Perbandingan Kemampuan Fungsional Anak Penderita Hemofilia dengan Anak yang Normal

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemofilia
Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang diturunkan, berasal
dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya
mencintai atau suka. Walaupun sebenarnya maknanya tidak sesuai, namun kata
hemofilia tetap dipakai.1
Kelainan perdarahan yang diturunkan pertama kali didokumentasikan di
abad kedua oleh Kerajaan Babilonia.2 Namun baru pada abad ke 18 dilaporkan
adanya kemungkinan basis genetik untuk kelainan perdarahan ini dan mulai tahun
1950an transfusi fresh frozen plasma (FFP) digunakan. Pada tahun 1980an teknik
rekombinan DNA untuk menproduksi faktor VIII (F VIII) dan faktor IX (F IX)
mulai diterapkan.1
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked
resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit
ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana pada
hemofilia A terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic factor), sedangkan pada
hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas factor). Hemofilia A mencakup
80-85% dari keseluruhan penderita hemofilia.3,4
Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan, hemofilia
sedang dan hemofilia berat berdasarkan derajat kekurangan faktor pembekuan

yang bersangkutan.5
2.2. Epidemiologi

Universitas Sumatera Utara

Hemofilia tersebar di seluruh ras di dunia dengan prevalensi sekitar 1 dalam 10
000 penduduk untuk hemofilia A dan 1 dalam 50 000 penduduk untuk hemofilia
B.1
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of Hemophilia
(WFH) pada tahun 2010, terdapat 257 182 penderita kelainan perdarahan di
seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125 049 penderita hemofilia A dan 25 160
penderita hemofilia B. Penderita hemofilia mencakup 63% seluruh penderita
dengan kelainan perdarahan. Penyakit von Willebrand merupakan jenis kelainan
perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia yaitu sebesar
39.9%.11
Di Indonesia, berdasarkan survei tersebut di atas, terdapat 334 orang
penderita hemofilia A, 48 orang penderita hemofilia B dan 1006 orang penderita
hemofilia yang belum ditentukan jenisnya.11

2.3. Patofisiologi

Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh
darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi
trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan
darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan,
dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan
pembuluh darah.12
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von

Universitas Sumatera Utara

Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini,
adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan
granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan
perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan
tissue factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai
kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan
trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.3,12
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada
tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur

intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa
kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang
lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.5
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade
tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat
dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma
ringan.13

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Kaskade pembekuan darah3
PK: Prekallikrein, HK: High molecular weight kininogen, TF: Tissue factor,
PTT: Partial Prothrombin time, PT: Prothrombin time

Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9.
Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan

gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat
terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan
F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria
dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan
dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia
pada kasus demikian.15

Universitas Sumatera Utara

Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan
walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika Serikat menemukan bahwa 5
di antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah wanita.16

2.4. Gejala Klinis dan Diagnosis
Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu perdarahan yang
sukar berhenti. Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan
(konsentrasi FVIII dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%), hemofilia sedang
(konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-0.5 IU/mL atau 1-5%) dan hemofilia berat
(konsentrasi FVIII dan F IX di bawah 0.01 IU/mL atau di bawah 1%)1,3

Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan
perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang,
perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada
hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam
sendi, otot dan organ dalam.1,3
Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan.
Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di
bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran
kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan
lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran
cerna yang masif dapat mengancam jiwa.5,13

Universitas Sumatera Utara

Diagnosis

ditegakkan

dengan


anamesis,

pemeriksaan

fisik

dan

laboratorium. Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia
dini, perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau
spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat keluarga dengan gangguan
perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu juga mendukung ke arah
hemofilia.15
Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada
hemofilia A dan B. Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa pembekuan dan
masa thromboplastin parsial teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa
pembekuan thromboplastin abnormal. Masa perdarahan dan masa prothrombin
(PT) umumnya normal.4
Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk
hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah

normal. Pemeriksaan petanda gen hemofilia pada kromosom X juga dapat
memastikan diagnosis hemofilia dan dapat digunakan untuk diagnosis antenatal.
Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan hemofilia B, oleh karena
itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX.5
Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa
kadar F VIII yang bisa di bawah normal, analisis mutasi gen hemofilia atau rasio
F VIII dengan antigen faktor von Willebrand (FVIII/vWF:Ag ratio) yang kurang
dari 1. Sedangkan wanita pembawa sifat hemofilia B dapat diketahui melalui
aktivitas F IX yang dapat menurun atau pemeriksaan genetik.2,3,14

Universitas Sumatera Utara

Diagnosis banding hemofilia adalah penyakit von Willebrand, defisiensi
faktor koagulasi lain seperti FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen, atau kelainan
trombosit seperti Glanzmann trombastenia.2

2.5. Tatalaksana
Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi
pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk
hemofilia B, perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada sendi, edukasi dan

dukungan psikososial bagi penderita dan keluarganya.4,15
Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE
(rest, ice, compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami
perdarahan diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk
basah yang dingin, kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan
meninggikan daerah perdarahan. Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti
dalam 2 jam setelah perdarahan.4,15
Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg)
x kadar yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX
diberikan tiap 24 jam untuk hemofilia B.4
Kadar F VIII atau IX yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan
dimana untuk perdarahan sendi, otot, mukosa mulut dan hidung kadar 30-50%
diperlukan. Perdarahan saluran cerna, saluran kemih, daerah retroperitoneal dan
susunan saraf pusat maupun trauma dan tindakan operasi dianjurkan kadar 60100%.15

Universitas Sumatera Utara

Lama pemberian tergantung pada beratnya perdarahan atau jenis tindakan.
Untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5 hari, sedangkan
operasi atau laserasi luas diberikan 7-14 hari. Untuk rehabilitasi seperti pada

hemarthrosis dapat diberikan lebih lama lagi.4
Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu
kantung kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII. Demikian juga dengan
obat antifibrinolitik seperti asam epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat.
Aspirin dan obat antiinflamasi non steroid harus dihindari karena dapat
mengganggu hemostasis.4,15
Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan secara kepada penderita
hemofilia berat dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan
sendi. WHO dan WFH merekomendasikan profilaksis primer dimulai pada usia 12 tahun dan dilanjutkan seumur hidup. Profilaksis diberikan berdasarkan Protokol
Malmö yang pertama kali dikembangkan di Swedia yaitu pemberian F VIII 20-40
U/kg selang sehari minimal 3 hari per minggu atau F IX 20-40 U/kg dua kali per
minggu.1,17
Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang, desmopressin (1-deamino-8arginine vasopressin, DDAVP) suatu anolog vasopressin dapat digunakan untuk
meningkatkan kadar F VIII endogen ke dalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan
untuk hemofilia berat. Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga
obat ini merangsang pengeluaran vWF dari tempat simpanannya (Weibel-Palade
bodies) sehingga menstabilkan F VIII di plasma. DDAVP dapat diberikan secara
intravena, subkutan atau intranasal.2,5

Universitas Sumatera Utara


Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolah raga rutin, memakai
peralatan pelindung yang sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau
kontak fisik. Berat badan harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena
berat badan yang berlebih memperberat arthritis. 15,18 Kebersihan mulut dan gigi
juga harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan sebagaimana anak normal terutama
terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur subkutan, bukan
intramuskular. Pihak sekolah sebaiknya diberitahu bila seorang anak menderita
hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan.15
Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik
merupakan hal yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu
diberikan kepada penderita dan keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia
itu sendiri, terapi dan prognosis, pola keturunan, deteksi pembawa sifat dan
implikasinya terhadap masa depan penderita dan pembawa sifat. Deteksi
hemofilia pada janin dapat dilakukan terutama bila jenis mutasi gen sudah
diketahui. Sampel dapat diperoleh melalui tindakan sampling villus khorionik atau
amnionsintesis.1,5

2.6. Komplikasi dan Prognosis
Sampai sekarang masih belum jelas mengapa perdarahan sendi atau hemarthrosis

sering terjadi pada penderita hemofilia, namun diduga bahwa hal ini disebabkan
oleh rendahnya ekspresi tissue factor di jaringan sinovial sehingga perdarahan
mudah terjadi. Darah dan deposit besi dalam sendi mengiritasi sinovium dan
merangsang reaksi inflamasi dalam sendi. Sinovitis kronis ini menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan jaringan sinovium yang penuh dengan pembuluh darah yang rapuh
dan rawan terhadap perdarahan berikutnya, sehingga menciptakan suatu siklus
setan. Sendi yang mengalami perdarahan berulang ini disebut sebagai sendi target.
Hasil akhirnya adalah suatu arthropati hemofilik dimana sendi menjadi kaku,
terjadi deformitas permanen, misalignment, perbedaan panjang anggota gerak
serta hipotrofi otot yang berdekatan. Cacat sendi ini

merupakan salah satu

morbiditas penderita hemofilia yang utama.5
Perdarahan intrakranial merupakan penyebab kematian utama penderita
hemofilia. Studi di Inggris menunjukkan bahwa 34% kematian penderita
hemofilia disebabkan oleh perdarahan ini, terutama di usia balita dimana 11 dari
13 kematian karena perdarahan intrakranial.19 Seumur hidupnya risiko perdarahan
intrakranial pada seorang penderita hemofilia sebesar 2-8% dengan tingkat
kematian 30%.2
Perdarahan otot terutama terjadi di otot paha, betis, dinding perut bagian
posterior dan bokong. Tekanan akibat perdarahan otot ini dapat mengakibatkan
neuropati seperti neuropati nervus femoralis akibat perdarahan ileospoas. Nekrosis
iskhemik dan kontraktur merupakan efek perdarahan otot lainnya.1,5
Penularan penyakit seperti hepatitis C dan HIV melalui transfusi produk
darah dan faktor pengganti merupakan masalah besar terutama pada tahun 1980
an. Upaya penapisan yang lebih baik saat ini telah sangat mengurangi risiko
penularan tersebut, meskipun penularan Parvovirus B19 dan penyakti CreutzfeldJacob masih sulit dihindari. Kemajuan teknologi telah memungkinkan diproduksi

Universitas Sumatera Utara

faktor pengganti yang bebas dari risiko penularan penyakit tersebut dengan teknik
rekombinan DNA.4,5
Pembentukan antibodi atau inhibitor F VIII dapat timbul pada sekitar 20%
penderita hemofilia A. Adanya inhibitor ini perlu dicurigai bila seorang penderita
tidak menunjukkan penyembuhan yang diharapkan meski telah diberi faktor
pengganti dengan dosis yang cukup. Dalam hal ini dosis F VIII harus dinaikkan
atau diberikan F VIIa untuk memotong jalur koagulasi.4
Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat pada
usia 35, 55 dan 75 tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median usia harapan
hidup 63 tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori
usia yang sama adalah 96%, 88% dan 49% dengan median usia harapan hidup 75
tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup rerata pria di Inggris adalah 97%,
92% dan 59% dengan median usia harapan hidup 78 tahun.19

2.7. Penilaian Kemampuan Fungsional
2.7.1. Penilaian kemampuan fungsional pada penderita hemofilia
Kemampuan fungsional adalah kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas
tertentu dan hal ini sangat dipengaruhi oleh kerusakan sendi yang banyak dialami
oleh penderita hemofilia.6 Perdarahan berulang secara spontan atau disertai
trauma ringan di sendi dan otot pada penderita hemofilia mengakibatkan kelainan
sendi kronis dan kecacatan. Meski dengan kemajuan tatalaksana hemofilia dan
pemberian faktor pengganti yang agresif, arthritis kronis dan kecacatan
muskuloskeletal belum dapat dihindari. Program profilaksis faktor pengganti yang

Universitas Sumatera Utara

diberikan pada usia muda dapat mencegah kecacatan ini, dan telah dipraktekkan
di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Namun regimen profilaksis ini sangat mahal
dimana faktor pengganti diberikan tiga kali dalam seminggu selama bertahuntahun.6,10
Di negara yang sedang berkembang, prioritas kesehatan ditujukan pada
nutrisi, sanitasi, pencegahan penyakit menular dan kebutuhan kesehatan dasar
lainnya. Penyakit yang langka seperti hemofilia sering kali terabaikan akibat
kurangnya pengetahuan tentang hemofilia itu sendiri, keterbatasan dana, tidak
tersedianya faktor pengganti, keterbatasan fasilitas pendukung diagnosis dan pusat
pengobatan yang dapat memberikan pengobatan yang komprehensif.10,20
Akibatnya kerusakan sendi dan kecacatan muskuloskeletal pada penderita
hemofilia di negara yang sedang berkembang hampir selalu terjadi. Studi di India
menunjukkan bahwa hanya 9 dari 148 orang penderita hemofilia yang bebas
kecacatan. Persentase kecacatan ini meningkat sejalan dengan meningkatnya usia
penderita dimana semua penderita dewasa menderita kecacatan.21 Penilaian
tentang kualitas hidup dan kemandirian hidup sehari-hari penderita hemofilia
harus menjadi bagian dari tatalaksana penderita hemofilia sehingga penanganan
dapat dioptimalisasi.7
Penilaian sendi pada penderita hemofilia mulai dikembangkan pada akhir
tahun 1950an dengan pemeriksaan radiologis terutama pada sendi lutut, siku dan
pergelangan kaki. Skor radiologis oleh Petersson diadopsi oleh WFH menjadi
bagian dari standar pemantauan jangka panjang penderita hemofilia. Namun
pemeriksaan radiologis ini tidak sensitif pada sendi dengan kerusakan minimal

Universitas Sumatera Utara

sehingga sekarang ini magnetic resonance imaging (MRI) yang dianjurkan untuk
mendeteksi kelainan sendi. Walaupun demikian hubungan perubahan minimal
pada MRI atau skor radiologis dengan fungsional sendi dan muskuloskeletal
secara keseluruhan masih belum jelas.6
Kurangnya korelasi hasil radiologis dengan fungsi sendi, serta bahaya
radiasi sinar X pada anak mendorong dikembangkannya metode penilaian
berdasarkan klinis, antara lain Physical Examination (PE) scale oleh badan WFH.
Yang dinilai adalah range of movement (ROM), pembengkakan, krepitus,
wasting, instabilitas dan deformitas aksial pada 6 sendi utama. Kekurangan skala
ini adalah kurang akurat di kalangan anak dan tidak menilai kekuatan otot.6
Beberapa instrumen untuk menilai kemandirian hidup sehari-hari penderita
kelainan muskuloskeletal telah tersedia, seperti Short Form of the Medical
Outcome Study (SF 36) untuk penyakit secara general, Western Ontario McMaster
Questionnaire (WOMAC) untuk penderita osteoarthritis dan Stanford Health
Assessment Questionnaire (HAQ) untuk arthritis rheumatoid juvenile. Khusus
untuk penderita hemofilia sendiri instrumen yang dapat digunakan antara lain
Haemophilia Activities List (HAL) dan versi anak-anaknya (PedHAL) serta
Functional Independence Score in Hemophilia (FISH).6,7

2.7.2. Functional Independence Score in Hemophilia (FISH)
FISH adalah instrumen penilaian dimana kemampuan fungsional individu dinilai
secara objektif yang dikembangkan di India oleh Poonnoose dkk. Berbagai
aktivitas yang dinilai dapat dilihat di Tabel 2.1. Aktivitas-aktivitas ini merupakan

Universitas Sumatera Utara

pilihan dari staf ahli dan penderita hemofilia yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari penderita.8,9
Tabel 2.1 Functional Independence Score in Hemophilia (FISH)8
Perawatan diri

Perubahan posisi

Gerakan

Makan dan perawatan

Kursi

Jalan

Jongkok

Naik tangga

diri
Mandi
Berpakaian

Ada 7 kategori aktivitas yang dinilai dalam instrument ini. Tiap kategori
diberi nilai 1 sampai 4 menurut kemampuan penderita. Nilai 1 bila penderita tidak
mampu melakukan aktivitas atau perlu bantuan penuh. Nilai 2 bila penderita
memerlukan bantuan parsial atau memodifikasi alat atau lingkungan untuk
melakukan aktivitas. Nilai 3 bila penderita mampu melakukan aktivitas tanpa
bantuan namun dengan rasa ketidaknyamanan atau nyeri. Nilai 4 bila penderita
mampu melakukan aktivitas sebagaimana orang normal. Dikatakan mempunyai
kemampuan penderita menurun bila jumlah nilainya lebih rendah dibandingkan
kelompok yang lain.7,8
Instrumen ini telah divalidasi di India dan memiliki konsistensi internal
yang baik (Cronbach’s alpha 0.85). FISH berkorelasi baik dengan HAQ (r = 0.90) dan berkorelasi sedang dengan skor klinis WFH atau PE scale (r = -0.68)
dan skor radiologis Pettersson (r = -0.44)8,9 Sebuah studi yang lain juga

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa FISH menpunyai korelasi yang siginifikan dengan derajat
defisit F VIII, skor radiologis (skor Pettersson) dan skor MRI sendi.22
Keunggulan FISH dibanding dengan instrumen lain seperti HAL atau
PedHAL adalah pada FISH kemampuan pasien dinilai secara objektif dimana
penderita diminta untuk melakukan aktivitas tertentu, sedangkan pada HAL dan
PedHAL penderita mengisi sendiri kuesioner tentang masalah atau kemampuan
penderita dalam melakukan aktivitas tertentu.7,8
Instrumen FISH ini dapat diandalkan, murah dan cukup sederhana
sehingga dapat dikerjakan oleh pegawai yang terlatih. Oleh karena itu instrumen
ini cocok digunakan pada negara yang sedang berkembang dengan keterbatasan
dokter ahli dan sarana diagnostik atau pencitraan yang canggih.10

Universitas Sumatera Utara

2.9. Kerangka Konseptual
Mutasi gen faktor
VIII dan faktor IX

Defisit faktor VIII
dan faktor IX
Hemofilia
A
Ringan,
sedang, berat
Hemofilia
B

Gangguan pembekuan
darah

HEMOFILIA
Atasi perdarahan
Transfusi produk
darah
Rehabilitasi
Edukasi

Terapi faktor
pengganti
Kemandirian hidup
sehari-hari
(Functional
independence score in
Hemophilia)
- Perawatan diri
- Perubahan posisi
- Lokomosi

KOMPLIKASI

Perdarahan
sendi
Reaksi inflamasi,
kerusakan sendi, atrofi
otot
Kecacatan

: Yang diamati dalam penelitian

Perdarahan intrakranial

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual
Infeksi virus

Universitas Sumatera Utara