Perbandingan Prestasi Belajar Anak Yang Mengalami Dispepsia Fungsional Dengan Tanpa Dispepsia Fungsional Pada Anak Usia 8 Sampai 18 Tahun

(1)

TESIS

PERBANDINGAN PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENGALAMI DISPEPSIA FUNGSIONAL DENGAN TANPA DISPEPSIA FUNGSIONAL

PADA

ANAK USIA 8 SAMPAI 18 TAHUN

NURHANDAYANI 097103001/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–KONSENTRASI ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERBANDINGAN PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENGALAMI DISPEPSIA FUNGSIONAL DENGAN TANPA DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA

ANAK USIA 8 SAMPAI 18 TAHUN

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–KONSENTRASI ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Perbandingan Prestasi Belajar Anak Yang Mengalami Dispepsia Fungsional Dengan Tanpa Dispepsia Fungsional

Pada Usia 8 Sampai 18 Tahun.

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak Pada Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NURHANDAYANI 097103001 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

Judul Penelitian : Perbandingan Prestasi Belajar Anak Yang Mengalami Dispepsia Fungsional Dengan Tanpa Dispepsia Fungsional Pada Usia 8 Sampai 18 Tahun

Nama : NURHANDAYANI

Nomor Induk Mahasiswa : 097103001 Program Magister : Magister Klinis Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Supriatmo, SpA(K) Ketua

Dr. H. Emil Azlin, SpA(K) Anggota

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS


(4)

PERNYATAAN

Perbandingan Prestasi Belajar Anak Yang Mengalami Dispepsia Fungsional Dengan Tanpa Dispepsia Fungsional

Pada Usia 8 Sampai 18 Tahun

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka


(5)

Telah diuji pada Tanggal: 14 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Supriatmo, Sp.A(K) ……… Anggota : 1. Dr.H.Emil Azlin, Sp.A(K) ……… 2. Prof. Dr. H.Aznan Lelo, Ph.D, SpFK ……… 3. Dr. Nelly Rosdiana, SpA(K) ……… 4. Dr. Rita Evalina, SpA(K) ………


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Dr. Supriatmo, Sp.A(K) dan Dr.H.Emil Azlin, Sp.A(K) yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. Dr. Atan Baas Sinuhaji, SpA(K) sebagai Kepala Divisi Gastro-hepatologi Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.


(7)

3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Prof. Dr.H.Aznan Lelo, Ph.D, SpFK, Dr. Nelly Rosdiana, SpA(K),

Dr. Rita Evalina, SpA(K), Dr. Ade Rachmat Yudiyanto, MKed(ped), SpA, yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

6. Eryanti Novita, Spsi, M.Psi yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

8. Teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Anak yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, terima kasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.


(8)

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis saya ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya H.M. Ramli, SE dan Hj. Salbiah, SST mertua saya Alm. H.Abdul Hakim Nasution dan Hj. Hafsyah Dalimunthe, serta suami Mayor Laut Edy Sahputra Nasution, SH, MKN atas do’a serta dukungan moril dan materil kepada saya yang tidak pernah putus dan membuat saya mampu menyelesaikan tesis ini, demikian juga buat anak-anak tercinta M. Faza Al Faridzi Nasution dan Nasywa shayla Nabila Nasution, juga buat Abang-abang Zainal Arifin, BA, H.M. Ansyari, M.Kes, Dr. H. Edy Rizaldi, M.Kes, M.Ked(OG) SpOG, kakak-kakak Sutiah, Spd, Nona Aprianti Sinaga, M.Kes, Dr. Listanti Nisa Nasution, M.Ked(Path), Sp.PK yang selalu mendo’akan dan memberikan dorongan, serta membantu selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 14 Juli 2014 Nurhandayani


(9)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing ... ii

Ucapan Terima Kasih ... vi

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Singkatan ... xiv

Abstrak ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesa Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1. Tujuan Umum ... 4

1.4.2. Tujuan Khusus ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB.2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Prestasi Belajar ... 6

2.1.1. Definisi ... 6

2.1.2. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ... 7

2.2 Dispepsia fungsional ... 11

2.2.1. Definisi ... 11

2.2.2. Etiologi ... 12

2.2.3. Epidemiologi ... 12


(10)

2.2.5. Patogenesis ... 13

2.2.6. Manifestasi klinis ... 16

2.2.7. Diagnosis ... 17

2.2.8. Diagnosa Banding ... 19

2.2.9. Penatalaksanaan ... 21

2.2.10. Komplikasi dan prognosis ... 23

2.3 Kerangka Konseptual ... 24

BAB. 3. METODOLOGI ... 25

3.1 Desain Penelitian ... 25

3.2 Tempat dan Waktu... 25

3.3 Populasi dan Sampel ... 25

3.4 Perkiraan Besar Sampel ... 25

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 26

3.5.1. Kriteria Inklusi ... 26

3.5.2. Kriteria Eksklusi ... 26

3.6 Persetujuan / Informedconsent ... 27

3.7 Ethical Clearance ... 27

3.8 Cara Kerja ... 27

3.9 Alur penelitian ... 28

3.10 Identifikasi variabel ... 28

3.11 Definisi Operasional ... 29

3.12 Rencana Pengolahan dan Analisis Data ... 29

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 31

BAB 5. PEMBAHASAN ... 35

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41


(11)

Daftar Pustaka ... 46 Daftar Lampiran


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sistem Skoring untuk Menentukan Keparahan Dispepsia

Fungsional ... 17 Tabel 2.2. Penyebab Dispepsia Sekunder akibat Penyakit Organik ... 20 Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian ... 32 Tabel 4.2. Prestasi belajar berdasarkan nilai rata-rata rapor pada kelompok anak dengan dispepsia fungsional dan tanpa dispepsia

fungsional ……… ... ……33 Tabel 4.3. Prestasi belajar berdasarkan rerata IQ pada anak dengan dispepsia fungsional dan tanpa dispepsia fungsional ... 34 Tabel 4.4. Perbedaan tingkat IQ pada anak dengan dispepsia fungsional dan tanpa dispepsia fungsional ... 34 Tabel 4.5. Korelasi Prestasi belajar berdasarkan nilai rata-rata rapor


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual ... 24 Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 28


(14)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

WHO : World Health Organisation IQ : Intellegencia question

H. pylori : Helicobacter pylori

SB : Simpangan baku

SD : Standard Deviasi

CRF : Corticotropin releasing factor

% : Persen

RSHAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik

µl : mikro liter

mg/dL : milligram/desiliter

mm3 : millimeter kubik

SPSS : Statistical Package for Social Science

NDN : Nilai duga negatif

NDP : Nilai duga positif


(15)

Uji X-square : Uji Chi-square

SMA : Sekolah Menengah Atas

D1 : Diploma 1

S1 : Sarjana

PNS : Pegawai Negeri Sipil

IRT : Ibu Rumah Tangga

IK : Interval kepercayaan

n : jumlah subyek

Zα : nilai baku normal

kDa : Kilo Dalton

r : regresi


(16)

PERBANDINGAN PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENGALAMI DISPEPSIA FUNGSIONAL DENGAN TANPA DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA

ANAK USIA 8 SAMPAI 18 TAHUN

Nurhandayani, Supriatmo, Emil Azlin, Ade Rachmat Yudiyanto, Atan Baas Sinuhaji Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

RSUP. H.Adam Malik Medan, Indonesia

Abstrak

Latar Belakang

Prestasi belajar dipengaruhi faktor intrinsik (fisiologis dan psikologis) dan ekstrinsik. Dispepsia fungsional merupakan kelainan fungsional yang diduga memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar melalui mekanisme faktor intrinsik

Tujuan

Membandingkan prestasi belajar anak dengan atau tanpa dispepsia fungsional Metode

Uji sekat lintang dilakukan dari Desember 2013 sampai Januari 2014. Subyek adalah anak usia 8 sampai 18 tahun dengan dan tanpa dispepsia fungsional. Subyek dibagi atas 2 kelompok, kelompok dispepsia fungsional (n=45), kelompok tanpa dispepsia (n=45). Penilaian prestasi belajar dinilai berdasarkan nilai rapor dan tes Binet

Hasil

Subyek yang diambil sebanyak 90 orang. Hasil prestasi belajar dari nilai rapor anak dispepsia fungsional 6.63 (SB=0.93), anak tanpa dispepsia fungsional 7.64 (SB=0.95). Nilai rata-rata rapor lebih tinggi pada anak tanpa dispepsia fungsional. Sedangkan hasil prestasi belajar dari tes Binet diperoleh IQ rerata (8.85 vs 8.86, p 0.636,p>0.05). Tingkatan IQ tidak berbeda antara kedua kelompok (p 1.000, p>0.05).

Kesimpulan

Prestasi belajar berdasarkan nilai rapor anak tanpa dispepsia fungsional lebih baik daripada anak dengan dispepsia fungsional. Tidak ada perbedaan nilai IQ antara anak dispepsia fungsional dan tanpa dispepsia fungsional


(17)

THE COMPARISON OF LEARNING ACHIEVEMENT WITH AND WITHOUT FUNCTIONAL DYSPEPSIA IN CHILDREN

Nurhandayani, Supriatmo, Emil Azlin, Ade Rachmat Yudiyanto, Atan Baas Sinuhaji Department of Pediatric, Medical School, University of Sumatera Utara,

H.Adam Malik Hospital Medan, Indonesia

Abstract Background

Learning achievement is influenced by intrinsic (physiological and psychological ) and extrinsic factors. Functional dyspepsia is a functional abdominal pain that has an influence on learning achievement by intrinsic factor

Objective

Comparing the learning achievement of children with and without functional dyspepsia Method

A Crosssectional study was conducted from December 2013 to January 2014 . Subjects were children, 8 to 18 years old, with and without functional dyspepsia, and divided into 2 groups, functional dyspepsia (n=45), and without dyspepsia (n=45). Assessment of learning achievement was conducted by raport and Binet test

Results

Subjects were 90 children. Learning achievement was based on value of raport in children

with and without functional dyspepsia was 6.63 (SD = 0.93) and 7.64 (SD = 0.95). Value of raport was higher on children without functional dyspepsia. Binet test, IQ was known thatthe mean grades in children with and without dyspepsia was 8.85 and 8.86 (p 0.636,p>0.05), level IQ was not difference (p>0.05).

Conclusions

Learning achievement in children without functional dyspepsia is better than functional dyspepsia. Although, there is no significantly difference IQ


(18)

PERBANDINGAN PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENGALAMI DISPEPSIA FUNGSIONAL DENGAN TANPA DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA

ANAK USIA 8 SAMPAI 18 TAHUN

Nurhandayani, Supriatmo, Emil Azlin, Ade Rachmat Yudiyanto, Atan Baas Sinuhaji Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

RSUP. H.Adam Malik Medan, Indonesia

Abstrak

Latar Belakang

Prestasi belajar dipengaruhi faktor intrinsik (fisiologis dan psikologis) dan ekstrinsik. Dispepsia fungsional merupakan kelainan fungsional yang diduga memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar melalui mekanisme faktor intrinsik

Tujuan

Membandingkan prestasi belajar anak dengan atau tanpa dispepsia fungsional Metode

Uji sekat lintang dilakukan dari Desember 2013 sampai Januari 2014. Subyek adalah anak usia 8 sampai 18 tahun dengan dan tanpa dispepsia fungsional. Subyek dibagi atas 2 kelompok, kelompok dispepsia fungsional (n=45), kelompok tanpa dispepsia (n=45). Penilaian prestasi belajar dinilai berdasarkan nilai rapor dan tes Binet

Hasil

Subyek yang diambil sebanyak 90 orang. Hasil prestasi belajar dari nilai rapor anak dispepsia fungsional 6.63 (SB=0.93), anak tanpa dispepsia fungsional 7.64 (SB=0.95). Nilai rata-rata rapor lebih tinggi pada anak tanpa dispepsia fungsional. Sedangkan hasil prestasi belajar dari tes Binet diperoleh IQ rerata (8.85 vs 8.86, p 0.636,p>0.05). Tingkatan IQ tidak berbeda antara kedua kelompok (p 1.000, p>0.05).

Kesimpulan

Prestasi belajar berdasarkan nilai rapor anak tanpa dispepsia fungsional lebih baik daripada anak dengan dispepsia fungsional. Tidak ada perbedaan nilai IQ antara anak dispepsia fungsional dan tanpa dispepsia fungsional


(19)

THE COMPARISON OF LEARNING ACHIEVEMENT WITH AND WITHOUT FUNCTIONAL DYSPEPSIA IN CHILDREN

Nurhandayani, Supriatmo, Emil Azlin, Ade Rachmat Yudiyanto, Atan Baas Sinuhaji Department of Pediatric, Medical School, University of Sumatera Utara,

H.Adam Malik Hospital Medan, Indonesia

Abstract Background

Learning achievement is influenced by intrinsic (physiological and psychological ) and extrinsic factors. Functional dyspepsia is a functional abdominal pain that has an influence on learning achievement by intrinsic factor

Objective

Comparing the learning achievement of children with and without functional dyspepsia Method

A Crosssectional study was conducted from December 2013 to January 2014 . Subjects were children, 8 to 18 years old, with and without functional dyspepsia, and divided into 2 groups, functional dyspepsia (n=45), and without dyspepsia (n=45). Assessment of learning achievement was conducted by raport and Binet test

Results

Subjects were 90 children. Learning achievement was based on value of raport in children

with and without functional dyspepsia was 6.63 (SD = 0.93) and 7.64 (SD = 0.95). Value of raport was higher on children without functional dyspepsia. Binet test, IQ was known thatthe mean grades in children with and without dyspepsia was 8.85 and 8.86 (p 0.636,p>0.05), level IQ was not difference (p>0.05).

Conclusions

Learning achievement in children without functional dyspepsia is better than functional dyspepsia. Although, there is no significantly difference IQ


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kebutuhan berprestasi merupakan salah satu yang sangat berperan penting pada perkembangan anak dan remaja. Berprestasi dapat dilakukan pada pendidikan informal maupun pendidikan formal. Proses belajar menuntut untuk kesiapan seorang anak dan remaja yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan faktor psikologis.1

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai atau hasil usaha yang dicapai seseorang melalui perbuatan belajar yang memperoleh hasil dalam bentuk tingkah laku nyata dan baru. Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Hal ini bermakna bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu pada lingkungannya sehingga memperoleh pengalaman.2,3

Prestasi belajar dapat dikatakan sebagai ukuran kemampuan yang didapat, dicapai atau ditampilkan seseorang sebagai bukti dari usaha yang dilakukannya dalam belajar. Oleh karena itu dapat dikatakan juga bahwa yang disebut dengan prestasi adalah kemampuan yang diperoleh dengan


(21)

nilai yang tinggi. Sedangkan nilai yang sedang bahkan rendah belumlah disebut sebagai prestasi, walaupun sebenarnya tingkatan sedang atau rendah atau kurang adalah gambaran dari kemampuan atau prestasi yang dicapai seseorang. Karena kemampuan seseorang jelas tidak ada yang sama, tentunya prestasi juga tidak sama.4

Salah satu kejadian fungsional yang dapat berpengaruh antara lain, dispepsia fungsional, konstipasi fungsional dan lain-lain.5 Konsep dispepsia belakangan ini menarik banyak perhatian. Lebih dari 130 penelitian dipublikasikan dalam 2 tahun terakhir yang mencoba mendefinisikan dispepsia, membaginya menjadi kelompok yang berbeda dan menentukan pilihan pengobatan yang tepat serta pengaruh tumbuh kembang anak dan remaja. Namun, hanya kurang dari 5% penelitian yang dilakukan pada anak-anak, sehingga hanya sedikit data mengenai dispepsia pada anak yang tersedia.5,6 Sampai 150 tahun berikutnya belum ada kepastian mengenai definisi dispepsia dan masih banyak pertanyaan yang berkaitan dengan etiologi serta patogenesis dispepsia yang belum terjawab.6,7

Dispepsia fungsional didefinisikan sebagai gejala berupa nyeri yang dominan di perut bagian atas (kelompok dispepsia ulcer-like), rasa tidak nyaman atau mengganggu tetapi bukan nyeri di perut bagian atas yang ditandai atau berkaitan dengan rasa menyesak pada perut, rasa cepat kenyang, kembung atau mual (kelompok dispepsia dysmotility-like) dan gejala yang tidak memenuhi atau malah memenuhi kriteria kedua kelompok tersebut.8 Suatu studi melaporkan 50% pasien anak mereka menderita


(22)

dispepsia fungsional dan sebuah penelitian prospektif menemukan 65% pasien yang diperiksa lewat esofagogastro-duodenoskopi dan biopsi menderita dispepsia fungsional.9

Helicobacter pylori diketahui berperan dalam terjadinya gastritis, tukak peptik dan kanker lambung pada anak-anak dan dewasa. Infeksi Helicobacter pylori tidak berhubungan secara signifikan terhadap kejadian dispepsia fungsional.10 Sel mast dan eosinofil berpengaruh pada kejadian dispepsia fungsional. Interaksi keduanya mencetus gangguan aktivitas otot yang berperan dalam menimbulkan gejala dispepsia fungsional.6,11

Anak yang menderita dispepsia fungsional merupakan salah satu faktor fisiologis yang diduga dapat mempengaruhi aktivitas anak dan remaja terutama saat anak sekolah dan berusaha berprestasi. Faktor fisiologis ditandai adanya manifestasi klinis ataunya keluhan yang diderita seorang anak. Manifestasi klinis dispepsia fungsional pada anak sangat sulit digambarkan namun anak akan cenderung mengalami gangguan yang dapat hilang timbul, mengganggu kemampuan berkonsentrasi dan gangguan tingkah laku.12 Oleh karena itu perlunya data yang menilai apakah gangguan fisiologis dapat mempengaruhi perolehan prestasi belajar seorang anak dan remaja.


(23)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan apakah ada perbedaan prestasi belajar anak usia 8 sampai 18 tahun dengan dispepsia fungsional dibandingkan anak tanpa dispepsia fungsional.

1.3. Hipotesa Penelitian

Ada perbedaan prestasi belajar anak yang mengalami dispepsia fungsional dengan anak yang tidak mengalami dispepsia.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar anak yang mengalami dispepsia fungsional dan anak tanpa dispepsia fungsional pada anak usia 8 sampai 18 tahun.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dispepsia fungsional dengan menggunakan kriteria Rome III di lokasi penelitian.

2. Untuk mengetahui prestasi belajar pada anak yang mengalami dispepsia fungsional dan tanpa dispepsia fungsional.


(24)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah: memberikan masukan mengenai hubungan prestasi belajar dengan dispepsia fungsional pada anak usia 8 sampai 18 tahun.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan usaha pelayanan kesehatan anak khususnya dibidang Gastroentero-Hepatologi anak.

3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan masukan terhadap bidang Gastroentero-Hepatologi anak, khususnya dalam pengembangan penelitian tentang prestasi belajar pada anak yang menderita dispepsia fungsional.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prestasi Belajar 2.1.1 Definisi

Prestasi merupakan pencapaian akan usaha seseorang yang diperoleh melalui perbuatan belajar dapat berupa tingkah laku nyata dan perbuatan tingkah laku baru. Sedangkan belajar merupakan proses aktivitas mental atau psikis melalui interaksi aktif lingkungan berupa pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap. Setiap perubahan akan berjalan sebanding garis lurus dan menetap. Pada kesimpulannya belajar dikaitkan dengan suatu proses pengalaman.1,2

Kaitan antara parameter untuk keberhasilan sering dipakai dalam bahasa sehari-hari sebagai prestasi belajar. Prestasi belajar dibutuhkan suatu bukti nyata akan usaha yang dilakukannya melalui evaluasi atau penilaian. Semakin tinggi nilai dari suatu kebiasaan atau standar yang ada pada umumnya dianggap itu merupakan penilaian yang lebih baik dan sebaliknya nilai rendah tidak dianggap sebagai prestasi pada khalayak umum. Padahal keberhasilan indivisu berubah dari satu jenjang ke jenjang yang lebih baik seharusnya dianggap sesuatu yang disebut sebagai prestasi juga.2,3


(26)

2.1.2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar

Kenyataan menunjukkan bahwa prestasi belajar seseorang tidaklah sama, tetapi sangat variatif dan berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi faktor dari dalam diri seseorang (intrinsik) dan faktor dari luar seseorang (ekstrinsik).4,13

Beberapa faktor dari dalam (intrinsik)4,13 A. Faktor psikologis

1. Inteligensi

Inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak dengan mendapatkan suatu tujuan untuk berfikir secara rasional, dan untuk berhubungan dengan lingkungan disekitarnya secara memuaskan. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa faktor inteligensi menjadi penting dalam proses belajar seseorang guna mencapai prestasi belajarnya. 4,13

2. Motivasi

Motivasi adalah motor penggerak yang mengaktifkan anak untuk melibatkan diri. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri anak yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin keberlangsungan dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai. Jadi jelaslah bahwa motivasi mempunyai peranan penting dalam mencapai prestasi belajar, sehingga perlu upaya untuk menghidupkan motivasi dari seseorang.4,12,13


(27)

3. Sikap

Sikap adalah kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Seseorang memiliki sikap tertentu terhadap berbagai hal secara baik positif maupun negatif. Sikap positif menjadi pilihan untuk dikembangkan atau ditanamkan kepada seseorang sehingga dapat bersikap positif dan beberapa pakar yang mengatakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tepat untuk memperhatikan dan memegang beberapa kegiatan yang diamati anak diperhatikan terus menerus disertai dengan rasa senang dan diperoleh suatu kepuasan. 4,13

Seseorang yang didorong oleh minat dan merasa senang dalam belajar dapat memperoleh prestasi belajar yang optimal. Oleh karena itu yang dapat diupayakan agar anak dapat berprestasi dengan baik perlu dibangkitkan minat belajarnya. 13

4. Bakat

Bakat menurut Tabrina Rusyan dkk adalah kapasitas seseorang atau potensi hipotesis untuk dapat melakukan suatu tugas dimana sebelumnya sedikit mengalami latihan atau sama sekali tidak memperoleh latihan lebih dahulu. Jadi bakat merupakan potensi dan kecakapan pada suatu lapangan pekerjaan. Apabila kapasitas mendapat latihan yang memadai maka potensi akan berkembang menjadi kecakapan yang nyata. 13


(28)

5. Konsentrasi

Konsentrasi adalah pemusatan pemikiran dengan segala kekuatan perhatian yang ada pada suatu situasi. Pemusatan pikiran ini dapat dikembangkan melalui latihan. 4,13

B. Faktor fisiologis

Fisiologis segala sesuatu yang berhubungan dengan fungsi tubuh meliputi fungsi sel bagian terkecil dari makhluk hidup sampai fungsi organ. Gangguan dari aspek fisiologis menunjukkan suatu gejala penyakit atau gangguan secara aspek fisik.14

Beberapa faktor dari luar (ekstrinsik)1 - 3 1. Faktor keluarga

Faktor keluarga turut mempengaruhi perkembangan prestasi belajar anak. Pendidikan yang pertama dan utama yang diperoleh ada dalam keluarga. Jadi keluarga merupakan salah satu sumber bagi anak untuk belajar. Kalau pelajaran yang diperoleh anak dari rumah tidak baik, kemungkinan diluar lingkungan keluarga anak menjadi nakal dan begitu juga sebaliknya.3

Pendidikan informal dan formal memerlukan kerjasama antara orang tua dengan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya. Orang tua juga harus menunjukkan kerjasamanya dalam cara anak


(29)

belajar di rumah. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.2,3

2. Faktor Sekolah

Faktor ini menyangkut proses pembelajaran yang diterima seseorang dengan bantuan guru. Metode pembelajaran yang diberikan sekolah sangat menentukan bagaimana anak dapat belajar mandiri dengan baik. Guru yang baik adalah guru yang menguasai kelas memiliki kemampuan dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat, yaitu kemampuan membelajarkan dan kemampuan memilih alat bantu pembelajaran yang sesuai serta kemampuan menciptakan situasi dan kondisi belajar.2

Dengan metode pembelajaran yang baik dan tepat akan dapat menarik minat anak, perhatian anak akan tertuju pada bahan pelajaran, sehingga diharapkan anak akan dapat mencapai prestasi belajar.3

3. Faktor Masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, yang mempengaruhi anak dalam mencapai prestasi belajar yang baik. Anak haruslah dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya, karena dari pengalaman yang dialami anak di masyarat banyak diperoleh ilmu yang berguna bagi anak didik.3


(30)

Manusia normal adalah seorang manusia yang berfungsi secara efektif, yang sampai pada taraf tertentu merasa bahagia dan menunjukkan prestasi di bidang yang dianggapnya perlu, ia harus pula dapat bertingkah laku dengan mempertimbangkan norma dan batasan yang ada dilingkungan setempat ia tinggal dan hidup.3

2.2. Dispepsia Fungsional 2.2.1 Definisi

Dispepsia fungsional merupakan gejala nyeri dominan di perut bagian atas. Gejala tersebut harus terjadi tanpa adanya kelainan struktural dan lesi pada mukosa saluran cerna bagian atas.8

Definisi tersebut dirasakan terlalu sulit untuk ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis saja. Oleh karena itu, beberapa klinisi lebih memilih definisi dispepsia fungsional pada anak-anak yang lebih sederhana. Mereka mendefinisikan dispepsia fungsional pada anak-anak sebagai nyeri atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas yang menetap atau berulang tanpa adanya bukti penyakit organik sebagai penyebab gejala tersebut.9,11,15 Pendapat lain menyatakan bahwa dispepsia fungsional didefinisikan sebagai nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut yang menetap atau berulang, terlokalisasi di perut bagian atas selama paling sedikit 3 bulan dengan uji biokimia, pencitraan dan temuan histologi yang normal.9


(31)

2.2.2 Etiologi

Dispepsia fungsional merupakan akibat dari kombinasi beberapa faktor seperti faktor biologi atau fisiologi (seperti inflamasi, gangguan mekanik dan sensorik), psikologikal (seperti kecemasan, depresi, somatisasi) dan sosial (interaksi dengan orang tua, guru atau teman sebaya).15 Pada anak dengan dispepsia fungsional, hanya sedikit dijumpai kolonisasi Helicobacter pylori di mukosa lambungnya. Penelitian bahkan menunjukkan tidak ada hubungan sebab akibat antara infeksi bakteri tersebut dengan kejadian dispepsia.10

2.2.3. Epidemiologi

Meskipun prevalensi dispepsia pada orang dewasa cukup tinggi, data mengenai prevalensinya pada anak-anak masih jarang sekali. Hyams, dkk. melaporkan insiden dispepsia fungsional pada anak-anak sebesar 62,5% dan Boey, dkk. melaporkan angka sebesar 65,3%. Penelitian yang terbaru melaporkan angka yang lebih besar, yaitu 70,7% berdasarkan anamnesis terinci, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium.9 Literatur internasional lainnya melaporkan prevalensi dispepsia berkisar antara 5%-20%. Prevalensi tersebut bervariasi berdasarkan jenis kelamin dan negara tempat tinggal anak.7 Hal ini meyakinkan para klinisi bahwa kelainan ini sebenarnya tersebar luas namun kurang diperhatikan.5


(32)

2.2.4. Klasifikasi

Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan gejala yang paling menonjol. Pada dispepsia ulcer-like, gejala yang paling menonjol adalah nyeri pada perut bagian atas. Nyeri biasanya berkurang dengan mengkonsumsi makanan atau antasida dan dapat membangunkan anak dari tidurnya. Dispepsia dysmotility-like ditandai dengan sensasi atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas yang sangat mengganggu tetapi bukan rasa sakit. Sensasi ini menyerupai rasa menyesak di perut bagian atas, rasa cepat kenyang, kembung atau mual. Dikatakan dispepsia nonspesifik apabila tidak terpenuhinya atau memenuhi kriteria untuk kedua kelompok sebelumnya.6,10,15

2.2.5. Patogenesis

Patogenesis dispepsia fungsional masih belum diketahui secara pasti. Gangguan motilitas diduga menjadi salah satu penyebab berdasarkan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya bukti ritme elektris lambung yang tidak teratur dan perlambatan waktu pengosongan lambung dan duodenum atau motilitas abnormal yang ditandai dengan gerak mundur dari lambung dan duodenum. Penelitian yang dilakukan oleh Hyman, dkk. menunjukkan adanya kelainan motilitas tersebut pada 39 dari 44 anak yang memiliki gejala saluran cerna bagian atas yang fungsional. Penelitian yang dilakukan oleh Pineiro Cerrero, dkk. juga menunjukkan bahwa pasien dengan nyeri perut fungsional memiliki kelainan aktivitas elektrik lambung dengan


(33)

gerakan lambung yang lebih lamban dibandingkan dengan kelompok yang sehat. Sebagai tambahan, pasien tersebut juga memiliki tekanan kontraksi duodenum yang tinggi.6 Pada penelitian yang dilakukan oleh Friesen, dkk. dijumpai bahwa 52% anak yang diteliti dan menderita dispepsia fungsional memiliki abnormalitas elektrogastrografi. Mereka menunjukkan adanya disritmia berupa bradigastria pada saat puasa dan takigastria setelah makan. Abnormalitas ini berhubungan dengan perlambatan waktu pengosongan lambung dan memberatnya keluhan nyeri perut setelah makan.16

Gangguan motilitas lambung diduga terkait dengan aktivasi eosinofil. Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dispepsia fungsional terjadi pengaktifan eosinofil dengan tingkat sedang sampai ekstensif pada mukosa lambung.19 Fokus penelitian lainnya adalah sel mast dan kaitannya dengan faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis dan psikologis dapat berhubungan dengan inflamasi pada pasien dengan dispepsia fungsional. Sel mast menjadi fokus penelitian karena hubungannya yang erat dengan saraf enterik. Sel mast mengalami peningkatan jumlah pada bagian antrum, korpus dan duodenum pasien dengan dispepsia fungsional. Peningkatan tersebut berhubungan dengan hipersensitivitas akan distensi dan sel mast tersebut akan mengalami degranulasi apabila lambung mengalami distensi.15 Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa aktivasi sel mast akan menghasilkan mediator yang mengeksitasi sistem saraf enterik dan menyebabkan abnormalitas fungsi sensorik dan motorik saluran cerna. Mediator yang dihasilkan berupa triptase yang akan berikatan dengan


(34)

reseptor PAR-2 yang dalam waktu cepat akan menghasilkan perubahan mioelektrikal pada elektrogastrografi.11

Faktor psikologis seperti kecemasan dapat berperan dalam respon inflamasi. Stres akan mengaktivasi hipotalamus untuk melepaskan

corticotrophin-releasing factor (CRF). CRF juga diproduksi oleh sel inflamasi di susunan saraf perifer sampai sentral. Sel mast mengekspresikan reseptor CRF dan jika terstimulasi akan melepaskan sitokin dan mediator proinflamasi lainnya. Telah diketahui pula bahwa hubungan faktor psikologi dengan inflamasi bersifat dua arah, dimana faktor psikologi dapat menimbulkan inflamasi dan inflamasi dapat mencetuskan kecemasan dan depresi. Berbagai mediator yang dilepaskan sel inflamasi akan mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang. Sel mast dan dan histamin neuronal memainkan peranan penting dalam mencetuskan kecemasan, terutama lewat reseptor H1 postsinaps. Hal ini menjelaskan mengapa gejala dispepsia fungsional berkurang dengan pemberian penyekat reseptor H1 atau H2 dan stabilisator sel mast. Mediator lain seperti tumor necrosis factor-α juga dapat mengaktifkan sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal atau berpengaruh langsung pada sistem saraf pusat.10 Pengurangan gejala setelah pemberian obat antisekretorik melahirkan pendapat bahwa penyakit ini berkaitan dengan tingginya kadar asam lambung. Pada kenyataannya, tidak ada penelitian yang menunjukkan adanya hipersekresi asam pada pasien dispepsia fungsional. Respon terhadap obat antisekretorik tersebut cenderung bersifat plasebo.5


(35)

2.2.6. Manifestasi Klinis

Gejala yang paling sering dilaporkan oleh pasien yang menderita dispepsia fungsional adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas.10 Nyeri sering digambarkan timbul saat makan, setelah makan dan pada malam hari yang dapat membangunkan anak dari tidur. Rasa tidak nyaman yang dilaporkan berupa rasa menyesak setelah makan, perasaan cepat kenyang, kembung, sendawa, mual, muntah dan kurang selera makan. 6,7,9-11,16

Pada penelitian yang dilakukan oleh Spiroglou, dkk. gejala yang dijumpai tidak berbeda dengan gejala pada orang dewasa, namun keparahan dispepsia lebih ringan pada anak-anak. Dari 348 anak yang diteliti, dispepsia berat dijumpai hanya pada 49 (14,1%) anak. Nyeri perut, terutama di epigastrium adalah gejala yang utama, disertai dengan sendawa, mual, muntah dan kembung setelah makan. Mual, muntah dan sendawa lebih sering dijumpai pada kasus sedang dan berat, sedangkan kembung dan rasa cepat kenyang lebih sering dijumpai pada kasus ringan. Nyeri epigastrium lebih sering dijumpai pada dispepsia fungsional sedangkan pucat lebih sering pada dispepsia organik. Sulit untuk membedakan klasifikasi dispepsia fungsional oleh karena kemampuan anak kurang, terutama anak di bawah 6-7 tahun sulit menyatakan gejala dispepsia dan terbatasnya pengalaman dokter anak untuk mengevaluasi gejala ini.9


(36)

Penilaian keparahan dispepsia fungsional dilakukan berdasarkan sistem skoring. Skor terendah 0 dan tertinggi 16. Ada 3 kelompok, yaitu kelompok dispepsia ringan (<6), sedang (7-10) dan berat (>11).

Tabel 2.1. Sistem Skoring untuk Menentukan Keparahan Dispepsia.5

Skor Intensitas nyeri Ringan

Sedang Berat

1 2 3 Durasi nyeri Di bawah 15 menit

15-60 menit Di atas 60 menit

1 2 3 Insidensi nyeri Sekali setiap 10 hari

2-5 kali seminggu Setiap hari

1 2 3 Terbangun saat tidur

malam Tidak pernah Jarang* Sering 0 1 2 Absensi di sekolah Kurang dari 1 hari dalam

seminggu

1 hari dalam seminggu

Lebih dari 1 hari dalam seminggu 1 2 3

Muntah Tidak pernah

Jarang** Sering 0 1 2 Keterangan:

*Paling sedikit dua kali dalam 3 bulan terakhir **2-4 kali dalam 3 bulan terakhir

2.2.7. Diagnosis

Berdasarkan definisi dari dispepsia fungsional yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis digali manifestasi klinis dari dispepsia fungsional, diet, psikologi dan faktor sosial. Hal tersebut dapat membantu mencari hubungan atara gejala yang terjadi dengan makanan, aktivitas dan stresor. Penting juga untuk melakukan anamnesis terhadap orang tua untuk memperoleh informasi


(37)

mengenai pola makan, lokasi nyeri, intensitas serta karakteristiknya, kegiatan sehari-hari dan pola defekasi. Selain itu perlu ditelaah lamanya gejala, keterlibatan inflamasi saluran cerna bagian atas, gangguan motilitas, penyakit pankreas, empedu atau saluran kemih dan kelainan psikiatri.6

Dari hasil pemeriksaan, dilakukan penegakan diagnosis berdasarkan kriteria Roma yang telah diadaptasikan untuk anak-anak. Kriteria diagnosisnya adalah:6

1. Nyeri atau ketidaknyamanan yang menetap atau berulang pada perut bagian atas

2. Tidak ada bukti penyakit organik yang menyebabkan gejala tersebut

3. Tidak ada bukti bahwa dispepsia berkurang dengan defekasi atau berkaitan dengan perubahan frekuensi defekasi atau bentuk feses.

Nyeri atau ketidaknyamanan tersebut menetap selama setidaknya 12 minggu yang terjadi dalam kurun waktu 12 bulan.6,7

Masih terdapat kontroversi mengenai modalitas diagnostik yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis dispepsia fungsional pada anak-anak.6,7 Pemeriksaan urin dan darah dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. Endoskopi dilakukan untuk memeriksa adanya inflamasi pada saluran cerna bagian atas. Jika endoskopi menunjukkan hasil normal, dilakukan pemantauan refluks asam lambung.2 Penggunaan endoskopi sebagai modalitas diagnosis pertama untuk dispepsia fungsional masih diragukan. Nyeri perut berulang menjadi indikasi endoskopi disamping tanda-tanda penyakit organik seperti hematemesis, muntah yang berkepanjangan,


(38)

disfagia, odinofagia, nyeri yang menetap dan penurunan berat badan atau jika gejala yang ada menetap setelah pengobatan empiris.7-9 Di lain pihak ada pendapat yang menyatakan endoskopi tidak perlu dilakukan karena prosedurnya yang tidak menyenangkan dan nilai diagnosisnya yang terbatas.7,9 Berdasarkan konsensus Maastricht dan fakta dimana keganasan pada saluran cerna anak dan angka kejadian tukak peptik sangat kecil, penggunaan endoskopi kurang dianjurkan.9

Ultrasonografi perut kurang membantu dalam mendiagnosis dispepsia fungsional pada anak-anak. Foto polos abdomen dengan kontras penting untuk menyingkirkan penyebab fisikal seperti malrotasi, penyakit Crohn dan lesi obstruktif atau inflamasi yang lain. Manometri gastroduodenal mudah dilakukan dan berguna dalam pemeriksaan gangguan fungsi saluran cerna bagian atas dan memberikan dasar pendekatan pengobatan yang bekerja memodifikasi motilitas lambung dan usus halus.5,6

2.2.8. Diagnosis Banding

Terdapat banyak kelainan yang memiliki manifestasi klinis seperti dispepsia fungsional.6,7 Salah satu kelainan yang paling mirip adalah dispepsia sekunder akibat penyakit organik. Dispepsia sekunder karena penyakit organik harus dibedakan dari dispepsia fungsional karena penatalaksanaannya jelas berbeda. Dispepsia sekunder akibat penyakit organik dicurigai pada anak-anak dengan manifestasi klinis sebagai berikut:6


(39)

2. Demam, penurunan berat badan atau gagal tumbuh 3. Muntah berwarna seperti empedu atau berdarah 4. Nyeri yang dapat membangunkan anak dari tidurnya 5. Nyeri alih ke punggung, bahu atau lengan atas 6. Nyeri saat berkemih

7. Dijumpai darah pada urin 8. Nyeri pada pinggang

9. Inflamasi atau luka pada daerah anus 10. Dijumpai darah pada feses

11. Dijumpai hasil laboratorium abnormal

12. Adanya riwayat inflammatory bowel disease atau tukak peptik pada keluarga2

Adapun penyebab dispepsia sekunder akibat penyakit organik dipaparkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.2. Penyebab Dispepsia Sekunder akibat Penyakit Organik.5

Kelainan Organik Penyebab Dispepsia Infeksi parasit

Penyakit saluran empedu dan hepatic Pankreatitis

Penyakit Chron’s

Penyakit Celiac Intoleransi laktosa

Pertumbuhan berlebih bakteri Refluks gastroesofageal Ulkus peptikum

Gastritis Helicobacter pylori

Inflamasi Saluran cerna atas yang diinduksi obat Gastroenteritis eosinofilik


(40)

Penyakit lain yang menyerupai dispepsia fungsional adalah gastroenteritis eosinofilik. Friessen, dkk. melaporkan kasus anak dengan nyeri perut bagian atas yang tidak remisi dengan pengobatan empiris selama 12 minggu. Dari pemeriksaan endoskopi dijumpai peningkatan jumlah eosinofil yang menandai gastroenteritis eosinofilik.5

2.2.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dispepsia bergantung pada penyebabnya, apakah organik atau fungsional. Jika penyebab organik ditemukan, penatalaksanaan yang dilakukan spesifik terhadap penyebabnya. Untuk dispepsia fungsional, penatalaksanaannya bersifat simtomatis saja.6Pada pelayanan kesehatan primer pemberian terapi empiris cukup aman setelah menyingkirkan tanda refluks gastrointestinal. Pengobatan empiris yang dianjurkan adalah antisekretorik dan prokinetik.5,8

Pengaturan pola makan penting dalam penatalaksanaan dispepsia fungsional. Menghindari makanan berbumbu kuat, berlemak dan yang mengandung kafein dapat meringankan gejala. Obat-obatan golongan prokinetik, penyekat reseptor H2, penghambat pompa proton dan antidepresan trisiklik dosis rendah berguna dalam mengurangi gejala. Dispepsia ulcer-like berespon positif terhadap obat prokinetik, yang menunjukkan dasar patogenesisnya berupa perubahan motilitas saluran cerna. Penyekat reseptor H2 dan agen prokinetik digunakan untuk anak-anak dengan gejala dispepsia yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan


(41)

sekolah.6 Pada anak dengan dispepsia fungsional dan Helicobacter pylori

negatif, dianjurkan untuk mendapatkan obat penetralisir asam lambung terlebih dahulu seperti penyekat reseptor H2, antasida dan penghambat pompa proton atau obat prokinetik seperti cisaprid dan metoklopramid. Apabila gejala tetap bertahan, terapi diganti menjadi obat prokinetik apabila sebelumnya dipakai obat penetralisir asam lambung dan sebaliknya. Apabila setelah 8 minggu gejalanya tetap bertahan atau kambuh apabila pengobatan dihentikan, dianjurkan untuk dilakukan endoskopi.9

Penelitian awal menyatakan bahwa obat antisekretorik merupakan terapi empiris yang paling tepat. Seiring berjalannya waktu, peneliti melakukan pemeriksaan manometri antroduodenum, elektrogastrografi dan ultrasonografi pada anak dengan dispepsia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat gangguan motilitas lambung disertai inflamasi tanpa adanya lesi mukosa spesifik. Hal ini memunculkan ide bahwa obat prokinetik lebih superior daripada obat antisekretorik.8,9

Pendekatan biopsikososial pada dispepsia fungsional berfokus pada penanganan gejala dengan menilai faktor psikososial yang memperberat gejala. Penilaian dilakukan tidak hanya pada anak tetapi juga keluarganya. Obat yang digunakan sama seperti pengobatan empiris ditambah antidepresan trisiklik.8 Meskipun dengan pengobatan, masih ada anak yang tetap menunjukkan gejala. Bagi mereka, penatalaksanaan yang dilakukan meliputi modifikasi lingkungan, relaksasi, psikoterapi, hipnoterapi atau


(42)

2.2.10. Komplikasi dan Prognosis

Terlepas dari kontroversi keterlibatan Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional pada anak-anak, infeksi tersebut dapat menyebabkan penurunan ambilan nutrisi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Sood, dkk. membuktikan bahwa anak dengan dispepsia fungsional dan infeksi Helicobacter pylori menunjukkan indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan anak dengan dispepsia fungsional tanpa infeksi Helicobacter pylori.17


(43)

2.3..Kerangka Konseptual

Gambar 2.1.Kerangka Konseptual Gangguan Motilitas

Adanya Ritme Elektris Lambung yang Tidak Teratur

Perlambatan Waktu Pengosongan Lambung dan Duodenum

Adanya gerak Mundur dari Lambung dan duodenum

Kelainan Motilitas Adanya Kelainan Aktivitas Elektrik Lambung Yang Lambat

Tekanan Kontraksi Duodenum Yang Tinggi

Dispepsia Fungsional

mengganggu aktivitas sekolah : konsentrasi belajar,

prestasi belajar


(44)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara crosssectional study (studi sekat lintang )

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Pesantren AR-Raudhatul Hasanah di kota Medan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 bulan pada bulan Desember 2013 - Januari 2014

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pesantren AR-Raudhatul Hasanah di kota Medan. Populasi target adalah penderita dengan riwayat dispepsia fungsional usia 8 sampai 18 tahun. Penelitian dilakukan selama bulan Desember 2013 – Januari 2014

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus hipotesis dengan dua populasi (two side test), yaitu :18

(

)

(

)

2 2 2 1 2 2 1 1 ) 1 ( ) 2 / 1 ( 2 1 ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 2 P P P P P P Z P P Z n n − − + − + − ≥

= −α −β

) 2 / 1 (−α


(45)

) 1 (−β

Z = deviat baku alpha. utk β= 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282

1

P = proporsi anak usia 8 sampai 18 tahun yang menderita dispepsia 0,007 (0,7%)5

2

P = perkiraan proporsi anak usia 8-18 tahun yang menderita dispepsia yang diteliti, ditetapkan sebesar = 0,257

2

1 P

P − = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,257

Dengan menggunakan rumus diatas maka sampel minimal untuk masing-masing kelompok dispepsia sebanyak 45 anak.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Bersedia ikut dalam penelitian ini yang dinyatakan dengan informed consent

2. Dijumpai gejala seperti rasa penuh setelah makan yang menganggu,perasaan cepat kenyang, nyeri ulu hati, rasa terbakar didaerah ulu hati atau epigatrium tanpa ada gejala lain.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Adanya gejala lain di luar dari kriteria inklusi

2. Mengunakan obat yang efek samping menyebabkan dispepsia, seperti asam mefenamat, narkotika dan psikotropika dalam jangka waktu 7 hari terakhir.


(46)

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Di minta secara tertulis dari subyek penelitian atau diwakili oleh keluarganya yang ikut bersedia dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian

3.7. Ethical clearance

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

3.8. Cara Kerja

1. Pasien disurvei dengan mengisi kuisioner dan wawancara langsung.

2. Pasien dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pengukuran antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan yang dilakukan oleh peneliti. Pengukuran berat badan menggunakan timbangan merk One Med, dengan posisi berdiri dengan pakaian yang tipis dan tanpa memakai alas kaki, dilakukan oleh seorang petugas. Pembacaan berat badan dengan tingkat presisi 0.5 kg.

3. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria diagnostik dispepsia fungsional (Rome Criteria III) berdasarkan anamnesis dimasukkan ke dalam penelitian.

4. Pasien yang sudah memenuhi (Rome Criteria III) dilanjutkan mengisi formulir untuk penilaian rapor dan intelegensia tes Binet yang telah disediakan.


(47)

3.9 Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Dispepsia fungsional Nominal

Tanpa dispepsia fungsional Nominal

Variabel tergantung Skala Prestasi belajar (Nilai Rapor) Numerik

Prestasi belajar (Test IQ Binet) Numerik

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi

Pengisian formulir Menurut kriteria Rome III

Dispepsia fungsional Tanpa Dispepsia Fungsional

Penilaian prestasi belajar dengan nilai rapor dan

Test IQ Binet

Penilaian prestasi belajar dengan nilai rapor dan


(48)

3.11. Definisi Operasional

1. Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang didiagnosis berdasarkan

Rome Criteria III yaitu :

1. Salah satu atau lebih dari gejala di bawah ini : - Rasa penuh setelah makan yang mengganggu - Perasaan cepat kenyang

- Nyeri ulu hati

- Rasa terbakar di daerah ulu hati atau epigastrium

2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna bagian atas).

3. Prestasi adalah hasil yang didapat berdasarkan nilai rapor dan tes binet dengan penilaian IQ (intellegencia question) angka 1-120

3.12. Pengolahan dan Analisis Data

Data akan dianalisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi dari karakteristik sample uji X-square akan dilakukan untuk melihat adanya perbedaan prestasi belajar antara dispepsia fungsional dan tanpa dispepsia fungsional. Odds rasio akan dihitung untuk melihat besarnya hubungan antara kedua variabel untuk membandingkan prestasi belajar anak usia 8 – 18 tahun.


(49)

Berdasarkan prestasi belajar digunakan diuji dengan T Independent dan dilakukan dengan perangkat lunak statistik SPSS versi 17.0 dengan tingkat kemaknaan P < 0,05


(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 800 orang anak di Pesantren Arraudathul Hasanah. Dari 800 orang didapatkan 45 orang anak menderita dispepsia. Anak dengan dispepsia dilakukan penilaian nilai rapor dan pemeriksaan test IQ Binet. Untuk kelompok pembanding diambil 45 orang anak dari 755 orang anak yang tidak menderita dispepsia dan dilakukan penilaian nilai rapor dan pemeriksaan test binet IQ Binet.


(51)

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik

Dispepsia fungsional (n = 45)

Tanpa Dispepsia fungsional

(n = 45)

Jenis Kelamin, n(%)

Laki-laki 25 (55.60) 23 (51.10)

Perempuan 20 (44.40) 22 (48.90)

Umur , rerata (SB), tahun 8.9 (0.72) 10 (0.64) Chronological Age, rerata (SB), tahun 9.1 (1.05) 10 (0.64) Skor Mental Age, rerata (SB), tahun 8.3 (0.74) 10.1 (1.03) Pendidikan Ayah, n (%)

SMA 1 (2.20) 0

D1 15 (33.30) 18 (40.00)

S1 29 (64.40) 27 (60.00)

Pendidikan Ibu, n (%)

SMA 13 (28.90) 15 (33.30)

D1 10 (22.20) 13 (28.90)

S1 22 (48.90) 17 (37.80)

Pekerjaan Ayah, n (%)

Dosen 7 (15.60) 5 (11.10)

PNS 18 (40.00) 22 (48.80)

Pegawai Kantor 0 1 (2.20)

Pegawai Swasta 7 (15.60) 8 (17.80)

Wiraswasta 12 (26.70) 9 (20.00)

Pekerjaan Ibu, n (%)

Dosen 5 (11.10) 4 (8.90)

Guru 1 (2.20) 1 (2.20)

IRT 12 (26.70) 16 (35.60)

PNS 11 (22.00) 18 (40.00)

Pegawai Swasta 14 (31.10) 5 (11.10)

Wiraswasta 2 (4.40) 1 (2.20)

Pada studi ini diperoleh bahwa jumlah anak laki-laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan pada kedua kelompok. Anak laki-laki pada kelompok dispepsia fungsional berjumlah 25 anak (55,6%) dan kelompok tanpa dispepsia fungsional sebanyak 23 anak (51,1%). Rerata umur anak dispepsia fungsional adalah 9 tahun (Simpangan Baku= 0,72 tahun) dan


(52)

kelompok anak tanpa dispepsia fungsional adalah 10 tahun (Simpangan Baku=0,64 tahun). Chronological age pada anak tanpa dispepsia fungsional lebih tinggi dibanding anak dengan dispepsia fungsional yaitu 10 tahun berbanding 9 tahun. Untuk skor mental age, jauh lebih tinggi kelompok anak tanpa dispepsia fungsional dibanding anak dengan dispepsia fungsional. Rerata skor mental age pada anak-anak tanpa dispepsia fungsional adalah 10 tahun (Simpangan Baku = 1.03 tahun) dan pada anak-anak dengan dispepsia fungsional adalah 8.5 tahun (Simpangan Baku = 0.74 tahun). Pendidikan ayah dan ibu di dua kelompok studi mayoritas adalah S1. Pekerjaan ayah di dua kelompok juga didominasi oleh PNS sedangkan untuk pekerjaan ibu di kelompok anak dengan dispepsia fungsional kebanyakan adalah pegawai swasta sebanyak 14 anak (31,1%) dan pada kelompok tanpa dispepsia fungsional adalah PNS sebanyak 18 anak (40%).

Tabel 4.2 Prestasi belajar berdasarkan nilai rata-rata rapor pada kelompok anak dengan dispepsia fungsional dan tanpa dispepsia fungsional

Dispepsia fungsional

(n = 45)

Tanpa Dispepsia fungsional

(n = 45)

P

Nilai rata-rata rapor, rerata (SB) 6.6 (0.93) 7.6 (0.95) 0.0001

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa rerata nilai rapor pada anak-anak dengan dispepsia fungsional adalah 6,63(Simpangan Baku=0,93) sedangkan pada kelompok anak tanpa dispepsia fungsional dengan nilai rerata rapor 7,64 (Simpangan Baku = 0,95). Dari hasil analisis dengan uji T independent


(53)

ditemukan perbedaan rerata yang signifikan pada nilai rapor untuk dua kelompok studi, dimana nilai rata-rata rapor lebih tinggi pada anak-anak tanpa dispepsia fungsional.

Tabel 4.3 Prestasi belajar berdasarkan rerata IQ pada anak dengan dispepsia fungsional dan tanpa dispepsia fungsional

Dispepsia fungsional

(n = 45)

Tanpa Dispepsia fungsional

(n = 45)

P

IQ, rerata (SB) 99.7 (8.85) 100.5 (8.86) 0.679

Dari hasil analisis menggunakan uji T independent diperoleh tidak ditemukan perbedaan yang signifikan untuk rerata IQ antara kelompok anak dengan dispepsia fungsional dan kelompok anak tanpa dispepsia fungsional (p=0,679, p>0,05).


(54)

BAB 5 PEMBAHASAN

Diagnostik dispepsia fungsional meliputi salah satu dari perasaan mudah kenyang, mudah terasa penuh, nyeri pada epigastrium dan disertai tidak dijumpainya kelainan lain secara struktural organ yang terjadi dalam 3 bulan terakhir dan onset gejala dialami dalam 6 bulan.19

Frekuensi dispepsia fungsional pada anak sekitar 70%. Insiden dispepsia fungsional pada anak-anak sebesar 62,5%9 dan studi lain melaporkan angka sebesar 65,3%.15 Penelitian yang terbaru melaporkan angka yang lebih besar, yaitu 70,7% berdasarkan anamnesis terinci, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.9 Literatur internasional lainnya melaporkan prevalensi dispepsia berkisar antara 5%-20%. Usia terjadi dispepsia fungsional mulai usia 4 sampai 14 tahun dan sering disertai dengan sakit perut berulang.9 Studi lain juga menunjukkan ada sekitar 50-62.5% anak-anak yang mengalami gejala mual, muntah, mudah kenyang, terbangun pada saat malam hari, dan peningkatan sendawa merupakan dispepsia fungsional.20,21 Pada studi ini ditemukan ada 5.6% anak dengan dispepsia fungsional pada populasi dan rerata usia 9 tahun dan anak laki-laki lebih banyak mengalami dispepsia fungsional.


(55)

Studi menunjukkan pola pikir dan mental pada saat remaja dan dewasa malah justru tidak seperti seusianya bahkan cenderung seperti usia lebih muda yang mempengaruhi tingkatan prestasi belajar.22 Studi lain melihat efek relatif pada usia kronologikal, mental dan IQ dapat terjadi. Anak dengan IQ yang lebih tinggi akan memiliki usia kronologikal dan mental yang lebih baik daripada anak dengan IQ yang rendah.23 Studi lain menunjukkan usia kronologikal dan mental dapat dipengaruhi oleh penyakit ataupun adanya hambatan psikologis anak.24 Pada studi ini menunjukkan anak dengan dispepsia fungsional memiliki rerata usia 9 tahun, rerata usia kronologikal yang tidak jauh dari usia rerata 109 bulan (9 tahun) dan rerata usia mental yang menurun dari usia rerata 100 bulan (8 tahun).

Setiap individu berbeda satu dengan yang lain dalam kemampuan untuk membentuk ide, adaptasi lingkungan, belajar dari pengalaman, membentuk berbagai alasan, dan mengatasi segala rintangan dengan pemikirannya. Studi menunjukkan adanya tipe Piaget untuk penilaian IQ sama antara beberapa anak yang memiliki beban yang sama dengan lingkungan yang sama.24 Studi lain menyatakan perkembangan IQ tidak dipengaruhi antara tahu dan tidak tahu. Studi lain juga menunjukkan adanya variabel tingkah laku yang berubah pada anak dengan dispepsia dilihat dari aspek pengobatan secara farmakologi.25 Meskipun berbeda namun pada kenyataannya tidak ada satu individu pun yang mampu terus mempertahankan kemampuannya secara konsisten. Banyak aspek yang


(56)

mempengaruhi termasuk peranan genetik, nutrisi, lingkungan, proses pencapaian informasi dan psikometri intelegensia serta aspek kesehatan pribadi.25-26 Pada studi ini ternyata ditemukan anak dengan dispepsia fungsional dan anak tanpa dispepsia fungsional memiliki IQ yang relatif sama.

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan. Studi menunjukkan hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Dispepsia fungsional merupakan akibat dari kombinasi beberapa faktor seperti faktor biologi atau fisiologi (seperti inflamasi, gangguan mekanik dan sensorik), psikologikal (seperti kecemasan, depresi, somatisasi) dan sosial (interaksi dengan orang tua, guru atau teman sebaya).9,10

Studi menunjukkan anak dan remaja memiliki pengalaman terhadap nyeri ataupun sakit misal pada saat terluka, prosedur medis dan lain-lain.27 Studi ini juga menunjukkan tidak semua bentuk nyeri mengganggu aktivitas namun kebanyakan nyeri berulang ataupun sakit kronis sering menjadi masalah karena dapat mengganggu fungsi.28 Suatu studi menunjukkan ketidakmampuan dalam adaptasi nyeri dan penyesuaian aktivitas memberikan kemunduran perasaan anak.29 Beberapa studi menunjukkan sejumlah nyeri sering menyebabkan anak absen dari sekolah. 30-32


(57)

Beberapa studi juga menunjukkan sakit atau nyeri lama mempengaruhi aktivitas sekolah, mengganggu tidur, interaksi negatif di keluarga, kehilangan perhatian terutama di kelas, peningkatan perasaan depresi, kesulitan dalam menerima tugas-tugas di kelas.33-35 Suatu studi terhadap penilaian anak menyikapi penyakit maka anak memilih absen di sekolah, penurunan performa akademik, persepsi yang terganggu dalam kompetensi.33 Studi lain menunjukkan adanya kemampuan sosial, fungsi akademik menurun dan kebutuhan pelayanan kesehatan.34,36-38 Dengan perkataan lain, fungsi sekolah termasuk aspek sosial, kognitif, emosional tingkah laku yang terjadi secara langsung ataupun tidak langsung memiliki dampak proses tingkah laku dan mental pada keadaan di sekolah. Ada studi lain menyatakan ada dampak nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, termasuk absensi sekolah, perasaan kurang sempurna dan pemahaman arti anak atau remaja yang menderita nyeri kronis.37,38

Penelitian terbaru telah mengkonfirmasi anak dengan pengalaman nyeri berulang akan mengalami gangguan fungsional yang signifikan terutama anak dengan sakit kepala dan nyeri perut.38,39 Suatu studi menunjukkan bahwa tingkat ketidakhadiran yang tinggi di sekolah telah terbukti berhubungan dengan nyeri berulang pada anak.40,41 Studi lain menunjukkan target pengobatan anak dengan penyakit akan segera kembali ke sekolah merupakan kunci yang ditargetkan oleh interdisipliner perawatan medis untuk anak sakit berulang.42,43


(58)

Pada studi ini belum dilakukan penilaian dari konteks sejauh mana dispepsia fungsional menyebabkan segala aktivitas, perasaan emosional, pengaruh kualitas hidup dan ketidakhadiran di sekolah berpengaruh.

Data empiris pada tingkat fungsi kognitif dan prestasi akademik pada anak dengan nyeri kronis akan berkurang. Suatu studi untuk mengukur fungsi kognitif pada 62 pasien di pusat pediatrik menggunakan Skala Wechsler Intelligence untuk anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata IQ Full- Scale, IQ verbal, dan kinerja IQ semua dalam kisaran rata-rata.44-45 Studi lain menemukan anak yang datang ke klinik rumah sakit Gastrointestinal, 6 dari 50 peserta didiagnosis dengan ketidakmampuan belajar melalui pengujian standar. Prestasi dan ''overachievement'' anak dan remaja dengan nyeri berulang memiliki pencapaian kognitif dan akademik yang rata-rata.46 Pada studi ini diperoleh hasil yang sama dimana nilai IQ antara anak dengan atau tanpa dispepsia fungsional memiliki rerata IQ yang sama.

Definisi kuantitatif operasional ''overachievement'' dan prestasi bagi anak dengan nyeri berulang berdasarkan nilai prestasi yang diprediksi dari skor kognitif lebih dipertimbangkan daripada skor pencapaian aktual sebenarnya.33,45 Pada penelitian ini digunakan skor pencapaian aktual sebenarnya berdasarkan nilai rapor terakhir yang diperolehnya.


(59)

Keterbatasan dari penelitian ini dimana pertanyaan-pertanyaan mengenai dampak rasa sakit dan penyebab absensi lain di sekolah yang berhubungan dengan prestasi akademik atau dampak yang lebih luas dari perkembangan anak yang normal seperti kompetensi sosial atau penyesuaian emosional tidak dibahas dalam penelitian ini. Sehingga perlu penelitian lebih lanjut di masa depan untuk melihat dampak tersebut di atas, termasuk periode nyeri, frekuensi nyeri, tingkatan skala nyeri dan evaluasi strategi berbasis sekolah yang dapat meminimalkan dampak rasa sakit yang terkait. Program sekolah yang cukup fleksibel memungkinkan interaksi normal anak dengan sesama rekannya, namun fluktuasi sakit dan fungsi perlu diakomodasi, seperti kurikulum penyesuaian, atau kombinasi pendidikan di sekolah dan pembelajaran berbasis rumah bagi anak dan remaja dengan nyeri kronis atau berulang.


(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Prestasi belajar berdasarkan nilai rapor anak tanpa dispepsia fungsional memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan anak dengan dispepsia fungsional. Pada kedua kelompok diperoleh IQ yang sama pada pemeriksaan Test IQ Binet.

6.2. Saran

1. Perlu penelitian lanjut yang mencakup banyak aspek untuk menentukan hubungan prestasi belajar anak dengan atau tanpa dispepsia fungsional. 2. Perlu promosi kesehatan bagi siswa/i menggunakan food model untuk

memberi informasi akan kebiasaan makanan yang baik dan sehat.

3. Perlu dilakukan perbaikan status gizi responden yang mengalami dispep-sia fungsional berdasarkan Pedoman Umum Gizi Seimbang.

4. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan dan dispepsia fungsional.

5. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai kebiasaan makan dengan penggunaan teknik dan instrumen yang berbeda, misal metode recall.


(61)

BAB 7 RINGKASAN

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai atau hasil usaha yang dicapai seseorang melalui perbuatan belajar yang memperoleh hasil dalam bentuk tingkah laku nyata dan baru.

Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap.

Prestasi belajar dapat dikatakan sebagai ukuran kemampuan yang didapat, dicapai atau ditampilkan seseorang sebagai bukti dari usaha yang dilakukan dalam belajar.

Prestasi belajar dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrensik. Faktor intrinsik dibagi atas faktor fisiologikal dan psikologikal. Seorang anak dengan keluhan nyeri perut akan mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-hari termasuk di pendidikan formal dan informal. Nyeri perut bagian dari faktor gangguan fisiologikal yang dapat mempengaruhi kualitas hidup anak termasuk penilaian prestasi belajar anak. Salah satu sakit perut atau nyeri perut yang berhubungan dengan fisiologikal yakni dispepsia fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar anak yang mengalami dispepsia fungsional dengan atau tanpa dispepsia pada anak usia 8-18 tahun.


(62)

Sampel adalah penderita dengan riwayat dispepsia fungsional usia 8-18 tahun dan anak tanpa riwayat dispepsia fungsional usia 8-8-18 tahun pada sekolah pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan. Dari 800 orang anak yang dilakukan skrining diperoleh 45 anak memiliki riwayat dispepsia fungsional, dan dimasukkan ke dalam kelompok kasus, sedangkan anak yang tanpa dispepsia fungsional ke dalam kelompok kontrol. Kedua kelompok tersebut kemudian dilakukan pengisian kuisioner, penilaian nilai rapor, dan test IQ Binet untuk mengetahui prestasi belajar. Sebelumnya telah diberi penjelasan (informed consent) dan persetujuan mengikuti penelitian.

Kesimpulan studi penelitian ini bahwa ditemukan perbedaan yang signifikan pada nilai rapor untuk dua kelompok studi. Anak tanpa dispepsia memiliki nilai rata-rata rapor yang lebih tinggi daripada anak dengan dispepsia. Sedangkan untuk test IQ Binet tidak ada perbedaan anak dengan atau tanpa dispepsia fungsional.


(63)

SUMMARY

Achievement is the result that has been achieved or results of operations are achieved through the act of learning a person who obtained the results in the form of real and new behavior.

Learning is a mental or psychic activity that takes place in an active interaction with the environment that result in changes in knowledge, skills, attitudes and values. Learning achievement can be said as a measure of the ability gained, achieved or shown a person as evidence of the work done in the study.

Learning achievement is influenced by intrinsic and ekstrensik. Intrinsic factor is divided into physiological and psychological factors. A child with abdominal pain will experience a disruption in daily activities including formal and informal education. Abdominal pain is a part of a physiological disorder of factors that can affect the quality of life of children, including children's learning achievement assessment. One of abdominal pain or abdominal pain that is associated with physiological functional dyspepsia.

This study aims to determine the differences in learning achievement of children who have functional dyspepsia with or without dyspepsia in children aged 8-18 years.

Samples were patients with a history of functional dyspepsia and children aged 8-18 years with no history of functional dyspepsia aged 8-18


(64)

years at boarding school Ar-rhaudatul Hasanah field. Of the 800 children screened were obtained 45 children had a history of functional dyspepsia, and put in the case group, whereas children without functional dyspepsia in the control group. Both groups then performed filling the questionnaire, assessment grades, and IQ tests Binet to determine learning achievement. Previously been given an explanation (informed consent) and following the approval of research.

The conclusion of this research study that found a significant difference in grades for the two study groups. Children without dyspepsia had an average report card grades higher than children with dyspepsia. As for using Binet IQ test no difference with or without the child's functional dyspepsia.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

1. Baron, Byrne. Prestasi belajar. Dalam buku: Psikologi Sosial. Jilid 2. Jakarta:Erlangga. 2005.h.40-7

2. Djaali, H. Pemahaman Belajar Siswa. Dalam buku: Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. 2008.h.12-7

3. Hurlock, E. Psikologi perkembangan. Dalam buku: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi 5. Jakarta : Erlangga. 1996.h.76-82

4. Makmun, Abin Syamsudin. Berkarya dan belajar. Dalam buku: Psikologi pendidikan. Bandung : Rosdakarya. 1996.h.22-32

5. Czinn, SJ. Dispepsia in children. J Pediatr Gastroenterol Nutr.

1993;17:237-8

6. Loening-Baucke, V. Dispepsia in children. International Foundation for Functional Gastrointestinal. 2008. h.1-6

7. Guariso, G. dkk. Indications to upper gastrointestinal endoscopy in children with dispepsia. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2010;50:493-99 8. Magazzu, G. Dispepsia: functional or not? J Pediatr Gastroenterol

Nutr. 2001;32:S30-1

9. Spiroglou, K. dkk. Dispepsia in childhood: clinical manifestations and management. Annals of Gastroenterology. 2004;17:173-80


(66)

10. Kalach, N. dkk. Helicobacterpylori infection is not associated with specific symptoms in nonulcer-dyspeptic children. Pediatrics.

2005;115:17-21

11. Schappi, MG. dkk. Mast cell-nerve interactions in children with functional dispepsia. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2008;47:472-80 12. Sarwono, S.W. Teori-Teori Psikologi Sosial. Dalam buku: Psikologi

Sosial. Jakarta. Balai pustaka. 2005.h.14-20

13. Sarlito, Meinarno. Pendidikan dasar dan perkembangan. Dalam buku: Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Humanika. 2002.h4-8

14. Zulkifli.. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2005.h.22-31

15. Schurman, JV., Singh, M., Singh, V., Neilan, N. and Friesen, CA. Symptoms and subtypes in pediatric functional dispepsia: relation to mucosal inflammation and psychological functioning. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2010;51:298-303

16. Friesen, CA. dkk. Electrogastrography in pediatric functional dispepsia: relationship to gastric emptying and symptom severity. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2006;42:265-9

17. Bode, G., Rothenbacher, D., Brenner, H. and Adler, G. Helicobacter

pylori and abdominal symptoms: a population-based study among

preschool children in Southern Germany. Pediatrics. 1998;101:634-7 18. Lwanga, S K et al. Sample size determination in a pediatrical manual,


(67)

19. Rome III. Functional Dyspepsia. Dalam buku:Rome III diagnostic criteria for functional gastrointestinal disorders. 2009.h.4-5

pediatric gastroenterology clinic. Observations of 50 children and their families.Psychosomatics. 1993;34(6):485-93

21. Rasquin A, DiLorenzo F, Forbes D, Guiraldes E, Hyams J S, Staiano A,et al. Childhood Functional Gastrointestinal Disorders: Child / Adolescent. Gastroenterology. 2006;130:1527–37

22. Donner J. Tesis: A concept measure of personality growth: self-concept maturity (SCM), development, validation and age effects. International University Bremen. May 2006. h.1-344

23. Devries, Rheta. Performance on Piaget type tasks of high IQ , average IQ and low IQ children. Eric. 1973;7(129):1-17

24. Neisser U. Intelligence: Knowns and Unknowns. J American Psychologist. 1996;51(2):77-101

25. Winnicki I R, Wicek S, Wo H. Behavioral variables in functional dyspepsia: the type a behavior pattern, symptoms occurrence, andeffectiveness of pharmacologic treatment in school-aged children.

Pediatrics. 2008;121;S112-5

26. Bearce K H. What is intellegencia?. Personal communication. Diakses pada tanggal 22 Januari 2014. Diunduh dari:


(68)

27. Claar R L, Walker L S, Smith C A. Functional disability in adolescents and young adults with symptoms of irritable bowel syndrome: The role of academic, social and athletic competence. Journal of Pediatric Psychology. 1999;24(3):271-80

Chronic Pain: A Review of Methods and Measures. J. Pediatr. Psychol. 2011;36(9):991-1002

29. Collin C, Hockaday J M, Waters W E. Headache and school absence. Archives of Disease in Childhood. 1985;60:245-7

30. McGhee J L, Burks F N, Sheckels J L, Jarvis J N. Identifying Children With Chronic Arthritis Based on Chief Complaints: Absence of Predictive Value for Musculoskeletal Pain as an Indicator of Rheumatic Disease in Children. Pediatrics. 2002;110;354-62

31. Petersen S, Hägglöf B L, Bergström E I. Impaired health-related quality of life in children with recurrent pain. Pediatrics. 2009;124:e759-67

32. Peterson S. Improve Learning Through Formative Assessment.

Spring. 2008;32:1-8

33. Greco L A, Freeman K E, Dufton L. Overt and relational victimization among children with frequent abdominal pain: Links to social skills, academic functioning, and health service use. Journal of Pediatric Psychology. 2007;32(3):319-27


(69)

34. Logan D E, Simons L E, Kaczynski K J. School functioning in adolescents with chronic pain: The role of depressive symptoms in school impairment. Journal of Pediatric Psychology. 2009;34(8):882-92 35. Logan D E, Simons L E. Development of a group intervention to

improve school functioning in adolescents with chronic pain and depressive symptoms: A study of feasibility and preliminary efficacy. Journal of Pediatric Psychology. 2010;35(8):823-36

36. Gil K M, Carson J W, Porter L S, Ready J, Valrie C, Redding-Lallinger R, et al. Daily stress and mood and their association with pain, health-care use, and school activity in adolescents with sickle cell disease. Journal of Pediatric Psychology. 2003;28(5):363-73

37. Roth-Isigkeit A, Thyen U, Stöven H, Schwarzenberger J, Schmucker P. Pain among children and adolescents: Restrictions in daily living and triggering factors. Pediatrics. 2005;115:e152-62

38. Kashikar-Zuck S, Lynch AM, Graham TB, Swain NF, Mullen SM, Noll RB. Social functioning and peer relationships of adolescents with juvenile fibromyalgia syndrome. Arthritis Care and Research.

2007;57:474-80

39. Konijnenberg A Y, Uiterwaal C S P M, Kimpen J L L, van der Hoeven J, Buitelaar J K, de Graeff-Meeder E R. Children with unexplained chronic pain: Substantial impairment in everyday life. Archives of Disease in Childhood. 2005;90:680-6


(70)

41. Malleson P M, Connell H, Bennett S M, et al. Chronic musculoskeletal and other idiopathic pain syndromes. Arch Dis Child. 2001;84:189-92 42. Eccleston C, Malleson PN, Clinch J, Connell H, Sourbut C. Chronic

pain in adolescents: Evaluation of a programme of interdisciplinary cognitive behaviour therapy. Archives of Disease in Childhood.

2003;88:881-5

43. Eccleston C, Jordan A L, Crombez G. The Impact of Chronic Pain on Adolescents: A Review of Previously Used Measures. Journal of Pediatric Psychology. 2006;31(7):684–97

44. Sherry DD, McGuire T, Mellins E, Salmonson K, Wallace CA, Nepom B. Psychosomatic musculoskeletal pain in childhood: Clinical and psychological analyses of 100 children. Pediatrics. 1991;88:1093-9 45. Woodbury MM. Recurrent abdominal pain in child patients seen at a

pediatric gastroenterology clinic: Observations of 50 children and their families. Psychosomatics. 1993;34:485-93


(71)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : Dr.Nurhandayani

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU 2. Supervisor

1. Prof.Dr. Atan Baas Sinuhaji,SpA(K) 2. Dr.Supriatmo, SpA(K)

3. Dr.H.Emil Azlin, SpA(K) 3. Anggota penelitian

1. Dr.Edy irawan

2. Dr.Noor Azrita Aldani 3. Dr.Syafrida Hiliya Rambe

2. Jadwal Penelitian

Kegiatan/ Waktu November 2013 Desember 2013 Januari 2014 Februari 2014 Persiapan Pelaksanaan Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan

3. Perkiraan biaya

1. Penyusunan dan pengandaan hasil : Rp. 3.000.000 2. Seminar hasil penelitian : Rp. 2.000.000

3. Tes IQ Binet :

Jumlah : Rp. 10.000.000


(72)

4. Lembar Penjelasan

Yth Bapak/ Ibu……

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri (dengan menunjukkan surat tugas dari

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU). Nama saya dokter Nurhandayani,

Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Saat ini saya sedang melaksanakan penelitian untuk tesis saya yang berjudul Perbandingan Prestasi Belajar Pada Aanak Yang Mengalami Dispepsia Fungsional Dengan Tanpa Dispepsia Pada Usia 8 Sampai 18 Tahun. Maksud dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penyakit Dispepsia Fungsional Terhadap prestasi belajar pada anak.

Pada penelitian ini akan dilakukan, penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pemberian catatan harian nyeri dan kuisoner untuk mengetahui anak yang menderita nyeri perut.

Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya dilakukan penelitian prestasi belajar yang dihubungkan dengan nyeri perut yang dialaminya , maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

Bapak/ Ibu serta putra putri anda bebas menolak ikut atau mengundurkan diri dalam penelitian ini. Semua data penelitian akan diperlakukan secara rahasia, sehingga tidak memungkinkan orang lain mengetahui data penderita. Semua biaya penelitian akan ditanggung oleh peneliti.

Kerjasama Bapak/ Ibu sangat diharapkan dalam penelitian ini. Bila masih ada hal – hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada dr. Nurhandayani, alamat : jl. Kapten M. Jamil Lubis No. 157 Medan, No. HP : 081361133444.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak / Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan turut terhadap anak Bapak / Ibu dalam penelitian yang telah disiapkan.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, mudah – mudahan informasi yang saya sampaikan sudah cukup jelas, dan atas kerja sama Bapak / Ibu saya ucapkan terimakasih.


(73)

5. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Alamat : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk diikut sertakan dalam penelitian terhadap anak saya :

Nama : ... Umur ... tahun Alamat Rumah : ... Alamat Sekolah : ... yang tujuan, sifat, dan perlunya penelitian tersebut di atas, telah cukup dijelaskan telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan

... , ...2014 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. Nurhandayani ………

Saksi-saksi : Tanda tangan


(74)

Kuesioner Penelitian

Divisi Gastroentero-Hepatologi

Dept. Ilmu Kesehatan Anak FK USU – RSHAM Medan

Tanggal :

6. Kuesioner 1. Data Pribadi

Nama : ... Tanggal pemeriksaan: ... Umur : ……… Tempat Tanggal Lahir :... Jenis kelamin : ………

Alamat : ...

Anak ke….dari ……jumlah saudara. ...

Berat badan : ...kg Tinggi badan: ...cm Saat ini duduk di kelas: ...

Absensi disekolah oleh karena sakit perut dalam 2 bulan terakhir : ...

2. Data Orang Tua

Umur Orang Tua : Ayah…...Tahun, Ibu……….Tahun Pendidikan Terakhir

Ayah : 1. SD 2. SMP 3. SMU 4. D3/D4 5. S1/S2 Ibu : 1. SD 2. SMP 3. SMU 4. D3/D4 5. S1/S2 Pekerjaan

Ayah : 1. PNS 2. Karyawan swasta 3. Wiraswasta 4. Petani/Nelayan 5. Tidak bekerja Ibu : 1. PNS 2. Karyawan swasta 3. Wiraswasta

4. Petani/Nelayan 5. Tidak bekerja Pendapatan / Bulan

Ayah : 1.<Rp.500 ribu 2. Rp.500 ribu -1 juta 3.Rp.1 juta – 3 juta 4. >Rp. 3 juta

Ibu : 1.<Rp.500 ribu 2. Rp.500 ribu -1 juta 3.Rp.1 juta – 3 juta 4. >Rp. 3 juta


(75)

3. Data Sakit perut

1. seberapa sering kamu mengalami nyeri atau perasaan tidak enak pada perut bagian atas (diatas pusat) dalam dua bulan terakhir?

a. Sekali dalam seminggu b. Tidak pernah

c. 1 sampai 3 kali dalam sebulan d. Setiap hari

e. Beberapa kali dalam seminggu

2. Bagaimanakah Perasaan yang kamu rasakan diatas pusat?

a. Kembung ___ Tidak ___ Ya b. Nyeri/ sakit ___ Tidak ___ Ya c. Tidak merasa lapar setelah makan hanya sedikit ___ Tidak ___ Ya

d. Mual ___ Tidak ___ Ya

e. Perasaan kenyang ___ Tidak ___ Ya

3. Ketika kamu merasa nyeri atau tidak nyaman diatas pusat, berapa lama hal itu berlangsung?

a. 30 sampai 60 menit b. 60 sampai 120 menit c. Kurang dari 30 menit d. Sepanjang hari e. Lebih dari 120 menit

4. Berapa lama kamu telah mengalami nyeri atau perasaan tidak enak diatas pusat tersebut?

a. 2 bulan b. 3 bulan

c. 1 bulan atau kurang d. 4 sampai 11 bulan e. 1 tahun atau lebih


(76)

Lingkari salah satu angka pada masing-masing pertanyaan berikut.

Dalam 2 bulan terakhir, ketika kamu merasa nyeri atau tidak nyaman diatas pusat, seberapa seringkah 0% dari waktu Tidak pernah 25% dari waktu Sesekali 50% dari waktu Kadang-kadang 75% dari waktu Sering 100% dari waktu Selalu

5. Perasaan nyeri atau tidak enak berkurang setelah kamu buang air besar (BAB)?

0 1 2 3 4

6. BAB-mu lebih lembek atau encer dari biasanya?

0 1 2 3 4

7. BAB-mu lebih keras dari biasanya?

0 1 2 3 4

8. Kamu lebih sering BAB dari biasanya?

0 1 2 3 4

9. Kamu lebih jarang BAB dari biasanya?

0 1 2 3 4

YA TIDAK 10. Apakah sakit perut pada waktu haid? ( ) ( )

11. Apakah sakit perut disertai demam? ( ) ( )


(77)

7. Catatan Harian Nyeri

NAMA : ALAMAT :

USIA : SEKOLAH/KELAS :

BB/TB : J.KELAMIN :

BULAN :

TANGGAL 1 2 3 4 5 6 7

SAKIT PERUT (YA/ TIDAK) LAMA SAKIT (MENIT) MINUM OBAT (YA/ TIDAK) ABSEN SEKOLAH (YA/ TDK)


(78)

(79)

(80)

(1)

3. Data Sakit perut

1. seberapa sering kamu mengalami nyeri atau perasaan tidak enak pada perut bagian atas (diatas pusat) dalam dua bulan terakhir?

a. Sekali dalam seminggu b. Tidak pernah

c. 1 sampai 3 kali dalam sebulan d. Setiap hari

e. Beberapa kali dalam seminggu

2. Bagaimanakah Perasaan yang kamu rasakan diatas pusat?

a. Kembung ___ Tidak ___ Ya

b. Nyeri/ sakit ___ Tidak ___ Ya c. Tidak merasa lapar setelah makan hanya sedikit ___ Tidak ___ Ya

d. Mual ___ Tidak ___ Ya

e. Perasaan kenyang ___ Tidak ___ Ya

3. Ketika kamu merasa nyeri atau tidak nyaman diatas pusat, berapa lama hal itu berlangsung?

a. 30 sampai 60 menit b. 60 sampai 120 menit c. Kurang dari 30 menit d. Sepanjang hari e. Lebih dari 120 menit

4. Berapa lama kamu telah mengalami nyeri atau perasaan tidak enak diatas pusat tersebut?

a. 2 bulan b. 3 bulan

c. 1 bulan atau kurang d. 4 sampai 11 bulan e. 1 tahun atau lebih


(2)

Lingkari salah satu angka pada masing-masing pertanyaan berikut. Dalam 2 bulan terakhir, ketika kamu merasa nyeri atau tidak nyaman diatas pusat, seberapa seringkah 0% dari waktu Tidak pernah 25% dari waktu Sesekali 50% dari waktu Kadang-kadang 75% dari waktu Sering 100% dari waktu Selalu

5. Perasaan nyeri atau tidak enak berkurang setelah kamu buang air besar (BAB)?

0 1 2 3 4

6. BAB-mu lebih lembek atau encer dari biasanya?

0 1 2 3 4

7. BAB-mu lebih keras dari biasanya?

0 1 2 3 4

8. Kamu lebih sering BAB dari biasanya?

0 1 2 3 4

9. Kamu lebih jarang BAB dari biasanya?

0 1 2 3 4

YA TIDAK

10. Apakah sakit perut pada waktu haid? ( ) ( )

11. Apakah sakit perut disertai demam? ( ) ( )


(3)

7.

Catatan Harian Nyeri

NAMA : ALAMAT :

USIA : SEKOLAH/KELAS :

BB/TB : J.KELAMIN :

BULAN :

TANGGAL 1 2 3 4 5 6 7

SAKIT PERUT (YA/ TIDAK) LAMA SAKIT (MENIT) MINUM OBAT (YA/ TIDAK) ABSEN SEKOLAH (YA/ TDK)


(4)

(5)

(6)