LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI (2)
LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA
“PEMERIKSAAN PENDENGARAN”
Disusun oleh :
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2015
BAB 1. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran
BAB. 2 LANDASAN TEORI
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di
lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang
terjadi berselang seling mengenai memberan timpani. Plot gerakan-gerakan ini
sebagai perubahan tekanan di memberan timpani persatuan waktu adalah
satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum
disebut gelombang suara(Ganong, 2005).
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang
suara dan nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan
waktu).
Semakin
besar
suara
semakin
besar
amplitudo,
semakin
tinggi
frekuensi dan semakin tinggi nada. Namun nada juga ditentukan oleh faktor –
faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami selain frekuensi dan frekuensi
mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada
frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara memiliki pola
berulang, walaupun masing – masing gelombang bersifat kompleks, didengar
sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak berulang menyebabakan
sensasi bising. Sebagian dari suara musik bersala dari gelombang dan
frekuensi primer yang menentukan suara ditambah sejumla getaran harmonik
yang
menyebabkan
suara
memiliki
timbre
yang
khas.
Variasi
timbre
mempengaruhi suara berbagai alat musik walaupun alat tersebut memberikan
nada yang sama(Ganong, 2005).
Penyaluran suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara
di lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran. Gelombang
diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran menjadi gerakangerakan
lempeng
kaki
stapes.
Gerakan
ini
menimbulkan
gelombang
dalam
cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial
aksidi serat-serat saraf(Ganong, 2005).
Secara umum telinga manusia menjadi tiga bagian yaitu:
1. Telinga bagian luar yaitu daun telinga, lubang telinga dan liang pendengaran
2. Telinga bagian tengah terdiri dari gendang telinga, 3 tulang pendengar (martil,
landasan dan sanggurdi) dan saluran eustachius.
3. Telinga bagian dalam terdiri dari alat keseimbangan tubuh, tiga saluran
setengah lingkaran, tingkap jorong, tingkap bundar dan rumah siput (koklea).
Fisiologi Pendengaran
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan
gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke
jendela oval. Getaran struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan
limfe yang ada di dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan
menggerakkan
membran
reissmer
dan
menggetarkan
cairan
limfe
dalam
saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfe di dalam saluran tengah
menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan
cairan
dalam
membran
pada
saluran
jendela
timpani.
bundar.
Perpindahan
Getaran
ini
dengan
menyebabkan
frekuensi
melebarnya
tertentu
akan
menggetarkan selaput-selaput basilar, yang akan menggerakkan sel-sel rambut
ke atas dan ke bawah. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan
ion kalium dan ion Na menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII
yang kemudian meneruskan ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak
melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis(Guyton, 2007)
BAB 3. ALAT DAN BAHAN
1. Penala berfrekuensi 256
2. Kapas untuk menyumbat telinga
BAB 4. TATA KERJA
PEMERIKSAAN PENDENGARAN DENGAN PENALA
A. Cara Rinne
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung
jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda
yang keras.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga
op.
3. Tanyakanlah kepada op apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di
telinga yang diperiksa, bila demikian op harus segera memberi tanda bila
dengungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus op dan
kemudian ujung dari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang
telinga yang sedang diperiksa itu.
5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
Positif : Bila op masih mendengar dengungan sacara hantaran aerotimpanal
Negatif : Bila
op
tidak
mendengar
dengungan
secara
aerotimpanal.
B. Cara Webber
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi op di garis median.
hantaran
3. Tanyakan kepada op apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat
di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Bila pada op tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi
secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi
pemeriksaan.
C. Cara Schwabach
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga
op.
3. Suruhlah op mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi
menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus
mastoideus op ke processus mastoideus sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga
si pemeriksa dianggap normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan
berhenti oleh op masih dapat di dengar oleh si pemeriksa maka hasil
pemeriksaan ialah Schwabach memendek.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh op juga tidsk
dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin
Schwabach normal atau Schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini
maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus
mastoideus op. Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si
pemeriksa) masih dapat didengar oleh op hasil pemeriksaan adalah
Schwabach memanjang. Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si
pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh op maka hasil pemeriksaan adalah
Schwabach normal.
BAB 5 HASIL PRAKTIKUM
Gambar 5.1. Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran
Cara Rinne
Orang
Percobaan
Telinga (Penala
Telinga (penala
digetarkan pada
digetarkan lewat
processus mastoideus)
udara)
Cara
Cara
Webber
Schawabach
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
(OP1)
+
+
+
+
(OP2)
+
+
+
+
(OP3)
+
+
+
+
(OP4)
+
+
+
+
(OP5)
+
+
+
+
Keterangan : + = berfungsi normal, - = tidak terjadi lateralisasi
-
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
BAB 6
PEMBAHASAN
Pada praktikum pemeriksaan pendengaran kali ini, kami melakukan
percobaan dengan mengunakan tiga cara yaitu cara rinne, cara webber dan cara
schwabach. Pada percobaan Rinne, kami menggunakan penala berfrekuensi 256Hz.
Hal ini membuktikan bahwa pada saat penala yang bergetar setelah dipukulkan ke
telapak tangan lalu ditempelkan di prosesus mastoideus mendapatkan respon positif
yang artinya o.p dapat mendengarkan dengungan secara hantaran aerotimpanal atau
rata antara telinga kanan dan kiri. Tetapi dapat dimaklumi jika ada beberapa o.p yang
kurang jelas dalam mendengarkan dengungan penala.
Lalu tes Weber, yaitu penala digetarkan dan tangkai / pegangan diletakkan di
garis tengah kepala (dahi). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu
telinga maka o.p mengalami lateralisasi pada bagian telinga tersebut. Bila dapat
terdengar dikedua bagian telinga, maka o.p normal / tidak mengalami lateralisasi.
Yang terakhir yaitu dengan metode Schwabach. Penala digetarkan, tangkai
penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian
tangkai garputala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, sedangkan ketika o.p dan pemeriksa sama – sama tidak
mendengar dengungan / mendengar dengungan, maka disebut Schwabach memanjang
/ dengan kata lain adalah normal.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, AC & Hall, JE. 2007. Textbook of Medical Physiologi, 12nd edition, W.B.
Saunders Company, Philadelphia.
Ganong, W.F. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Buku Kedokteran EGC.
th
20 ed , Jakarta: Penerbit
“PEMERIKSAAN PENDENGARAN”
Disusun oleh :
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2015
BAB 1. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran
BAB. 2 LANDASAN TEORI
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di
lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang
terjadi berselang seling mengenai memberan timpani. Plot gerakan-gerakan ini
sebagai perubahan tekanan di memberan timpani persatuan waktu adalah
satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum
disebut gelombang suara(Ganong, 2005).
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang
suara dan nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan
waktu).
Semakin
besar
suara
semakin
besar
amplitudo,
semakin
tinggi
frekuensi dan semakin tinggi nada. Namun nada juga ditentukan oleh faktor –
faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami selain frekuensi dan frekuensi
mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada
frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara memiliki pola
berulang, walaupun masing – masing gelombang bersifat kompleks, didengar
sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak berulang menyebabakan
sensasi bising. Sebagian dari suara musik bersala dari gelombang dan
frekuensi primer yang menentukan suara ditambah sejumla getaran harmonik
yang
menyebabkan
suara
memiliki
timbre
yang
khas.
Variasi
timbre
mempengaruhi suara berbagai alat musik walaupun alat tersebut memberikan
nada yang sama(Ganong, 2005).
Penyaluran suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara
di lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran. Gelombang
diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran menjadi gerakangerakan
lempeng
kaki
stapes.
Gerakan
ini
menimbulkan
gelombang
dalam
cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial
aksidi serat-serat saraf(Ganong, 2005).
Secara umum telinga manusia menjadi tiga bagian yaitu:
1. Telinga bagian luar yaitu daun telinga, lubang telinga dan liang pendengaran
2. Telinga bagian tengah terdiri dari gendang telinga, 3 tulang pendengar (martil,
landasan dan sanggurdi) dan saluran eustachius.
3. Telinga bagian dalam terdiri dari alat keseimbangan tubuh, tiga saluran
setengah lingkaran, tingkap jorong, tingkap bundar dan rumah siput (koklea).
Fisiologi Pendengaran
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan
gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke
jendela oval. Getaran struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan
limfe yang ada di dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan
menggerakkan
membran
reissmer
dan
menggetarkan
cairan
limfe
dalam
saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfe di dalam saluran tengah
menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan
cairan
dalam
membran
pada
saluran
jendela
timpani.
bundar.
Perpindahan
Getaran
ini
dengan
menyebabkan
frekuensi
melebarnya
tertentu
akan
menggetarkan selaput-selaput basilar, yang akan menggerakkan sel-sel rambut
ke atas dan ke bawah. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan
ion kalium dan ion Na menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII
yang kemudian meneruskan ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak
melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis(Guyton, 2007)
BAB 3. ALAT DAN BAHAN
1. Penala berfrekuensi 256
2. Kapas untuk menyumbat telinga
BAB 4. TATA KERJA
PEMERIKSAAN PENDENGARAN DENGAN PENALA
A. Cara Rinne
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung
jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda
yang keras.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga
op.
3. Tanyakanlah kepada op apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di
telinga yang diperiksa, bila demikian op harus segera memberi tanda bila
dengungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus op dan
kemudian ujung dari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang
telinga yang sedang diperiksa itu.
5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
Positif : Bila op masih mendengar dengungan sacara hantaran aerotimpanal
Negatif : Bila
op
tidak
mendengar
dengungan
secara
aerotimpanal.
B. Cara Webber
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi op di garis median.
hantaran
3. Tanyakan kepada op apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat
di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Bila pada op tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi
secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi
pemeriksaan.
C. Cara Schwabach
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga
op.
3. Suruhlah op mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi
menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus
mastoideus op ke processus mastoideus sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga
si pemeriksa dianggap normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan
berhenti oleh op masih dapat di dengar oleh si pemeriksa maka hasil
pemeriksaan ialah Schwabach memendek.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh op juga tidsk
dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin
Schwabach normal atau Schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini
maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus
mastoideus op. Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si
pemeriksa) masih dapat didengar oleh op hasil pemeriksaan adalah
Schwabach memanjang. Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si
pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh op maka hasil pemeriksaan adalah
Schwabach normal.
BAB 5 HASIL PRAKTIKUM
Gambar 5.1. Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran
Cara Rinne
Orang
Percobaan
Telinga (Penala
Telinga (penala
digetarkan pada
digetarkan lewat
processus mastoideus)
udara)
Cara
Cara
Webber
Schawabach
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
(OP1)
+
+
+
+
(OP2)
+
+
+
+
(OP3)
+
+
+
+
(OP4)
+
+
+
+
(OP5)
+
+
+
+
Keterangan : + = berfungsi normal, - = tidak terjadi lateralisasi
-
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
BAB 6
PEMBAHASAN
Pada praktikum pemeriksaan pendengaran kali ini, kami melakukan
percobaan dengan mengunakan tiga cara yaitu cara rinne, cara webber dan cara
schwabach. Pada percobaan Rinne, kami menggunakan penala berfrekuensi 256Hz.
Hal ini membuktikan bahwa pada saat penala yang bergetar setelah dipukulkan ke
telapak tangan lalu ditempelkan di prosesus mastoideus mendapatkan respon positif
yang artinya o.p dapat mendengarkan dengungan secara hantaran aerotimpanal atau
rata antara telinga kanan dan kiri. Tetapi dapat dimaklumi jika ada beberapa o.p yang
kurang jelas dalam mendengarkan dengungan penala.
Lalu tes Weber, yaitu penala digetarkan dan tangkai / pegangan diletakkan di
garis tengah kepala (dahi). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu
telinga maka o.p mengalami lateralisasi pada bagian telinga tersebut. Bila dapat
terdengar dikedua bagian telinga, maka o.p normal / tidak mengalami lateralisasi.
Yang terakhir yaitu dengan metode Schwabach. Penala digetarkan, tangkai
penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian
tangkai garputala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, sedangkan ketika o.p dan pemeriksa sama – sama tidak
mendengar dengungan / mendengar dengungan, maka disebut Schwabach memanjang
/ dengan kata lain adalah normal.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, AC & Hall, JE. 2007. Textbook of Medical Physiologi, 12nd edition, W.B.
Saunders Company, Philadelphia.
Ganong, W.F. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Buku Kedokteran EGC.
th
20 ed , Jakarta: Penerbit