Gambaran Perilaku Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Kepala Ruangan di RSU Kabanjahe

8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepemimpinan
2.1.1. Definisi kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan, proses, atau fungsi yang digunakan
dalam mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai
tujuan tertentu (Suryana & Bayu, 2010). Disisi lain, menurut Sopiah (2008),
kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas yang
berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok.
Greenberg dan Baron (2003) dalam Alifuddin (2015), menyatakan bahwa
kepemimpinan merupakan proses yang digunakan oleh seseorang untuk
memengaruhi anggota kelompok ke arah pencapaian tujuan kelompok organisasi.
Kepeminpinan melibatkan adanya transaksi sosial antara pemimpin dan staf untuk
bekerja sama. Seorang peminpin dalam melaksanakan tugas pokoknya juga
dipengaruhi sikap dan karakter bawahan, karakter organisasi dan lingkungan
sekitarnya. Perilaku pemimpin yaang efektif meliputi kegiatan membicarakan,
menunjukkan dan memotivasi sehingga ada perubahan perilaku dan mau
bekerjasama dann mencapai tujuan. Kepemimpinan dipengaruhi oleh sifat bawaan
yang berhubungan dengan intelegensi, dan keperibadian. Ghiselli dalam handoko

(1998) menyatakan bahwa sifat-sifat kepemimpinan efektif adalah supervisory
ability, kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, kecerdasan, ketegasan,

kepercayaan diri dan inisiatif.

8
Universitas Sumatera Utara

9

2.2. Perilaku kepemimpinan
Perilaku adalah apa yang dilakukan seseorang dan apa yang orang lain
terima atau rasakan sehingga menjadi sebuah tindakan (Monica, 1998). Perilaku
kepemimpinan adalah respon individu sebagai seorang motivator dalam suatu
organisasi terhadap suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai dampak
positif maupun negatif terhadap suatu organisasi (Depkes, 2008). Perilaku
kepemimpinan adalah pola perilaku yang diperlihatkan orang pada saat
mempengaruhi aktivitas orang lain seperti yang dipersepsikan oleh orang lain
(Monica, 1998). Pengertian kepemimpinan menurut Hersey & Blanchard (1977)
dalam Monica (1998) adalah tindakan dari seorang pemimpin untuk

mempengaruhi orang lain dalam mencapai suatu tujuan sesuai dengan situasi
organisasi, yang meliputi empat hal yaitu: menyampaikan atau telling, menjual
atau selling, dengan peran serta atau participating, dan pendelegasian atau
delegating.

Teori perilaku yang paling menyeluruh dihasilkan dari penelitian yang
dimulai dari University of Ohio pada akhir dasawarsa 1940-an. Peneliti di
universitas tersebut mengidentifikasi dimensi independen perilaku pemimpin
menjadi dua kategori, yang secara hakiki menjelaskan secara umum perilaku
kepemimpinan yang digambarkan oleh bawahan, kedua dimensi itu adalah
struktur prakarsa dan pertimbangan (Robbins, 2008 dalam Alifuddin, 2015).
Thoha (2004) dalam Alifuddin(2015) menjelaskan bahwa terdapat empat perilaku
kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan instruktif, yaitu memberitahukan kepada
para bawahan tentang apa yang diharapkan mereka, memberi pedoman yang

Universitas Sumatera Utara

10

spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan dan prosedur,

mengatur waktu, dan mengkoordinir pekerjaan mereka. Kedua, kepemimpinan
suportif, yaitu pemimpin yang memberi perhatian kepada kebutuhan para
bawahan, memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan mereka dan
menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka. Ketiga,
kepemimpinan partisipatif, yaitu berkonsultasi dengan para bawahan dan
memperhitungkan opini serta saran mereka. Keempat, kepemimpinan delegatif,
yaitu

menetapkan tujuan

yang menantang,

mencari perbaikan

kinerja,

menekankan keunggulan kinerja, dan memperlihatkan kepercayaan bahwa para
bawahan akan mencapai standar yang tinggi.
Perilaku pemimpin menyangkut dua bidang utama (Suryana & Bayu,
2010),


yakni:

(1)

berorientasi

pada

tugas

yang

menetapkan

sasaran,

merencanakan, dan mencapai sasaran, (2) berorientasi pada orang, pemimpin yang
memotivasi dan membina hubungan manusiawi.
Pemimpin yang mempunyai orientasi tugas cenderung menunjukkan lima

perilaku sebagai berikut (Suryana & Bayu, 2010): (1) merumuskan secara jelas
peranya sendiri maupun peran staf, (2) menetapkan tujuan-tujuan yang sukar,
tetapi dapat dicapai dan memberitahukan kepada anak buah apa yang diharapkan
dari mereka, (3) menentukan prosedur untuk mengukur kemajuan menuju tujuan
dan untuk mengukur pencapaian tujuan tersebut, yakni tujuan yang dirumuskan
secara jelas dan kas, (4) melaksanakn peranan kepemimpinan secara aktif dalam
merencanakan, mengarahkan, membimbing, dan mengendalikan kegiatan yang
berorientasi tujuan, dan (5) Berminat meningkatkan produktivitas. Disisi lain,

Universitas Sumatera Utara

11

pemimpin yang berorientasi pada orang menunjukkan pola perilaku sebagai
berikut (Suryana & Bayu, 2010): (1) menunjukkan perhatian atas terpeliharanya
keharmonisan dalam organisasi dan menghilangkan ketegangan, (2) menunjukkan
perhatian pada orang sebagai manusia dan bukan sebagai alaat produksi, (3)
menunjukkan pengertian dan rasa hormat atas kebutuhan, tujuan, keinginan,
perasaan, dan ide bawahan, (4) mengupayakan komunikasi timbal balik yang baik
dengan staf, dan (5) menerapkan prinsip penekanan ulang untuk meningkatkan

prestasi karyawan.

2.2.1. Sifat, Ciri dan keterampilan Kepemimpinan
Kepemimpinan memerlukan serangkaiaan sifat-sifat ciri, atau karakter
tertentu yang menjamin keberhasilan pada setiap situasi. Glasser (1998) dalam
Alifuddin (2015) mengungkapkan beberapa sifat kepemimpinan, antara lain: (1)
memberi teladan tentang arti sukses kepada bawahan, (2) beri bawahan anda
peralatan yang mereka butuhkan, (3) jangan ragu untuk memuji keberhasilan
bawahan, (4) berikan ruang untuk kesalahan, (5) delegasikan tugas tanpa banyak
turut campur, (6) lebih baik bertanya daripada memberi nasihat, (7) bersikap
ramah, dan (8) memahami bawahan. Suharto dalam Zaidin (2010) mengemukakan
tiga sifat pemimpin yaitu: sifat ratu ( bijaksana dan adil), Sifat pandito; waspada
dan pandai menjangkau kemasa depan (sense of anticipation), dan sifat petani
yaitu seadanya, jujur, dan tidak mengharapkan yang bukan-bukan.
Milet dalam Zaidin (2010) mengemukakan delapan ciri-ciri kepemimpinan
antara lain : (1) kesehatan yang baik, kekuatan pribadi dan ketahanan fisik, (2)

Universitas Sumatera Utara

12


memahami tugas pokok, komitmen pribadi terhadap kegiatan atau tujuan bersama,
enthuassiasme, dankepercayaan diri, (3) memiliki perhatian kepada orang lain,
ramah-tamah, (4) intelijensi, kemampuan yang siap dan cepat untuk memahami
unsur-unsur yang esensial dari informasi yang perlu, dan kapasitas untuk
menggunakan pengetahuan, (5) integritas, memahami kewajiban moral dan
kejujuran, kemauan untuk menjadikan pencapain sesuatu sebagai hasil bersama,
kemampuan untuk menetapkan standar tingkah laku pribadi dan resmi yang akan
menghasilkan sikap hormat dari orang lain, (6) sikap persuasif, kemampuan
mempengaruhi orang lain untuk menerima keputusan-keputusan, (7) kritis
kemampuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan orang yang bekerja
dennganya dan bagaimana memperoleh kemanfaatannya secara maksimal bagi
organisasi, dan (8) kesetiaan, perhatian penuh kepada kegiatan bersama dan juga
kepada orang-orang yang bekerja dengannya, dan semangat mempertahankan
kelompoknya terhadap serangan dari luar. Seorang pemimpin baik pemimpin
formal maupun non formal perlu memiliki keterampilan khusus yang berkaitan
dengan proses kepemimpinanya yaitu: (1) keterampilan dalam berkomunikasi, (2)
keterampilan dalam dinamika kelompok, (3) keterampilan dalam pengajaran, (4)
keterampilan dalam


membagi

kekuasaan,

dan (5) keterampilan

dalam

mengutarakan pendapat sendiri (asertif) (Zaidin, 2010).

Universitas Sumatera Utara

13

2.2.2. Fungsi Kepemimpinan
Fungsi pemimpin adalah mengarahkan, membina, mengatur dan
menunjukkan orang-orang yang dipimpin supaya mereka senang, satu visi,
terbina, serta mengikuti kehendak dan tujuan pemimpin. Adapun fungsi-fungsi
pemimpin menurut Suryana & Bayu, (2010) adalah sebagai berikut: (1)
koordinasi, yakni pemimpin harus mampu menjalinkoordinasi yang baik antar

kegiatan dan organisasi, (2) pengarahan, yakni harus mampu memberikan
pengarahan yang benar supaya tidak terjadi penyimpangan dan keterlambatan
terhadap strategi dan kebijakan organisasi yang telah ditetapkan, (3) komonikasi,
yaitu seorang pemimpin yang harus mampu berkomunikasi, baik kepada atasan
maupun bawahan, (4) konsultasi, yaitu seorang pemimpin harus mampu
mengembangkan sikap konsultatif ke atas dan ke bawah serta memupuk
keterbukaan, dan (5) pelayanan, yakni harus rendah hati dan mampu memberi
pelayanan yang baik dan memuaskan.

2.2.3. Metode penyelesaian masalah
Kepemimpinan yang efektif didasarkan pada pemikiran yang metodis,
yang pertama-tama diambil teori (apa yang terbukti efektif melalui sejumlah
besar penelitian) dan kemudian intuisi (apa yang terbukti efektif melalui
penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998). Penggunaan metode ilmiah
dalam manajemen adalah untuk membantu pemimpin dalam mengkaji beberapa
kebutuhan dari sistem lain dan dalam memilih prioritas, mengidentifikasi elemen
orang dan situasi yang penting dalam mengemban tujuan-tujuan khusus,

Universitas Sumatera Utara


14

mengkaji secara kritis kekuatan dari orang-orang tersebut dan mengembangkan
strategi yang melibatkan kekuatan-kekuatan tersebut dalam pekerjaan (Monica,
1998)
Tujuan prioritas dari seorang pemimpin adalah mencapai tujuantujuan dengan cara mengaktivasi sebuah sistem. Segala sesuatu yang dilakukan
oleh pemimpin untuk mencapai tujuan harus didasarkan pada strategi yang
memiliki tingkat

keberhasilan yang tinggi, untuk itulah digunakan metode

ilmiah sebagai penyelesaian masalah (Monica, 1998). Metode penyelesaian
masalah terdiri dari:
a) Pengenalan masalah
Pada tahap ini suatu masalah diidentifikasi melalui perbedaan antar apa yang
sedang terjadi secara nyata (aktual) dalam suatu situasi dan apa yang
seseorang inginkan untuk terjadi (optimal) (Monica, 1998).
b) Definisi masalah
Setelah suatu situasi dikaji untuk menentukan area prioritas kebutuhan,
maka untuk mengidentifikasi apakah kelompoknya sejalan dengan kebutuhan


ini (aktual), dan untuk mengidentifikasi apakah keinginan seseorang relatif
sesuai dengan kebutuhan ini (optimal), maka kemudian dapat ditetapkan
suatu masalah (Monica, 1998).
c) Analisis masalah
Setelah masalah diidentifikasi, maka masalah haruslah di analisis. Analisis
akan menghasilkan tiga tujuan: 1) mengapa masalah terjadi, 2) menganalisa
kemampuan kelompok untuk mencapai tujuan (tingkat kematangan), 3)

Universitas Sumatera Utara

15

menspesifikasi perilaku kepemimpinan yang tepat yang diindikasikan oleh tingkat
kematangan kelompok untuk mencapai tujuan. Keputusan perilaku kepemimpinan
yang tepat akan didasarkan pada apa yang bisa berhasil menurut penelitian
(Monica, 1998).
2.2.4. Teori perilaku kepemimpinan
Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana seorang pemimpin menjalankan fungsinya. Bila berbicara mengenai
perilaku kepemimpinan, maka terlebih dahulu harus membahas teori-teori
kepemimpinan.
Mejia dan Balkin (2007) dalam Alifuddin (2015) mengklasifikasikan
teori kepemimpinan menjadi empat kelompok, yaitu teori kepemimpinan yang
ditinjau berdasarkan orang (person-based theories), teori situasional (situational
theories), teori terpencar (dispersed theories), dan teori pertukaran (exchange
theories). Teori kepemimpinan yang tergabung dalam kelompok teori pertukaran

antara

lain

teori

kepemimpinan

transformasional,

teori

kepemimpinan

transaksional, teori kepemimpinan otentik atau kharismatik. Disini peneliti akan
membahas lebih lanjut mengenai teori kepemimpinan transformasional dan
transaksional.
2.3 Kepemimpinan Transformasional
Keegan dan Hartogg (2004) dalam Alifuddin

(2015) kepemimpinan

transformasional terkait dengan identifikasi diri yang kuat, penciptaan visi
bersama untuk masa depan, dan hubungan antara pemimpin dan pengikut
berdasarkan pada suatu hal yang lebih daripada sekadar pemberian penghargaan

Universitas Sumatera Utara

16

agar patuh. Burns (1978) dalam Huston( 2010) seorang ahli di bidang interaksi
pemimpin-bawahan, menyatakan bahwa pemimpin dan bawahan memiliki
kemampuan untuk saling mendukung ke tingkatan motivasi dan moral yang lebih
tinggi,

dengan

mengidentifikasi

konsep

ini

sebagai

kepemimpinan

transformasional, Burns mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional
yaitu seorang pemimpin yang memiliki visi dan mampu memberdayakan orang
lain dengan visinya. Visi menyiratkan kemampuan menggambarkan keadaan
masa depan dan menjelaskan kepada orang lain sehingga mereka mengetahuinya.
Wolf

(1994)

dalam

Huston

(2010)

mendefinisikan

kepemimpinan

transformasional sebagai hubungan interaktif, dilandasi kepercayaan yang secara
positif berdampak pada pemimpin dan bawahan. Tujuan pimpinan dan bawahan
menjadi terfokus, menciptakan kesatuan tujuan menyeluruh dan kolektif.
Pemimpin transformasional dengan kinerja tinggi menunjukkan komitmen yang
kuat pada profesi dan organisasi serta mampu mengatasi hambatan dengan
menerapkan pembelajaran kelompok (group learning).
Burns (1978) dalam Kurniadi (2013) mengatakan bahwa kepemimpinan
Transformasional mempunyai empat ciri yaitu: (1) antara pemimpin dan pengikut
mempunyai tujuan bersama yang melukiskan nilai-nilai, motivasi, keinginan,
kebutuhan, aspirasi dan harapan mereka, (2) pemimpin dan pengikut memiliki
level dan motivasi yang berbeda untuk mencapai tujauan, (3) kepemimpinan
transformasional berusaha mengembangkan visi yang mendorong, mengangkat
antara pemimpin dan pengikut ke level yang lebih tinggi untuk meningkatkan
moral perilaku manusia, (4) kepemimpinan transformasional mengajarkan para

Universitas Sumatera Utara

17

pengikut bagaimana menjadi pemimpin yang melaksanakan peran aktif dan
perubahan. Kepemimpinan transformasional menekankan seorang pemimpin
perlu memberi motivasi bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka,
pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan,
dan

mengartikulasikan

visi

organisasi.

Kemampuan

pemimpin

untuk

mengartikulasikan suatu visi yang atraktif bagi masa depan adalah elemen utama
dari kepemimpinan transformasional (Alifuddin, 2015). Yammarino dan Bass
(1990) dalam Kurniadi (2013) seorang pemimpin transformasional harus mampu
membujuk bawahanya agar mau melakukan tugas-tugas mereka melebihi
kepentingan mereka sendiridan demi kepentingan organisasi yang lebih besar,
dalam hal ini pemimpin bisa mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang
realistik, memberikan motivasi, bawahan dengan cara yang intelektual dan
menaruh perhatian adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki bawahannya,
sedangkan bawahan harus menerima dan mengakui serta menjunjung tinggi
kredibilitas pemimpinya.
Tichy dan Devanna

dalam Kurniadi (2013) melakukan pembagian

kepemimpinan transformasional menjadi empat yaitu: (1) stimulasi intelektual
(intelectual stimulation) yang menggambarkan perilaku seorang pemimpin yang
selalu memiliki ide-ide baru, memiliki solusi kreatif terhadap masalah-masalah
yang dihadapi serta memberikan motivasi kepada bawahannya agar mencari
alternatif-alternatif

pendekatan

baru

dalam

melaksanakan

tugasnya,

(2)

konsiderasi individual (individual consideration), menggambarkan seorang
pemimpin yang mau mendengarkan masukan-masukan bawahannya dan mau

Universitas Sumatera Utara

18

memperhatikan kebutuhan pengembangan karir bawahannya, membuktikan
bahwa seorang pemimpin transformasional menghargai pola pikir banyak oraang
akan lebih baik daripada pemikiran seseorang, (3) motivasi inspirasional
(inspirational

motivation)

digambarkan

seorang

pemimpin

mampu

mengartikulasikan pengharapan yang jelas yaitu timbulnya inspirasi tinggi
bawahannya untuk selalu berprestasi, mempertahankan komitmennya, yang tinggi
sehingga memudahkan mencapai seluruh tujuan organisasi, (4) pengaruh idealis (
idealized influence). Digambarkan bahwa seorang pemimpin transformasional

memiliki ide atau konsistensi yang tinggi dengan tujuan organisasi sehingga bisa
membuat

para

bawahanya

mengagumi,

menghormati

dan

sekaligus

mempercayainya.
Sarros dan Buttacky (1996) dalam kurniadi (2013) menyebutkan
kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin penerobos (breakthrough
leadership), sebagai pemimpin penerobos maka pemimpin memahami pentingnya

perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan organisasi
untuk mencapai tujuan.
2.4 Kepemimpinan transaksional
Kepemimpinan transaksional ( transactional leadership) didasarkan pada
konsep pertukaran antara pemimpin dan yang dipimpin. Pemimpin menyediakan
sumber daya dan penghargaan untuk ditukar dengan motivasi, produktivitas dan
pelaksanaan tugas yang efektif. Kepemimpinan transaksional mengajarkan kepada
pemimpin agar menyediakan penghargaan untuk menguatkan perilaku yang sesuai
dan mencegah perilaku yang tidak sesuai (Alifuddin, 2015). Pemimpin

Universitas Sumatera Utara

19

transaksional memahami dan memenuhi kebutuhan kelompok hubungan dengan
pengikut dilandaskan pada pertukaran beberapa sumber yang dihargai bawahan.
Insentif ini digunakaan untuk meningkatkan kesetiaan dan performa sebagai
contoh, untuk memastikan jumlah staf yang adekuat pada dinas malam, perawat
manajer bernegosiasi dengan staf perawat, yaitu bagi mereka yang bekerja dinas
malam mendapaat libur pada akhir pekan (Rosyidi, 2013). Hubungan antara
pemimpin transaksional dengan bawahan terjadi jika : (1) mengetahui apa yang
diinginkan bawahan dan berusaha menjelaskan bahwa mereka akan memperoleh
apa yaang diinginkan apabila kinerja mereka memenuhi harapan, (2) memberikan
atau menukar usaha-usaha yang dilakukan bawahan dengan imbalan atau janji
memperoleh imbalan (3) responsif terhadap kepentingan pribadi bawahan selain
kepentingan pribadi. Karakteristik kepemimpinan transaksional ditunjukkan
dengan gambaran perilaku atasan sebagai berikut: (1) Imbalan kontinjensi (
Contingensi Reward), pemimpin melakukan kesepakatan tentang hal-hal apa saja

yang dilakukan oleh bawahan dan menjanjikaan imbalan apa yang akan diperoleh
bila hal tersebut dicapai, (2), Manajemen eksepsi (Manajemen By exception),
pemimpin memantau deviasi dari standar yang telah ditetapkan dan melakukan
tindakan perbaikan (Kurniadi, 2013).

2.5. Kepemimpinan kharismatik
Kepemimpinan kharismatik memiliki ciri khas dimana seorang pemimpin
menonjolkan kewibawaan individu karena faktor bawaan lahir atau keturunan.
Kecenderungan pemimpin kharismatik juga otoriter halus yang tidak terasa

Universitas Sumatera Utara

20

bawahanya. Kelebihan pemimpin kharismatik dilihat dari nilai-nilai spiritnya baik
didasari oleh agama, ideologi maupun pendidikan (pola pikir) yang melebihi dari
orang lain. Weber (dalam Wang & Jiang, 2005) memandang pemimpin karismatik
sebagai mistis, narsistik, dan memiliki kemampuan personal yang magnetis.
Pemimpin karismatik berinteraksi dengan orang lain melalui keyakinan-keyakinan
dan perilaku yang unik. Pemimpin karismatik bersifat percaya diri, dominan,
ekstraver, dan keyakinan kuat akan nilai-nilai yang dianut, serta keyakinan dan
moral yang dianggap benar. Perilaku pemimpin karismatik melibatkan inspirasi
untuk memotivasi tindakan kolektif, berperilaku dalam berbagai cara yang dapat
menghasilkan model bagi pengikutnya, sensitif terhadap kecenderungan
lingkungan, perilaku yang tidak konvensional, berani mengambil resiko. Spence
dalam Andre (2008) menjelaskan lima karakteristik dari kepemimpinan
karismatik, yaitu: (1) percaya diri (self confidence), percaya diri baik dalam
kemampuan personal maupun dalam mengambil keputusan, (2) visi (vision),
mengartikulasikan visi,

menekankan ideologi,

(3) perilaku

yang tidak

konvensional (unconventional behavior ), menunjukkan perilaku yang baru, tidak
konvensional,

dan

melawan

norma-norma,

(4)

sensitivitas

lingkungan

(environmental sensitivity) menjadi realistik mengenai ketersediaan sumber daya
dan memberikan batasan –batasan yang mungkin tentang apa yang dapat dan
tidak dapat dilakukan, (5) sensitivitas terhadap bawahan (sensitivity to followers),
tanggap terhadap kebutuhan dan kemampuan bawahan , dan (6) model peran (role
modeling), ,mengembangkan citra sebagai agen perubahan, seseorang yang
membuat sesuatu terjadi.

Universitas Sumatera Utara