Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Serta Tingkat Kepadatan Lalat pada Tempat Pembuatan Keripik Sanjai Balado di Kecamatan Payakumbuh Barat Kota Payakumbuh Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan
Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah higiene dan sanitasi

mempunyai tujuan yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu
melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu
maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah higiene dan sanitasi
memiliki perbedaan yaitu higiene lebih mengarahkan aktifivitasnya kepada
manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan
pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia (Azwar, 2000).
2.1.1

Pengertian Higiene
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan subyeknya. Misalnya mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan
piring serta membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan

makanan secara keseluruhan. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zatzat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi
lingkungan (Depkes RI, 2004).
Menurut Azwar (2000), higiene adalah usaha kesehatan yang mempelajari
kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya
penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi
lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya

7
Universitas Sumatera Utara

8

minum air yang direbus, mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan
pengawasan kesegaran makanan.
2.1.2

Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih

untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi
sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).
Menurut Azwar (2000), sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang
menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang
mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Adapun kegiatan yang
dilakukan dalam usaha higiene dan sanitasi adalah:
1.

Keamanan makanan dan minuman yang disediakan.

2.

Higiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan dan minuman
oleh karyawan yang bersangkutan.

3.

Keamanan terhadap penyediaan air.

4.


Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

5.

Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,
penyajian dan penyimpanan.

6.

Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat perlengkapan.

2.1.3

Pengertian Makanan
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang menurut Maslow

menduduki peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu
membutuhkan sejumlah makanan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Oleh


Universitas Sumatera Utara

9

ekonom, makanan dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Makanan
merupakan bagian budaya yang sangat penting (Khomsan, 2003).
Menurut Kepmenkes

RI

No.942/Menkes/SK/VII/2003, makanan

jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh penjamah makanan di
tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi
umum. Makanan jajanan tidak termasuk makanan yang disajikan jasa boga, rumah
makan/restaurant, dan hotel.
Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan
yang dikonsumsi selain atau antara waktu makanan utama dalam sehari. Oleh
karena itu, makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat
mengobati rasa lapar dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh

(Anonim, 2007).
Makanan ringan yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dimakan untuk
dinikmati rasanya. Produk yang termasuk dalam kategori makanan ringan
menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK00.05.52.4040 Tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan
adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia,
tepung atau pati 9dari umbi dan kacang)dalm bentuk keripik, kerupuk, jipang.
Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik)
juga masuk ke dalam kategori makanan ringan (Putri, 2011).
Menurut Notoatmodjo (2007) ada empat fungsi pokok makanan bagi
kehidupan manusia, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

10

1.

Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti
jaringan tubuh yang rusak.


2.

Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

3.

Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan
cairan tubuh yang lain.

4.

Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Menurut Soemirat (2009), makanan dapat terkontaminasi mikroba karena

beberapa hal:
1.

Mengolah makanan atau makan dengan tangan kotor.


2.

Memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan.

3.

Menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotan bersih dan
lain-lainnya.

4.

Dapur, alat masak dan makanan yang kotor.

5.

Makanan yang sudah jatuh ke tanah masih dimakan.

6.

Makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat

menjangkaunya.

7.

Makan mentah dan matang disimpan bersama-sama.

8.

Makanan dicuci dengan air kotor.

9.

Makanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran disekitarnya.

10. Sayuran dan buah-buahan yang ditanam pada tanah yang terkontaminasi.
11. Memakan sayuran dan buah-buahan yang terkontaminasi.
12. Penjamah makanan yang sakit atau carrier penyakit.
13. Pasar yang kotor, banyak insekta dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


11

2.1.4

Pengertian Sanitasi Makanan
Sanitasi

makanan

adalah

salah

satu

upaya

pencegahan


yang

menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan, mulai dari
sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap
untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini
bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah
konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan
pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (Sumantri, 2010).
Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk
kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan
dan penyakit pada manusia (Chandra, 2007). Sedangkan menurut Oginawati
(2008), sanitasi makanan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan
tumbuh dan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam
makanan yang dapat merusak makanan dan membahayakan kesehatan manusia.
Menurut Chandra (2007) dan Oginawati (2008), terdapat 6 tahapan yang
harus diperhatikan di dalam upaya sanitasi makanan, yaitu:
1.


Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.

2.

Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan.

3.

Keamanan terhadap penyediaan air bersih.

4.

Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

Universitas Sumatera Utara

12

5.

Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,
penyajian dan penyimpanan.

6.

Pencucian, pembersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapan.
Menurut Mulia (2005), sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan

oleh 3 faktor yaitu faktor fisik, faktor kimia, dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik
terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan
seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan
lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan
oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta
tempat penyimpanan makanan. Faktor kimia disebabkan oleh adanya zat-zat
kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obatobat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obatan pertanian untuk
kemasan makanan, dan lain-lain. Faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi
oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit.
2.1.5

Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan
Sanitasi makanan bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian

makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang
akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan/pemborosan makanan. Higiene
dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat
dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan (Prabu, 2008).
Menurut Depkes RI (2007), tujuan higinene dan sanitasi makanan dan
minuman adalah:

Universitas Sumatera Utara

13

a.

Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehtan
konsumen.

b.

Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan
melalui makanan.

c.

Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan
makanan di institusi.
Selain itu menurut Chandra (2007) dan Oginawati (2008), tujuan dari

higiene dan sanitasi makanan antara lain;
a.

Menjamin keamanan dan kebersihan makanan.

b.

Mencegah penularan wabah penyakit.

c.

Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat.

d.

Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

e.

Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan
oleh perantara-perantara makanan.

2.2

Prinsip Higiene Sanitasi Makanan
Menurut Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, untuk mencapai

tersedianya makanan yang sehat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
upaya higiene sanitasi makanan harus mendasarkan 6 prinsip, yakni upaya
pemilihan bahan baku, upaya penyimpanan bahan baku, upaya pengolahan
makanan, upaya penyimpanan makanan masak, upaya pengangkutan makan
masak dan upaya penyajian makanan.

Universitas Sumatera Utara

14

2.2.1

Pemilihan Bahan Baku
Pemilihan bahan baku haruslah yang masih segar, masih utuh, tidak retak

atau pecah. Untuk makanan yang cepat membusuk tidak boleh terdapat kotoran
dan tidak ada ulat. Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara
fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang sudah
membusuk atau rusak. Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang
baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber
tidak jelas karena kurang dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya. Sanitasi
makanan yang buruk bisa disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya
kontaminasi oleh bakteri, misalnya virus, jamur, dan parasit yang terdapat di
dalam makanan (Sumantri, 2010).
Menurut Kepmenkes

RI

No.1098/Menkes/SK/VII/2003, pemilihan

bahan makanan adalah pemilihan semua bahan baik terolah maupun tidak,
termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong Beberapa hal yang harus
diingat tentang pemilihan bahan makanan adalah:
1.

Hindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yag tidak jelas.

2.

Gunakan catatan tempat pembelian bahan makanan.

3.

Mintalah informasi atau keterangan asal-usul bahan yang dibeli.

4.

Belilah bahan di tempat penjualan resmi dan bermutu, seperti rumah potong
pemerintah atau tempat potong resmi yang diawasi pemerintah, tempat
pelelangan ikan resmi, dan pasar bahan dengan sistem pendinginan.

Universitas Sumatera Utara

15

5.

Tidak membeli bahan makanan yang sudah kadaluwarsa atau membeli
daging/unggas yang sudah terlalu lama disimpan, khususnya organ dalam
(jeroan) yang poyensial mengandung bakteri.

6.

Membeli daging unggas yang tidak terkontaminasi dengan racun/toksin
bakteri pada makanan.
Menurut Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, ada 2 jenis

bahan makanan, yaitu bahan makanan mentah (segar) dan bahan makanan terolah
(olahan pabrik):
1.

Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan
sebelum dihidangkan, seperti:
a.

Daging, susu, telur, ikan/udang, buah, dan sayuran harus dalam keadaan
baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan rasa.
Sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.

b.

Jenis tepung dan biji-bijian dalam keadaan baik, tidak berubah warna,
tidak bernoda, dan tidak berjamur.

c.

Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba
seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tecium aroma
fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan
tidak berjamur.

2.

Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi
digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

16

a.

Makanan dikemas harus mempunyai label dan merek, terdaftar dan
mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak atau pecah, belum
kadaluwarsa, dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.

b.

Makanan tidak dikemas harus berbau dan segar, tidak basi, tidak busuk,
tidak rusak, tidak berjamur, dan tidak mengandung bahan berbahaya.

3.

Bahan makanan siap santap yaitu bahan makanan yang dapat langsung
dimakan tanpa pengolahan seperti bakso, soto, dan lain-lain.
Menurut Depkes RI (2004), sumber bahan makanan yang baik adalah:

1.

Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang
dikendalikan dengan baik misalnya swalayan.

2.

Tempat-tempat penjualan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah
dengan baik.

2.2.2

Penyimpanan Bahan Baku
Menurut Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, bahan makanan

yang digunakan dalam proses produksi baik bahan baku, bahan tambahan maupun
bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena
kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan keamanan
makanan.

Tempat

penyimpanan

bahan

makanan

harus

terhindar

dari

kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya
maupun bahan berbahaya. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan
jenis bahan makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam
lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan
tidak lembab.

Universitas Sumatera Utara

17

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak
mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan
terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci.
Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan
disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).
Menurut Kepmenkes

RI

No.1098/Menkes/SK/VII/2003, mensyaratkan

tersedianya ruang atau gudang untuk menyimpan bahan makanan dan terdapat
sarana untuk penyimpanan bahan makanan dingin. Ada 4 cara penyimpanan
bahan makanan, yaitu:
a.

Penyimpanan sejuk (cooling) yaitu penyimpanan pada suhu 100ºC-150ºC
untuk jenis minuman, buah dan sayuran.

b.

Penyimpanan dingin (chilling) penyimpanan pada suhu 40ºC-100ºC untuk
bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali.

c.

Penyimpanan dingin sekali (Freeezing), penyimpanan pada suhu 0ºC-40ºC
untuk jenis bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu
sampai 24 jam.

d.

Penyimpanan beku (frozen), yaitu penyimpanan pada suhu < 0ºC untuk bahan
makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.
Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes

RI

No.1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah:
1.

Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih.

2.

Penempatannya terpisah dengan makanan jadi.

Universitas Sumatera Utara

18

3.

Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan
yaitu dalam suhu yang sesuai, ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari
10 cm dan kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90%.

4.

Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak
menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :

5.

a.

Jarak makanan dengan lantai 15 cm.

b.

Jarak makanan dengan dinding 5 cm.

c.

Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak
sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan.
Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri),
sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan.
Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out (FIFO).
Sedangkan menurut Depkes RI (2000) dalam penyimpanan bahan

makanan hal-hal yang diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.

Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan
memenuhi syarat.

2.

Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga mudah untuk
mengambilnya, tidak menjadi tempat bersarang/bersembunyi serangga dan
tikus, tidak mudah membusuk dan rusak, dan untuk bahan-bahan yang mudah
membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin.

3.

Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk
riwayat keluar masuk barang dengan sistem FIFO (First In First Out).

Universitas Sumatera Utara

19

2.2.3

Pengolahan Bahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah

menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang
mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan
pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak
langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan
dilakukan dengan jalan menggunakan sarung tangan plastik dan penjepit makanan
(Arisman, 2009).
Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang
memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai
bentuk yang mengundang selera (Azwar, 2000). Dalam pengolahan makanan, ada
empat aspek yang harus diperhatikan yaitu penjamah makanan, cara pengolahan,
tempat pengolahan, dan peralatan pengolahan makanan (Kusmayadi, 2008).
2.2.3.1 Tenaga Penjamah Makanan
Penjamah Makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan mulai
dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun menyajikan
makanan. Mengingat pekerja merupakan sumber kontaminan yang potensial
dalam memindahkan cemaran, maka perlu dibakukan tata cara pelaksanaan dan
tata tertib pekerja selama berada dilingkungan pabrik pengolahan pangan. Tata
tertib ini terutama menyangkut pekerjaan yang perlu dilakukan dan bagaimana
cara melakukan agar menghasilkan produk yang bermutu dan sehat (Sihite, 2000).
Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan menurut Kepmenkes RI
No.1098/Menkes/SK/VII/2003 antara lain :

Universitas Sumatera Utara

20

1.

Memiliki temperamen yang baik

2.

Memiliki pengetahuan dan higiene perorangan yang baik seperti menjaga
kebersihan panca indera (mulut, hidung, tenggorokan, telinga), kebersihan
kulit, kebersihan tangan (potong kuki dan mencuci tangan), kebersihan
rambut (pakai tutup kepala), dan kebersihan pakaian kerja.

3.

Sehat berdasarkan surat keterangan sehat yang menyatakan:
a.

Bebas penyakit kulit

b.

Bebas penyakit menular seperti influenza, dan diare

c.

Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi

d.

Bebas TBC, pertusis, dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya

e.

Sudah

mendapatkan

imunisasi

Chotypa

(cholera,

Thypus,

dan

Parathypus)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan pribadi penjamah
makanan (Depkes RI, 2000) adalah sebagai berikut :
1.

Mencuci tangan, kebersihan tangan penjamah makanan yang bekerja
mengolah dan memproduksi pangan sangat penting sehingga perlu
mendapatkan perhatian khusus. Penjamah harus selalu mencuci tangan
sebelum bekerja dan keluar dari kamar mandi. Selain itu, kuku juga harus
dirawat dan dibersihkan serta dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan
seperti cincin sewaktu bekerja.

2.

Pakaian, hendaknya penjamah makanan memakai pakaian khusus dengan
ukuran yang pas dan bersih, umumnya pakaian berwarna terang (putih) dan
penggunaannya khusus waktu bekerja saja.

Universitas Sumatera Utara

21

3.

Topi atau penutup kepala, semua penjamah makanan hendaknya memakai
topi atau penutup kepala untuk mencegah jatuhnya rambut kedalam makanan
atau kebiasaan menggaruk kepala.

4.

Sarung tangan / celemek, hendaknya penjamah makanan memakai sarung
tangan dan celemek (apron) selama mengolah makanan dan sarung tangan ini
harus dalam keadaan baik dan bersih.

5.

Tidak merokok, penjamah makanan sama sekali tidak di izinkan merokok
selama pengolahan makanan.

2.2.3.2 Cara Pengolahan Makanan
Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih
dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak
menjamah makanan, serta penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan
tetapi menggunakan peralatan seperti penjepit makanan. Menurut Depkes RI
(2000), syarat- syarat proses pengolahan makanan adalah:
a.

Jenis bahan yang digunakan, baik bahan tambahan maupun bahan penolong
serta persyaratan mutunya.

b.

Jumlah bahan untuk satu kali pengolahan

c.

Tahap-tahap proses pengolahan

d.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan dengan
mengingat faktor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya,
sehingga tidak mengakibatkan, pembusukan, kerusakan dan pencemaran.

Universitas Sumatera Utara

22

2.2.3.3 Tempat Pengolahan Makanan
Tempat pengolahan makanan adalah tempat dimana makanan diolah
sehingga menjadi makanan yang terolah ataupun makanan jadi yang biasanya
disebut dapur. Dapur merupakan tempat pengolahan makanan yang harus
memenuhi syarat higiene dan sanitasi, diantaranya konstruksi dan perlengkapan
sanitasi (Cahyadi, 2008).
Syarat-syarat tempat pengolahan makanan menurut Depkes RI (2000)
adalah sebagai berikut:
1.

Lantai
Harus dibuat dari bhan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tahan lama dan
kedap air. Lantai harus dibuat dengan kemiringan 1-2% ke saluran
pembuangan air limbah.

2.

Dinding dan Langit- langit
Dinding harus dibuat kedap air sekurang-kurangnya satu meter dari lantai.
Bagian dinding yang kedap air tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang
serta dapat mudah dibersihkan. Demikian juga dengan langit- langit harus
terbuat dari bahan yang bewarna terang.

3.

Pintu dan Jendela
Pintu dan jendela harus dibuat sedemikian rupa sehingga terhindar dari lalu
lintas lalat dan serngga lainnya.dengan demikian harus diperhatikan pintu
masuk dan keluar harus selalu tertutup atau pintu yang harus bisa ditutup
sendiri.

Universitas Sumatera Utara

23

4.

Ventilasi Ruang Dapur
Secara garis besarnya ventilasi terbagi atas dua macam yaitu ventilasi alam
dan buatan. Ventilasi alam terjadi secara alamiah dan disyaratkan 10% dari
luas lantai dan harus dilengkapi dengan perlindungan terhadap serangga dan
tikus.

5.

Pencahayaan
Pencahayaan yang cukup diperlukan pada tempat pengolahan makanan untuk
dapat melihat dengan jelas kotoran lemak yang tertimbun dan lain- lain.
Pencahayaa diruang dapur sekurang-kurangnya 20 fc, sebaikya dapat
menerangi setiap permukaan tempat pengolahan makanan dan pada tempattempat lain seperti tempat mencuci peralatan, tempat cuci tangan, ruang
pakaian, toilet, tempat penampungan sampah disamping itu selama
pembersihan harus disediakan pencahayaan yang cukup memadai.

6.

Pembuangan Asap
Dapur harus dilengkapi dengan pengumpul asap dan juga harus dilengkapi
dengan penyedot asap untuk mengeluarkan asap dari cerobongnya.

7.

Penyediaan Air Bersih
Harus ada persediaan air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan.
Minimal syarat fisik yaitu tidak bewarna, tidak berasa, tidak berbau.

8.

Penampungan dan pembuangan sampah
Sampah harus ditangani sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran.
Sampah harus dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering serta
diusahakan pencegahan masuknya serangga ketempat pembuangan sampah.

Universitas Sumatera Utara

24

Disamping itu sampah harus dikeluarkan dari tempat pengolahan makanan
sekurang-kurangnya setiap hari. Segera setelah sampah dibuang, tempat
sampah dan peralatan lain yang kontak dengan sampah harus dibersihkan
Ciri-ciri tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan antara lain:

9.

a.

Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah berkarat.

b.

Mudah dibersihkan dan bagian dalam dibuat licin dan bentuknya halus.

c.

Mudah diangkan dan ditutup.

d.

Kedap air, terutama menampung sampah basah.

e.

Tahan terhadap benda tajam dan runcing.

Pembuangan Air Limbah
Harus ada system pembuangan limbah yang memenuhi. syarat kesehatan.
Bila tersedia saluran pembuangan air limbah di kota, maka sistem drainase
dapat disambungkan dengan alur pembuangan tersebut harus didesain
sedemikian rupa sehingga air limbah segera terbawa keluar gedung dan
mengurangi kontak air limbah dengan lingkungan diluar sistem saluran.

10. Perlindungan dari serangga dan tikus
Serangga dan tikus sangat suka bersarang ataupun berkembang biak pada
tempat pengolahan makanan, oleh karena itu pengendaliannya harus secara
rutin karena binatang tersebut bisa sebagai pembawa penyakit dan sekaligus
menimbulkan kerugian ekonomi. Karena kebisaan hidupnya, mereka dapat
menimbulkan gangguan kesehatan. Mereka dapat memindahkan kuman
secara mekanis baik langsung kedalam makanan/bahan makanan atau
langsung mengkontaminasi peralatan pengolahan makanan dan secara

Universitas Sumatera Utara

25

biologis dengan menjadi vektor beberapa penyakit tertentu. Beberapa
penyakit penting yang dapat ditularkan/disebarkan antara lain demam
berdarah, malaria, disentri, pest. Infestasi serangga tikus, tikus dapat pula
menimbulkan kerugian ekonomi karena mereka merusak bahan pangan dan
peralatan pengolahan makanan.
2.2.3.4 Peralatan Pengolahan Makanan
Menurut Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, peralatan
pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut :
1.

Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan
zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan.

2.

Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak, dan tidak
menimbulkan pencemaran terhadap makanan.

3.

Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus
atau ada sudut mati, rata, halus, dan mudah dibersihkan.

4.

Peralatan pengolahan makanan dalam keadaan bersih sebelum digunakan.

5.

Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak
boleh mengandung E.coli

6.

Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian
peralatan harus menggunakan sabun atau detergent, serta dibebas hamakan
sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm dan air panas 800 C.

7.

Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat
sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau mesin pengering
dan tidak boleh dilap dengan kain.

Universitas Sumatera Utara

26

2.2.4

Penyimpanan Makanan Masak
Makanan masak sangat disukai oleh bakteri karena suasananya cocok

untuk tempat berkembang biaknya bakteri. Oleh karena itu, cara penyimpannya
harus memperhatikan wadah penyimpanan makanan masak (setiap makanan yang
masak memiliki wadah yang terpisah, pemisah didasarkan pada jenis makanan
dan setiap wadah harus memiliki tutup tetapi tetap berventilasi) (Depkes RI,
2007).
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan menurut
Depkes RI (2004) adalah :
a.

Makanan yang disimpan harus diberi tutup.

b.

Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan.

c.

Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.

d.

Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan
ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lainnya.

e.

Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup.
Menurut Permenkes Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011,

penyimpanan makanan jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.

Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau,
berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.

2.

Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.
a.

Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.

b.

Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman

c.

Disimpan dalam ruangan tertutup dan bersuhu dingin (10°-18°C).

Universitas Sumatera Utara

27

3.

Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi
ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

4.

Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first
expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan

yang mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.
5.

Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan
jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi
yang dapat mengeluarkan uap air.

6.

Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

7.

Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut:
Tabel 2.1 Lama Penyimpanan Makanan Jadi atau Masak

No.

1
2
3
4

Jenis Makanan

Makanan Kering
Makanan Basah (berkuah)
Makanan Cepat Basi
(santan, telur, susu)
Makanan Disajikan Dingin

Suhu Penyimpanan
Disajikan
Akan
Belum
Dalam
Segera
Segera
Waktu
Disajikan
Disaikan
Lama
25º s/d 30ºC
˃ 60º C
- 10ºC
- 10ºC

-5º s/d -1ºC

5º s/d 10ºC

60ºC.

5.

Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat
atau rusak.

6.

Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak

langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.
7.

Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan,

bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.
8.

Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat menu,
tepat waktu an tepat tata hidang.

2.3

Kontaminasi/ Pengotoran Makanan (food contamination)
Menurut Direktorat Jenderal PP dan PL (2010), kontaminasi atau

pencemaran adalah masuknya zat asing kedalam makanan yang tidak dikehendaki
atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokan kedalam 4 macam, yaitu :
1.

Pencemaran mikroba seperti bakteri, jamur, dan cendawan.

2.

Pencemaran fisik seperti rambut, debu, tanah, serangga, dan kotoran lainnya.

3.

Pencemaran kimia seperti pupuk, pestisida, mercury, cadmium, arsen,
cyanida.

Universitas Sumatera Utara

31

4.

Pencemaran radio aktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gama, radio aktif,
sinar cosmis.

Terjadinya pencemaran dapat dibagi dalam (3) tiga cara :
1.

Pencemaran langsung (direct contamination) yaitu adanya bahan pencemar
yang masuk kedalam makanan secara langsung karena ketidak tahuan atau
kelalaian baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Contoh potongan
rambut masuk kedalam nasi, penggunaan zat pewarna kain pada makanan,
dan sebagainya.

2.

Pencemaran silang (cross contamination) yaitu pencemaran yang terjadi
secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan
makanan. Contoh makanan mentah bersentuhan dengan makanan dengan
makanan masak, makanan bersentuhan dengan pakaian atau peralatan kotor,
misalnya piring, mangkok, pisau, atau talenan, menggunakan pisau pada
pengolahan bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah
terolah).

3.

Pencemaran ulang (recontamination) yaitu pencemaran yang terjadi terhadap
makanan yang telah dimasak sempurna. Contoh nasi yang tercemar dengan
debu atau lalat karena tidak dilindungi dengan penutup.

2.4

Penyakit Bawaan Makanan
Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara

nyata dari penyakit bawaan air. Yang dimaksud dengan penyakit bawaan makanan
adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu
makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan. Beberapa

Universitas Sumatera Utara

32

penyakit bawaan makanan yang masih seringkali didapat di Indonesia daapat
disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan metazoa (Soemirat, 2009).
Menurut Depkes RI (2000), penyakit bawaan makanan adalah penyakit
yang pada umumnya menunjukkan gangguan pada saluran pencernaan yang
ditandai dengan gejala mual, perut mulas, diare, kadang-kadang muntah. Hal ini
disebabkan oleh karena mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
bakteri ganas dalam jumlah yang cukup banyak, racun bakteri atau bahan kimia
berbahaya.
Purnawijayanti (2001) membagi 2 golongan besar penyakit yang
ditularkan melalui makanan, yaitu:
1.

Infeksi
Penyakit ini disebabkan karena di dalam makanan terdapat mikroorganisme
pathogen sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti cholera,
disentri, typhus abdominalis.
Penyakit ini disebabkan karena:
a.

Makanan diolah oleh petugas pengolah makanan yang sebelumnya
pernah terkena atau sedang menderita penyakit tertentu (carrier).

b.

Makanan yang kotor karena sudah terkontaminasi atau terjamakh oleh
tikus atau serangga lain.

c.
2.

Cara memasak yang kurang baik atau sempurna.

Keracunan
Terjadi apabila di dalam makanan terdapat racun, baik racun kimia maupun
racun intoksikulasi (racun yang ada dalam makanan tersebut).

Universitas Sumatera Utara

33

Tabel 2.2 Penyakit Bawaan Makanan
Penyakit

Penyebab

Viral:
Diare

Rotavirus

Hepatitis A

Virus Hepatitis A

Bakterial:
Cholera

Vibrio cholerae

Dysenterie bacillaris

Shigella spp

Typhus abdominalis

Salmonella typhi

Tuberculosa (usus)

Mycobacterium tuberculosa

Protozoa:
Dysenterie amoeba

Entamoeba histolytica

Metazoa:
Ascariasis

Ascaris lumbricoides

Oxyuariasis

Enterobius vermicularis

Trichinosis

Trichinella spiralis

Trichuriasis

Trichuris trichiura

Ancylostomiasis

Ancylostoma duodenale

Dracontiasis

Dracunculus medinensis

Diphyllobothriasis

Diphyllobothrium latum

Cysticercosis

Cysticercus cellulosae

Taeniasis

Taenia saginata
Taenia solium

Fasciolopsiasi

Fasciolopsis buski

Sumber: Soemirat, 2009

Universitas Sumatera Utara

34

2.5

Lalat
Lalat merupakan serangga dari Ordo Diptera yang mempunyai sepasang

sayap biru berbentuk membran. Semua bagian tubuh lalat bisa berperan sebagai
alat penular penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feces, dan muntahannya).
Kondisi lingkungan yang kotor dan berbau dapat merupakan tempat yang sangat
baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi lalat rumah (Widyati, dan
Yuliarsih, 2002). Saat ini terdapat sekitar ±60.000-100.000 spesies lalat, tetapi
tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya
terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001).
Agent penyakit yang dapat dibawa oleh lalat melalui bulu-bulu, kaki dan
bagian tubuh lainnya antara lain (Mukono, 2006):
1.

Bakteri
Contoh: Vibrio cholera penyebab penyakit kolera, Salmonella thyposa
penyebab penyakit tifoid.

2.

Parasit
Contoh: Telur cacing penyebab penyakit kecacingan.

3.

Protozoa
Contoh: Entamoeba histolityca penyebab penyakit disentri.

4.

Virus
Contoh: Polio dan Hepatitis.
Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya,

kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya
mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia dan

Universitas Sumatera Utara

35

binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut
akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akhirnya
akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas.
Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, tipus,
perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang
buruk (Santi, 2001).
2.5.1

Klasifikasi Lalat
Menurut Santi (2001), klasifikasi lalat adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Hexapoda

Ordo

: Diptera

Family

: Muscidae, Sarchopagidae, Challiporidae, dan lain-lain

Genus

: Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, Fannia, dan
lain-lain

Spesies

: Musca domestica, Stomoxy calcitrans, Phenisia sp,
Sarchopaga sp, Fannia sp, dan lain-lain.

2.5.2

Morfologi Lalat
Pada umumnya lalat berukuran kecil, sedang, sampai berukuran besar,

mempunyai sepasang sayap di bagian depan dan sepasang halter sebagai alat
keseimbangan di bagian belakang, bermata majemuk dan sepasang antena yang
seringkali pendek terdiri atas tiga ruas. Mata lalat jantan lebih besar dan sangat

Universitas Sumatera Utara

36

berdekatan satu sama lain sedang yang betina tampak terpisah oleh suatu celah
dan berbentuk lebih besar daripada lalat jantan (Santi, 2001).
2.5.3

Siklus Hidup Lalat
Dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 tahapan yaitu mulai dari telur, larva,

pupa dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan
ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan
120–130 telur dan menetas dalam waktu 8–16 jam. Pada suhu rendah telur ini
tidak akan menetas (dibawah 12 –13 º C). Telur yang menetas akan menjadi larva
berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari fase larva ini
berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna
mengeringkan tubuhnya. Setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna
coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Fase ini
berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C. Kemudian
akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450–900 meter. Siklus
hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari. Lalat dewasa panjangnya
lebih kurang ¼ inci dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam
dipunggungnya. Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada
kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat
pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa
sampai 3 (tiga) bulan. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi
sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer (Santi, 2001).

Universitas Sumatera Utara

37

2.5.4
1.

Bionomik Lalat

Tempat Perindukan
Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik,
sampah basah, kotoran manusia, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan
busuk, dan kotoran yang menumpuk secara kumulatif (di kandang)
(Santi,2001).

2.

Jarak Terbang
Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia.
Jarak terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang
menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km
(Depkes RI, 1992).

3.

Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi hingga sore
hari. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti
gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan ,darah serta
bangkai binatang. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya
makan dalam bentuk cairan, makanan yang kering dibasahi oleh lidahnya
terlebih dahulu baru dihisap air merupakan hal yang penting dalam
hidupnya, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja. Lalat makan paling
sedikit 2-3 kali sehari (Santi, 2001).

Universitas Sumatera Utara

38

4.

Tempat Istirahat
Pada Waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk
titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal penting untuk mengenal tempat
lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai
dinding, langit-langit, rumput-rumput dan tempat sejuk, juga menyukai
tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta
terlindung dari angin dan matahari yang terik. Didalam rumah, lalat
istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak aktif pada
malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian kurang dari 5
meter (Santi, 2001).

5.

Lama Hidup
Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan
temperature. Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan
pada musim dingin bisa mencapai 70 hari (Depkes RI, 1992).

6.

Temperatur dan Kelembaban
Lalat mulai terbang pada temperatur 15°C dan aktivitas optimumnya pada
temperatur 21°C. Pada temperatur dibawah 7,5°C tidak aktif dan di atas
45°C terjadi kematian pada lalat. Kelembaban erat hubungannya dengan
temperatur setempat. Dimana kelembaban ini berbanding terbalik dengan
temperatur. Jumlah lalat pada musim hujan lebih banyak daripada musim
panas. Lalat sensitif terhadap angin kencang, sehingga kurang aktif untuk
keluar mencari makan waktu kecepatan angin tinggi (Depkes RI, 1992).

Universitas Sumatera Utara

39

7.

Fluktuasi Jumlah Lalat
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik (menyukai cahaya).
Pada malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan sinar buatan. Efek
sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban.
jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperatur 20 º C – 25 º C
dan akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 10 º C atau > 49 º C serta
kelembaban yang optimum 90 % (Depkes RI, 1992).

8.

Warna dan Aroma
Lalat tertarik pada cahaya terang seperti warna putih, lalat juga takut pada
warna biru. Lalat tertarik pada bau-baun yang busuk, termasuk bau busuk
dan esen buah. Bau sangat berpengaruh pada alat indra penciuman, yang
mana bau merupakan stimulus utama yang menuntun serangga dalam
mencari makanannya, terutama bau yang menyengat. Organ komoreseptor
terletak pada antena, maka serangga dapat menemukan arah datangnya bau
(Depkes RI, 1992).

2.5.5

Kepadatan Lalat
Cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka

kepadatan lalatnya. Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap
populasi lalat dewasa lebih tepat dan bisa diandalkan daripada pengukuran
populasi larva lalat. Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk
mengetahui tingkat kepadatan lalat, sumber-sumber tempat berkembang biaknya
lalat, dan jenis-jenis lalat (Depkes RI, 1992).

Universitas Sumatera Utara

40

Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan
kehidupan/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia,
antara lain (Depkes RI, 1992):
a.

Pemukiman penduduk

b.

Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya).

c.

Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang
berdekatan dengan pemukiman.

d.

Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan
dengan pemukiman.
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan

lalat antara lain (Depkes RI, 1992):
1.

Scudder grille
Scudder grille dapat dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan

cara diletakkan diatas umpan, misalnya sampah atau kotoran hewan, lalu
dihitung jumlah lalat yang hinggap diatas scudder grille itu dengan
menggunakan hand counter (alat penghitung).
2.

Sticky trap

Pemasangan sticky trap dilakukan untuk menjebak lalat dalam pemantauan
populasi dan keberadaan lalat di lapangan. Pemasangan sticky trap dilakukan
selama 24 jam. Populasi lalat yang tertangkap pada sticky trap dihitung
dengan menggunakan hand counter (alat penghitung).

Universitas Sumatera Utara

41

3.

Fly Grill
Fly Grill dipakai apabila lalat yang dijumpai pada daerah yang disurvei secara

alamiah tertarik untuk hinggap pada alat tersebut. Jadi pemakaian fly grill ini
didasarkan pada sifat lalat yang cenderung hinggap pada tepi-tepi alat
tersebut yang bersudut tajam.
Fly grill ini dapat dibuat dari bilahan kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1

cm, dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah. Bilahanbilahan kayu tersebut hendaknya di cat berwarna putih. Bilahan-bilahan yang
telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu
yang telah disiapkan dan sebaiknya pemasangan bilahan pada kerangkanya
mempergunakan kayu sekrup sehingga dapat dibongkar pasang setelah
dipakai.
Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut :
a.

Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya.

b.

Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30
detik.

c.

Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan
menggunakan counter . Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu
30 detik tetap dihitung.

d.

Jumlah lalat yang hinggap dicatat.

e.

Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang
sama.

Universitas Sumatera Utara

42

f.

Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung rata
ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut.
Menurut Depkes RI (1995), penghitungan kepadatan lalat menggunakan

fly grill sudah mempunyai angka recommendation control yaitu :

0-2

: Tidak menjadi masalah (rendah)

3-5

: Perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembangbiak
lalat seperti tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain (sedang)

6-20

: Populasi

padat

dan perlu pengamatan

lalat

dan

bila mungkin

direncanakan tindakan pengendaliannya (tinggi)
>21

: Populasi sangat padat dan perlu diadakan pengamanan terhadap tempat
berkembangbiaknya

lalat

dan

tindakan

pengendalian

(sangat

tinggi/sangat padat)
2.5.6

Pengendalian Kepadatan Lalat

2.5.6.1 Perbaikan Higiene dan sanitasi lingkungan
Perbaikan Higiene dan sanitasi lingkungan merupakan langkah awal yang
sangat penting dalam usaha menanggulangi berkembangnya populasi lalat baik
dalam lingkungan peternakan maupun pemukiman (Santi, 2001).
a.

Sampah basah atau sampah organik harus dimasukkan ke dalam wadah yang
tertutup sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir sehingga lalat tidak
hingga langsung ke dalam bak sampah.

b.

Tinja harus dibuang ke tempat khusus seperti bak yang tertutup rapat seperti
jamban yang menggunakan leher angsa dan penampungan septic tank.

Universitas Sumatera Utara

43

c.

Tumbuh-tumbuhan yang telah ditebang hendaknya dikubur agar membusuk
atau menjadi pupuk.

d.

Kandang ternak harus dapat dibersihkan, lantai kedap air, dapat disiram setiap
hari dan terdapat saluran air limbah yang baik serta kotoran ternak dapat
dibersihkan setiap hari.

2.5.6.2 Pengendalian Secara Fisik
Metode fisik merupakan metode yang murah, mudah dan aman tetapi
kurang efektif apabila digunakan pada tempat dengan kepadatan lalat yang tinggi.
Cara ini hanya cocok digunakan pada skala kecil seperti dirumah sakit, kantor,
hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, sayuran, atau
buah-buahan (Depkes RI, 1992).
1.

Fly traps

Metode ini terdiri dari dua bagian, yang pertama merupakan kontainer/kaleng
tempat umpan (bait) dengan volume 18 liter. Bagian kedua terdiri dari
sangkar tempat lalat terperangkap berbentuk kotak dengan ukuran : 30 cm x
30 cm x 45 cm. Dua bagian tersebut disusun dengan sangkar berada diatas,
jarak antara dua bagian tersebut diberi sekat berlubang 0,5 cm sebagai jalan
masuk lalat ke dalam perangkap. Kontainer/kaleng harus terisi setengah
dengan umpan yang akan membusuk di dalam kontainer/kaleng tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa jangan sampai ada air tergenang dibagian bawah
kotainer tersebut. Dekomposisi sampah basah dari dapur seperti sayuran
hijau, sereal, dan buah-buahan merupakan umpan yang paling baik. Model ini
bisa digunakan selama 7 hari setelah itu umpan dibuang dan diganti. Fly

Universitas Sumatera Utara

44

traps dapat menangkap lalat dalam jumlah besar dan c

Dokumen yang terkait

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Serta Tingkat Kepadatan Lalat pada Tempat Pembuatan Keripik Sanjai Balado di Kecamatan Payakumbuh Barat Kota Payakumbuh Tahun 2015

2 32 163

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Tingkat Kepadatan Lalat pada Warung Makan di Pasar Tradisional Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2015

3 25 110

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Tingkat Kepadatan Lalat pada Warung Makan di Pasar Tradisional Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2015

0 0 16

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Tingkat Kepadatan Lalat pada Warung Makan di Pasar Tradisional Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2015

0 0 2

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Tingkat Kepadatan Lalat pada Warung Makan di Pasar Tradisional Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2015

0 0 6

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Tingkat Kepadatan Lalat pada Warung Makan di Pasar Tradisional Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2015

0 0 29

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Serta Tingkat Kepadatan Lalat pada Tempat Pembuatan Keripik Sanjai Balado di Kecamatan Payakumbuh Barat Kota Payakumbuh Tahun 2015

0 0 15

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Serta Tingkat Kepadatan Lalat pada Tempat Pembuatan Keripik Sanjai Balado di Kecamatan Payakumbuh Barat Kota Payakumbuh Tahun 2015

0 0 6

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Serta Tingkat Kepadatan Lalat pada Tempat Pembuatan Keripik Sanjai Balado di Kecamatan Payakumbuh Barat Kota Payakumbuh Tahun 2015

0 0 4

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Serta Tingkat Kepadatan Lalat pada Tempat Pembuatan Keripik Sanjai Balado di Kecamatan Payakumbuh Barat Kota Payakumbuh Tahun 2015

0 1 39