Perbandingan Kemampuan Fungsional Anak Penderita Hemofilia dengan Anak yang Normal

(1)

TESIS

PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL

ANDY SANCE KOSMAN

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Judul Penelitian : Perbandingan Kemampuan

Fungsional Anak Penderita Hemofilia dengan Anak yang Normal

Nama Mahasiswa : Andy Sance Kosman

Program : Adaptasi

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K)

Anggota

Dr. Nelly Rosdiana, SpA(K)

Ketua Program Studi Ketua TKP-PPDS

Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)


(3)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk menperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepangjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2013


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 4 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ...

Anggota : 1. Dr. Nelly Rosdiana, SpA(K) ...

2. Dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) ...

3. Dr. Muhammad Ali, SpA(K) ...


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmatNya dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir program adaptasi Ilmu Kesehatan Anak di FK USU / RSUP H. Adam Malik.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), serta rektor sebelumnya Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK USU Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program adaptasi Dokter Spesialis Anak di FK USU. 2. Pembimbing utama Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) dan Dr. Nelly

Rosdiana, SpA(K) yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan saran yang amat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.


(6)

3. Penguji Dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K), Dr. Muhammad Ali, SpA(K) dan Prof. Dr. Nazar Moesbar, SpB, SpOT(K) yang telah memberi saran dan masukan dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK USU yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Teman-teman yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, ibu saya Linda Kosman, istri saya Monica Susanto, SE dan putri saya Audery Natasha Kosman, terima kasih atas pengertian, do’a dan dukungan selama mengikuti pendidikan ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2013


(7)

DAFTAR ISI

Lembaran Persetujuan Pembimbing ii

Lembaran Pernyataan iii

Ucapan Terima Kasih v

Daftar Isi vii

Daftar Gambar ix

Daftar Tabel x

Daftar Singkatan xi

Abstrak xii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum 3

1.4.2. Tujuan Khusus 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemofilia 4

2.2. Epidemiologi 5

2.3. Patofisiologi 5

2.4. Gejala Klinis dan Diagnosis 8

2.5. Talaksana 9

2.6. Komplikasi dan Prognosis 12

2.7. Penilaian Kemampuan Fungsional 14

2.7.1. Penilaian Kemampuan Fungsional penderita hemofilia 14 2.7.2. Functional Independence Score in Hemophilia 17

2.10 Kerangka Konseptual 19

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain 20

3.2. Tempat dan Waktu 20

3.3. Populasi dan Sampel 20

3.4. Perkiraan Besar Sampel 21

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi 22

3.5.2. Kriteria Eksklusi 22

3.6. Persetujuan / Informed Consent 22

3.7. Etika Penelitian 22

3.8. Cara Kerja 23

3.9. Alur Penelitian 24


(8)

3.11. Definisi Operasional 25 3.12. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 27

BAB 4. HASIL PENELITIAN 28

BAB 5. PEMBAHASAN 34

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 40

RINGKASAN 41

Daftar Pustaka 45 Lampiran

1. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua

2. Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan 3. Kuisioner Penelitian

4. Functional Independence Score in Hemophilia 5. Data penderita hemofilia

6. Data kontrol 7. Riwayat hidup


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kaskade pembekuan darah 7


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Functional Independence Score in Hemophilia 17 Tabel 4.1. Karakteristik sosiodemografik subjek penelitian 29 Tabel 4.2. Karakteristik dasar penderita hemofilia 30 Tabel 4.3. Kemampuan fungsional pada kelompok hemofilia

dan kontrol 32

Tabel 4.4 Hubungan kemampuan fungsional dengan karakteristik

penderita hemofilia 33


(11)

DAFTAR SINGKATAN

U Unit

IU International Unit

APTT Activated partial thromboplastin time PT Prothrombin time

DDAVP 1-deamino-8-arginine vasopressin FFP Fresh frozen plasma

F V Faktor V F VII Faktor VII F VIII Faktor VIII F IX Faktor IX F X Faktor X

vWF von Willebrand Factor

FISH Functional Independence Score in Hemophilia SF 36 Short Form of the Medical Outcome Study WOMAC Western Ontario McMaster Questionnaire HAQ Stanford Health Assessment Questionnaire HAL Hemophilia Activities List

PedHAL Pediatric Hemophilia Activities List WHO World Health Organization


(12)

ABSTRAK

Latar Belakang. Perdarahan sendi yang berulang pada penderita hemofilia menyebabkan kerusakan dan kecacatan sendi, sehingga mengganggu kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Penilaian fungsional ini dapat dilakukan dengan menggunakan instrument khusus seperti Functional Independence Score in Hemophilia (FISH)

Tujuan. Untuk menilai kemampuan fungsional anak penderita hemofilia dengan menggunakan instrumen FISH dibanding dengan anak yang normal.

Metode. Sebuah studi cross sectional dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan November dan Desember 2012 terhadap anak penderita hemofilia dan anak yang normal sebagai kontrol. Masing-masing kelompok dinilai kemampuan fungsionalnya dengan menggunakan instrumen FISH. Hasil kedua kelompok dibandingkan dengan menggunakan uji t independen dan uji korelasi Spearman.

Hasil. Empat puluh dua orang anak dimasukkan dalam studi ini (kelompok hemofilia n=21, kelompok kontrol n=21). Nilai FISH anak penderita hemofilia berbeda secara signifikan di aktivitas berpakaian, berdiri dari kursi, jongkok, jalan dan naik tangga. Dijumpai korelasi yang kuat antara kadar F VIII atau F IX, dan usia penderita dengan kemampuan fungsional anak penderita hemofilia.

Kesimpulan. Kemampuan fungsional anak penderita hemofilia lebih rendah dibanding dengan anak yang normal.


(13)

ABSTRACT

Background. Recurrent joint bleedings in hemophilia patients can lead to joint damage and disabilities, causing problems in daily living. Specialized instruments such as the Functional Independence Score in Hemophilia (FISH) can be used to assess the functional abilities of hemophila patients.

Objective. To compare the functional abilities of hemophilia patients using the FISH instrument with their normal peers.

Method. A cross-sectional study was conducted at the H. Adam Malik Hospital in November till December 2012 on children with hemophilia and their normal peers as control. Each group was assessed using the FISH instrument. We use t-independent test and Spearman correlation test to compare the results of hemophilia patients with their peers.

Results. A total of 42 children were enrolled in this study with 21 children in each group. FISH scores in hemophilia children were significantly lower compared to their normal peers in dressing, standing up from chair, squatting, walking and climbing stairs. There was a strong correlation between the level of F VIII and F IX, and the children’s age with the disability in hemophilia children.

Conclusion. The functional abilities of hemophilia children were poorer compared to their normal peers.


(14)

ABSTRAK

Latar Belakang. Perdarahan sendi yang berulang pada penderita hemofilia menyebabkan kerusakan dan kecacatan sendi, sehingga mengganggu kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Penilaian fungsional ini dapat dilakukan dengan menggunakan instrument khusus seperti Functional Independence Score in Hemophilia (FISH)

Tujuan. Untuk menilai kemampuan fungsional anak penderita hemofilia dengan menggunakan instrumen FISH dibanding dengan anak yang normal.

Metode. Sebuah studi cross sectional dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan November dan Desember 2012 terhadap anak penderita hemofilia dan anak yang normal sebagai kontrol. Masing-masing kelompok dinilai kemampuan fungsionalnya dengan menggunakan instrumen FISH. Hasil kedua kelompok dibandingkan dengan menggunakan uji t independen dan uji korelasi Spearman.

Hasil. Empat puluh dua orang anak dimasukkan dalam studi ini (kelompok hemofilia n=21, kelompok kontrol n=21). Nilai FISH anak penderita hemofilia berbeda secara signifikan di aktivitas berpakaian, berdiri dari kursi, jongkok, jalan dan naik tangga. Dijumpai korelasi yang kuat antara kadar F VIII atau F IX, dan usia penderita dengan kemampuan fungsional anak penderita hemofilia.

Kesimpulan. Kemampuan fungsional anak penderita hemofilia lebih rendah dibanding dengan anak yang normal.


(15)

ABSTRACT

Background. Recurrent joint bleedings in hemophilia patients can lead to joint damage and disabilities, causing problems in daily living. Specialized instruments such as the Functional Independence Score in Hemophilia (FISH) can be used to assess the functional abilities of hemophila patients.

Objective. To compare the functional abilities of hemophilia patients using the FISH instrument with their normal peers.

Method. A cross-sectional study was conducted at the H. Adam Malik Hospital in November till December 2012 on children with hemophilia and their normal peers as control. Each group was assessed using the FISH instrument. We use t-independent test and Spearman correlation test to compare the results of hemophilia patients with their peers.

Results. A total of 42 children were enrolled in this study with 21 children in each group. FISH scores in hemophilia children were significantly lower compared to their normal peers in dressing, standing up from chair, squatting, walking and climbing stairs. There was a strong correlation between the level of F VIII and F IX, and the children’s age with the disability in hemophilia children.

Conclusion. The functional abilities of hemophilia children were poorer compared to their normal peers.


(16)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hemofilia merupakan masalah kesehatan dunia karena merupakan bentuk gangguan koagulasi yang paling sering dijumpai setelah penyakit von Willebrand dan menyebabkan gangguan perdarahan kongenital yang paling parah.

Hemofilia adalah penyakit kelainan faktor pembekuan yang diturunkan secara X-linked reccessive, terjadi akibat pengurangan produksi salah satu faktor pembekuan, dan dapat dibagi menjadi hemofilia A (kekurangan faktor VIII) dan hemofilia B (kekurangan faktor IX). Secara klinis hemofilia dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu ringan, sedang dan berat.

1

Kelainan ini dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi sekitar 1 dalam 10 000 kelahiran hidup untuk hemofilia A dan 1 dalam 50 000 kelahiran hidup untuk hemofilia B.

2,3

Gejala klinis berupa perdarahan yang timbul secara spontan atau akibat trauma. Derajat keparahan perdarahan tergantung pada derajat kurangnya faktor pembekuan yang terlibat, dimana pada penderita hemofilia berat perdarahan masif dapat terjadi dan berakibat fatal.

1

4

Anak secara rutin datang ke rumah sakit untuk mendapatkan terapi pengganti faktor pembekuan dan mengatasi perdarahan yang terjadi. Kondisi ini merupakan keadaan serius yang dapat mempengaruhi kondisi hidup anak sehari-hari.

Penanganan hemofilia mencakup berbagai disiplin ilmu dan melibatkan berbagai pihak. Perdarahan yang berulang dalam sendi dapat mengakibatkan


(17)

kerusakan sendi dan merupakan penyebab morbiditas utama pada penderita hemophilia. Oleh karena itu penilaian kemampuan fisik, kondisi sendi, dan kemampuan fungsional yaitu kemampuan penderita melakukan kegiatan sehari-hari penderita sangat diperlukan.6 Penilaian ini dapat dilakukan oleh petugas kesehatan dan keluarga dengan menggunakan perangkat penilaian khusus, sehingga perawatan penderita dapat dimaksimalkan.

Salah satu instrumen penilaian yang dapat digunakan adalah Functional Independence Score in Hemophilia (FISH) yaitu suatu instrumen penilaian berdasarkan kemampuan penderita dalam melakukan berbagai kegiatan sehari-hari yang dinilai secara objektif. Instrumen ini dikembangkan dan divalidasi di India dengan hasil yang baik.

7

8,9

Instrumen ini juga cukup sederhana sehingga cocok digunakan di negara yang sedang berkembang dimana fasilitas dan tenaga kesehatan sering terbatas.10

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan : Bagaimana perbandingan kemampuan fungsional anak penderita hemofilia dengan anak yang normal?

1.3. Hipotesis

Ada perbedaan kemampuan fungsional antara anak penderita hemofilia dengan anak yang normal.


(18)

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum : Menilai kemampuan fungsional anak penderita hemofilia dan membandingkannya dengan anak yang normal dengan menggunakan instrumen FISH.

1.4.2. Tujuan Khusus : Membandingkan kemampuan fungsional anak penderita hemofilia berdasarkan karakteristik anak penderita hemofilia.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah : Meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai pengaruh hemofilia terhadapan kemampuan fungsional penderita sehingga dapat dilakukan usaha peningkatan kualitas hidup terhadap anak yang menderita hemofilia.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui dampak hemofilia terhadapan kemampuan fungsional anak, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap anak maupun anggota keluarga penderita tersebut.

3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan kontribusi ilmiah mengenai pengaruh hemofilia terhadap kemampuan fungsional anak.


(19)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemofilia

Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang diturunkan, berasal dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya mencintai atau suka. Walaupun sebenarnya maknanya tidak sesuai, namun kata hemofilia tetap dipakai.

Kelainan perdarahan yang diturunkan pertama kali didokumentasikan di abad kedua oleh Kerajaan Babilonia.

1

2

Namun baru pada abad ke 18 dilaporkan adanya kemungkinan basis genetik untuk kelainan perdarahan ini dan mulai tahun 1950an transfusi fresh frozen plasma (FFP) digunakan. Pada tahun 1980an teknik rekombinan DNA untuk menproduksi faktor VIII (F VIII) dan faktor IX (F IX) mulai diterapkan.

Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana pada hemofilia A terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic factor), sedangkan pada hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas factor). Hemofilia A mencakup 80-85% dari keseluruhan penderita hemofilia.

1

Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan, hemofilia sedang dan hemofilia berat berdasarkan derajat kekurangan faktor pembekuan yang bersangkutan.

3,4

5


(20)

Hemofilia tersebar di seluruh ras di dunia dengan prevalensi sekitar 1 dalam 10 000 penduduk untuk hemofilia A dan 1 dalam 50 000 penduduk untuk hemofilia B.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of Hemophilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat 257 182 penderita kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125 049 penderita hemofilia A dan 25 160 penderita hemofilia B. Penderita hemofilia mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan perdarahan. Penyakit von Willebrand merupakan jenis kelainan perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia yaitu sebesar 39.9%.

1

Di Indonesia, berdasarkan survei tersebut di atas, terdapat 334 orang penderita hemofilia A, 48 orang penderita hemofilia B dan 1006 orang penderita hemofilia yang belum ditentukan jenisnya.

11

11

2.3. Patofisiologi

Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.

Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von


(21)

Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.3,12

Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.

Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.

5


(22)

Gambar 2.1 Kaskade pembekuan darah

PK: Prekallikrein, HK: High molecular weight kininogen, TF: Tissue factor, PTT: Partial Prothrombin time, PT: Prothrombin time

3

Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian.15


(23)

Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika Serikat menemukan bahwa 5 di antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah wanita.16

2.4. Gejala Klinis dan Diagnosis

Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu perdarahan yang sukar berhenti. Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan (konsentrasi FVIII dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%), hemofilia sedang (konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-0.5 IU/mL atau 1-5%) dan hemofilia berat (konsentrasi FVIII dan F IX di bawah 0.01 IU/mL atau di bawah 1%)1,3

Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam.

Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.

1,3


(24)

Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat keluarga dengan gangguan perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu juga mendukung ke arah hemofilia.15

Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada hemofilia A dan B. Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa pembekuan dan masa thromboplastin parsial teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa pembekuan thromboplastin abnormal. Masa perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya normal.

4

Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda gen hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat digunakan untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan hemofilia B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX.

Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa kadar F VIII yang bisa di bawah normal, analisis mutasi gen hemofilia atau rasio F VIII dengan antigen faktor von Willebrand (FVIII/vWF:Ag ratio) yang kurang dari 1. Sedangkan wanita pembawa sifat hemofilia B dapat diketahui melalui aktivitas F IX yang dapat menurun atau pemeriksaan genetik.

5


(25)

Diagnosis banding hemofilia adalah penyakit von Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain seperti FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen, atau kelainan trombosit seperti Glanzmann trombastenia.2

2.5. Tatalaksana

Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada sendi, edukasi dan dukungan psikososial bagi penderita dan keluarganya.

Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE (rest, ice, compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang dingin, kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan meninggikan daerah perdarahan. Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam 2 jam setelah perdarahan.

4,15

Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg) x kadar yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam untuk hemofilia B.

4,15

4

Kadar F VIII atau IX yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan dimana untuk perdarahan sendi, otot, mukosa mulut dan hidung kadar 30-50% diperlukan. Perdarahan saluran cerna, saluran kemih, daerah retroperitoneal dan susunan saraf pusat maupun trauma dan tindakan operasi dianjurkan kadar 60-100%.15


(26)

Lama pemberian tergantung pada beratnya perdarahan atau jenis tindakan. Untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5 hari, sedangkan operasi atau laserasi luas diberikan 7-14 hari. Untuk rehabilitasi seperti pada hemarthrosis dapat diberikan lebih lama lagi.4

Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu kantung kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII. Demikian juga dengan obat antifibrinolitik seperti asam epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat. Aspirin dan obat antiinflamasi non steroid harus dihindari karena dapat mengganggu hemostasis.

4,15

Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan secara kepada penderita hemofilia berat dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi. WHO dan WFH merekomendasikan profilaksis primer dimulai pada usia 1-2 tahun dan dilanjutkan seumur hidup. Profilaksis diberikan berdasarkan Protokol Malmö yang pertama kali dikembangkan di Swedia yaitu pemberian F VIII 20-40 U/kg selang sehari minimal 3 hari per minggu atau F IX 20-40 U/kg dua kali per minggu.

Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang, desmopressin (1-deamino-8-arginine vasopressin, DDAVP) suatu anolog vasopressin dapat digunakan untuk meningkatkan kadar F VIII endogen ke dalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan untuk hemofilia berat. Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga obat ini merangsang pengeluaran vWF dari tempat simpanannya (Weibel-Palade bodies) sehingga menstabilkan F VIII di plasma. DDAVP dapat diberikan secara intravena, subkutan atau intranasal.

1,17


(27)

Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolah raga rutin, memakai peralatan pelindung yang sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak fisik. Berat badan harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena berat badan yang berlebih memperberat arthritis.15,18 Kebersihan mulut dan gigi juga harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan sebagaimana anak normal terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur subkutan, bukan intramuskular. Pihak sekolah sebaiknya diberitahu bila seorang anak menderita hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan.

Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik merupakan hal yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu diberikan kepada penderita dan keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia itu sendiri, terapi dan prognosis, pola keturunan, deteksi pembawa sifat dan implikasinya terhadap masa depan penderita dan pembawa sifat. Deteksi hemofilia pada janin dapat dilakukan terutama bila jenis mutasi gen sudah diketahui. Sampel dapat diperoleh melalui tindakan sampling villus khorionik atau amnionsintesis.

15

1,5

2.6. Komplikasi dan Prognosis

Sampai sekarang masih belum jelas mengapa perdarahan sendi atau hemarthrosis sering terjadi pada penderita hemofilia, namun diduga bahwa hal ini disebabkan oleh rendahnya ekspresi tissue factor di jaringan sinovial sehingga perdarahan mudah terjadi. Darah dan deposit besi dalam sendi mengiritasi sinovium dan merangsang reaksi inflamasi dalam sendi. Sinovitis kronis ini menyebabkan


(28)

pertumbuhan jaringan sinovium yang penuh dengan pembuluh darah yang rapuh dan rawan terhadap perdarahan berikutnya, sehingga menciptakan suatu siklus setan. Sendi yang mengalami perdarahan berulang ini disebut sebagai sendi target. Hasil akhirnya adalah suatu arthropati hemofilik dimana sendi menjadi kaku, terjadi deformitas permanen, misalignment, perbedaan panjang anggota gerak serta hipotrofi otot yang berdekatan. Cacat sendi ini merupakan salah satu morbiditas penderita hemofilia yang utama.

Perdarahan intrakranial merupakan penyebab kematian utama penderita hemofilia. Studi di Inggris menunjukkan bahwa 34% kematian penderita hemofilia disebabkan oleh perdarahan ini, terutama di usia balita dimana 11 dari 13 kematian karena perdarahan intrakranial.

5

19

Seumur hidupnya risiko perdarahan intrakranial pada seorang penderita hemofilia sebesar 2-8% dengan tingkat kematian 30%.

Perdarahan otot terutama terjadi di otot paha, betis, dinding perut bagian posterior dan bokong. Tekanan akibat perdarahan otot ini dapat mengakibatkan neuropati seperti neuropati nervus femoralis akibat perdarahan ileospoas. Nekrosis iskhemik dan kontraktur merupakan efek perdarahan otot lainnya.

2

Penularan penyakit seperti hepatitis C dan HIV melalui transfusi produk darah dan faktor pengganti merupakan masalah besar terutama pada tahun 1980 an. Upaya penapisan yang lebih baik saat ini telah sangat mengurangi risiko penularan tersebut, meskipun penularan Parvovirus B19 dan penyakti Creutzfeld-Jacob masih sulit dihindari. Kemajuan teknologi telah memungkinkan diproduksi


(29)

faktor pengganti yang bebas dari risiko penularan penyakit tersebut dengan teknik rekombinan DNA.

Pembentukan antibodi atau inhibitor F VIII dapat timbul pada sekitar 20% penderita hemofilia A. Adanya inhibitor ini perlu dicurigai bila seorang penderita tidak menunjukkan penyembuhan yang diharapkan meski telah diberi faktor pengganti dengan dosis yang cukup. Dalam hal ini dosis F VIII harus dinaikkan atau diberikan F VIIa untuk memotong jalur koagulasi.

4,5

Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat pada usia 35, 55 dan 75 tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median usia harapan hidup 63 tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori usia yang sama adalah 96%, 88% dan 49% dengan median usia harapan hidup 75 tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup rerata pria di Inggris adalah 97%, 92% dan 59% dengan median usia harapan hidup 78 tahun.

4

19

2.7. Penilaian Kemampuan Fungsional

2.7.1. Penilaian kemampuan fungsional pada penderita hemofilia

Kemampuan fungsional adalah kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas tertentu dan hal ini sangat dipengaruhi oleh kerusakan sendi yang banyak dialami oleh penderita hemofilia.6 Perdarahan berulang secara spontan atau disertai trauma ringan di sendi dan otot pada penderita hemofilia mengakibatkan kelainan sendi kronis dan kecacatan. Meski dengan kemajuan tatalaksana hemofilia dan pemberian faktor pengganti yang agresif, arthritis kronis dan kecacatan muskuloskeletal belum dapat dihindari. Program profilaksis faktor pengganti yang


(30)

diberikan pada usia muda dapat mencegah kecacatan ini, dan telah dipraktekkan di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Namun regimen profilaksis ini sangat mahal dimana faktor pengganti diberikan tiga kali dalam seminggu selama bertahun-tahun.

Di negara yang sedang berkembang, prioritas kesehatan ditujukan pada nutrisi, sanitasi, pencegahan penyakit menular dan kebutuhan kesehatan dasar lainnya. Penyakit yang langka seperti hemofilia sering kali terabaikan akibat kurangnya pengetahuan tentang hemofilia itu sendiri, keterbatasan dana, tidak tersedianya faktor pengganti, keterbatasan fasilitas pendukung diagnosis dan pusat pengobatan yang dapat memberikan pengobatan yang komprehensif.

6,10

Akibatnya kerusakan sendi dan kecacatan muskuloskeletal pada penderita hemofilia di negara yang sedang berkembang hampir selalu terjadi. Studi di India menunjukkan bahwa hanya 9 dari 148 orang penderita hemofilia yang bebas kecacatan. Persentase kecacatan ini meningkat sejalan dengan meningkatnya usia penderita dimana semua penderita dewasa menderita kecacatan.

10,20

21

Penilaian tentang kualitas hidup dan kemandirian hidup sehari-hari penderita hemofilia harus menjadi bagian dari tatalaksana penderita hemofilia sehingga penanganan dapat dioptimalisasi.

Penilaian sendi pada penderita hemofilia mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950an dengan pemeriksaan radiologis terutama pada sendi lutut, siku dan pergelangan kaki. Skor radiologis oleh Petersson diadopsi oleh WFH menjadi bagian dari standar pemantauan jangka panjang penderita hemofilia. Namun pemeriksaan radiologis ini tidak sensitif pada sendi dengan kerusakan minimal


(31)

sehingga sekarang ini magnetic resonance imaging (MRI) yang dianjurkan untuk mendeteksi kelainan sendi. Walaupun demikian hubungan perubahan minimal pada MRI atau skor radiologis dengan fungsional sendi dan muskuloskeletal secara keseluruhan masih belum jelas.

Kurangnya korelasi hasil radiologis dengan fungsi sendi, serta bahaya radiasi sinar X pada anak mendorong dikembangkannya metode penilaian berdasarkan klinis, antara lain Physical Examination (PE) scale oleh badan WFH. Yang dinilai adalah range of movement (ROM), pembengkakan, krepitus, wasting, instabilitas dan deformitas aksial pada 6 sendi utama. Kekurangan skala ini adalah kurang akurat di kalangan anak dan tidak menilai kekuatan otot.

6

Beberapa instrumen untuk menilai kemandirian hidup sehari-hari penderita kelainan muskuloskeletal telah tersedia, seperti Short Form of the Medical Outcome Study (SF 36) untuk penyakit secara general, Western Ontario McMaster Questionnaire (WOMAC) untuk penderita osteoarthritis dan Stanford Health Assessment Questionnaire (HAQ) untuk arthritis rheumatoid juvenile. Khusus untuk penderita hemofilia sendiri instrumen yang dapat digunakan antara lain Haemophilia Activities List (HAL) dan versi anak-anaknya (PedHAL) serta Functional Independence Score in Hemophilia (FISH).

6

6,7

2.7.2. Functional Independence Score in Hemophilia (FISH)

FISH adalah instrumen penilaian dimana kemampuan fungsional individu dinilai secara objektif yang dikembangkan di India oleh Poonnoose dkk. Berbagai aktivitas yang dinilai dapat dilihat di Tabel 2.1. Aktivitas-aktivitas ini merupakan


(32)

pilihan dari staf ahli dan penderita hemofilia yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari penderita.

Tabel 2.1 Functional Independence Score in Hemophilia (FISH) 8,9

Perawatan diri

8

Perubahan posisi Gerakan

Makan dan perawatan diri

Kursi Jalan

Mandi Jongkok Naik tangga

Berpakaian

Ada 7 kategori aktivitas yang dinilai dalam instrument ini. Tiap kategori diberi nilai 1 sampai 4 menurut kemampuan penderita. Nilai 1 bila penderita tidak mampu melakukan aktivitas atau perlu bantuan penuh. Nilai 2 bila penderita memerlukan bantuan parsial atau memodifikasi alat atau lingkungan untuk melakukan aktivitas. Nilai 3 bila penderita mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan namun dengan rasa ketidaknyamanan atau nyeri. Nilai 4 bila penderita mampu melakukan aktivitas sebagaimana orang normal. Dikatakan mempunyai kemampuan penderita menurun bila jumlah nilainya lebih rendah dibandingkan kelompok yang lain.

Instrumen ini telah divalidasi di India dan memiliki konsistensi internal yang baik (Cronbach’s alpha 0.85). FISH berkorelasi baik dengan HAQ (r = -0.90) dan berkorelasi sedang dengan skor klinis WFH atau PE scale (r = -0.68) dan skor radiologis Pettersson (r = -0.44)

7,8

8,9


(33)

menunjukkan bahwa FISH menpunyai korelasi yang siginifikan dengan derajat defisit F VIII, skor radiologis (skor Pettersson) dan skor MRI sendi.

Keunggulan FISH dibanding dengan instrumen lain seperti HAL atau PedHAL adalah pada FISH kemampuan pasien dinilai secara objektif dimana penderita diminta untuk melakukan aktivitas tertentu, sedangkan pada HAL dan PedHAL penderita mengisi sendiri kuesioner tentang masalah atau kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas tertentu.

22

Instrumen FISH ini dapat diandalkan, murah dan cukup sederhana sehingga dapat dikerjakan oleh pegawai yang terlatih. Oleh karena itu instrumen ini cocok digunakan pada negara yang sedang berkembang dengan keterbatasan dokter ahli dan sarana diagnostik atau pencitraan yang canggih.

7,8


(34)

2.9. Kerangka Konseptual

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

HEMOFILIA

KOMPLIKASI Terapi faktor pengganti Kemandirian hidup sehari-hari (Functional

independence score in Hemophilia)

- Perawatan diri - Perubahan posisi - Lokomosi Atasi perdarahan Transfusi produk darah Rehabilitasi Edukasi Gangguan pembekuan darah Mutasi gen faktor VIII dan faktor IX

Defisit faktor VIII dan faktor IX Hemofilia A Hemofilia B Ringan, sedang, berat Infeksi virus Kecacatan Perdarahan sendi Reaksi inflamasi, kerusakan sendi, atrofi

otot


(35)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang menilai perbedaan kemampuan fungsional anak penderita hemofilia dibanding dengan anak yang normal.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di poliklinik Divisi Hematologi-Onkologi Anak dan di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak yang berusia di bawah 18 tahun yang menderita hemofilia dan anak yang normal. Populasi terjangkau adalah populasi target yang datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.


(36)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus sampel untuk dua populasi independen,yaitu :

n 24

1 = n2= (Zα√2PQ + Zß √P1Q1 + P2Q2) (P

2

1 – P2) n = jumlah subjek

2

Zα = deviat baku normal untuk α = 1.96

P

= 0.842

1 = prevalensi kelompok anak penderita hemofilia = 0.01% = 0.0001

P

1,2

2

Q

= insidens efek pada kelompok tanpa faktor risiko = 30% = 0.3001

1 = 1 - P1

Q

= 1 – 0.0001 = 0.9999

2 = 1 – P2

P = ½ (P

= 1 – 0.3001 = 0.6499

1+P2

Q = 1 – P = 0.8499 ) = 0.1501

Dengan menggunakan rumus di atas maka didapat jumlah sampel untuk masing-masing kelompok sebanyak 21 orang.


(37)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Anak berusia 4 sampai 18 tahun yang menderita semua jenis hemofilia dan anak normal yang tidak menderita hemofilia

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak menderita gangguan fungsi kognitif yang menimbulkan keterbatasan kemampuan dalam penelitian ini.

2. Anak yang menderita retardasi mental.

3. Anak dengan penyakit keganasan.

4. Anak dengan kecacatan sendi lainnya yang bukan disebabkan oleh hemofilia

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua sampel penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu. Formulir penjelasan terlampir dalam usulan penelitian ini.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(38)

3.8. Cara Kerja

1. Orang tua dan anak diberikan penjelasan dan informed consent yang menyatakan setuju mengikuti penelitian ini.

2. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuisioner.

3. Anak yang menderita semua jenis hemofila dimasukkan sebagai kelompok kasus, sedangkan anak normal disesuaikan umur dan jenis kelaminnya dimasukkan sebagai kelompok kontrol.

4. Masing-masing anak diminta melakukan aktivitas-aktivitas yang ada di dalam instrumen FISH dan dinilai kemampuan anak tersebut dalam melakukannya.

5. Berdasarkan hasil jawaban kuisioner dilakukan penilaian kemampuan fungsional pada kelompok kasus dan kontrol.

6. Data dimasukkan dalam tabel, kemudian dianalisis lebih lanjut.

7. Anak dengan hasil kuisioner yang menunjukkan gangguan kemampuan fungsional yang signifikan akan ditindaklanjuti dengan rujukan ke ahli bedah orthopedik.


(39)

3.9. Alur Penelitian

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Status hemofilia Nominal

Variabel tergantung Skala

Kemampuan fungsional Numerik

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Anak penderita Hemofilia

Anak yang normal

Penilaian kemampuan fungsional dengan FISH


(40)

3.11. Definisi Operasional

1. Hemofilia adalah penyakit kelainan mutasi gen faktor koagulasi yang diturunkan, terjadi akibat pengurangan produksi faktor koagulasi yang menyebabkan gangguan koagulasi dan perdarhan.

2. Hemofilia A adalah hemofilia yang terjadi akibat pengurangan sintesis faktor VIII.

3. Hemofilia B adalah hemofilia yang terjadi akibat pengurangan sintesis faktor IX.

4. Hemofilia berat adalah hemofilia dimana konsentrasi faktor VIII atau IX di bawah 0.01 IU/mL atau di bawah 1% sehingga perdarahan spontan dan masif dapat terjadi.

5. Hemofilia sedang adalah hemofilia dimana konsentrasi faktor VIII atau IX 0.01-0.05 IU/mL atau 1-5% dimana terjadi perdarahan spontan atau setelah trauma ringan.

6. Hemofilia ringan adalah hemofilia dimana konsentrasi faktor VIII atau IX 0.05-0.40 IU/mL atau 5-40% dimana perdarahan terjadi setelah tindakan operasi atau trauma sedang berat.

7. Kemampuan fungsional adalah kemampuan fisik seseorang dalam melakukan aktivitas tertentu yang dinilai dengan instrumen penilaian.

8. Functional Independence Score in Hemophilia (FISH) adalah suatu instrumen yang menilai kemampuan penderita hemofilia dalam melakukan aktivitas tertentu yaitu makan dan perawatan diri, mandi, berpakaian, berdiri dari kursi dan jongkok, berjalan dan naik tangga. Masing-masing aktivitas diberi nilai 1


(41)

sampai 4. Nilai 1 bila penderita tidak dapat melakukan aktivitas. Nilai 2 bila penderita perlu bantuan parsial atau modifikasi alat atau lingkungan untuk melakukan aktivitas. Nilai 3 bila penderita dapat melakukan aktivitas tapi dengan ketidaknyamanan atau rasa nyeri. Nilai 4 bila penderita dapat melakukan aktivitas sebagaimana orang normal. Dikatakan mempunyai kemampuan penderita menurun bila jumlah nilainya lebih rendah dibandingkan kelompok yang lain.

13. Anak yang normal adalah kelompok anak yang tidak menderita hemofilia dengan usia dan jenis kelamin yang sama dengan kelompok anak penderita hemofilia, yang tidak menderita gangguan kognitif atau retardasi mental, tidak menderita penyakit keganasan atau menderita kecacatan sendi.

14. Anak dengan retardasi mental adalah anak dengan fungsi intelektual umum yang signifikan di bawah rata-rata yang berakibat atau berkaitan dengan hendaya tingkah laku adaptif, dan muncul selama periode perkembangan sebelum berusia 18 tahun

15. Anak dengan keganasan adalah anak yang menderita segala bentuk penyakit keganasan.


(42)

3.12. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data yang terkumpul dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak dengan tingkat kemaknaan P < 0.05. Untuk melihat perbedaan kemampuan fungsional anak penderita hemofilia dengan anak yang normal digunakan uji t independen. Untuk menilai hubungan kemampuan fungsional anak penderita hemofilia dengan karakteristik anak penderita hemofilia digunakan uji korelasi Spearman.


(43)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

Dilakukan penilaian kemampuan fungsional dengan instrumen FISH terhadap 21 orang anak penderita hemofilia dan 21 orang anak normal sebagai kontrol. Anak-anak penderita hemofilia ini terdiri dari penderita yang datang berobat ke Poli Hematologi-onkologi Anak atau yang dirawat di bangsal anak RSUP H. Adam Malik Medan, penderita yang hadir dalam acara perkumpulan penderita hemofilia medan. Sedangkan anak sebagai kontrol terdiri dari pasien rawat jalan Poli Anak RSUP H. Adam Malik Medan, anak atau keponakan dokter peserta pendidikan spesialis anak di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Rerata usia sampel di kelompok hemofilia adalah 111.8 bulan, sedangkan di kelompok kontrol adalah 113.4 bulan. Semua sampel berjenis kelamin laki-laki. Tingkat pendidikan kelompok hemofilia yang terbanyak adalah tingkat sekolah dasar (38.1%). Suku kelompok hemofilia yang terbanyak adalah suku batak (33.3%). Pendidikan dan pekerjaan ayah yang terbanyak dalam kelompok ini adalah SMA (76.2%) dan pegawai (33.3%). Selengkapnya karakteristik sampel penelitian dapat dilihat di Tabel 4.1 berikut ini.


(44)

Tabel 4.1. Karakteristik sosiodemografik subjek penelitian

Karakteristik Hemofilia

n = 21

Non-hemofilia n = 21

Usia (bulan), rerata (SD) 111.8 (49.05) 113.4 (50.38)

Pendidikan, n (%)

- Taman kanak kanak 7 (33.3) 4 (19.0)

- Sekolah dasar 8 (38.1) 11 (52.4)

- Sekolah menengah pertama 4 (19.0) 4 (19.0)

- Sekolah menengah atas 2 (9.5) 2 (9.5)

Tempat tinggal, n (%)

- Medan 11 (52.4) 18 (85.7)

- Luar Medan 10 (47.6) 3 (14.3)

Usia ayah (tahun), rerata (SD) 42.3 (8.78) 41.7 (8.51)

Suku ayah, n (%)

- Jawa 4 (19.0) 4 (19.0)

- Batak 7 (33.3) 6 (28.6)

- Mandailing 3 (14.3) 6 (28.6)

- China 4 (19.0) 2 (9.5)

- Lainnya 3 (14.3) 3 (14.3)

Pendidikan ayah, n (%)

- Sekolah menengah pertama 4 (19.0) 0

- Sekolah menengah atas 16 (76.2) 2 (9.5)

- Sarjana 1 (4.8) 19 (90.5)

Pekerjaan ayah

- Wiraswasta 6 (28.6) 6 (28.6)

- Petani 3 (14.3) 0

- Pegawai 7 (33.3) 12 (57.1)

- Lainnya 5 (23.8) 3 (14.3)

Usia ibu (tahun), rerata (SD) 37.7 (8.91) 37.2 (7.34)

Suku ibu, n (%)

- Jawa 3 (14.3) 1 (4.8)

- Batak 6 (28.6) 6 (28.6)

- Mandailing 6 (28.6) 7 (33.3)

- China 4 (19.0) 2 (9.5)

- Lainnya 2 (5.5) 5 (23.8)

Pendidikan ibu, n (%)

- Sekolah dasar 1 (4.8) 0

- Sekolah menengah pertama 10 (47.6) 0

- Sekolah menengah atas 7 (33.3) 4 (19.0)


(45)

Dalam studi ini dijumpai 20 orang penderita hemofilia A (95.2%) dan 1 orang penderita hemofilia B (4.8%). Dua pertiga penderita hemofilia tergolong hemofilia ringan, 2 orang (9.5%) penderita hemofilia sedang dan 5 orang (23.8%) hemofilia berat. Rerata kadar F VIII dan IX adalah 16%. Riwayat keluarga penderita hemofilia dijumpai pada 15 penderita (71.4%), baik berupa saudara kandung (57.1%) maupun keluarga lainnya (33.3%).

Manifestasi perdarahan pertama pada penderita hemofilia ringan muncul pada rerata usia 31.5 minggu, sedangkan pada penderita hemofilia sedang 20 minggu dan hemofilia berat 4.2 minggu. Terdapat jeda waktu yang cukup lama antara saat perdarahan pertama muncul sampai diagnosis ditegakkan yaitu rerata 43.5 bulan

Manifestasi perdarahan yang paling banyak dijumpai adalah berupa hematoma dan perdarahan gusi. Perdarahan sendi dialami oleh 85.7% penderita dengan sendi lutut kanan yang paling banyak terlibat (57.1 %).

Umumnya penderita datang ke rumah sakit bila menderita perdarahan gusi atau epistaksis yang berat sehingga membutuhkan terapi faktor pengganti. Sebagian besar penderita (75.1%) dirawat inap kurang dari 1 kali dalam setahun. Hanya 6 penderita (28.5%) yang mendapatkan faktor pengganti lebih dari 1 kali/tahun.


(46)

Tabel 4.2 Karakteristik dasar penderita hemofilia

Karakteristik Hemofilia

n = 21 Jenis hemofilia, n (%)

- Hemofilia A 20 (95.2)

- Hemofilia B 1 (4.8)

Usia perdarahan pertama (bulan), rerata (SD) 23.9 (22.61)

Usia saat diagnosis (bulan), rerata (SD) 67.4 (51.73)

Keparahan hemofilia, n (%)

- Ringan 14 (66.7)

- Sedang 2 (9.5)

- Berat 5 (23.8)

Kadar F VIII atau IX (%), rerata (SD) 16.0 (12.87)

Saudara kandung penderita hemofilia, n (%) 12 (57.1)

Riwayat keluarga lain penderita hemofilia, n (%) 7 (33.3)

Pucat, n (%) 4 (19.0)

Jenis dan lokasi perdarahan, n (%)

- Hematoma 21 (100)

- Hematuria 1 (4.8)

- Melena 0 (0)

- Gusi 20 (95.2)

- Epistaksis 14 (66.7)

- Sendi 18 (85.7)

- Otot 5 (23.8)

Lokasi sendi yang terlibat, n (%)

- Siku kiri 4 (19.0)

- Siku kanan 7 (33.3)

- Lutut kiri 9 (42.9)

- Lutut kanan 12 (57.1)

- Pergelangan kaki kiri 0 (0)

- Pergelangan kaki kanan 2 (9.5)

Frekuensi opname, n (%)

- Tidak pernah 3 (14.3)

- Kurang dari 1 kali/tahun 15 (71.4)

- 1-3 kali/tahun 3 (14.3)

Frekuensi mendapat faktor pengganti, n (%)

- Tidak pernah 3 (14.3)

- Kurang dari 1 kali/tahun 12 (57.1)

- 1-3 kali/tahun 4 (19.0)


(47)

Dijumpai perbedaan yang signifikan kemampuan fungsional antara kelompok hemofilia dengan anak yang sehat, dimana nilai FISH lebih rendah pada kelompok hemofilia. Kemampuan penderita hemofilia dalam melakukan aktivitas sehari-hari lebih rendah dibanding dengan anak yang sehat.

Dari antara aktivitas-aktivitas yang dinilai dalam FISH, aktivitas berpakaian, berdiri dari kursi, jongkok, jalan dan naik tangga yang berbeda secara signifikan pada kelompok hemofilia dibandingkan dengan kelompok kontrol. Aktivitas jongkok dan naik tangga merupakan aktivitas yang paling terpengaruh.

Tabel 4.3 Kemampuan fungsional pada kelompok hemofilia dan kontrol

Aktivitas FISH

Hemofilia (n = 21)

Kontrol (n = 21)

IK 95% P

Makan dan perawatan diri

3.8 (0.51) 4.0 (0) -0.425 ; 0.425 0.104

Mandi 3.7 (0.64) 4.0 (0) -0.578 ; 0.007 0.055

Berpakaian 3.6 (0.65) 4.0 (0) -0.633 ; -0.337 0.031

Kursi 3.5 (0.67) 4.0 (0) -0.736 ; -0.120 0.009

Jongkok 3.1 (1.06) 4.0 (0) -1.340 ; -0.37 0.001

Jalan 3.6 (0.58) 4.0 (0) -0.649 ; -0.112 0.008

Naik tangga 3.1 (1.06) 4.0 (0) -1.340 ; -0.37 0.001

Total 24.6 (4.79) 28 (0) -5.518 ;-1.148 0.005

Uji t-independen

Kadar F VIII atau F IX anak penderita hemofilia memiliki hubungan yang signifikan dan kuat dengan kemampuan fungsionalnya (P = 0.013, r = 0.532) dimana semakin rendah kadar F VIII atau F IX semakin menurun kemampuan fungsional anak tersebut.


(48)

Usia penderita memiliki hubungan yang kuat dengan kemampuan fungsional penderita (r = -0.594) dengan pola negatif, berarti dengan meningkatnya usia penderita, kemampuan fungsionalnya semakin menurun.

Jumlah sendi yang terlibat memiliki hubungan yang sedang dan berpola negatif dengan kemampuan fungsional penderita (r = -0.408). Namun secara statistik, hubungan ini tidak signifikan (P= 0.066)

Frekuensi rawat inap dan frekuensi mendapatkan faktor pengganti tidak berhubungan dengan kemampuan fungsional penderita.

Tabel 4.4 Hubungan kemampuan fungsional dengan karakteristik penderita hemofilia

Karakteristik r P

Kadar F VIII atau F IX 0.532 0.013

Usia penderita -0.594 0.005

Jumlah sendi yang terlibat -0.408 0.066

Frekuensi rawat inap 0.064 0.784

Frekuensi faktor pengganti 0.060 0.797


(49)

BAB 5. PEMBAHASAN

Hemofilia merupakan penyakit gangguan perdarahan yang diturunkan yang terbanyak kedua di dunia setelah penyakit von Willebrand. Menurut survey oleh WFH pada tahun 2010 terdapat 257 182 penderita kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125 049 penderita hemofilia A dan 25 160 penderita hemofilia B. Di Indonesia, terdapat 334 orang penderita hemofilia A, 48 orang penderita hemofilia B dan 1006 orang penderita hemofilia yang belum ditentukan jenisnya.11 Secara umum prevalensi hemofilia A adalah 1:10 000 kelahiran hidup dan hemofilia B 1: 50 000 kelahiran hidup.1

Rerata usia penderita hemofilia dalam penelitian ini adalah 111.8 bulan. Dalam survey WFH tahun 2010 populasi penderita hemofilia yang berusia di bawah 18 tahun adalah sekitar 32.8%, populasi yang terbesar adalah yang berusia 19-44 tahun sebesar 43.3%. Ada kecenderungan populasi anak yang lebih besar di negara yang sedang berkembang dibandingkan dengan negara yang berkembang.

Dalam penelitian ini dijumpai 20 orang penderita hemofilia A (95.2%) dan 1 orang (4.8%) saja penderita hemofilia B.

11

Hal ini mungkin disebabkan oleh angka harapan hidup penderita hemofilia rendah di negara yang sedang berkembang dan kebanyakan anak penderita hemofilia meninggal dunia sebelum mencapai usia dewasa.26,27

Berdasarkan tingkat keparahannya, 66.7% penderita hemofilia adalah hemofilia ringan, disusul dengan hemofilia berat 23.8% dan sedang 9.5%. Berbeda dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa sebagian besar (50-70%)


(50)

penderita hemofilia A adalah penderita hemofilia berat, sedangkan penderita hemofilia ringan dan sedang masing-masing 15-30%.

Rerata usia saat pertama sekali terjadi perdarahan dalam studi ini adalah 31.5 minggu untuk hemofilia ringan, 20 minggu untuk hemofilia sedang dan 4.2 minggu untuk hemofilia berat. Onset perdarahan penderita hemofilia ringan dalam studi ini lebih awal bila dibanding dengan kepustakaan dimana onset perdarahan untuk hemofilia ringan adalah 2 tahun atau lebih, sedangkan untuk hemofilia sedang adalah 1-2 tahun dan hemofilia berat di bawah 1 tahun.

3,5

3

Terdapat jeda waktu yang cukup lama yaitu rerata 43.5 bulan antara saat perdarahan pertama muncul sampai diagnosis ditegakkan pada penelitian ini. Keterlambatan diagnosis merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh penderita hemofilia di negara yang sedang berkembang dimana tenaga dan fasilitas kesehatan sangat terbatas. Kesadaran awam terhadap penyakit ini juga rendah. Akibatnya banyak penderita hemofilia yang tidak terdiagnosis sama sekali. Diperkirakan hanya 4% penderita hemofilia di Indonesia yang terdeteksi, di India sekitar 12% dan Bangladesh 2%, sedangkan di negara-negara maju angka deteksi hemofilia mencapai 81-95%.

.

Hematoma dan perdarahan gusi merupakan perdarahan yang paling banyak dijumpai dalam studi ini dimana hampir semua penderita hemofilia mengalami perdarahan tersebut. Perdarahan sendi dialami oleh 85.7% penderita, baik hemofilia ringan, sedang ataupun berat. Sendi lutut kanan (57.1%) dan lutut kiri (42.9%) yang paling sering terlibat, disusul oleh sendi siku kanan dan kiri. Sendi-sendi tersebut adalah sendi-sendi yang menahan berat badan dan rentan


(51)

terhadap trauma sehingga beresiko tinggi untuk mengalami perdarahan.5

Saat memasuki usia dekade kedua dan ketiga, 90% penderita hemofilia berat akan menderita kerusakan sendi di satu atau lebih sendi lutut, pergelangan kaki atau sikunya.

Perdarahan sendi lebih sering dijumpai pada sisi kanan, baik pada sendi siku maupun lutut. Hal ini mungkin disebabkan karena pada sebagian besar penderita hemofilia tangan kanan merupakan tangan yang dominan.

29

Perdarahan sendi ini dialami oleh penderita hemofilia ringan, sedang dan berat. Pada penderita hemofilia berat, perdarahan sendi dapat terjadi secara spontan, namun pada penderita hemofilia ringan biasanya terjadi setelah trauma atau terjatuh.1,3

Perdarahan lain seperti hematuria jarang dijumpai dalam studi ini (4.8%). Melena dan perdarahan intrakranial tidak dijumpai. Perdarahan otot dijumpai pada 5 orang penderita (23.8%). Insidensi perdarahan dalam studi ini menyerupai kepustakaan yang menyebutkan bahwa perdarahan sendi dijumpai pada 80% lebih penderita hemofilia, perdarahan otot 10-20%, perdarahan utama lainnya 5-10% dan perdarahan intrakranial kurang dari 5%.

Frekuensi rawat inap dan mendapatkan terapi faktor pengganti juga rendah di kalangan penderita hemofilia dalam studi ini. Tiga perempat penderita dirawat inap kurang dari sekali dalam setahun dan hanya 28.5% penderita yang mendapat faktor pengganti lebih dari sekali dalam setahun. Kondisi yang serupa dijumpai di negara yang sedang berkembang dimana keterbatasan dana merupakan kendala utama pengobatan penderita hemofilia. Harga konsentrat faktor pengganti yang mahal, konsentrat yang tidak selalu tersedia, jauhnya pusat pengobatan hemofilia,


(52)

kurangnya kesadaran penderita atau keluarga tentang pentingnya pemberian konsentrat faktor pengganti ini adalah berbagai persoalan yang sering dijumpai.28,30 Edukasi kepada penderita dan keluarga tentang tatalaksana dan komplikasi perdarahan sendi sangat penting, karena perdarahan sendi yang tidak dirawat dengan baik akan menyebabkan kecacatan.

Untuk mencegah terjadinya kerusakan dan kecacatan sendi akibat perdarahan yang berulang, maka regimen profilaksis faktor pengganti dianjurkan pada penderita hemofilia berat atau penderita yang telah pernah mengalami perdarahan sendi. Salah satu regimen profilaksis adalah Protokol Malmö yang pertama kali dikembangkan di Swedia.

15

1,17

Namun penerapan regimen profilaksis ini terkendala oleh keterbatasan dana dan pengadaan konsentrat faktor pengganti di negara yang sedang berkembang. Bahkan di negara maju seperti di Norwegia dan Sweida, beban ekonomi regimen profilaksis ini melebihi regimen pengobatan bila terjadi perdarahan ditambah operasi koreksi lainnya.31

Pada penilaian kemampuan fungsional dengan menggunakan instrumen FISH nilai rerata FISH pada kelompok hemofilia adalah 24.6 (SD 4.79). Dijumpai perbedaan yang signifikan di aktivitas berpakaian (P = 0.031), berdiri dari kursi (P = 0.009), jongkok (P = 0.001), berjalan (P = 0.008) dan naik tangga (P = 0.001) pada kelompok hemofilia dibandingkan dengan kelompok anak yang sehat. Regimen profilaksis ini juga tidak didukung oleh Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) dimana faktor pengganti hanya diindikasikan pada perdarahan akut yang mengancam jiwa. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun penderita hemofilia dalam penelitian ini yang mendapatkan regimen profilaksis.


(53)

Aktifitas-aktifitas yang menggunakan sendi lutut dan pergelangan kaki yang paling terpengaruh, hal ini disebabakan karena sendi lutut merupakan sendi yang paling banyak mengalami perdarahan. Sebuah studi pada 60 orang anak penderita berusia 5-16 tahun di Meksiko mendapat rerata nilai FISH 25.8 (SD 3.6) pada kelompok hemofilia. Aktivitas berdiri dari kursi, jongkok, berjalan dan naik tangga berbeda secara signifikan antara kelompok hemofilia dengan kontrol.23 Hal yang serupa diperoleh pada studi lain terhadap 50 orang remaja penderita hemofilia berusia 15-18 tahun di Mesir dengan rerata nilai FISH 23.3 (SD 4.69) dan perbedaan signifikan pada aktivitas jongkok, berjalan dan naik tangga.

Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antar kadar F VIII atau F IX dengan kemampuan fungsional penderita (P = 0.013). Didapatkan hubungan yang kuat dan berpola positif antara kadar F VIII atau F IX dengan kemampuan fungsional penderita hemofilia (r = 0.532). Hal ini berarti semakin rendah kadar F VIII atau F IX, semakin rendah kemampuan fungsional penderita tersebut. Kedua studi di Meksiko dan Mesir hanya menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara keparahan hemofilia dengan kemampuan fungsional penderita, namun tidak disebutkan kekuatan hubungan tersebut.

22

Usia penderita memiliki hubungan yang signifikan (P = 0.005) dan kuat (r = -0.594) dengan kemampuan fungsional penderita. Hubungan ini berpola negatif, berarti semakin meningkat usia penderita, kemampuan fungsional semakin menurun. Sejalan dengan peningkatan usia penderita, jumlah atau episode perdarahan sendi yang dialami semakin bertambah, sehingga risiko kerusakan dan kecacatan sendi juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan studi di India yang


(54)

menunjukkan bahwa hanya 9 dari 148 orang penderita hemofilia yang bebas kecacatan dengan persentase kecacatan yang meningkat sejalan dengan peningkatan usia penderita dimana semua penderita hemofilia dewasa menderita kecacatan.

Jumlah sendi yang terlibat hanya memiliki hubungan yang sedang dan berpola negatif dengan kemampuan fungsional penderita (r = -0.408). Rerata keterlibatan sendi tiap penderita hemofilia dalam studi ini adalah sebanyak 1.6 sendi. Secara statistik, hubungan jumlah sendi yang terlibat dengan kemampuan fungsional penderita tidak signifikan (P = 0.066). Studi di Turki terhadap 31 orang anak penderita hemofilia berusia 3-18 tahun mendapatkan bahwa rerata jumlah sendi yang terlibat adalah 2.42 sendi tiap penderita. Pada studi tersebut ditemukan hubungan yang signifikan antara skor kecacatan menurut Juvenile Arthritis Functional Assessment Report for Children (JAFAR-C) dengan skor radiologis (P < 0.05, r = -0.314) dan skor penilaian klinis (P < 0.01, r = -0.402)

21

Frekuensi rawat inap dan frekuensi mendapatkan faktor pengganti tidak berhubungan dengan kemampuan fungsional penderita dengan masing-masing r = 0.064 dan 0.06. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebiasaan berobat penderita yang tidak merata, dimana tidak semua penderita teratur berobat dan mendapatkan faktor pengganti. Jumlah sampel yang sedikit untuk masing-masing kelompok penderita hemofilia ringan, sedang dan berat juga dapat menpengaruhi hasil studi.


(55)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari studi ini diperoleh kemampuan fungsional anak penderita hemofilia dengan menggunakan instrumen penilaian FISH berbeda secara signifikan bila dibandingkan dengan anak yang normal dalam melakukan aktivitas berpakaian, berdiri dari kursi dan jongkok, jalan dan naik tangga. Dijumpai korelasi yang kuat antara derajat keparahan hemofilia, kadar F VIII atau F IX, dan usia penderita dengan kemampuan fungsional anak penderita hemofilia. Jumlah sendi yang terlibat memiliki hubungan yang sedang, namun frekuensi opname dan frekuensi mendapatkan faktor pengganti tidak memiliki hubungan dengan kemampuan fungsional penderita.

6.2. Saran

Diperlukan studi lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar untuk melihat hubungan rerata nilai FISH dengan kelompok penderita hemofilia sedang dan berat.


(56)

RINGKASAN

Hemofilia merupakan penyakit gangguan perdarahan yang diturunkan secara X-linked resesif yang disebabkan oleh defisit F VIII (hemofilia A) atau F IX (hemofilia B).. Penderita mengalami perdarahan yang sulit berhenti dan perdarahan di mukosa sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan yang berulang pada sendi akan mengakibatkan kerusakan sendi dan kecacatan. Keterbatasan dana, tenaga dan fasilitas kesehatan di negara yang sedang berkembang menyebabkan diagnosis dan tatalaksana penderita hemofilia jauh tertinggal dibanding dengan negara maju. Akibatnya kecacatan sendi dijumpai pada hampir semua penderita hemofilia dengan konsekuensi gangguan pada kemampuan fungsional yaitu kemampuan penderita melakukan aktivitas sehari-hari. Penilaian kecacatan ini merupakan bagian yang penting dalam tatalaksana penderita hemofilia dan dapat dilakukan berdasarkan penilaian radiologis, klinis maupun fungsional. Penilaian secara fungsional dapat dilakukan dengan berbagai instrumen khusus seperti Functional Independence Score in Hemophilia (FISH).

Studi ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan fungsional anak penderita hemofilia dengan anak yang normal dengan menggunakan instrumen FISH. Studi ini dilakukan secara cross sectional di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan November dan Desember 2012.

Populasi studi ini adalah anak penderita hemofilia dan anak yang normal sebagai kontrol. Terdapat 21 orang anak pada masing-masing kelompok, dan kemampuan fungsional kedua kelompok dinilai berdasarkan instrumen FISH.


(57)

Hasil studi menunjukkan bahwa kemampuan fungsional anak penderita hemofilia dengan instrumen penilaian FISH berbeda secara signifikan bila dibandingkan dengan anak yang normal di aktivitas berpakaian, berdiri dari kursi, jongkok, jalan dan naik tangga. Dijumpai korelasi yang kuat antara kadar F VIII atau F IX dan usia penderita dengan kemampuan fungsional anak penderita hemofilia.

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan fungsional anak penderita hemofilia lebih rendah dibanding dengan anak yang normal pada aktivitas-aktivitas tertentu.


(58)

SUMMARY

Hemophilia is a X-linked recessive inherited bleeding disorder caused by decreased of procoagulant F VIII (hemophilia A) or F IX (hemophilia B). Hemophilia patients suffer from prolonged bleeding on the mucose membrane, joint, muscle and other internal organs. Recurrent bleeds into the joint can cause joint damage and disability. Lack of funding, medical staff and facilities in developing countries lead to delay in diagnosis and inadequate treatment compared to developed countries. Hence the joint damage and disabilities are very common among hemophilia patients, and these lead to poor functional ability, where the patients encounter problems or unable to perform daily activities. Assessment of hemophilia patients should be an integrated part in the management of hemophilia. Assessment can be performed based on radiological, physical or functional scoring system. Functional scoring can be performed using specialized instrument such as the Functional Independence Score in Hemophilia (FISH).

The aim of this study is to compare the functional ability of hemophilia children with their normal peers using the FISH instrument. This cross sectional study was conducted at the H. Adam Malik Hospital in Medan from November 2012 untill December 2012.

The study samples were hemophilia children with their normal peers as control. There were 21 children in each group. We assessed their functional ability using the FISH instrument. The study showed that FISH scores in hemophilia


(59)

children were significantly lower compared to their normal peers, especially in dressing, standing up from chair, squatting, walking and climbing stairs. We found a strong correlation between the level of F VIII and F IX, and the children’s age with the disability in hemophilia children.

In summary, the functional ability of hemophilia children were poorer compared to their normal peers.


(60)

Daftar Pustaka

1. Smith J, Smith OP. Hemophilia A and B. Dalam: Arceci RJ, Hann IM, Smith OP, penyunting. Pediatric Hematology. Edisi ke-3. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2006. h.585-97

2. Zaiden RA, Jardine LF, Lorenzana A. Hemophilia A. Medscape Reference

2011. Diunduh dari

Diakses 1 November 2012

3. Arkin S. Disorders of coagulation. Dalam: Lanzkowsky P, penyunting. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-4. Massachusetts: Elsevier; 2005. h.295-322

4. Gatot D, Moeslichan S. Gangguan pembekuan darah yang diturunkan Hemofilia. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Cetakan ke-3. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h.174-7

5. Laffan MA, Pasi KJ. Inherited bleeding disorders. Dalam: Hoffbrand AV, Catosky D, Tuddenham EGD, Green AR, penyunting. Postgraduate haematology. Edisi ke-6. Oxford: Wiley-Blackwell; 2005. h.793-812 6. Poonnoose PM, Srivastava A. Functional assessment of arthropathy – an

international perspective. Semin Hematol. 2006;43:S27-32

7. World Federation of Hemophilia. Compendium of assessment tools.

Montreal, Kanada 2012. Diunduh dari

8. Poonnoose PM, Manigandan C, Thomas R, Shyamkumar NK, Lavitha ML, Bhattacharji S. Functional independence score in haemophilia: a new performance-based instrumen to measure disability. Haemophilia. 2005; 11:598-602

9. Poonnoose PM, Thomas R, Keshava SN, Cherian RS, Padankatti S, Pazani D, dkk. Psychometric analysis of the functional independence score in haemophilia (FISH). Haemophilia. 2007;13:620-6

10.Gruppo RA. Treatment of hemophilia in developing countries – a journey of a thousand miles. Pediatr Blood Cancer. 2010;54:348-9

11.World Federation of Hemophilia. Report on the annual global survey 2010. Montreal: World Federation of Hemophilia; 2011

12.Scott JP, Montgomery RR. Hemostasis. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 18. Philadelphia: Saunders; 2008. h.2060-66.

13.Montgomery RR, Scott JP. Hemorrhagic and thrombotic disorders. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia: Saunders; 2008. h.1651-60

14.Zaiden RA, Besa EC, Crouch GD, Furlong MA, Jardine LF, Lorenzana A, et al. Hemophilia B. Medscape Reference 2011. Diunduh dari

15.Srivastava A, Brewer AK, Mauser-Bunschoten EP, Key NS, Kitchen S, Llinas A, et al. Guidelines for the management of hemophilia. Haemophilia. 2012:1–47


(61)

16.Venkateswaran L, Wilimas JA, Jones DJ, Nuss R. Mild hemophilia in children: prevalence, complications and treatment. J Pediatr Hematol Oncol. 1998;20:32-5

17.Berntorp E, Astermark J, Bjorkman S, Blanchette VS, Fischer K, Giangrande PLF, et al. Consensus perspectives on prophylactic therapy for haemophilia: summary statement. Haemophilia. 2003;9:1–4

18.Biere-Rafi S, Haak BW, Peters M, Gerdes VEA, Buller HR, Kamphuisen PW. The impairment in daily life of obese haemophiliacs. Haemophilia. 2011; 17:204-8

19.Darby SC, Sau WK, Spooner RJ, Giangrande PLF, Hill FG, Hay CRM, et al. Mortality rates, life expectancy and causes of death in people with hemophilia A or B in the United Kingdom who were not infected with HIV. Blood. 2007; 110:815-25

20.Chuansumrit A. Meeting the needs of haemophilic children in developing countries. Haemophilia. 1998;4:19-23

21.Kar A, Mirkazemi R, Singh P, Potnis-Lele M, Lohade S, Lalwani A, et al. Disability in Indian patients with haemophilia. Haemophilia. 2007;13:398-404

22.Hassan TH, Badr MA, El-Gerby KM. Correlation between musculoskeletal function and radiological joint scores in haemophilia A adolescents. Haemophilia. 2011;17:920-5

23.Tlacuilo-Parra A, Vilela-Rodriquez J, Garibaldi-Covarrubias R, Soto-Padilla J, Prpzco-Alcala J. Functional independence score in haemophilia: a cross-sectional study assessment of Mexican children. Pediatr Blood Cancer. 2010; 54:394-7

24.Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 3. Jakarta: 2008. h.302-31 25.Kaplan HI, Sadock BJ. Mental retardation. Dalam: Sadock BJ, Sadock V,

penyunting. Synopsis of psychiatry behavioral sciences/clinical psychiatry. Edisi ke-9. Philadelphia. William & Wilkins; 2007. h.1138-57

26.Chuansumrit A, Krasaesub S, Angchaisuksiri P, Hathirat P, Isarangkura P. Survival analysis of patients with haemphilia at the International Haemophilia Trainning Centre, Bangkok, Thailand. Haemophilia. 2004;10:542-9

27.Evatt BL, Robillard L. Establishing haemophilia care in developing countries: using data to overcome the barrier of pessimism. Haemophilia. 2000; 6:131-4

28.O’Mahony B, Black C. Expanding hemophilia care in developing countries. Semin thromb hemost. 2005;31:561-8

29.Rodriquez-Merchan E. Musculoskeletal complications of haemophilia. HSSJ. 2010; 6:37-42

30.De Kleijn P, Odent T, Berntorp E, Hilliard P, Pasta G, Srivastava A, et al. Differences between developed and developing countries in paediatric care in haemophilia. Haemophilia. 2012;18:94-100


(62)

31.Carlsson KT, Hojgard S, Lindgren A, Lethagen S, Shulman S, Glomstein A, et al. Costs of on-demand and prophylactic treatment for severe haemophilia in Norway and Sweden. Haemophilia. 2005;10:515-26

32.Gurcay E, Eksioglu E, Ezer U, Tuncay R, Cakci A. Functional disability in children with hemophilic arthropathy. Rheumatol Int. 2006;26:1031-5


(63)

LAMPIRAN

1. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua

Kepada Yth Bapak / Ibu ...

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, nama saya dr. Andy Sance Kosman, bertugas di Divisi Hematologi-Onkologi Departemen Ilmu kesehatan Anak FK USU / RSUP Haji Adam Malik Medan.

Bersama ini, kami ingin menyampaikan kepada Bapak / Ibu bahwa Divisi Hematologi-Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUSU - RSHAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai “ Perbandingan Kemampuan Fungsional Anak Penderita Hemofilia dengan Anak Normal.”

Hemofilia adalah penyakit kelainan faktor pembekuan yang diturunkan secara X-linked reccessive, terjadi akibat pengurangan produksi salah satu faktor pembekuan, dan dapat dibagi menjadi hemofilia A (kekurangan faktor VIII) dan hemofilia B (kekurangan faktor IX). Gejala klinis berupa perdarahan yang timbul secara spontan atau akibat trauma. Derajat keparahan perdarahan tergantung pada derajat kurangnya faktor pembekuan yang terlibat, dimana pada penderita hemophilia berat perdarahan masif dapat terjadi dan berakibat fatal. Anak secara rutin datang ke rumah sakit untuk mendapatkan terapi pengganti faktor pembekuan dan mengatasi perdarahan yang terjadi. Perdarahan yang berulang terutama ke dalam sendi akan menyebabkan kerusakan sendi dan kecacatan.

Kondisi tersebut merupakan keadaan serius yang dapat mempengaruhi kondisi hidup anak sehari-hari. Oleh karena itu penilaian kemampuan fungsional atau kemampuan anak dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari merupakan bagian yang penting dalam tatalaksana anak penderita hemofilia yang komprehensif.

Penilaian kemampuan fungsional dilakukan menggunakan instrumen penilaian Functional Independence Score in Hemophilia (FISH) yang menilai


(64)

aktivitas makan dan grooming, mandi, berpakaian, berdiri dari kursi, jongkok, berjalan, berlari dan naik tangga.

Jika Bapak / Ibu bersedia, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur : ... tahun L / P Pekerjaan : ...

Alamat : ... Orang tua dari : ...

Telah menerima dan mengerti penjelasan yang sudah diberikan oleh dokter mengenai penelitan “Perbandingan Kemampuan Fungsional Anak Penderita Hemofilia dengan Anak Normal“. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian ini.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan, 2012 Yang memberi persetujuan

( )


(65)

3. Kuisioner Penelitian

Divisi Hematologi - Onkologi

Dept. Ilmu Kesehatan Anak FK USU – RSHAM Medan

KUESIONER HEMOFILIA

Tanggal :

IDENTITAS

Nama :

Umur :

Tempat/tanggal lahir : Jenis kelamin : Pendidikan/kerja : Alamat lengkap :

Ayah Ibu

Nama : Umur : Suku bangsa : Pendidikan : Pekerjaan : Penghasilan : Saudara kandung

No J.kelamin Umur Keterangan

1 2 3 4 5

ANAMNESIS

Riwayat perdarahan pertama : Saat diagnosis ditegakkan :

Keparahan hemofilia : Ringan / sedang / berat


(66)

Lokasi/keterangan Lama

(hari/minggu)

Frekuensi Pemicu/spontan

Hematoma Hematuria Melena Gusi Epistaksis Sendi Lainnya

Riwayat keluarga selain saudara kandung : PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hb :

Faktor VIII / IX : APTT :

PENGOBATAN

Frekuensi opname dalam 1 tahun : Frekuensi mendapat koate/koagenate :


(67)

4. Functional Independence Score in Hemophilia (FISH)

Tingkat fungsi dan penilaian:

1. Subject tidak mampu melakukan aktivitas yang dimaksudkan atau memerlukan bantuan sepenuhnya untuk aktivitas tersebut

2. Subject memerlukan bantuan sebagian atau alat bantu untuk melakukan aktivitas

3. Subject mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan tapi dengan rasa tidak nyaman, dan kurang dibandingkan dengan orang sehat

4. Subject mampu melakukan aktivitas sebagaimana orang sehat

Aktivitas

1. Makan dan perawatan diri

Makan

Aktivitas: Menilai kemampuan pasien untuk mengaduk makanan dan memasukkan makanan ke dalam mulut menggunakan tangan atau alat makan Yang penting dinilai ialah postur tubuh, gerakan siku tangan, menggengam makanan (bila makan menggunakan tangan) dan tindakan adaptasi/tambahan yang tidak lazim digunakan oleh orang sehat

Skor:

4 Bila tidak ada kesulitan

3 Perlu menunduk untuk mengapai makanan karena fleksi siku terbatas Perlu berhenti sejenak karena nyeri atau rasa tidak nyaman

Mampu menggunakan alat makan

2 Perlu menggunakan alat makan seperti sendok garpu di kalangan masyarakat yang biasanya makan dengan tangan

Perlu alat bantu khusus lainnya

Mengalami kesulitan menggunakan alat makan

Subject yang bukan kidal tapi harus menggunakan tangan kiri karena tangan kanan bermasalah

1 Tidak mampu makan dengan sendirinya

Perawatan diri

Mencakup higienis oral, menyisir rambut, mencuci tangan dan wajah, dan atau mencukur

Aktivitas: Posisikan di depan wastafel, sediakan pasta dan sikat gigi, sisir atau alat cukur.

Skor:

4 Bila tidak ada kesulitan


(68)

3 Perlu posisi tubuh yang tidak wajar untuk melakukan aktivitas Menderita nyeri atau rasa tidak nyaman saat melakukan aktivitas Perlu waktu yang lama untuk menyelesaikan aktivitas

2 Tidak mampu menyisir seluruh area kepala, terutama bagian samping dan

belakang

Perlu alat bantu khusus

Harus menggunakan tangan kiri karena tangan kanan bermasalah 1 Tidak mampu melakukan aktivitas

2. Mandi

Menilai kemampuan untuk mencuci, memakai sabun dan mengeringkan berbagai bagian tubuh termasuk bagian perineal dan kaki (kecuali punggung). Penting untuk menilai kemampuan untuk mencapai kedua sisi tubuh dengan kedua tangan.

Aktivitas: Memutar (menghidupkan dan mematikan) keran air, mengangkat gayung dari lantai ke atas kepala, mengambil sabun dari lantai, memakai sabun ke kaki, tangan, betis, paha, perineum, perut dan belakang leher.

Skor:

4 Tidak ada kesulitan

3 Perlu postur tertentu waktu mandi seperti menaikkan kaki ke bangku untuk memakai sabun

Menderita rasa nyeri atau tidak nyaman saat mandi

2 Perlu pancuran (shower) di kalangan masyarakat yang tidak biasa memakainya

Bak mandi perlu dimodifikasi Pasien duduk di bangku saat mandi

Perlu alat bantu mencapai bagian tubuh tertentu (kecuali punggung) Perlu bantuan untuk mandi dan mengeringkan kaki dan perineum 1 Perlu mandi di tempat tidur atau tidak mampu mandi/mengeringkan

badan

3. Berpakaian

Menilai kemampuan berpakaian seperti memakai kemeja, T-shirt, celana, dasi. Tidak termasuk menyetrika, mengambil pakaian dari lemari atau memakai sepatu

Skor:

4 Tidak ada kesulitan dan tidak perlu bantuan

3 Menderita rasa nyeri atau tidak nyaman saat berpakaian


(1)

3 Perlu posisi tubuh yang tidak wajar untuk melakukan aktivitas Menderita nyeri atau rasa tidak nyaman saat melakukan aktivitas Perlu waktu yang lama untuk menyelesaikan aktivitas

2 Tidak mampu menyisir seluruh area kepala, terutama bagian samping dan

belakang

Perlu alat bantu khusus

Harus menggunakan tangan kiri karena tangan kanan bermasalah 1 Tidak mampu melakukan aktivitas

2. Mandi

Menilai kemampuan untuk mencuci, memakai sabun dan mengeringkan berbagai bagian tubuh termasuk bagian perineal dan kaki (kecuali punggung). Penting untuk menilai kemampuan untuk mencapai kedua sisi tubuh dengan kedua tangan.

Aktivitas: Memutar (menghidupkan dan mematikan) keran air, mengangkat gayung dari lantai ke atas kepala, mengambil sabun dari lantai, memakai sabun ke kaki, tangan, betis, paha, perineum, perut dan belakang leher.

Skor:

4 Tidak ada kesulitan

3 Perlu postur tertentu waktu mandi seperti menaikkan kaki ke bangku untuk memakai sabun

Menderita rasa nyeri atau tidak nyaman saat mandi

2 Perlu pancuran (shower) di kalangan masyarakat yang tidak biasa memakainya

Bak mandi perlu dimodifikasi Pasien duduk di bangku saat mandi

Perlu alat bantu mencapai bagian tubuh tertentu (kecuali punggung) Perlu bantuan untuk mandi dan mengeringkan kaki dan perineum 1 Perlu mandi di tempat tidur atau tidak mampu mandi/mengeringkan

badan

3. Berpakaian

Menilai kemampuan berpakaian seperti memakai kemeja, T-shirt, celana, dasi. Tidak termasuk menyetrika, mengambil pakaian dari lemari atau memakai sepatu

Skor:

4 Tidak ada kesulitan dan tidak perlu bantuan

3 Menderita rasa nyeri atau tidak nyaman saat berpakaian


(2)

Perlu maneuver tertentu saat memakai baju

Perlu waktu lama untuk memakai baju atau celana 2 Perlu bantuan atau alat bantu untuk memakai celana

Perlu duduk saat memakai celana

Perlu bersandar ke dinding atau meja saat memakai celana

Perlu bantuan <50% seperti perlu bantuan saat pakai celana tetapi dapat memakai baju dengan sendirinya. (Bila pasien perlu bantuan untuk memakai baju dan celana, skornya 1)

1 Perlu bantuan >50%

4. Memindahkan kursi

Aktivitas: Pasien duduk di kursi yang sesuai dengan tinggi badannya (duduk dengan nyaman dan sendi lutut pada 95o

Skor:

dan kaki menjejak ke tanah), minta pasien untuk mengatupkan kedua telapak tangannya seperti posisi berdoa, berdiri dari kursinya dan duduk kembali

4 Tidak ada kesulitan

3 Memajukan tubuhnya untuk berdiri

Duduk dengan salah satu atau kedua lutut direntangkan Perlu memegang lengan kursi sejenak untuk berdiri

2 Perlu memegang lengan kursi atau alat bantu/tongkat untuk berdiri 1 Tidak mampu berdiri dari kursi

5. Jongkok (squatting)

Menilai kemampuan untuk berjongkok dan berdiri ke posisi tegak

Aktivitas: Pasien berdiri di samping dinding atau skala yang ditandai pada ketinggian 20 cm dan 30 cm (15 cm dan 25 cm untuk anak < 15 tahun). Minta pasien untuk berjongkok pada ketinggian 20 cm/15 cm selama 5 detik, kemudian berdiri

Skor:

4 Tidak ada kesulitan

3 Mampu jongkok pada ketinggian 20-30 cm (15-25 cm untuk anak) Mampu jongkok pada ketinggian 30 cm (25 cm untuk anak) dengan salah satu kaki diekstensikan

Mampu jongkok pada ketinggian 30 cm (25 cm untuk anak) dengan berpegang sejenak ke dinding atau lantai


(3)

6. Pola berjalan

Aktivitas: Jalan sejauh 10 m. Harus ada pola tumit ke ujung jari (heel to toe) dengan langkah yang relatif sama jarak dan irama. Lutut dalam keadaan ekstensi saat menjejakkan kaki. Lutut dapat bergerak sewajarnya saat jalan. Tidak boleh timpang.

Skor:

4 Normal

3 Lutut kaku atau pincang. Ada rasa nyeri

2 Memakai tongkat atau alat bantu lainnya untuk berjalan 1 Tidak mampu berjalan sejauh 10 m

7. Naik tangga

Aktivitas: Tangga dengan pegangan di sampingnya, minimal 14 langkah masing-masing 20 cm tingginya. Minta pasien untuk naik dan turun tangga dengan perlahan.

Skor:

4 Mampu naik/turun tangga dalam < 9 detik

3 Naik tangga dengan pincang atau rasa nyeri dengan berpegang sesekali

Naik/turun tangga 1 tingkat tiap langkah

2 Perlu waktu > 14 detik untuk naik/turun tangga dengan alat bantu atau bantuan


(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Andy Sance Kosman Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 28 Mei 1975

Alamat : Jl. Candi Biara No. 24, Medan, Indonesia

PENDIDIKAN

- Sekolah Dasar Sutomo I Medan, tamat tahun 1987

- Sekolah Menengah Pertama Sutomo I Medan, tamat tahun 1990 - Sekolah Menengah Atas Sutomo I Medan, tamat tahun 1993

- Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat tahun 1999

- Master of Paediatrics, Faculty of Medicine, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, tamat tahun 2009

PEKERJAAN

- Dokter Pegawai Tidak Tetap Puskesmas Datuk Bandar, Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, tahun 2000 – 2003

- Dokter jaga RS Al-Karim, Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, tahun 2000-2003

- Dokter jaga RS Gleneagles Medan, tahun 2003 – 2004 PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN

- Pelatihan resusitasi neonates, di Jakarta, tahun 2004, sebagai peserta - Pelatihan Pediatric Advanced Life Support, di Kuala Lumpur, tahun 2005,

sebagai peserta

- Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak di Medan, tahun 2010, sebagai peserta


(6)

- Kongres Nasional IV Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI) di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

- Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IV Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Sumatera Utara, tahun 2011, sebagai peserta

- Pelatihan Advanced Pediatric Resuscitation Course di Medan, tahun 2012, sebagai peserta

- Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Sumatera Utara, tahun 2013, sebagai peserta

PENELITIAN

- Perbandingan Kemampuan Fungsional Anak Penderita Hemofilia dengan Anak yang normal

ORGANISASI