PENERAPAN PEMBIAYAAN SALAM DAN SALAM PAR (1)

PENERAPAN PEMBIAYAAN SALAM DAN SALAM PARALEL PADA PERBANKAN
SYARIAH DI INDONESIA
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Zein Muttaqqin

Disusun Oleh:
Rahmawati Safruddin (14423098)
Rohmini (14423156)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Bank Syariah merupakan suatu lembaga perantara keuangan yang
menghimpun dana dari pihak-pihak yang ingin mengamanahkan atau menyimpan

dananya ke lembaga tersebut kemudian menyalurkannya kepada pihak-pihak yang
membutuhkan. Dana tersebut diambil dari dana pihak pertama yang berasal dari para
pemodal dan pemegang saham, Dana pihak kedua yang berasal dari pinjaman
lembaga keuangan baik bank maupun non bank dan pinjaman ke Bank Indonesia (BI),
Dana pihak ketiga yang berasal dari dana simpanan dan tabungan serta deposito.
(muhammad :5)
Bank syariah memiliki berbagai macam sistem pembiayaan diantaranya yaitu
pembiayaan dengan prinsip jual beli. Dalam prinsip jual beli pada perbankan syariah
terdapat tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok
dalam hal pembiayaan modal kerja dan investasi. Ketiga produk pembiayaan tersebut
yaitu pembiayaan ba’i al-murabahah, ba’i as-salam, dan ba’i al-istishna.
Ba’i al-murabahah merupakan suatu bentuk kontrak jual beli dimana penjual
menjual barang dengan harga asal ditambah keuntungan yang telah disepakati. Dalam
kontrak ini penjual harus memberitahu terlebih dahulu kepada pembeli berapa harga
produk yang akan di beli dan berapa besar keuntungannya. Dalam kontrak ini dapat
kita lihat bahwa pokok kontrak penjualan tersebut sudah ada atau dimiliki oleh
penjual. Ba’i al-istishna merupakan suatu bentuk kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari
pembeli, kemudian pembuat barang tersebut berusaha melalui orang lain untuk
membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati lalu

menjualnya kepada pembeli akhir. Disini kedua belah pihak bersepakat atas harga
serta sistem pembayaran: apakah pembayaran akan dilakukan dimuka, melalui cicilan,
atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.(Rifqi:157)
Disini dapat kita lihat bahwa pada jual beli istishna pokok kontrak tersebut belum ada
atau tidak dimiliki oleh penjual. Sehingga ada mazhab yang melarang akad tersebut
karena bertentangan semangat ba’i secara qiyas yaitu pokok kontrak penjualan harus
ada dan dimilliki oleh penjual. Namun kemudian akad tersebut dibolehkan selama
tidak bertentangan dengan aturan syariah. Karena pada kenyataannya banyak orang
yang seringkali memerlukan barang yang tidak tersedia dipasar sehingga mereka
cenderung melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang untuk mereka.
Dalalm hal ini disebut sebagai kasus ijma atau konsesus umum.
Berikut jenis akad jual beli yang menjadi faktor utama dalam pembahasan
makalah ini yaitu ba’i as-salam. ba’i as-salam merupakan proses jual beli yang
dimana pembayaran dilakukan dimuka sedangkan pembelian barang diserahkan
dikemudian hari.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka pembahasan yang akan diangkat

dalam makalah ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan pembiayaan ba’i salam
dan salam paralel di perbankan syariah, maka disusunlah rumusan masalah
diantaranya :
1. Bagaimana konsep ba’i as-salam dalam perbankan syariah di indonesia ?
2. Bagaimana karakteristik ba’i as-salam dalam perbankan syariah ?
3. Bagaimana aplikasi ba’i as-salam dalam perbankan syariah ?

1.3.

Tujuan
Berangkat dari rumusan masalah diatas maka tujuan daripada pembuatan
makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui konsep ba’i as-salam dalam perbangkan syariah
2. Mengetahui karakteristik ba’i as-salam dalam perbankan syariah
3. Mengetahui aplikasi ba”i as-salam dalam perbankan syariah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Pembiayaan As-salam


Kata salama dengan salafa artinya sama. Disebut salam karena pemesan barang
menyerahkan uangnya ditempat akad. Disebut salafa karena pemesan menyerahkan
uangnya terlebih dahulu. Defenisi salam ialah akad pesanan barang yang disebutkan
sifat-sifatnya, yang dalam majelis itu pemesan barang menyerahkan uang seharga barang
pesanan dimana barang tersebut menjadi tanguungan penerima pesanan (Sudarsono,
2001).Menurut Sayyid Sabiq, as-salam dinamai juga as-salaf (pendahuluan). Yaitu
penjualan sesuatu dengan kriteria tertentu yang masih berada dalam tangguhan dengan
pembayaran disegerakan.
Dalam PSAK 103, definisi Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam
fiqih) dengan pengiriman barang kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya
dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai ketentuan dengan syarat-syarat
tertentu.
Dalam penjelasan pasal 3 peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang
pelaksanaan prinsip bank syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran
dana serta pelayanan jasa bagi bank syariah disebutkan definisi dari salam yaitu “Salam
adalah transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu
dan pembayaran tunai yang terlebih dahulu dibayar secara penuh.”
Sedangkan definisi Salam menurut Muhammad Syafi’i Antonoi (2002:108) yaitu
Bai’ As-Salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan dimuka.

Bai’ as-salam adalah jenis transaksi jual-beli yang dalam hal ini pembayaran
terjadi pada saat akad namun penyerahan barang terjadi dikemudian hari dengan waktu
yang telah ditentukan.(Roziq, 2014).
Pembiayaan salam merupakan pembiayaan yang dengan prinsip syariah dengan
menggunakan akad jual bali barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh
penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan
tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Bank bertindak sebagai pembeli,
sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan
jangka waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Salam adalah
transaksi pembelian barang dengan penyerahan yang ditangguhkan sedangkan
pembayaran dilakukan diawal secara penuh, dengan menentukan syarat-syarat tertentu.

2.2. Karakteristik Salam
Adapun karakteristik transaksi salam dalam perbankan syariah di indonesia
berdasarkan PSAK 103, paragraf 6-11 yaitu sebagai berikut:

1. Lembaga keuangan syariah dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual
dalam transaksi salam. jika lembaga keuangan syariah bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang

pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
2. Salam paralele dapat dilakukan dengan syarat : akad antara lemabaga
keuangan syariah (pembeli) dan produsen (penjual) terpisah dari akad antara
lembaga keuangan syariah (penjual) dan pembeli akhir , dan kedua akad tidak
saling bergantung.
3. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual
diawal akad. Ketentuan harga tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
Dalam hal bertindak sebagai pembeli, lembaga keuangan syariah dapat
meminta jaminan kepada penjual untuk menghindari resiko yang merugikan.
4. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi :
jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya.
5. Alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa kas,
barang atau manfaat. Pelunasan harus dilakukan pada saat akad disepakati dan
tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang penjual atau ppenyerahan
piutang pembeli pihak lain.
6. Transaksi salam dilakukan karena pembeli berniat memberikan modla kerja
terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual (produsen) memperoleh
barangnya, barang yang dipesan memiliki spesiafikasi khusus, aatau pembeli
ingin mendapatkan kepastian dari penjual. Taransaksi salam diselesaikan pada
saat penjual menyerahkan barang kepada pembeli.

Dalam pelakasanaannya selain syarat-syarat tersebut ba’i as-salam juga harus
memenuhi beberapa rukun diantaranya yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Muslam (pembeli)
Muslam ilaih (penjual)
Modal atau uang
Muslam fiihi atau barang
Sighat atau ucapan

Disamping rukun yang tersebut diatas Safi’i Antonio (2001:109)
menegaskan bahwa ba’i as-salam juga mengaharuskan terpenuhinya segenap
syarat pada masing-masing rukun. Dibawah ini akan diuraikan dua diantara
rukun-rukun terpenting, yaitu modal dan barang.

a. Modal transaksi ba’i as-salam

Syarat yang harus dipenuhi dalam modla ba’i as-salam adalah sebagai
berikut:
1) Modal harus diketahui

Barang yang akan disuplai ahrus diketahui jenis, kualitas, dan
jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia
harus dalam bentuk uang tunai.
2) Penerimaan pembayaran salam
Kebanyakan para ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan
ditempat kontrak. Hal tersebut dimaksudkan agar pembayaran ynag
diberikan oleh pembeli tidak dijadikan sebagai utang penjual.lebih
khususnya pembayaran salam tidak bisa dala, bentuk pembebasan
utnag yang harus dibayar dari penjual.
b. Muslam fiihi (barang)
Diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam muslam fiih atau
barang yang ditransaksikan dalam ba’i as-salam adalah sebagai berikut:
1) Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang.
2) Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan
akibat kurnagnya pengetahuan tentang macam barang tersebut
(misalnya beras atau kain), tentang klasifikasi kualitas (misalnya

kualitas utama, kelas dua, atau ekspor), serta mengenai jumlahnya.
3) Penyerahan banrnag dilakukan dikemudian hari.
4) Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus ditunda
pada suatu waktu kemudian, tetapi Mazhab syafi’i membolehkan
penyerahan segera.
5) Bolehnya menentukan tanggal waktu dimasa yang akan datang untuk
penyerahan barang.
6) Tempat penyerahan.
7) Penggantian muslam fiihi dengan barang lain.

2.3. Aplikasi Pembiayaan Salam Dalam Perbankan Syariah
Dalam dunia perbankan syariah, salam merupakan suatu akad jual beli layaknya
murabahah. Perbedaan mendasar hanya terletak pada pembayaran serta penyerahan
objek yang diperjualbelikan.. Dalam akad salam, pembeli wajib menyerahkan uang
muka atas objek yang dibelinya, lalu barang diserahterimakan dalam kurun waktu
tertentu. Salam dapat diaplikasikan sebagai bagian dari pembiayaan yang dapat
diberikan oleh bank kepada nasabah debitur yang membutuhkan modal guna
menjalankan usahanya, sedangkan bank dapat memperoleh hasil dari usaha nasabah
lalu menjualnya kepada yang berkepentingan. Ini lebih dikenal dengan salam pararel.
Aplikasi akad salam dalam bank, bank bertindak sebagai pembeli, sementara

nasabah sebagai penjual. Ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan
menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai
maupun cicilan. Harga beli bank adalah harga pokok ditambah keuntungan
(Muhammad, 2005).
Ba’i as-salam biasanya dipergunakan bagi pembiayaan bagi petani dengan
jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh Bank adalah
barang seperti padi, jagung, dan cabai, dan bank tidak berniat untuk menjadikan baranbarang tersebtu sebagai simpanan atau inventory, dilakukanlah akad ba’i as-salam
kepada pembeli kedua misalnya kepad abulog, pedagang pasar induk,atau grosir. Inilah
yang dalam perbankan islam dikenal sebagai salam paralel.

Ba’i as-salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang industri
misalnya produk garmen (pakaian jadi) yang ukurannya sudah dikenal umum.
Caranya saat nasabah mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank
mereferensikan penggunaan produk tersebut. Hal tersebut berarti bahwa bank
memesan dari pembuat garmentersebut dan membayarnya pada waktu pembayaran
kontrak. Bank kemudian memncari pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan
yang telah direkomondasikan oleh produsen garmen tersebut. Bila garmen tersebut
udah selesai diproduksi, produk tersebut diantarkan kepada rekanan tersebut. Rekanan
kemudian membayar kepada bank, baik secara mengangsur maupun tunai.
Secara umum, aplikasi ba’i as-salam pada perbankan syariah dapat

digambarkan sebagai berikut:

Produsen

2 Pemesanan barang nasabah
Dan bayar tunai

4 Kirim pesan

Nasabah

5 Bayar
3 kirim dokumen

1 negosiasi pesanan

Bank Syariah

2.4. Pengakuan dan Pengukuran Transaksi Salam
Pengakuan dan pengukuran transaksi Salam yang diatur dalam PSAK 59
mengatur pengakuan dan pengukuran Bank sebagai pembeli dan Ban sebagai penjual
sedangkan PSAK mengatur tentang pengakuan dan pengukuran Akuntansi untuk pembeli
dan akuntansi untuk penjual.
1. Akuntansi untuk pembeli
Akuntansi transaksi salam dari sudut pandang pembeli antara lain sebagai
berikut:
a. Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan
kepada penjual.
b. Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam
bentuk dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan
modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar.selisih
antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan dakui
sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersbut.
c. Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut.
1. Jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai nilai yang disepakati.
2. Jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka :
a) Barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad. Jika
nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar tidak tersedia) dari barang
pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai

barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari
nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.
b) Barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai pasar (nilai wajar
jika nilai pasar tidak tersedia) pada saat diterima dan selisihnya
diakui sebagai kerugian, jika nilai pasar dari barang pesanan lebih
rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.
3. Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada
tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
a) Jika tanggal pengiriman diperpanjang, nilai tercatat piutang salam
sebesar bagian yang belum dipenuhi tetap sesuai dengan nilai yang
tercantum dalam akad.
b) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang
salam berubah menjadi piutang yang harus yang harus dilunasi oleh
penjual sebesar bagian yang tidak dapat dapat dipenuhi.
c) Jika akad salam dibatalkansebagian atau seluruhnya dan pembeli
mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan
jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih
antara nilai tercatat piutang kepada penjual yang telah jatuh tempo.
4. Pembeli dapat mengenakan denda kepada penjual, denda hanya boleh
dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan kewajibannya,
tetapi sengaja tidak melakukannya. Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang
tidak mampu menunaikan kewajibannya karena force majeur. Denda
dikenakan jika penjual lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan
akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dari dana kebajikan.
5. Barang pesanan yang telah diterima diakui sebagai pesediaan. Pada akhir
periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi
salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang
dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah
dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagian kerugian.
2. Akuntansi untuk penjual
Akuntansi transaksi salam dari sudut pandang penjual antara lain sebagai berikut:
a. Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar
jumlah yang diterima.
b. Modal usaha salam yang diterima dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal
usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima, sedangkan
modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar.
c. Kewajibaan salam dihentikan pengakuannya pada saat penyerahan barang
kepada pembeli. Jika penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara
jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan
diakui sebagai keuntungan atau kerugisn pada saat penyerahan barang pesanan
oleh penjual ke pembeli akhir.
2.5. Praktik Pembiayaan Salam dan Salam paralel dalam Perbankan Syariah
Secara praktis pelaksanaan kegiatan salam dalam perbankan syariah
cenderung dilakukan dalam format salam paralel. Hal ini dapat dipahami karena
pertama, kegiatan salam oleh bank syariah merupakan akibat dari adanya permintaan
barang oleh nasabah, dan kedua bank syariah bukanlah produsen dari barang
dimaksud. Berdasarkan kompilasi SOP yang disampaikan oleh Bank Syariah, tahapan
pelaksanaan salam dan salam paralel adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel Ringkasan Tahapan Akad Salam dan Salam Paralel Menurut
SOP Bank Syariah
NO
TAHAPAN
1
Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah
pembeli kepada bank syariah sebagai penjual
2
Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh
pengiriman barang yang disepakati.
3
Mencari produsen yang sanggup untuk menyediakan barang dimaksud (sesuai
batas waktu yang disepakati dengan harga yang lebih rendah).
4
Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah pembeli untuk membeli
barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah
ditentukan.
5
Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian di awal akad dan
sisanya sebelum barang diterima (atau sisanya disepakati untuk diangsur).
6
Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen untuk
membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu
yang telah ditentukan.
7
Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli kepada nasabah
produsen pada saat pengikatan dilakukan.
8
Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada nasabah
pembeli pada waktu yang ditentukan
Sumber: Buchori, et.al. (2005)

Dari hasil telaahan atas SOP akad salam, terdapat beberapa hal yang dapat dicermati
lebih jauh :
1.

2.

3.

4.

Secara umum, pemahaman bank syariah menunjukan bahwa akad salam dilakukan tidak
terbatas pada hasil pertanian saja. Setiap pembelian barang apa pun yang memerlukan
tahapan pemesanan, proses produksi, serta penangguhan pengiriman dapat menggunakan
akad salam.
Praktek akad salam di bank syariah hampir selalu dilakukan dalam format salam paralel.
Dalam akad pertama antara nasabah pembeli dan bank syariah, nasabah tidak membayar
di muka barang yang dibeli, tetapi meminta bank syariah untuk membiayai
pengadaannya terlebih dahulu. Sedangkan dalam akad kedua, bank syariah memesan
barang dengan pembayaran di muka dan penyerahan tangguh.
Keuntungan bank syariah atas praktek salam paralel diperoleh dari selisih antara harga
beli (dari nasabah produsen) dan harga jual (kepada nasabah pembeli). Pengakuan
piutang salam dilakukan sebagai piutang uang (sebagai akibat
kegiatan penyediaan dana) daripada piutang barang (sebagai akibat kegiatan jual beli).

BAB III
KESIMPULAN

Pembiayaan salam merupakan pembiayaan yang dengan prinsip syariah
dengan menggunakan akad jual bali barang pesanan dengan penangguhan pengiriman
oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang
pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Bank bertindak sebagai
pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas,
harga, dan jangka waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Salam paralel berarti melaksanakan dua transaksi ba’i as-salam antara bank
dan nasabah, dan antara bank dan pemasok (supllier) atau pihak ketiga lainnya secara
simultan.
Ba’i as-salam biasanya dipergunakan bagi pembiayaan bagi petani dengan
jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh Bank
adalah barang seperti padi, jagung, dan cabai, dan bank tidak berniat untuk
menjadikan baran-barang tersebtu sebagai simpanan atau inventory, dilakukanlah
akad ba’i as-salam kepada pembeli kedua misalnya kepad abulog, pedagang pasar
induk,atau grosir. Inilah yang dalam perbankan islam dikenal sebagai salam paralel.

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Islam, UII Press, 2000, Yogyakarta

Muhammad, Rifqi, Akuntansi Keuangan Syariah, P3EI Press, 2008, Yogyakarta
Roziq, A., dkk.2014. Model Pembiayaan Salam pada Petani Singkong Dan Usaha Kecil
Berbahan Singkong di Kabupaten Jember. Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol 12
No.2 Des 2014.
Syafi’i, Muuhammad, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, 2001, Jakarta