Negara Dalam Perspektif Hukum Islam (1)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil 'alamin. Washalatuwassalamu'ala asyrofi ambi'ahi
mursalin. Wa'ala alihi washahbihi ajma'in.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt karena atas berkah rahmat
dan hidayahnya pula lah saya dapat menyelesaikan makalah Konsep Imamah di
Negara Sekuler : Studi Kasus Pemerintahan Erdogan di Turki ini. Shalawat serta
salam tidak lupa saya haturkan kepada junjungan kita, panutan kita Rasulullah
saw, nabi dan manusia kesayangan Allah swt. Berkat kehadirat dan sosok beliau
lah, Islam dengan indahnya sampai di hadapan kita dengan mukjizat nya yang
tidak akan pernah hilang di muka bumi ini, kitabullah Al-Qur'anul Karim.
Pada kesempatan kali ini, saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besar nya kepada dosen mata kuliah Negara dalam Perspektif Hukum
Islam, pak DR. Hamid Chalid yang telah memberikan tugas akhir berupa
pembuatan makalah ini. Dengan adanya tugas ini, saya harap dapat membuka
cakrawala kita akan keberadaan gerakan Islamis di penjuru dunia dan menambah
semangat ke-Islaman bagi siapapun yang menbaca makalah ini. Segala bentuk
kritik dan saran yang membangun, saya harapkan dari pak Hamid maupun orang
yang kelak akan membaca makalah ini.
Akhir kata, terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf apabila ada
kesalahan selama penulisan makalah ini.


Hormat Saya,

Penulis

1
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ----------------------------------------------------------- 1
BAB I : PENDAHULUAN------------------------------------------------------ 3
A. LATAR BELAKANG -------------------------------------------------------- 3
B. RUMUSAN MASALAH ----------------------------------------------------- 5
C. TUJUAN ------------------------------------------------------------------------ 5
BAB II : PEMBAHASAN ------------------------------------------------------- 6
I. Imamah ----------------------------------------------------------------------------6
A. Definisi dan Istilah Kepemimpinan dalam Islam -------------------- 6
B. Urgensi dan Tujuan Kepemimpinan dalam Islam ------------------


8

C. Kriteria Pemimpin dalam Islam ----------------------------------------- 10
D. Periodisasi Kepemimpinan Umat Islam ------------------------------- 14
II. Kondisi Kepemimpinan dan Pemerintahan di Turki --------------- 16
A. Sejarah Kepemimpinan dan Pemerintahan Turki ------------------- 16
B. Westernisasi dan Sekularisasi Turki ------------------------------------- 17
C. Masyarakat Turki Pasca Kemalisme dan Kebangkitan Gerakan Islamis -------------------------------------------------------------- 21
III. Kepemimpinan Erdogan dan Partai AKP ---------------------------- 24
A. Kebangkitan Pos-Islamisme di Turki ----------------------------------- 24
B. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) ---------------------------- 25
C. Recep Tayyip Erdogan ----------------------------------------------------- 28
BAB III : PENUTUP ----------------------------------------------------------- 30
Kesimpulan ----------------------------------------------------------------------- 30
DAFTAR REFERENSI -------------------------------------------------------- 34
2
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia, yang merupakan makhluk sosial, membutuhkan agama sebagai
pedoman dasar dalam hidupnya. Islam sebagai ad-diin atau agama merupakan
ideologi yang melandaskan ketauhidan Tuhan dalam ajaran nya, yaitu dengan
diturunkannya Al-Qur'an sebagai pedoman bagi kehidupan seluruh manusia di
muka bumi. Seluruh falsafah dasar dalam agama Islam mengatur keseluruhan sisi
kehidupan manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia ini, Maka sebagai
seorang muslim, utamanya, kita diwajibkan untuk menguasai dan mengamalkan
ajaran Islam ini secara kaffah atau menyeluruh. Jalan umat Islam adalah satu
sistem yang dipolakan sejak Nabi Ibrahim hingga Nabi Muhammad, dan
kemudian dilanjutkan oleh para khulafaurasyidin sesudah Rasullullah saw,
kemudian diwariskan kepada para alim ulama untuk meneruskan tongkat
perjuangannya. Satu hal yang pasti, mereka semua tidak pernah memisahkan
antara agama dan negara, agama dan dunia, serta agama dari kehidupan
masyarakat (umat).
Di dalam kehidupan bermasyarakat, manusia membutuhkan seorang
pemimpin atau khalifah untuk mengatur masyarakat yang banyak. Peran dan

fungsi pemimpin ini salah satunya adalah untuk memutuskan kebijakan-kebijakan
yang berlaku untuk masyarakat yang dipimpin oleh-nya. Islam sebagai agama
yang holistik pun telah mengatur konsep kepemimpinan atau imamah yang
berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman kehidupan seluruh
manusia di muka bumi.
Dalam perjalanan sejarah, bentuk khilafah berlangsung dari tahun 41-656
H/632-1258 M. Masa itu dibagi dalam sistem kekuasaan yang meliputi : Daulat
Khulafaur-Rasyidin (632-661 M), Daulat Umayyah (661-750 M), Daulat
Abbasiyyah (750-1250 M). Dari masa pemerintahan khilafah itu yang paling
3
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

menonjol adalah masa khalifah yang empat yang disebut Khulafau-Rasyidin
(pemimpin

yang mulia), sebab

masa itulah pemerintahan berdasarkan


musyawarah. Namun sangat disayangkan bahwa kebesaran masa KhulafaurRasyidin itu tidak berlangsung lama, sebab dengan berakhirnya kekuasaan
khalifah keempat (Ali bin Abi Thalib [661 M/ 41 H]) yang digantikan kekuasaan
model keluaraga dari Bani Mu'awiyah, maka masuklah ke sistem monarki.
Kekuasaan Mu'awiyah merupakan titik awal tamatnya Khulafaur-Rasyidin
disambung dengan kekuasaan Abbasiyah yang berlangsung hingga abad XIX.
Pada abad XIX, sistem khalifah masih sempat dibangun oleh kerajaan Turki
Utsmani yang menjadi pusat kekhalifahan dunia Islam. Namun dengan berbagai
desakan dan perlawanan dari golongan non-Islam dengan menggelorakan
semangat nasionalisme sekuler, maka berakhirlah kekhalifahan Turki Utsmani
tahun 1924 dengan dibentuknya UUD Turki yang berwajah sekuler, dipelopori
oleh Mustafa Kemal Ataturk. Berakhirnya kekhalifahan Turki Utsmani kemudian
menjadikan Turki sebagai negara sekuler hingga saat ini.
Republik Turki sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam menurut konstitusi nya yaitu dalam Pasal 2 konstitusi Republik Turki,
merupakan negara yang demokratis, sekular, dan pemerintahan sosial yang
berdasarkan pada hukum. Nilai dasar negara mereka adalah loyalitas kepada
nasionalisme yang telah dibawakan oleh Mustafa Kemal Ataturk, bapak negara
demokrasi Turki. Nilai-nilai dasar ini ditanamkan dalam konstitusi Republik Turki
dan dijaga oleh kekuatan militer yang sangat loyal terhadap nilai-nilai yang
ditanamkan Ataturk tersebut.

Namun beberapa tahun belakangan, Turki dipimpin oleh sosok yang
menjunjung tinggi nilai-nilai fundamental Islam yaitu Erdogan. Erdogan yang
menjadi Perdana Menteri selama tiga periode kepemimpinan Turki saat ini
menjadikan Republik Turki mencapai perkembangan yang sangat pesat. Namun
apakah pemerintahan Erdogan saat ini menggunakan konsep Imamah yang
diterapkan oleh Islam? Dalam makalah ini, penulis akan membahas dan mengulas
mengenai konsep Imamah dikaitkan dengan kondisi dan implementasinya di salah
satu negara Sekuler, Republik Turki.
4
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan hal-hal yang akan
dijawab dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Apakah konsep Imamah itu?
2. Adakah perbedaan antara konsep Imamah dengan konsep kepemimpinan
Islam lainnya?
3. Bagaimana kondisi pemerintahan di Turki saat ini?
4. Apakah kepemimpinan Erdogan di Turki saat ini termasuk dalam konsep

Imamah ?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep dari Imamah ;
2. Untuk mengetahui adanya perbedaan antara Imamah dengan konsepsi
lainnya ;
3. Untuk mengetahui kondisi pemerintahan di Turki saat ini ;
4. Untuk mengetahui kepemimpinan Erdogan di Turki saat ini termasuk
dalam Imamah atau tidak.

BAB II
PEMBAHASAN
I.

Imamah dan Istilah Kepemimpinan Islam Lainnya
A. Definisi dari Istilah-istilah Kepemimpinan dalam Islam
Secara linguistik kata imamah berasal dari bahasa Arab yang berakar dari

kata imam. Kata imam sendiri berasal dari kata amma-yaummu-imamatan yang

5
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

mempunyai arti pimpinan atau orang diikuti. Selanjutnya Ibnu Mandzur
mengartikannya dengan setiap orang yang telah diangkat menjadi pimpinan suatu
komunitas masyarakat baik dalam menempuh jalan kebaikan atau kesesatan.
Sedangkan secara istilah, para pakar hukum Islam mendefinisikan dengan
beragam. At Tafazani mendefinisikan dengan pemimpin tertinggi negara yang
bersifat universal dalam mengatur urusan agama dan keduniaan. Ibn Khaldun
mengatakan imamah adalah muatan seluruh komunitas manusia yang sesuai
dengan pandangan syariat guna mencapai kemaslahatan mereka baik di dunia dan
akhirat. Hal ini dikarenakan seluruh sistem kehidupan manusia dikembalikan pada
pertimbangan dunia demi mendapatkan kemaslahatan akhirat. Al Mawardi
memposisikan al-imamah sebagai pengganti tugas kenabian dalam menjaga dan
memelihara masalah agama serta urusan keduniaan.

1

Sedangkan Fuqoha


mendefinisikan Imamah sebagai "Kepemimpinan umum yang bertanggungjawab
dalam melaksanakan urusan agama dan dunia. Dari beberapa definisi ini dapat
disimpulkan bahwa Imamah adalah kekuasaan tertinggi dalam negara Islam yang
bersifat menyeluruh dalam memelihara agama dan pengaturan sistem keduniaan
dengan berasaskan syariat Islam dan pencapaian maslahat bagi umat di dunia dan
akhirat.
Secara istilah, imam adalah seorang yang memegang jabatan umum dalam
urusan agama dan juga urusan dunia sekaligus. Dengan demikian Islam tidak
mengenal pemisahan mutlak agama dan negara, dunia dan akhirat, mesjid dan
istana, atau ulama dan politikus. Secara kebiasaan penggunaan bahasa, istilah
imamah ini lebih sering disebut oleh para penganut syi'ah sehingga mereka tidak
hanya memandang para imam sebagai pengajar agama, tetapi juga sebagai
pengatur segala urusan umat yang berhubungan dengan pranata-pranata sosial,
politik, keamanan, ekonomi, budaya, dan seluruh kebutuhan interaksi umat
lainnya.2
1 Imam Al-Mawardi. Al-Ahkaamus-sulthaaniyah wal-wilaayaatud-diiniyyah. AlMaktab al-Islami, Beirut. (diterjemah oleh Abdul Hayyie al-Kattani dan
Kamaluddin Nurdin dengan judul Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan
dalam Takaran Islam dan diterbitkan oleh Gema Insani Press di Jakarta tahun
1996)

2http://www.alhassanain.com/indonesian/articles/articles/beliefs_library/funda
mentals_of_Religion/imamate/imamah_dan_wilayah/001.html (diakses tanggal
16/05/2013 jam 16:25)

6
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

Lalu apa perbedaan definisi Imamah dengan istilah-istilah kepemimpinan
Islam lainnya? Ada beberapa istilah yang terkait dengan konsep kepemimpinan
dalam Islam yaitu khalifah dan amirul mukminin. Khalifah atau khilafah artinya :
Wakil Allah di bumi yang bertindak sebagai penyeru kepada agama Allah. Atau
berarti juga : Pengganti (penguasa), generasi penerus, wakil, pengganti dari
sesuatu yang telah ada sebelumnya. Sedangkan amirul mukminin secara harfiah
artinya pemimpin orang-orang yang beriman. Maksudnya adalah seseorang yang
diangkat menjadi pemimpin oleh para alim ulama (ahlul ahli wal aqdi),
berdasarkan pengetahuannya tentang Qur'an, hadist, adab; wara' lagi zuhur, adil
lagi pandai.3
Kata imamah, amirul mukminin, dan khalifah mempunyai bentuk satu arti
yaitu suatu jabatan tertinggi dalam suatu negara. Sejarah telah membuktikan

bahwa Rasulullah, para Shahabat dan Tabi'in tidak membedakannya. Oleh sebab
itu para ulama fiqih juga tidak memisahkan ketiga istilah tersebut, sebagaimana
yang telah diungkapkan oleh imam Nawawi dan Ibn Khaldun.4
B. Urgensi dan Tujuan Kepemimpinan dalam Islam
Banyak kewajiban dalam Islam yang bersifat jama'i. Artinya tidak bisa
ditegakkan kecuali dengan bersama-sama, seperti shalat ied, shalat Jum'at, jihad,
hudud, dan lainnya. Dan dalam menjalankan kebersamaan itu dibutuhkan
persatuan dan kebersamaan. Sehingga untuk teralisirnya kewajiban-kewajiban
tersebut, Islam memerintahkan untuk bersatu dan berjama'ah.5
Allah Ta'ala berfirman,
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai." (QS. Ali Imran: 103)
Perintah bersatu atas kaum muslimin tersebut tidak akan bisa tegak kecuali
dengan adanya kepemimpinan. Sehingga kaum muslimin wajib mengangkat salah
3Kafie, Jamaluddin. Islam, Agama, dan Negara. 1983. Surabaya : PT. Bina Ilmu.
hlm 53
4 Ibid, hlm 32
5 http://www.voa-islam.com/islamia/aqidah/2011/09/13/16110/siapakahpemimpin-muslim-amirul-mukminin-itu/ (diakses tanggal 16/05/2013 jam
16:30)

7
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

seorang dari mereka untuk memimpin dan mengatur kehidupan mereka guna
menjalankan syariat agama mereka. Karena itulah kewajiban menegakkan
kekuasaan dan kepemimpinan Islam termasuk kewajiban agama. Di mana
kemaslahatan manusia berkaitan dengan agama dan dunianya tidak akan terealisir
kecuali dengannya.6
Firman Allah Subhanahu Wata’ala:
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu berkata kepada para Malaikat:’Sesungguhnya
Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi . Mereka bekata:’Mengapa
Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan

memuji

Engkau

dan

mensucikan

Engkau?

Tuhan

berfirman:”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS.AlBaqarah: 30).
Allah menyebutkan khalifah/imamah/amirul mukminin, sehubungan
dengan status manusia (Adam dan anak cucunya) di bumi ini. Menurut Ibnu
Katsir, Imam Al-Qurthubi dan ulama yang lain telah menjadikan ayat ini sebagai
dalil wajibnya menegakkan khilafah untuk menyelesaikan dan memutuskan
pertentangan antara manusia, menolong orang yang teraniaya, menegakkan
hukum Islam, mencegah merajalelanya kejahatan dan masalah-masalah lain yang
tidak dapat terselesaikan kecuali dengan adanya imam (pimpinan)
Firman Allah swt
"Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat
azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan." (Q.S Shaad : 26)
Seorang pemimpin seperti yang telah ketahui merupakan seseorang yang
memimpin orang-orang atau umat yang dipimpin oleh nya. Sudah sebuah
kewajiban bagi sebuah umat atau sekelompok masyarakat untuk menunjuk
6 Ibid

8
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

seorang pemimpin dari kalangannya untuk mencegah terjadinya perselisihan
diantara mereka. Imam Ahmad meriwayatkan dalam al-Musnad, dari Abdullah bin
Amr, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
“Tidak halal bagi tiga orang yang berada di permukaan bumi kecuali
mereka mengangkat salah seorang diantara mereka menjadi pimpinan atas mereka
” (HR.Ahmad).
Asy-Syaukani berkata : "Hadits ini merupakan dalil wajibnya menegakkan
kepemimpinan di kalangan umat Islam. Dengan adanya pimpinan umat Islam
akan terhindar dari perselisihan sehingga terwujud kasih sayang diantara mereka.
Apabila kepemimpinan tidak ditegakkan maka masing-masing akan bertindak
menurut pendapatnya yang sesuai dengan keinginannya sendiri. Di samping itu
kepemimpinan akan meminimalisir persengketaan dan mewujudkan persatuan."
Dalil lain tentang kewajiban imamah (kepemimpinan Islam) adalah
banyaknya kewajiban-kewajiban syariat yang tidak bisa direalisasikan tanpa
adanya

pemerintahan

Islam,

seperti

menegakkan

hudud

dan

mengimplementasikan hukum-hukum Islam, menjaga perbatasan, menyiapkan
dan mengirim pasukan, menjaga keamanan, mengangkat hakim dan lainnya.
Mana saja kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan keberadaannya, maka ia
pun menjadi wajib. Terlebih, dari sisi urgensinya untuk mencegah bahaya besar
yang terjadi di tengah-tengah kesemprawutan dan vakumnya pemerintah Islam,
maka perintah mewujudkan kepemimpinan Islam menjadi sangat wajib.7
C. Kriteria Pemimpin dalam Islam
Para pemimpin Islam yang wajib ditegakkan kaum muslimin adalah
pemimpin yang menegakkan Al-Qur'an dan Sunnah, dan menerapkan syariat
Islam dalam mengatur rakyatnya. Yang karena itulah mereka mendapatkan hak
besar untuk didengar dan ditaati rakyatnya, di mana rakyat tidak boleh menentang

7 http://www.voa-islam.com/islamia/aqidah/2011/09/13/16110/siapakahpemimpin-muslim-amirul-mukminin-itu/ (diakses tanggal 16/05/2013 jam
16:30)

9
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

dengan senjata dan memberontak terhadapnya, walaupun dia itu banyak berbuat
maksiat, dzalim, dan fasik selain kekufuran. 8
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
"Siapa yang benci kepada suatu (tindakan) pemimpinnya, maka hendaknya
ia bersabar. Karena sesungguhnya tiada seorangpun dari manusiayang keluar
sejengkal saja dari pemimpinnya kemudian ia mati dalam keadaan demikian
melainkan ia mati dalam keadaan jahiliyah." (HR Muslim no. 1894)
Oleh karena itu, perlulah kita yang tergabung dalam suatu tatanan
masyarakat untuk menentukan kriteria apa saja yang pantas untuk menjadikan
seseorang menjadi pemimpin di antara kita agar tidak terjadi kekacauan dan
perselisihan besar yang disebabkan oleh kesalahan memilih pemimpin tersebut.
Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam Kitab Nizamul Hukm Fil Islam
menyebutkan tujuh syarat sehingga seseorang layak menjadi Khalifah, dimana
syarat tersebut menjadi syarat sah untuk diangkat menjadi Khalifah atau disebut
sebagai syarat in’iqâd. Jika ada satu saja kekurangan, maka akad pengangkatan
Khalifah menjadi tidak sah. Adapun syarat tersebut adalah :
1. Muslim
Sama sekali tidak sah Khilafah diserahkan kepada orang kafir dan tidak
wajib pula menaatinya, karena Allah swt telah berfirman :
"Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir
untuk memusnahkan orang-orang Mukmin." (QS. An-Nisa : 141)
Pemerintahan (kekuasaan) merupakan jalan yang paling kuat untuk
menguasai orang-orang yang diperintah. Allah telah mengharamkan
adanya jalan bagi orang kafir untuk menguasai kaum mukmin maka haram
hukumnya kaum Muslim menjadikan orang kafir sebagai penguasa atas
mereka. Demikian pula, Khalifah merupakan waliy al-amri, sementara

8 Al-Wajiz : Intisari aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Abdullah bin Abdul
Hamid al-Atsari : 192-193 (sebagaimana dikutip oleh Badrul Tamam dalam
tulisannya di http://www.voaislam.com/islamia/aqidah/2011/09/13/16110/siapakah-pemimpin-muslimamirul-mukminin-itu/ )

10
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

Allah swt telah mensyaratkan bahwa seorang waliy al-amri haruslah
seorang Muslim. Allah swt telah berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul serta
ulil amri di antara kalian." (QS An-Nisa : 59)
2. Lelaki
Khalifah tidak boleh seorang perempuan, artinya ia harus laki-laki. Tidak
sah Khalifah seorang perempuan. Hal ini berdasarkan pada apa yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Bakrah yang berkata, ketika
sampai berita kepada Rasulullah saw. bahwa penduduk Persia telah
mengangkat anak perempuan Kisra sebagai raja, Beliau bersabda :
"Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya
kepada perempuan." (HR al-Bukhari)
3. Baligh
Khalifah tidak boleh orang yang belum baligh. Hal ini sesuai dengan
riwayat Abu Dawud dari Ali bin Abi Thalib ra., bahwa Rasulullah saw.
pernah bersabda :
"Telah diangkat pena (beban hukum, peny.) dari tiga golongan : dari
anak-anak hingga ia balig; dari orang yang tidur hingga ia bangun; dan
dari orang yang rusak akalnya hingga ia sembuh." (HR Abu Dawud)
Orang yang telah diangkat pena (beban hukum, peny.) darinya tidak sah
mengelola urusannya. Secara syar'i ia bukan seorang mukallaf. Karena itu,
ia tidak sah menjadi khalifah atau menduduki jabatan penguasa selainnya,
karena ia tidak memiliki hak untuk mengelola berbagai urusan.
4. Berakal (Bukan Gila)
Orang gila tidak sah menjadi khalifah. Hal itu sesuai dengan sabda
Rasulullah saw. yang telah diriwayatkan oleh Abu Dawud di atas. Akal
merupakan manâth attaklîf (tempat pembebanan hukum) dan syarat bagi
absahnya aktivitas pengaturan berbagai urusan pemerintahan dan
melaksanakan penerapan beban-beban syariah. Karena itu, tidak sah jika
Khalifah itu seorang yang gila, karena orang gila tidak layak mengatur
urusannya sendiri. Dengan demikian, lebih tidak layak lagi jika orang gila
mengatur berbagai urusan manusia.
5. Adil
11
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

Orang fasik tidak sah diangkat sebagai khalifah. Adil merupakan syarat
yang harus dipenuhi demi keabsahan Kekhilafahan dan kelangsungannya.
Sebab, Allah swt telah mensyarakatkan dalam hal kesaksian, ed.- seorang
saksi haruslah orang yang adil. Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
"... dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kalian ... (QS ath-Thalaq : 2)
Orang yang kedudukannya lebih tinggi daripada seorang saksi adalah
Khalifah. Karena itu, lebih utama lagi jika ia harus seorang yang adil.
Sebab, jika sifat adil telah disyaratkan seorang saksi, tentu sifat ini lebih
utama lagi jika disyaratkan bagi Khalifah.
6. Merdeka (Bukan Hamba)
Sebab, seorang hamba sahaya adalah milik tuannya sehingga ia tidak
memilki kewenangan untuk mengatur urusannya sendiri. Tentu saja ia
lebih tidak memiliki kewenangan untuk mengatur urusan orang lain,
apalagi kewenangan untuk mengatur urusan manusia.
7. Mempunyai Kemampuan Memimpin Negara (Daulah Islamiyah)
Khalifah haruslah orang memiliki kemampuan untuk menjalankan amanah
Kekhilafahan. Sebab, kemampuan ini merupakan keharusan yang dituntut
dalam bai'at. Orang yang lemah tidak akan mampu menjalankan urusanurusan rakyat sesuai dengan al-Kitab dan as-Sunnah, yang berdasarkan
keduanyalah ia dibai'at.

Seorang Imam yang menggantikan Nabi Muhammad saw bukanlah
sembarang orang, tetapi harus memilki sejumlah sifat yang dimiliki Rasullullah.
Oleh karena itu, persyaratan menjadi seorang Imam tidak cukup harus seorang
Quraisy, seperti yang diyakini sahabat ketika itu, tetapi harus pula memilki syaratsyarat lain, yaitu 'ismah (kemampuan menjaga diri dari dosa walau sekecil
apapun) dan ilm (ilmu yang sempurna).9
9 Abu Rafi’ al-Qibti, hamba Rasulullah SAWAW. Diriwayatkan oleh alKhawarizmi dalam Maqtal dan Abu Bakr al-Ja’abi di dalam Nakhb
(sebagaimana dikutip oleh Candiki Repantu dalam tulisannya di
http://www.alhassanain.com/indonesian/articles/articles/beliefs_library/fundam
entals_of_Religion/imamate/imamah_dan_wilayah/001.html diakses pada
tanggal 16/05/2013 jam 16:30)

12
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

Imamah yang memilki sifat 'ismah perlu, karena syariat tidak akan dapat
berjalan tanpa adanya kekuasaan mutlak yang berfungsi memelihara serta
menafsirkan pengertian yang benar dan murni (tanpa melakukan kesalahan)
terhadap syariat itu. Begitu pula dengan ilmu imam, mestilah suci dan bersifat
hudhuri (kehadiran langsung objek ilmu) serta syuhudi (tersaksikan dengan mata
batin) atau bantuan gaib dan taufik ilahiah. Selain itu, struktur jasmani, otak serta
urat syaraf, dan potensi ilmiah para imam sempurna dan senantiasa mendapat
pertolongan ilahi. Semua itu, mutlak diperlukan untuk sampainya pesan-pesan
ilahi secara jelas dan sempurna, tanpa cacat dan kesalahan. 10
Ishmah dan ilmu berjalan seiring dan saling dukung. Maksudnya, ishmah
diperoleh salah satunya melalui ilmu yang sempurna. Dengan ilmunya, seorang
imam mengetahui hukum-hukum agama dan akibat-akibat yang ditimbulkan
karena melanggar ajaran-ajaran agama tersebut. Dengan ilmu yang yakin (ilmu alyakin) dan menyaksikan konsekuensi perbuatannya (ain al-yakin), seorang imam
akan senantiasa menjaga dirinya dari perbuatan maksiat dan dosa. 11
Secara umum sistem politik dalam pemerintahan Islam setelah Nabi adalah
menggunakan konsep khilafah, sebagaimana konsep itu digunakan oleh pemikir
ketatanegaraan Islam kenamaan, Al-Farabi. Konsep Al-Farabi mengacu kepada
sistem kepemimpinan umat Islam setelah 100 tahun lamanya terbentuk imperium
Islam yang luas dan nyata. Dengan demikian, dari segi konsepnya tentang imamah
dan khilafah tidak terdapat perbedaan, yang membedakan adalah secara harfiah
dan siapa yang menggunakan konsep tersebut. Perbedaan interpretasi dalam
sistem khilafah dan imamah itu terletak pada siapa yang berhak menjadi khalifah
setelah Nabi Muhammad saw. Dalam hal ini Ali As-Saulus menggunakan konsep
imamah sama dengan khilafah, yaitu sebagai pemimpin tertinggi atau penguasa
tertinggi umat Islam. (As-Saulus, 1997 : 15-22)12
D. Periodisasi Kepemimpinan Umat Islam

10Ibid
11 Ibid
12 http://reocities.com/capitolhill/embassy/4083/tarbiyah/konsepnegara.html
(diakses tanggal 16/05/2013 jam 21:30)

13
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

Dari Nu'man bin Basyir Radiallahu 'Anhu, Rasulullah Sallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda :
”Adalah masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya
atas kehendaki Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki
untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak
kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehandak Allah.
Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki
untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan
‘Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemu- dian Allah mengangkatnya apabila
Ia meng hendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang
menyom bong (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemu dian Allah
mengangkatnya, apabila Ia menghen daki untuk mengang katnya. Kemudian
adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin
nubuwwah).” Kemudian beliau (Nabi) diam.” (HR.Ahmad).
Menurut hadits ini kepemimpinan umat Islam akan mengalami 4 periode :
1.

Masa Kenabian
Yaitu masa umat Islam dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam, masa kenabian ini selama 23 tahun

2.

Masa Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah
Yaitu masa umat Islam dipimpin oleh para khalifah yang mengikuti jejak
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Masa ini terkenal dengan masa
dipimpinnya khilafah Islam oleh khulafaur-rasyidin. Masa Khilafah 'Ala
Minhajin Nubuwwah ini berlangsung selama kurang lebih 30 tahun.

3.

Masa Mulkan
Yaitu masa umat Islam dipimpin oleh para raja. Sebagai raja pertama
adalah Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Masa Mulkan (kerajaan) ini terdiri dari
dua periode yaitu Mulkan Adlan (kerajaan yang menggigit) dan Mulkan
Jabariyah (kerajaan yang menyombong). Para ahli sejarah mencatat bahwa

14
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

masa mulkan ini berakhir dengan diruntuhkannya Dinasti Utsmaniyah di
Turki oleh Mustafa Kemal Pasya pada tahun 1342 H / 1924 M
4.

Masa Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah
Yaitu masa umat Islam akan kembali dipimpin oleh para Khalifah yang
mengikuti jejak kenabian setelah berlalunya masa Mulkan (kerajaan).
Salah satunya adalah usaha untuk menegakkan kembali Khilafah setelah
runtuhnya Dinasti Utsmaniyah di Turki

II.

Kondisi Kepemimpinan dan Pemerintahan di Republik Turki
A. Sejarah Kepemimpinan dan Pemerintahan Turki
Negara Turki adalah negara di dua benua. Dengan luas wilayah sekitar

814.578 kilometer persegi, 97% (790.200 km2) wilayahnya terletak di benua Asia
dan sisanya sekitar 3% (24.378 km2) terletak di benua Eropa. Posisi geografi yang
strategis itu menjadikan Turki jembatan antara Timur dan Barat. Secara historis,
bangsa Turki mewarisi peradaban Romawi di Anatolia, peradaban Islam, Arab dan
Persia sebagai warisan dari Imperium Usmani dan pengaruh negara-negara barat
Modern. Yang dianggap sebagai momentum pertama kontak antara Turki dengan
dunia barat adalah jatuhnya konstantinopel, ibukota Bizantium, ke tangan pasukan
Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan Muhammad II atau yang biasa disebut
sebagai Muhammad Al-Fatih pada tahun 1453. Inilah titik awal masa keemasan
Turki Usmani, yang terus cemerlang hingga abad ke-18 dengan wilayah
kekuasaan yang sangat luas. Turki Usmani berhasil membentuk suatu Imperium
besar dengan masyarakat yang multi-etnis dan multi-religi. Kebebasan dan
otonomi kultural yang diberikan Imperium kepada rakyatnya yang non-muslim,
adalah suatu bukti bagi dunia kontemporer bahwa sistem kekhalifahan dengan
konsep Islam telah mempertunjukkan sikap toleransi dan keadilan yang luhur.

15
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

Dalam hal ini Sultan adalah sekaligus khalifah, artinya sebagai pemimpin negara
dan pemimpin agama.13
Turki Utsmani mengalami masa kemunduran setelah pasukan Turki gagal
dalam usaha penaklukan Wina pada tahun 1683. Hal ini dimaknai sebagai
melemahnya kekuatan pasukan militer Turki. Selanjutnya kondisi ini membawa
Turki Utsmani pada suatu masa pembaruan atau modernisasi. Akhirnya setelah
Perang Dunia I yang berujung pada kekalahan pihak sentral yang didukung oleh
Turki, terjadi titik balik Imperium Turki menjadi kemunduran yang sangat
menyedihkan. Satu per satu wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat
membebaskan diri dari kekuasaan Turki Utsmani. Bahkan lebih buruk lagi,
negara-negara sekutu berupaya membagi-bagi wilayah kekuasaan Turki untuk
dijadikan negara koloni mereka. Kondisi porak porandanya Imperium inilah yang
menumbuhkan semangat nasionalisme pada generasi muda Turki ketika itu. Pada
tahun 1919-1923 terjadi revolusi Turki di bawah pimpinan Mustafa Kemal.
Kecemerlangan karier politik Mustafa Kemal dalam peperangan, yang dikenal
sebagai perang Kemerdekaan Turki, mengantarkannya menjadi pemimpin dan
juru bicara gerakan nasionalisme Turki. Gerakan nasionalisme ini, yang pada
waktu itu merupakan leburan dari berbagai kelompok gerakan kemerdekaan di
Turki, semula bertujuan untuk mempertahankan kemeredekaan Turki dari rebutan
negara-negara sekutu. Namun pada perkembangan selanjutnya gerakan ini
diarahkan untuk menentang Sultan.14
Mustafa Kemal mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing
reruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani dengan prinsip sekulerisme, modernisme,
dan nasionalisme. Mustafa diakui berhasil menciptakan sistem pemerintahan
parlementer dan meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi kehidupan demokratisasi
di Turki. Partai Republik Rakyat adalah partai politik yang dibentuk Mustafa
Kemal untuk menjalankan roda Pemerintahan.15
13 http://www.fib.ui.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=91:kemalisme-budaya-dan-negaraturki&catid=39:artikel-ilmiah&Itemid=122&lang=in-ID (diakses tanggal
17/05/2013 jam 14:30) Tulisan ini disampaikan pada Ceramah Umum --KEMALISME : Budaya dan Negara Turki --- Diselenggarakan oleh Departemen
Linguistik dan Departemen Susastra FIB UI pada tanggal 10 Mei 2005.
14 Ibid
15 Ibid

16
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

B. Westernisasi dan Sekularisasi Turki
Turki kemudian dikenal sebagai negara yang mencoba semaksimal
mungkin menjiplak Barat dalam berbagai aspek kehidupan. Mereka berpikir,
dengan menjiplak Barat dan meninggalkan Islam, Turki akan menjadi negara kuat
dan besar. Penjiplakan Turki terhadap Barat justru dimulai dari pandangan hidup
dan sistem kemasyarakatan, dengan melakukan proses sekularisasi secara besarbesaran. Proses sekularisasi Turki secara remi dimulai dengan proklamasi negara
Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923 oleh Dewan Agung Nasional. Turki
secara tegas menyebut dirinya sebagai negara sekuler. Setelah Mustafa Kemal
terpilih sebagai presiden pertama Republik Turki, beliau mengubah namanya
menjadi Kemal Ataturk (Bapak bangsa Turki). Ataturk ingin menjadikan negara
Turki modern yang berdasarkan kebudayaan Barat. 16
Pada perkembangan selanjutnya, ide-ide reformasi Mustafa Kemal
menjadi suatu gerakan politik pemerintah yang dikenal dengan sebutan
Kemalisme. Setelah berkuasa, ia melakukan reformasi agama. Sejak awal,
meskupun dilakukan dengan paksa, tidak semua keinginannya berhasil. Upaya
untuk mengganti bacaan shalat dengan bahasa Turki gagal diwujudkan. Hanya
azan untuk pertama kalinya secara resmi dikumandangkan dalam bahasa Turki
pada bulan Januari 1932. Azan versi Turki ini disiapkan oleh Himpunan
Linguistik dan disiarkan oleh Kantor Kepresidenan Urusan Agama. Tahun 1933,
keluar keputusan pemerintah yang menyatakan bahwa azan dalam bahasa Arab
merupakan pelanggaran hukum.17 Mustafa Kemal juga mengkritik pemakaian
jilbab oleh wanita-wanita Turki, tapi semasa hidupnya tidak ada undang-undang
yang secara tegas melarang pemakaian jilbab tersebut. Pelarangan jilbab secara
konstitusional baru terjadi pada tahun 1998, sebagai reaksi militer atas munculnya
fenomena kesadaran yang tinggi dari muslimah-muslimah Turki dalam

16 Husaini, Adian. Wajah Peradaban Barat : Dari Hegemoni Kristen ke
Dominasi Sekular-Liberal. 2005. Jakarta : Gema Insani hlm 272
17 Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, (Jakarta : Jambatan,
1994), hlm. 110-111. Juga, A.L. Macfie, Ataturk, hlm. 136-152 (yang dikutip
oleh Adian Husaini dalam bukunya berjudul Wajah Peradaban Barat : Dari
Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal. 2005. Jakarta : Gema Insani
hlm 273)

17
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

menggunakan jilbab dan juga reaksi atas kemenangan Partai Islam Refah pada
pemilu tahun 1995. 18
Para pemimpin sekular Turki modern selalu menerangkan bahwa reformasi
yang mereka lakukan tidaklah ditujukan untuk melawan Islam, tetapi hanya ingin
mengakhiri kekuasaan para ulama. Menempatkan Islam sebagai subordinasi
terhadap negara juga menunjukkan kepercayaan yang mendalam dari orang-orang
sekularis

bahwa

Islam

bertanggungjawab

terhadap

kemunduran

dan

keterbelakangan bangsa Turki. Pada mulanya, mereka juga bermaksud mengubah
masjid menjadi gereja Islam modern, tetapi ternyata mustahil dilaksanakan,
sebagaimana halnya usaha untuk menjadikan bahasa Turki sebagai bacaan salat.
Masyarakat menentang keras upaya tersebut. Yang kemudian berhasil adalah
perubahan Aya Sofya (Hagia Sophia), gereja Byzantium, menjadi museum. Gereja
ini telah dijadikan masjid oleh Sultan Muhammad II (Muhammad Al-Fatih). 19
Gagasan sekularisme Ataturk dalam bidang kenegaraan pada dasarnya
berupa pemisahan agama dari negara. Menurut Ataturk, apabila agama
dipergunakan untuk memerintah masyarakat, ia senantiasa dipergunakan sebagai
alat dalam tangan raja di tangan diktator untuk menghukum. Pemisahan agama
dengan negara akan menyelamatkan bangsa dari malapetaka. Pemisahan agama
dari negara dimulai tahun 1928 dengan menghapus artikel 2 dari Konstitusi Turki
yang menyebutkan bahwa agama negara adalah Islam. Sebelumnya, tahun 1924,
Biro Syaikh Al Islam dihapuskan. Begitu juga Kementerian Syariat dan
Mahkamah Syariat. Proses ini dimaksudkan untuk menggusur otoritas Syariat dan
meletakkan kedaulatan rakyat secara mutlak. Negara tidak ada lagi hubungannya
dengan agama. Sembilan tahun kemudian, 1937, prinsip sekulerisme dimasukkan
ke dalam Konstitusi Turki yaitu tercantum dalam UUD Turki pasal 2 yang
menyatakan bahwa Republik Turki adalah negara demokrasi, sekuler, dan sosial
berdasarkan pada hukum.20
18 http://www.fib.ui.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=91:kemalisme-budaya-dan-negaraturki&catid=39:artikel-ilmiah&Itemid=122&lang=in-ID (diakses tanggal
17/05/2013 jam 14:30)
19 Husaini, Adian. Wajah Peradaban Barat : Dari Hegemoni Kristen ke
Dominasi Sekular-Liberal. 2005. Jakarta : Gema Insani hlm 273
20 Ibid, hlm 273-274

18
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

Komite ahli hukum mengambil Undang-Undang sipil Swiss untuk
memenuhi keperluan hukum seperti hukum perkawinan di Turki menggantikan
Undang-Undang Syariah, berdasarkan keputusan Dewan Agung Nasional tanggal
17 Februari 1926. Undang-Undang Sipil yang mulai diberlakukan pada tanggal 4
Oktober 1926 ini antara lain tentang : menerapkan monogami; melarang poligami
dan memberikan persamaan hak antara pria dan wanita dalam memutuskan
perkawinan dan perceraian. Sebagai konsekuensi dari persamaan hak dan
kewajiban ini, hukum waris berdasarkan Islam dihapuskan. Hak untuk pindah
agama serta kebebasan bagi perkawinan antar agama juga dijamin undangundang.21 Menurut James A. Bill dan Carl Leiden, bentuk serangan Ataturk
terhadap agama yang penting adalah politik nasionalis-revolusioner yang
diterapkannya melalui semboyan 'Turki adalah untuk bangsa Turki'.22
Tahun 1924, dikeluarkan UU Penyatuan Pendidikan yang mewajibkan
seluruh sekolah berada di bawah pengawasan Kementrian Pendidikan. Madrasahmadrasah ditutup dan digantikan dengan sekolah yang membina iman dan khatib.
Selanjutnya pendidikan agama ditiadakan di sekolah-sekolah perkotaan pada
tahun 1930, dan di sekolah-sekolah perdesaan pada tahun 1933. Pelajaran Bahasa
Arab dan Persia dihapuskan pada tahun 1928. Pada tahun ini juga tulisan Arab
diganti dengan tulisan Latin. Di bidang budaya, proses sekulerisasi--juga
westernisasi--dilakukan antara lain dengan pelarangan penggunaan topi adat
Turki, Torbus, tahun 1925. Sebagai gantinya dianjurkan pemakaian topi Barat.
Pakaian keagamaan juga dilarang dan rakyat Turki, baik pria maupun wanita,
diharuskan mengenakan pakaian Barat.23
21 http://www.fib.ui.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=91:kemalisme-budaya-dan-negaraturki&catid=39:artikel-ilmiah&Itemid=122&lang=in-ID (diakses tanggal
17/05/2013 jam 14:30)
22 James A. Bill and Carl Leiden, Politics in The Middle East, 1979 : 55-56
(yang dikutip oleh Adian Husaini dalam bukunya berjudul Wajah Peradaban
Barat : Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal. 2005. Jakarta :
Gema Insani hlm 274)
23 A.L. Macfie, Ataturk, hlm. 136-137.(yang dikutip oleh Adian Husaini dalam
bukunya berjudul Wajah Peradaban Barat : Dari Hegemoni Kristen ke
Dominasi Sekular-Liberal. 2005. Jakarta : Gema Insani hlm 274-275) Dampak
mengganti tulisan Arab dengan Latin memiliki dampak serius kepada
pemutusan hubungan Turki dengan sejarah masa lalunya yang gemilang di
bawah Othmani. Hingga kini, jutaan arsip tentang sejarah mereka tersimpan
dengan baik di berbagai museum di Turki.

19
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

Pada 1 Januari 1935, pemerintah mengharuskan pemakaian nama keluarga
bagi setiap orang Turki dan melarang gelar-gelar yang biasa dipakai pada masa
Turki Usmani. Mustafa Kemal menambahkan nama Ataturk, sebagai nama
keluarga. Pada tahun 1935 sistem kalender hijriyah diganti dengan sistem
kalender masehi; hari Minggu dijadikan sebagai hari libur menggantikan hari libur
sebelumnya yaitu hari Jum'at. Tentang sekularisasi dan modernisasi di Turki pada
Rezim Kemalis (pendukung gerakan Mustafa Kemal) seperti diuraikan di atas,
Bryan S. Turner, seorang guru besar sosiologi di Universitas Flinders (Australia
Selatan), menyimpulkan bahwa sekularisme tersebut merupakan suatu bentuk
pemaksaan dari pemerintah rezim, bukanlah sekularisasi yang tumbuh sebagai
suatu konsekuensi dari proses modernisasi seperti di negara-negara Eropa. Selain
itu sekulerisasi di Turki pada saat itu merupakan peniruan secara sadar pola
tingkah laku masyarakat Eropa yang dianggap modern dan lebih maju (1984:318).
Bagi kemalis, manusia Turki baru tidak saja harus berpikiran rasional seperti
orang-orang Eropa, tetapi juga harus menuri tata cara berperilaku dan berpakaian
seperti mereka.24
C. Masyarakat Turki Pasca Kemalisme dan Kebangkitan Gerakan Islamis
Mustafa Kemal meninggal dunia pada tanggal 10 November 1938, setelah
tiga kali menjabat sebagai presiden Republik Turki, yaitu pada tahun 1927, 1931,
dan 1935. Mustafa Kemal diakui berhasil menciptakan sistem pemerintahan
parlementer dan melektakkan dasar-dasar yang kuat bagi kehidupan demokratisasi
di Turki. Partai Republik Rakyat adalah satu-satunya partai yang terdapat di Turki
pada masa itu, namun sejarah Turki menunjukkan pemerintahan Kemal dengan
sistem pemerintahan satu partai tidak memberi ruang bagi kemunculan partai
oposisi. Iklim demokrasi muncul kemudian sejak Turki menjadi anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945 dan terus berkembang
24 Turner, Bryan S. Sosiologi Islam: Suatu Telaah Analitis atas Tesa Sosiologi
Weber (terj.). Jakrata: Rajawali Pers, 1984. (yang dikutip oleh Ade Solihat
dalam ceramah umum--- KEMALISME : Budaya dan Negara Turki--Diselenggarakan oleh Departemen Linguistik dan Departemen Susastra FIB UI
pada tanggal 10 Mei 2005 dan terdapat pada link
http://www.fib.ui.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=91:kemalisme-budaya-dan-negaraturki&catid=39:artikel-ilmiah&Itemid=122&lang=in-ID (diakses tanggal
17/05/2013 jam 14:30)

20
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

menunjukkan kemajuan yang pesat. Daniel Lerner (di dalam Memudarnya
Masyarakat Tradisional, 1983) telah melakukan penelitian yang mendalam di
suatu kota dekat Ankara pada tahun 1950-an, dan menyimpulkan bahwa negara
Turki telah tumbuh menjadi negara yang relatif lebih stabil dan demokratis
dibanding dengan negara-negara lain di kawasan Timur Tengah.25
Setelah sekitar 8 dekade sekulerisme dipaksakan di Turki, negara
berpenduduk 60 juta jiwa ini belum juga sejajar dengan negara Barat, meskipun
Turki memang telah menjadi anggota organisasi pertahanan NATO. Hal ini bisa
dilihat dari ditolaknya kembali lamaran Turki untuk menjadi masyarakat Eropa
dan Uni Eropa pada bulan Maret 1997. The Economist, 8 Maret 1997,
menggambarkan pandangan negara-negara Barat (Uni Eropa) saat ini terhadap
Turki, "Mereka (negara-negara Eropa lain) memandang Bangsa Turki terlalu
miskin, terlalu banyak jumlahnya, dan terlalu muslim." Jadi meskipun Turki sudah
disekulerkan habis-habisan, tetap saja dia dianggap "terlalu muslim".26
Kasus sekularisasi di Turki--sebagaimana di dunia Islam-- telah
menimbulkan ketegangan tiada henti. Eksperimen Ataturk pada faktanya, bukan
hanya berupa pemisahan agama dari negara, tetapi juga merupakan penindasan
terhadap Islam. Eksperimen sekulerisasi di Turki gagal membuahkan hasil
optimal, meskipun paham ini dipaksakan kepada rakyat Turki oleh penguasanya.
Sepeninggal Ataturk, penguasa-penguasa Turki berangsur-angsur memberikan
keleluasaan terbatas kepada kaum Muslim untuk melakukan aktivitas ibadahnya.
Kaum Muslim sendiri selalu berupaya keras melawan sekulerisasi dan penindasan
terhadap hak-hak mereka untuk melakukan ibadah. Kebangkitan Islam di Turki
justru merupakan fenomena yang tak terelakkan. Fenomena kebangkitan Islam itu
pun mulai memasuki arena yang sensitif bagi kaum sekularis, yaitu wilayah
25 Lerner, Daniel. Memudarnya Masyarakat Tradisional (Terj.). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1978. yang dikutip oleh Ade Solihat dalam
ceramah umum--- KEMALISME : Budaya dan Negara Turki--- Diselenggarakan
oleh Departemen Linguistik dan Departemen Susastra FIB UI pada tanggal 10
Mei 2005 dan terdapat pada link http://www.fib.ui.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=91:kemalisme-budaya-dan-negaraturki&catid=39:artikel-ilmiah&Itemid=122&lang=in-ID (diakses tanggal
17/05/2013 jam 14:30)
26 Husaini, Adian. Wajah Peradaban Barat : Dari Hegemoni Kristen ke
Dominasi Sekular-Liberal. 2005. Jakarta : Gema Insani hlm 282

21
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

politik dan kenegaraan. Di tahun 1980-an misalnya, Perdana Menteri Turki Turgut
Ozal melakukan strategi ganda untuk mengakomodasi Islam dan Eropa, yaitu
menjadikan Turki sebagai jembatan bagi pihak Eropa sekaligus berusaha
menempatkan kembali posisi kehormatan Turki di dunia Islam. "Ada sebuah
kelompok besar negara Islam. Mereka pernah menganggap Utsmaniyah sebagai
pemimpin dunia Islam. Kita harus memimpin kelompok-kelompok negara ini dan
hal ini akan membuat kita lebih penting di mata Barat. Secara fisik maupun moral,
kita adalah jembatan dari Barat," kata Ozal.27
Tahun 1991, Partai Refah menempatkan 16 wakilnya di parlemen. Pada
November 1992, partai ini memenangkan hampir sepertiga suara dalam pemilu
lokal di Istanbul. Refah menghendaki hubungan yang lebih erat dengan dunia
Islam dan cenderung menolak Barat. Tanda-tanda kebangkitan Islam juga mudah
dilihat. Di Istanbul, sekitar 3.000 masjid telah berdiri dan terus bertambah
jumlahnya. Meskipun Militer Turki, yang mengambil peran sebagai penjaga
ideologi Kemalisme sebagai prinsip negara, menjatuhkan pemerintahan Partai
Islam Refah pada tahun 1998 sebagai bukti masih dominannya pengaruh politik
militer di Turki, namun kebangkitan Islam terlihat dari fenomena kesadaran umat
Islam Turki untuk kembali mempelajari nilai-nilai Islam di tengah kebijakan
sekuler pemerintah. Ada sejumlah alasan munculnya kebangkitan Islam di Turki.28
1.

Islam tidak lenyap begitu saja di masa pemerintahan Ataturk--sebagaimana
diduga banyak orang. Islam tetap bergerak di bawah permukaan,
menunggu iklim yang lebih baik. Masyarakat pedesaan hampir tidak
terpengaruh oleh gerakan sekularisasi. Mereka tetap memegang Islam
secara kokoh. Selain itu, upaya-upaya westernisasi yang drastis ternyata
tidak

2.

menyelesaikan

masalah

bangsa

Turki.

Kemiskinan

dan

keterbelakangan belum juga punah;
Arus besar kebangkitan Islam tahun 1970-an dan 1980-an di berbagai
belahan dunia Islam, turut memberikan dorongan cukup berarti bagi rakyat
Turki. Banyak rakyat Turki yang merasakan kebanggaan sebagai Muslim
dan mulai mengalihkan pandangan mereka ke dunia Islam;

27 Ibid, hlm 283
28 Ibid, hlm 284-285

22
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

3.

Perkembangan sosial politik di Eropa sendiri. Meskipun Turki selama ini
berusaha mati-matian untuk menjadi "Barat" dan menjadi "Eropa", mereka
tetap "orang luar" bagi Eropa. Anggota ras yang pernah menguasai dunia
ini telah menjadi imigran kelas bawah di beberapa negara Eropa. Mereka
dibenci dan menjadi sasaran teror kelompok neo-Nazi Jerman. Kisah-kisah
horor serangan-serangan rasial terhadap ras Turki turut memicu
kebangkitan kesadaran rasial dan keagamaan rakyat Turki.

III.

Kepemimpinan Erdogan dan Partai AKP
A. Kebangkitan Pos-Islamisme di Turki
Sukses gerakan islamis di Turki tidak dapat dilepaskan dari sosok pejuang

(man of struggle) Profesor Necmatin Erbakan. Seorang insinyur, akademisi, dan
islamis yang berjuang mempertahankan identitas dan prinsip spiritualitas Islam di
tengah gencetan sekularisme. Erbakan mengabdikan sepanjang hidupnya untuk
Islam dan umat. Pemikiran dan pandangan hidupnya tertuang dalam Milli Gorus
(Pandangan Nasional) yang menjadi visi gerakan islamis. Menurutnya, Visi
Nasional Turki harus berpijak pada penguatan prinsip moral dan spiritualitas
Islam (Islamisme), industrialisasi, dan kerja sama dengan dunia Islam (Pan
Islamisme). Kerja keras dan ketangguhannya telah mengantar sukses gerakan
islamis dalam menentukan arah politik Turki masa kini. 29
Puncak gerakan Islamisme nya dimulai saat ia mendirikan partai baru,
Partai Kesejahteraan (Refah Partisi-RP). Dalam pemilu 1991, melalui aliansinya
dengan MHP (Partai Gerakan Nasionalis) dan IDP (Islahatci Demokrasi Partisi),
RP memeroleh suara 16, 90% dan merebut 62 kursi. Sementara dalam Pemilu
lokal di 1994, RP sukses merebut kepemimpinan lokal di Ankara, Istanbul, dan
300 kota kecil lainnya di Turki. Kemenangan demi kemenangan tersebut tak pelak
berpengaruh pada kesuksesan terbesar RP dalam Pemilu 1995. RP memenangkan
hampir 22 persen perolehan suara dan menyabet setidaknya 158 kursi parlemen.
RP untuk pertama kalinya dalam sejarah Turki menjadi partai islamis terbesar di
parlemen. Juni 1996, Erbakan akhirnya membentuk pemerintahan koalisi dengan
29 Dzakirin, Ahmad. Kebangkitan Pos Islamisme : Analisis Strategi dan
Kebijakan AKP Turki Memenangkan Pemilu.2012. Solo : PT Era Adicitra
Intermedia hlm 18-19

23
Makalah Negara dalam Perspektif Hukum Islam | Egi Mahira
Irham/1106056232

DYP (Partai Jalan Lurus) pimpinan Tancu Ciller. Namun pemerintahan islamis
Erbakan berusia pendek. Kemenangan RP mendorong militer kembali melakukan
kudeta untuk alasan yang sama, yakni ancaman Islam politik atas sekularisme
Turki. Erbakan dipaksa mundur dan dilarang berpolitik selama lima tahun,
sedangkan RP dibubarkan.30
Masa pemerintahan singkat Erbakan meninggalkan kesan mendalam bagi
rakyat Turki. Erbakan dianggap sukses melakukan serangkaian reformasi ekonomi
dalam mendongkrak kesejahteraan rakyat. Di kota Konya, jejak Erbakan diingat
masyarakat karena telah mengangkat kehidupan ekonomi rakyat setempat, dan
menjadikan kota tersebut menjadi kota yang indah. Di Istanbul, walikota Erdogan
yang menjadi kepercayaanya pada waktu itu mampu mengurai benang kusut kota
terbesar kedua di Turki karena kemacetan, kekumuhan, minim suplai air bersih,
dan pelbagai mismanajemen lainnya. Kini, Istanbul menjadi salah satu destinasi
pariwisata terkemuka di dunia dengan keindahan dan warisan sejarahnya. 31
Erbakan kembali mendirikan partai baru, Partai Kebajikan (FP), Desember
1998. Namun dua tahun berselang, Juni 2001, partai ini kembali dibubarkan
karena dianggap melanggar prinsip sekularisme. Hanya saja, sejak pembubaran
RP, kelompok islamis sudah mulai tidak kompak lagi. Gejala perpecahan dan
friksi mulai menghinggapi internal FP. Kelompok muda reformis seperti Recep
Tayyip Erdogan dan Abdullah Gul mulai mengkritik gaya kepemimpinan dan
pendekatan politik sang guru spiritual (Hoca) Necmetin Erbakan yang absolutis
dan otoritarian. Kelompok ini mulai tidak nyaman dengan siklus jatuh bangun
partai islamis karena model pendekatan kepemimpinan sang Hoca. Ketidaksukaan
mereka mendapatkan momentum pascakeputusan Mahkamah Konstitusi yang
memutuskan pembubaran partai FP. Di bawah kepemimpinan Abdullah Gul, kubu
reformis selama setahun menyiapkan pendirian partai polit