kaca
penutup dan dilihat di bawah mikroskop.
Pemeriksaan mikroskopik juga dilakukan terhadap serbuk simplisia daun
Binahong untuk melihat fragmen-fragmen pengental dari simplisia tersebut.
Sejumlah serbuk simplisia diletakkan merata di atas objek gelas yang telah ditetesi
larutan kloralhidrat, ditutupi dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop.
3.3.3 Penetapan kadar air
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bundar, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluene dibiarkan
mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan

22
Universitas Sumatera Utara

ketelitian 0,05 ml. kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 gram serbuk
simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15
menit. Setelah toluene mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap
detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan
hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin
dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung
penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air
yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen.
3.3.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam labu tersumbat,
dimaserasi dengan 100 ml air kloroform P (2,5 ml kloroform dalam 1000 ml air)
selama 24 jam, sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian

dibiarkan Selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering
dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, sisanya dipanaskan pada
suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam
air, terhadap bahan yang telah dikeringkan udara.
3.3.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam labu tersumbat,
dimaserasi dengan 100 ml etanol 95% selama 24 jam, sambil sesekali dikocok
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, kemudian
sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasarkan
rata-rata cawam yang telah ditara sebelumnya, kemudian sisanya dipanaskan pada
suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung dalam persen kadar sari yang larut dalam

23
Universitas Sumatera Utara

etanol terhadap bahan yang telah dikeringkan udara.
3.3.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian dirataratakan. Krus pijar pada suhu 600oC sampai arang habis. Didinginkan dan
ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan udara.
3.3.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total didihkan
dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air
panas, dipijar pada suhu 600oC sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan.

3.4 Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong
Sebanyak 1000 g (10 bagian) serbuk simplisia dimasukkan ke dalam
sebuah bejana, dituangi dengan 7,5 liter (75 bagian) etil asetat, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sering diaduk. Setelah 5
hari sari diserkai, ampas diperas dan dicuci dengan etil asetat sebanyak 2,5 liter
hingga diperoleh 100 bagian. Sari dipindahkan ke dalam bejana tertutup,
dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari.
Dienaptuangkan dan disaring. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan diuapkan
diatas penangas air sampai diperoleh ekstrak kental etil asetat daun binahong
(Depkes, RI., 1979).


24
Universitas Sumatera Utara

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi
Pembuatan pereaksi Bourchardat, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff,
pereaksi Molisch, klorida 1%, pereaksi Liebermann-Burchard, larutan asam sulfat
2N, larutan kloralhidrat, larutan asam klorida 2N, larutan timbal (II) asetat 0,4 m,
larutan besi (III) klorida 1% (Depkes RI, 1995).
3.5.1 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml
pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10
ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga
diperoleh larutan 100 ml.
3.5.2 Pereaksi Dragendroff
Sebanyak 0,8 g bismuth (II) nitrat ditmbang, dilarutkan dalam 20 ml asam
nitrat pekat, lalu ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida dalam 50 ml air suling.
Kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna, larutan
jernih diencerkan dalam air suling hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.5.3 Pereaksi Bourchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling

secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling
hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.5.4 Pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat hingga
diperoleh larutan 100 ml.
3.5.5 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50
bagian volume etanol 95%. Ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asetat

25
Universitas Sumatera Utara

anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan.
3.5.6 Larutan besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air
secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.5.7 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam
air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml.
3.5.8 Larutan asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga
dieproleh larutan 100 ml.
3.5.9 Larutan kloralhidrat
Sebanyak 50 g Kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml
air suling.
3.5.10 Larutan asam sulfat 2 N
Sebanyak 5,5 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai
100 ml.

3.6 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia daun binahong dan
ekstrak etil asetat daun binahong meliputi pemeriksaan senyawa kimia golongan
alkaloid, glikosida, saponin (Depkes RI, 1995); tanin, flavonoida, triterpenoid dan
steroid (Farnsworth, 1996).
3.6.1 Pemeriksaan triterpenoida/steroida
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam,
disaring, filtrat diuapkan dan sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-

26
Universitas Sumatera Utara


Burchard. Terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu
atau biru kehijauan menunjukkan adanya triterpenoid/steroid bebas.
3.6.2 Pemeriksaan alkaloida
Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan
9 ml air, panaskan di atas penganas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.
Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, tambahkan 2 tetes Bouchardat. Jika pada
kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloid.
Mayer terbentuk endapan berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol
dan dengan Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka
ada kemungkinan terdapat alkaloid.
Lanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml ammonia
pekat dan 10 ml campuran 3 bagian volume eter dan 1 bagian volume kloroform.
Ambil fase organik, tambahkan natrium sulfat anhidrat, saring. Uapkan filtrat di
atas penangas airm larutkan sisa dalam sedikit asam klorida 2 N. lakukan
percobaan dengan keempat golongan larutan percobaan, serbuk mengandung
alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan dua
golongan larutan percobaan yang digunakan.
3.6.3 Pemeriksaan glikosida
Sari 3 g serbuk simplisia dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol

(95%) dan 3 bagian volume air dalam alat pendingin alir balik selama 10 menit,
dinginkan, saring. 20 ml filtrat tambahkan 25 ml air dan 25 m timbal (II) asetat
0,4 M, kocok, diamkan selama 5 menit, saring. Sari filtrat 3 kali, tiap kali dengan
20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian isopropanol. Kumpulan
sari tambahkan natrium sulfat anhidrat, saring, dan uapkan pada suhu tidak lebih
dari 50o. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol.

27
Universitas Sumatera Utara

Percobaan umum terhadap glikosida :
a. Uapkan 0,1 ml larutan percobaan di atas penangas air, larutkan sisa dalam 5 ml
asam asetat anhidrida. Tambahkan 10 tetas asam sulfat pekat; terjadi warna
biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (reaksi LiebermannBourchard).
b. Masukkan 0,1 ml larutan percobaan dalam tabung reaksi, uapkan di atas
penganas air. Pada sisa tambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molisch. Tambahkan
hati-hati 2 ml asam sulfat pekat; terbentuk cincin berwarna ungu pada batas
cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (reaksi Molisch).
3.6.4 Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 10 g sampel kemudian ditambahkan 100 ml air panas, didihkan
selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh
kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan
2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi
warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol.
3.6.5 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 1 g sampel dididihkan selama 3 menit dalam 10 ml air suling
lalu didinginkan dan disaring. Filtrat diencerkan sampai hampir tidak berwarna,
lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1% (b/v), jika terjadi warna
biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
3.6.6 Pemeriksaan saponin
Masukkan 0,5 g serbuk yang diperiksa ke dalam tabung reaksi,
tambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat selama 10
detik, terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1
cm sampai 10 cm. pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang.

28
Universitas Sumatera Utara

3.7 Uji Penurunan Kadar Kolesterol
3.7.1 Penyiapan hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah marmot
jantan dengan berat 300-400 gram berumur 3-4 bulan yang dikondisikan selama 2
minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan lingkungan.
3.7.2 Perhitungan besar sampel
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 ekor. Dimana 24
ekor marmot jantan tersebut dibagi dalam 6 kelompok uji, yang masing-masing
kelompok uji terdiri dari 4 ekor marmot jantan. Perhitungan besar sampel dihitung
dengan rumus Federer (Hermawan, 2013) sebagai berikut:
(t-1) (n-1)

≥ 15

(6-1) (n-1)

≥ 15

5n-5

≥ 15

5n

≥ 20

n

≥4

keterangan :
t : Jumlah kelompok uji
n : Besar sampel per kelompok
3.7.3 Penyiapan bahan
Penyiapan bahan-bahan meliputi kontrol (Na-CMC), bahan uji (Ekstrak
etil asetat daun binahong, obat pembanding (Simvastatin)).
3.7.3.1 Pembuatan suspensi CMC-Na 0,5% (b/v)
Sebanyak 500 mg CMC-Na ditaburkan ke dalam lumpang berisi air
suling panas sebanyak 10 ml, ditutup dan dibiarkan selama 15 menit hingga massa
menjadi transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.

29
Universitas Sumatera Utara

3.7.3.2 Pembuatan suspensi ekstrak daun binahong
Daun ekstrak etil asetat daun binahong ditentukan berdasarkan orientasi
hewan percobaan, yaitu dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb. Dosis I
100mg/kgbb, dosis II 200 mg/kgbb, dosis III 400mg/kgbb.
Cara kerja : Ekstrak etil asetat daun binahong masing-masing sebanyak
100 mg, 200 mg dan 400 mg dimasukkan ke dalam lumpang yang berisi sedikit
suspensi Na-CMC 0,5% digerus homogen lalu dicukupkan dengan suspensi NaCMC 0,5% hingga 10 ml.
3.7.3.3 Pembuatan suspensi simvastatin
Sebanyak 50 mg simvastatin digerus dalam lumpang, lalu ditambahkan
suspensi Na-CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil terus digerus hingga
homogen, lalu dicukupkan dengan suspensi Na-CMC 0,5% hingga 625 ml.
3.7.4 Penyiapan hewan yang hiperkolesterolemia
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah marmot yang sehat dan
dewasa sebanyak 24 ekor yang terlebih dahulu dikarantina selama 2 minggu untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Diukur kadar kolesterol awalnya lalu
sengaja dibuat hiperkolesterolemia dengan cara memberikan makanan induksi
berupa kuning telur (dosis 1% bb) diberikan selama 14 hari berturut-turut yang
dicampur dengan lemak kambing 15 g sebanyak sehari sekali secara oral serta
diberi pakan biasa (Pane, 2011). Diukur kadar kolesterolnya.
3.7.5 Pengujian efek penurun kadar kolesterol
Pengujian efek penurunan kadar kolesterol menggunakan dosis ekstrak
daun binahong 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb dengan pembanding
suspensi simvastatin dosis 0,80 mg/kgbb marmot dan kontrol suspensi CMC-Na
0,5%.

30
Universitas Sumatera Utara

3.7.5.1 Pemberian suspensi kontrol, suspensi ekstrak daun binahong dan
suspensi simvastatin pada marmot
Marmot dibagi menjadi 6 kelompok disetiap kelompok terdiri dari 4
marmot jantan, dimana kelompok pertama adalah normal, tidak mendapatkan
perlakuan sebagai kontrol (-). Kelompok kedua diberikan suspensi simvastatin
sebagai kontrol (+). Kelompok ketiga diberikan suspensi Na-CMC 0,5% sebagai
kontol pelarut. Kelompok keempat diberikan suspensi ekstrak etil asetat daun
binahong dosis 100 mg/kgbb/hari. Kelompok kelima diberikan suspensi ekstrak
etil asetat daun binahong dosis 200 mg/kgbb/hari. Kelompok keenam diberikan
suspensi ekstrak etil asetat daun binahong 400 mg/kgbb/hari. Marmot yang telah
diinduksi kolesterol selama 14 hari, pada hari ke-14 diambil darahnya dan marmot
yang berada pada kondisi hiperkolesterolemia diberikan obat dan ekstrak etil
asetat daun binahong pada hari ke-14 setelah pengambilan darah, hari ke-15 dan
hari ke-16, kemudian diambil lagi darahnya pada hari ke-17 sebelum pemberian
simvastatin dan ekstrak etil asetat daun binahong. Marmot masih diberikan
simvastatin dan ekstrak etil asetat daun binahong pada hari ke-17,18,19,20 hingga
pengambilan darah pada hari ke-21 (Pane, 2011). Selama pemberian simvastatin
dan ekstrak etil asetat daun binahong marmot diberikan makanan pakan biasa.
3.7.5.2 Pengambilan darah
Sebelum pengambilan darah marmot dipuasakan selama 10-18 jam (tidak
makan tetapi masih tetap diberi minum). Kuku marmot dipotong dengan
pemotong kuku sampai berdarah, kemudian diambil ± 0,5 ml darah ditampung
dalam microtube. Darah disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm
sehingga terbentuk dua lapisan yaitu bagian serum dan padatan. Diambil bagian
serum.

31
Universitas Sumatera Utara

3.7.5.3 Penetapan kadar kolesterol serum darah marmot
Serum dipipet sebanyak 0,01 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung
yang berisi reagensia kolesterol sebanyak 1 ml, lalu di inkubasi pada suhu 25oC
selama 10 menit. Kadar kolesterol diukur menggunakan alat microlab pada
panjang gelombang 546 nm.

3.8 Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis secara stratistik dengan metode Anova
menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 22.

32
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Tumbuhan yang telah diidentifikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (Indonesian Institute of Sciences), Pusat Penelitian Biologi (Research
Center For Biology), Bogor hasilnya adalah Anredera cordifolia (Ten.) Steenis,
suku Basellaceae. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 48.

4.2 Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopis,
pemeriksaan mikroskopis, dan pemeriksaan karaterisasi terhadap serbuk simplisia
dilakukan uji kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total,
dan kadar abu tidak larut asam.
4.2.1 Pemeriksaan makroskopis
Hasil pemeriksaan makroskopik dari daun binahong segar yaitu daunnya
merupakan daun tunggal, panjang 4-8 cm, lebar 3-6 cm, berwana hijau, bentuk
jantung. ujung runcing, tepi rata dan permukaan licin dan berasa pahit. Hasil dapat
dilihat pada Lampiran 3, halaman 50.
4.2.2 Pemeriksaan mikroskopis
Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap daun segar binahong yaitu pada
penampang melintang daun terlihat susunan anatomi daun yang terdiri dari
epidermis atas, jaringan palisade, jaringan spons dan epidermis bawah.
Penampang melintang daun terlihat juga kristal kalsium oksalat bentuk druss pada
jaringan mesofil. Penampang membujur daun segar terlihat stomata dengan tipe

33
Universitas Sumatera Utara

parasitik. Pemeriksaan serbuk simplisia terlihat stomata tipe parasitik, kristal
kalsium oksalat bentuk druss dan berkas pengangkut penebalan spiral. Hasil
dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 53.
4.2.3 Pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia
Hasil karakterisasi dari serbuk simplisia daun binahong dapat dilihat pada
Tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun binahong
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Parameter

Hasil
7,32 %
26,16%
25,86%
6,35 %
0,58 %

Kadar air
Kadar sari larut air
Kadar sari larut etanol
Kadar abu total
Kadar abu tidak larut asam

Karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air, kadar sari larut air,
kadar sari larut etanol, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, dan susut
pengeringan, dilakukan dengan tujuan menjamin keseragaman mutu simplisia
agar

memenuhi

persyaratan

standar

simplisia.

Penetapan

kadar

air

menggambarkan batasan maksimal kandungan air di dalam simplisia, karena
jumlah air yang tinggi dapat menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur
sehingga dapat merusak senyawa yang terkandung dalam simplisia. Penetapan
kadar sari larut air dan etanol dilakukan untuk memberikan gambaran awal jumlah
senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air dan etanol. Penetapan kadar abu
total dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran kandungan mineral internal
dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya simplisia yang
berkaitan dengan senyawa organik maupun anorganik yang diperoleh secara
internal dan eksternal. Kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui

34
Universitas Sumatera Utara

jumlah abu yang diperoleh dari faktor eksternal seperti pasir atau tanah silikat.
(Febriani, dkk., 2015).

4.3 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakakukan terhadap simplisia daun binahong dan
ekstrak etil asetat daun binahong. Hasil skrining fitokimia terlihat pada Tabel 4.2
dibawah ini:
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia daun binahong
No.
Golongan senyawa
Simplisia
Ekstrak etil asetat
1
Alkaloid
+
+
2
Glikosida
+
+
3
Flavonoida
+
+
4
Tanin
+
+
5
Saponin
+
+
6
Triterpenoid/Steroid
+
+
Keterangan: ( + ) positif: mengandung golongan senyawa
( ˗ ) negatif: tidak mengandung golongan senyawa
Berdasarkan hasil skrining diketahui bahwa simplisia daun binahong
mengandung alkaloid, glikosida, flavonoida, tanin, saponin dan steroid. Daun
Anredera cordifolia (Ten.) Steenis., mengandung senyawa alkaloid, polifenol,
fenolik flavonoida, saponin, streroid, triterpenoid, tanin (Astuti, 2012;
Balitbangkes, 2006; Fauziah, dkk., 2014; Jazilah, dkk., 2014; Kumalasari dan
Sulistyani, 2011) sedangkan ekstrak etil asetat daun binahong menunjukkan
bahwa ekstrak mengandung alkaloid, glikosida, flavonoida, tanin, saponin dan
steroid.
Identifikasi menggunakan reaksi warna, dilakukan dengan beberapa
macam pereaksi alkaloid, terhadap warna atau endapan yang timbul. Pereaksi
yang sering digunakan adalah pereaksi Dragendroff, Mayer, iodoplatinat, asam
fosfowolframat, asam fosdomolibdat (Hanani, 2015). Pereaksi Mayer paling

35
Universitas Sumatera Utara

banyak digunakan untuk mendeteksi alkaloid karena memberikan endapan pada
hampir semua alkaloid (Robinson, 1955). Glikosida mudah larut dalam air,
dengan cara mendidihkan sebentar dalam asam encer atau enim yang sesuai,
cukup untuk menghidrolisis bagian gula dan aglikonnya (Farnsworth, 1966;
Robinson, 1995). Uji tanin dinyatakan positif jika dengan penambahan larutan
FeCl3 dan harus menghasilkan warna biru, biru kehitaman, hijau atau biru
kehijauan dan lapisan endapan Pengujian flavonoida dengan penambahan serbuk
magnesium dan HCl pekat akan menghasilkan perubahan warna dari orangemerah (flavon), merah-merah tua (flavonol), merah tua-magenta (flavonon), dan
terkadang hijau atau biru. Reaksi Lieberman-Burchard banyak digunakan untuk
uji triterpenoid dan steroid akan memberikan warna hijau-biru menunjukan
saponin steroidal dan warna merah, pink, atau ungu menunjukkan triterpenoida.
Keberadaan saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang bertahan selama
30 menit setelah pengocokan dengan air panas selama 3-5 menit (Farnsworth,
1966).

4.4 Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Darah
Penelitian ini menggunakan marmot jantan sebagai hewan percobaan
yang dibuat hiperkolesterolemia dengan harapan tercapai kenaikan kolesterol
dalam darah dengan penginduksi kuning telur ayam yang dicampur dengan lemak
kambing secara oral selama dua minggu secara terus menerus bersamaan dengan
pakannya. Keadaan hiperkolesterolemia terjadi apabila kadar kolesterol darah dari
marmot diatas 43 mg/dl (Soesanto, 1988).
Pemilihan marmot sebagai hewan penelitian karena pada marmot
memiliki kesamaan dengan manusia yaitu memiliki kekurangan kemampuan

36
Universitas Sumatera Utara

untuk mensintesis vitamin C, karena defisiensi vitamin c menyebabkan
peningkatan kadar kolesterol darah (Prakoso, 2006).
Penginduksi yang digunakan pada penelitian ini adalah kuning telur
ayam dan lemak kambing yang diberikan bersama pakan. Kuning telur dan lemak
kambing merupakan diet tinggi lemak yaitu faktor penting dalam peningkatan
konsentrasi LDL kolesterol dan penurunan konsentrasi HDL (Prakoso, 2006).
Pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah obat simvastatin
10 mg, pemilihan obat ini karena khasiatnya menurunkan LDL-nya lebih kuat.
Pemberian dosis 10 mg simvastatin per hari mampu menurunkan kadar LDLkolesterol hingga 27% (Tan dan Rahardja, 2002).
Pengujian efek penurun kadar kolesterol darah dari daun binahong
diawali dengan melakukan orientasi dosis ekstrak etil asetat daun binahong. Dosis
orientasi adalah 100 mg/kgbb. Ekstrak etl asetat daun binahong dosis 100
mg/kgbb sudah menunjukkan penurunan kolesterol serum. Berdasarkan hasil
orientasi ini, maka penelitian selanjutnya digunakan dengan variasi ekstrak etil
asetat daun binahong dosis 100, 200, dan 400 mg/kgbb. Variasi dosis yang
diberikan pada hewan percobaan bertujuan untuk melihat dosis efektif dari ekstrak
etil asetat daun binahong. Hasil pengukuran kadar kolesterol serum marmot
dilakukan setelah marmot dipuasakan selama 10-18 jam, tetapi tetap diberi minum
sebelum marmot diinduksi kolesterol dengan menggunakan penginduksi kuning
telur ayam dan lemak kambing yang diberikan bersama pakannya selama dua
minggu berturut-turut dan setelah diinduksi dengan menggunakan kuning telur
ayam dan lemak kambing selama dua minggu berturut-turut serta hasil
pengukuran penurunan kadar kolesterol serum marmot setelah pemberian ekstrak
etil asetat daun binahong dan simvastatin ditunjukkan pada Tabel 4.3.

37
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3 Hasil pengukuran rata-rata kadar kolesterol darah marmot hari ke-0
(sebelum induksi) sampai hari ke-21 (7 hari setelah pemberian obat)
Data adalah rerata ± SD, n = 4.

Kelompok

Kadar kolesterol darah (mg/dl) ± SD
Hari ke-17
Hari ke-21
(3 hari
(7 hari
Hari ke-0
Hari ke-14
setelah
setelah
(sebelum
(hiperkolester
pemberian
pemberian
induksi)
olemia)
obat)
obat)
34,75 ± 5, 34,50 ± 4,65 34,75 ± 4,57 35,00 ± 4,24
12

Normal
(Kontrol
negatif)
CMC Na
27,5 ± 4,93
101,25 ±
104,50 ±
100,50 ±
(Kontrol
14,99 *
16,46*
16,29*
pelarut)
Simvastatin
34,25 ± 75,00 ± 5,47 56,00 ± 3,65 33,25 ± 2,75
(Kontrol positif)
5,73
*
EEADB 100
27,25 ± 80,50 ±15,75
68,50 ± 54,00 ± 15,25
mg/kgbb
8,53
*
15,75*
EEADB 200
32,25 ± 93,25 ± 16,85
78,75 ±
63,25 ±
mg/kgbb
7,50
*
16,35*
15,50*
EEADB 400
31,5 ± 82,75 ± 7,88 60,00 ± 7,25 37,00 ± 3,36
mg/kgbb
10,14
*
Sig.
0,691
0,00
* = Berbeda signifikan dengan kontrol negatif pada uji anova (α = 0,05)
Keterangan : EEADB = ekstrak etil asetat daun binahong
Hasil analisis statistik yang tercantum pada Tabel 4.3 diperoleh nilai
signifikansi 0,691 pada hari ke-0 (sebelum induksi), tidak ada perbedaan yang
signifikan antar kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa marmot jantan yang
digunakan berada dalam kondisi fisiologis yang homogen sehingga dapat
digunakan sebagai hewan uji.
Setelah pemberian induksi makanan berupa kuning telur ayam (1%bb)
dan lemak kambing 15 g yang dicampur dengan pakannya, terjadi peningkatan
kadar kolesterol serum darah marmot dibandingkan dengan kadar kolesterol
serum darah marmot sebelum diberikan induksi makanan tersebut. Peningkatan
disebut kondisi hiperkolesterolemia jika kadarnya berada di atas normal (> 43
mg/dl). Kondisi ini ditunjukkan pada Tabel 4.4.

38
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.4 Hasil pengukuran rata-rata kadar kolesterol darah marmot hari ke-14
(kondisi hiperkolesterolemia) dan persen peningkatannya. Data adalah
rerata ± SD, n = 4.
Kelompok

Rata-rata kadar
Persen
kolesterol serum (mg/dl) peningkatan (%)
± SD
Normal (Kontrol negatif)
34,50 ± 4,65
0,72
CMC Na (Kontrol pelarut)
101,25 ± 14,99 *
268, 18
Simvastatin (Kontrol positif)
75,00 ± 5,47 *
118,97
EEADB 100 mg/kgbb
80,50 ±15,75 *
195,41
EEADB 200 mg/kgbb
93,25 ± 16,85 *
189,14
EEADB 400 mg/kgbb
82,75 ± 7,88 *
162,69
Sig.
0,00
* = Berbeda signifikan dengan kontrol negatif pada uji anova (α = 0,05)
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pemberian penginduksi
hiperkolesterol berupa kuning telur ayam (dosis 1%bb) dan lemak kambing
sebanyak 15 g dapat meningkatkan kadar kolesterol darah marmot. Seluruh
marmot dapat digunakan sebagai hewan uji pada pengujian penurunan kadar
kolesterol menggunakan ekstrak etil asetat daun binahong. Peningkatan kadar
kolesterol ini diakibatkan pemberian pakan yang setiap 10 gram kuning telur
mengandung 2000 mg kolesterol dan lemak kambing per 10 gram mengandung
130 mg kolesterol (Harmanto, 2005). Lemak hewani banyak mengandung asam
lemak jenuh dan kolesterol. Lemak jenuh cenderung merangsang hati untuk
memproduksi kolesterol sehingga kadarnya di dalam darah meningkat (Silalahi,
2006). Kadar kolesterol meningkat bila mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung kolesterol atau lemak (Dalimartha dan Dalimartha, 2014).
Hari ke-17 (hari ke-3 setelah pemberian simvastatin dan ekstrak etil asetat
daun binahong), ternyata terjadi penurunan kadar kolesterol serum darah dengan
mengukur rata-rata kadar kolesterol serum marmot. Pengamatan dilakukan sampai
hari ke-21 (hari ke-7 setelah pemberian simvastatin dan ekstrak etil asetat daun
binahong).

39
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5 Hasil persen penurunan rata-rata kadar kolesterol serum marmot
hari ke-17 dan hari ke-21. Data adalah rerata ± SD, n = 4.

Kelompok
Normal (Kontrol negatif)
CMC Na (Kontrol pelarut)
Simvastatin (Kontrol positif)
Ekstrak Etil Asetat Daun
Binahong 100 mg/kgbb
Ekstrak Etil Asetat Daun
Binahong 200 mg/kgbb
Ekstrak Etil Asetat Daun
Binahong 400 mg/kgbb

Persen penurunan (%) kadar kolesterol (mg/dl)
Hari ke-17 (3 hari
Hari ke-21 (7 hari
setelah pemberian
setelah pemberian obat)
obat)
0,72
0,72
3,21
3.83
25.33
40,62
14,90
21,16
15,55

19,68

27,49

38,44

Berdasarkan tabel 4.5 Hasil pengukuran persen penurunan kadar kolesterol
pada hari ke-17 masing-masing kelompok masih hiperkolesterolemia. Kelompok
CMC Na tidak terdapat penurunan kolesterol. Berbeda dengan kelompok
simvastatin dan kelompok ekstrak etil asetat daun binahong dengan dosis 100,
200, dan 400 mg/kgbb sudah menunjukkan penurunan kolesterol. Pemberian
perlakuan dilakukan sampai hari ke-21. Hari ke-21, kelompok CMC Na tidak
mengalami penurunan kolesterol sehingga dan tetap terjadi hiperkolesterolemia.
Kelompok ekstrak etil asetat dosis 100 mg/kgbb dan dosis 200 mg/kgbb terjadi
penurunan kolesterol tetapi masih mengalami hiperkolesterolemia. Kelompok
simvastatin dan kelompok ekstrak etil asetat dosis 400 mg/kgbb mengalami
penurunan dan kadar kolesterol sudah berada pada kadar kolesterol normal.
Berdasarkan perhitungan rata-rata AUC kadar kolesterol serum darah marmot
diperoleh hasil dosis 400 mg/kgbb mampu menurunkan kadar kolesterol serum
marmot yang hampir sama dengan penurunan kolesterol simvastatin sehingga
disimpulkan bahwa pada dosis 400 mg/kgbb merupakan dosis yang efektif untuk
menurunkan kadar kolesterol pada marmot karena pada dosis 400 mg/kgbb sudah

40
Universitas Sumatera Utara

dapat menurunkan kolesterol yang sama dengan simvastatin 10 mg dan sudah
sama dengan keadaan normal. Hasil perhitungan AUC dapat dilihat pada
Lampiran 13, halaman 67.

Kadar rata-rata kolesterol serum (mg/dl)

140
120
100
80
60
40
20
0
Hari 0

Hari 14

Hari 17

Hari 21

Hari
Normal

CMC Na

Simvastatin

EEADB 100 mg/kgbb

EEADB 200 mg/kgbb

EEADB 400 mg/kgbb

Gambar 4.1 Perbandingan penurunan kadar rata-rata kolesterol darah marmot
setelah pemberian obat dan dibandingkan dengan kontrol ± SD, n =
4 ekor marmot
Grafik 4.1 menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dosis 400 mg/kgbb
efektif untuk menurunkan kadar kolesterol dan tidak berbeda nyata dengan
simvastatin sedangkan ekstrak etil asetat daun binahong dosis 100 mg/kgbb dan
200 mg/kgbb juga mempunyai efek menurunkan kolesterol tetapi tidak lebih baik
dibandingkan simvastatin sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat
dosis 400 mg/kgbb merupakan dosis yang paling efektif untuk dapat menurunkan
kadar kolesterol serum marmot dibandingkan dosis 100 mg/kgbb dan 200
mg/kgbb.

41
Universitas Sumatera Utara

Daun binahong mengandung senyawa saponin dan flavonoida yang
berperan menurunkan kolesterol darah. Saponin atau biasa disebut bousingide A1
atau lareagenin A mampu menghambat pembentukan kolesterol darah dengan
menghambat enzim pembentukan kolesterol (hidroksi metilglutaril koasetat
reduktase). Penghambatan kerja enzim tersebut, maka kolesterol juga akan turun
(Utami dan Puspaningtyas, 2013). Isolasi saponin menunjukkan berbagai aktivitas
farmakologi seperti antitumor, penurunan kolesterol, potensiasi imun, antikanker,
antioksidan dan menekan penurunan resiko implikasi pada penyakit jantung
koroner (Astuti, dkk., 2011). Daun binahong memiliki potensi menurunkan
kolesterol darah dan diduga bahwa kandungan triterpenoid saponin dalam
binahong yang berperan menurunkan kadar gula darah dan kolesterol (Utami dan
Puspaningtyas, 2013). Menurut hasil penelitian Wahjuni (2014), pada daun
Anredera cordifolia ditemukan senyawa fitol yang merupakan alkohol diterpen
dan berfungsi sebagai prekursor vitamin E dan K pada hewan dan dapat di ubah
lebih lanjut menjadi asam fitanik dan dapat ditemukan pada jaringan lemak hewan
dapat berpotensi sebagai penghambat hiperkolesterolemia pada tikus putih.
Flavonoida berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner
berdasarkan efek proses biologis yang meliputi proses inhibisi peroksidasi lipida
dan agregasi platelet. Flavonoida diyakini menurunkan aterosklerosis dan
menghambat oksidasi LDL, dengan cara menghambat pembentukan radikal bebas
dan melindungi α-tokoferol dalam LDL dari oksidasi (Silalahi, 2006).

42
Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia didapatkan kadar air 7,32%, kadar
sari larut air 26,16%, kadar sari larut etanol 25,86%, kadar abu total 6,35 %,
dan kadar abu tidak larut asam 0,58%.
b. Ekstrak etil asetat daun binahong dapat menurunkan kadar kolesterol serum
pada darah marmot dengan dosis efektif 400 mg/kgbb.
c. Ekstrak etil asetat daun binahong mengandung senyawa saponin dan
flavonoida yang dapat berperan dalam penurunan kadar kolesterol serum
marmot.

5.2 Saran
Diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas
farmakologi atau mikrobiologi dengan menggunakan bagian tumbuhan daun
binahong yang lain seperti batang atau umbi daun binahong.

43
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penganrh Salep Ekstrak I)aun Binahong (Anredera cordifulia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprngue dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

1 19 89

Uji aktivitas ekstrak Etanol 70% daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan Kafeina

1 42 73

Pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi pada luka bakar tikus sprague dawley : studi pendahuluan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi

0 20 70

Uji Antihiperkolesterolemia Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Serum Darah Marmot

4 24 95

Uji Antihiperkolesterolemia Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Serum Darah Marmot

0 0 16

Uji Antihiperkolesterolemia Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Serum Darah Marmot

0 0 2

Uji Antihiperkolesterolemia Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Serum Darah Marmot

0 2 6

Uji Antihiperkolesterolemia Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Serum Darah Marmot

0 1 13

Uji Antihiperkolesterolemia Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Serum Darah Marmot

0 0 4

Uji Antihiperkolesterolemia Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Serum Darah Marmot

0 0 30