Hubungan Gaya Kepemimpinan Situasional dengan Kesejahteraan Psikologi pada Karyawan
HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DENGAN
KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA KARYAWAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
YELISSA HAJLITA DEWI
081301119
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GENAP, 2013/2014
(2)
SKRIPSI
HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA KARYAWAN
YELISSA HAJLITA DEWI 081301119
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 04 Juli2014
Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi
Prof. Dr. Irmawati, M.Si, psikolog
NrP. 1953013 I 1980032001
Tim Penguji
Penguji I/Pembimbing
2.
Ferry Novliadi, M.Si NIP. 19741 I 1 120060410013.
Zslkamain, Ph.D., PsikologNIP. 1 973 12t42000t200t
Penguii III
Dipersiapkan dan disusun oleh:
(3)
Hubungan Gaya Kepemimpinan Situasional dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan
Yelissa Hajlita Dewi dan Emmy Mariatin
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan. Subjek penelitian adalah 227 orang karyawan salah satu BUMN di Jakarta. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala gaya kepemimpinan situasional (Hersey dan Blanchard, 1988) dan kesejahteraan psikologis (Ryff dan Keyes, 1995). Skala Gaya kepemimpinan situasional memiliki nilai reliabilitas (rxx‟=0,766) dan skala kesejahteraan psikologis(rxx‟ = 0,880).
Data dianalisis secara statistik menggunakan Pearson Product Moment. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis padakaryawan ( = 0,792, p< 0,05). Ini berarti semakin efektif gaya kepemimpinan situasional yang diterapkan maka kesejahteraan psikologis karyawan akan semakin tinggi.
(4)
The relationship between The Situational Leadership Style and Psychological Well-Being among Employees
Yelissa Hajlita Dewi and Emmy Mariatin
ABSTRACT
This research aim to find the relationship between the situational leadership style with psychological well-being among employees . Subjects were 227 employees of BUMN in Jakarta. Data was collected using a scale of situational leadership style (Hersey and Blanchard, 1988) and psychological well-being (Ryff and Keyes, 1995). Situational leadership style scale has a reliability value(rxx‟=0,766) and psychological well-being scale( = 0,880).
Data were statistically analyzed using Pearson Product Moment. Statistical analysis showed that there is was a positive relationship between situational leadership style and psychological well-being among employees ( = 0,792, p < 0,05 ). It means that an effective of situational leadership style a higher of employee psychological well-being.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat kuasa dan ridho-Nya skripsi peneliti yang berjudul “ Hubungan gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan” dapat terselesaikan dengan lancar. Shalawat berangkaikan salam juga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Peneliti juga mengucapkan terima kasih tidak terhingga kepada kedua orang tua peneliti, kepada ibu peneliti Dr. HJ. Srinita,Se, M.si yang tiada henti memberikan dukungan, doa, nasihat dan motivasi yang luar biasa tidak terbayar selama ini kepada peneliti, juga kepada Ayah peneliti Dr. (Hc). Ir. H.
Muchtar Sa‟ad, MM yang tidak pernah henti memberikan dukungan moral, materi dan bahkan
memberikan bantuan untuk menyebarkan skala kepada bapak-ibu karyawan salah satu BUMN di Jakarta. Kepada kakak dr. Yulia Muchita sari, abang ipar dr. Wira prihatin siregar, dua keponakan yang lucu ayra dan khalifi alvaro serta kedua adik saya, M. Multazam dan M. Hajarul Aswad yang juga tidak henti memberikan dukungan, hiburan dan selalu menemani peneliti baik suka maupun duka.
Peneliti juga mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak – pihak yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Emmy Mariatin, M.A., PhD., psikolog, selaku dosen pembimbing. Terima kasih saya ucapkan pada ibu yang selalu bersedia membimbing saya dengan sabar, memberikan waktu, tenaga, serta pemikiran dari awal sampai selesainya skripsi ini. Terima kasih banyak bu. 3. Terima kasih kepada Pak Ferry Novliadi, M.Si dan bapak Zulkarnain, Ph.D psikolog selaku
(6)
4. Terima kasih kepada bang Fahmi ananda, M.psi, Psikolog dan bapak Zulkarnain, Ph.D psikolog selaku proffesional judgement . Terimakasih atas koreksi masukan untuk skala uji coba saya, sangat bermanfaat.
5. Bang Tarmidi, M.psi, Psikolog dan kak Fasti rola M.psi, Psikolog. Selaku dosen pembimbing akademik selama peneliti menempuh pendidikan di fakultas psikologi. Terima kasih untuk masukan dan perhatiannya selama ini.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas ilmu, pengetahuan, masukan, dan bantuan yang diberikan kepada saya selama masa perkuliahan di Fakultas Psikologi USU.
7. Kepada semua keluarga besar yang menyemangati saya untuk menyelesaikan pengerjaan skripsi ini dengan baik. Terimakasih atas kepeduliannya.
8. Terima kasih kepada sahabat dekat yang selalu mendukung saya dan memberikan motivasi selama ini, yaitu Rian rizki yantama, ST
9. Sahabat seperjuangan di Psikologi yang selalu memberi masukan, motivasi dan bantuan yaitu: Wulan, Dini, Rani.
10. Kepada senior, teman-teman angkatan 2008 dan junior di psikologi yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, terima kasih telah membantu peneliti selama perkuliahan baik secara langsung maupun tidak langsung.
11.Terima kasih kepada seluruh subyek penelitian perusahaan X di Jakarta yang telah bersedia mengisi skala dengan sukarela sehingga terselesaikannya Skripsi ini.
(7)
12.Terima kasih kepada seluruh pihak-pihak yang tidak dapat dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.
Medan, Juni 2014
(8)
DAFTAR ISI
ABSTRAK……… i
ABSTRACT………. ii
KATA PENGANTAR……… iii
DAFTAR ISI……… vi
DAFTAR TABEL……….. x
DAFTAR GAMBAR………. xii
DAFTAR LAMPIRAN……….. xiii
BAB I PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang Permasalahan……….. 1
B. Rumusan Masalah……… 5
C. Tujuan Penelitian………. 5
D. Manfaat Penelitian……….. 5
1. Manfaat Teoritis……… 5
2. Manfaat Praktis………. 6
E. Sistematika Penulisan……….. 6
BAB II LANDASAN TEORI………... 8
A. Kesejahteraan Psikologis……… 8
1. Definisi Kesejahteraan Psikologis………. 8
2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis……… 9
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis……….. 12
(9)
B. Gaya Kepemimpinan Situasional………... 14
1. Definisi Gaya Kepemimpinan………. 14
2. Model Gaya Kepemimpinan Situasional………. 15
C. Karyawan………. 19
D. Hubungan Gaya Kepemimpinan Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Karyawan……….. 20
E. Hipotesa Penelitian………. 22
BAB III METODE PENELITIAN……….. 23
A. Metode Penelitian………... 23
B. Identifikasi Variabel……….. 23
C. Definisi Operasional Variabel……… 23
D. Lokasi Penelitian……… 25
E. Populasi Penelitian………..……….………... 25
F. Metode Pengumpulan Data……… 26
1. SkalaKesejahteraan Psikologis……….... 26
2. Skala Gaya Kepemimpinan Situasional………....……… 27
G. Uji Coba Alat Ukur……….…….……… 28
1. Validitas……….……… 28
2. Uji Daya Beda Aitem……… 29
3. Reliabilitas………. 29
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur……….. 30
a.Skala Kesejahteraan Psikologis……….……….. 30
(10)
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian……… 33
1. Tahap persiapan penelitian………. 33
2. Tahap pelaksanaan penelitiaan……… 34
3. Tahap pengolahan data……….. 35
I. Metode Analisis Data………... 35
1. Uji Normalitas……… 35
2. Uji Linearitas……….. 36
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN DATA……….. 37
A. Gambaran Subyek Penelitian………... 37
1. Gambaran Subyek Berdasarkan Jenis kelamin………. 37
2. Gambaran Subyek Berdasarkan usia………. 38
3. Gambaran Subyek Berdasarkan Masa Kerja………. 38
B. Hasil Penelitian……… 39
1. Hasil Uji Asumsi……… 39
a. Uji Normalitas………. 39
b. Uji Linieritas……… 40
2. Hasil Utama Penelitian……….. 41
3. Hasil Tambahan Penelitian………. 43
a. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Data Penelitian………. 43
b. Kategorisasi Skor Data Variabel Penelitian……….……… 44
C. Pembahasan……….. 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 49
(11)
B. Saran……….. 50
1.Saran metodologis……….. 50
2.Saran Praktis………... 50
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue print Skala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba……….. 27
Tabel 2. Blue Print Skala Gaya Kepemimpinan SituasionalSebelum Uji Coba……. 28
Tabel 3. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba……… 31
Tabel 4. Penomoran aitem baru skala Kesejahteraan Psikologis………... 31
Tabel 5. Blue Print Skala Gaya Kepemimpinan Situasional Setelah Uji Coba……... 32
Tabel 6. Penomoran aitem baru skala Gaya Kepemimpinan Situasional……… 33
Tabel 7. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin……..……… 37
Tabel 8. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia Responden………..……… 38
Tabel 9. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja…….….……… 38
Tabel 10. Uji Normalitas Untuk Variabel Kesejahteraan Psikologis ... 39
Tabel 11. Uji Normalitas Untuk Variabel Gaya kepemimpinan Situasional... 40
Tabel 12. Hasil Uji F (Uji Linieritas)………..……….. 41
Tabel 13. Hasil korelasi antara Gaya Kepemimpinan Situasional dengan Kesejahteraan Psikologis……… 42
Tabel 14. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Kesejahteraan Psikologis……….. 43
Tabel 15. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Gaya Kepemimpinan Situasional……….. 44
Tabel 16. Kategorisasi Data Hipotetik Kesejahteraan Psikologis……… 44
(13)
DAFTAR GAMBAR
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Penelitian Sebelum Uji Coba………... 56
Lampiran 2. Skala Penelitian Setelah Uji Coba………... 65
Lampiran 3. Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Aitem……….. 72
Lampiran 4. Hasil Olah Data Penelitian……….……….. 81
Lampiran 5. Data Mentah Subyek Penelitian………... 85
(15)
Hubungan Gaya Kepemimpinan Situasional dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan
Yelissa Hajlita Dewi dan Emmy Mariatin
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan. Subjek penelitian adalah 227 orang karyawan salah satu BUMN di Jakarta. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala gaya kepemimpinan situasional (Hersey dan Blanchard, 1988) dan kesejahteraan psikologis (Ryff dan Keyes, 1995). Skala Gaya kepemimpinan situasional memiliki nilai reliabilitas (rxx‟=0,766) dan skala kesejahteraan psikologis(rxx‟ = 0,880).
Data dianalisis secara statistik menggunakan Pearson Product Moment. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis padakaryawan ( = 0,792, p< 0,05). Ini berarti semakin efektif gaya kepemimpinan situasional yang diterapkan maka kesejahteraan psikologis karyawan akan semakin tinggi.
(16)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia memiliki konsep ideal dalam hidupnya, salah satunya menurut Gavin dan Mason (2004) adalah kesejahteraan. Dewasa ini, kesejahteraan tidak hanya melihat kebahagiaan yang dimaknai dengan kepuasan dan perasaan positif atau negatif yang dimiliki oleh manusia, akan tetapi lebih berkembang ke arah optimalisasi fungsi manusia (Linley, Maltby, Wood, Osborne, & Hurling, 2009).
Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan kesejahteraan psikologis merupakan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan dapat disebut juga sebagai kesejahteraan psikologis. Ryff (1989) menyebutkan kebahagian (happiness) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Ryff (1989) menyebutkan bahwa kesejahteraan psikologis terdiri dari enam dimensi, yaitu self-acceptance, positive relations with others, autonomy,
environmental mastery, purpose in life dan personal growth.
Seiring dengan perkembangan penelitian, konsep kesejahteraan psikologis tidak hanya berada pada ranah klinis, namun telah dirasa penting untuk ranah organisasi (Page & Vella- Brodrick, 2009). Pada organisasi, karyawan akan menunjukkan performa kerja yang baik ketika merasa sejahtera. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lyubomirsky, King, dan Diener (2002) seseorang dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi akan menampilkan fleksibilitas dan orisinalitas yang tinggi, respon yang lebih baik atas umpan balik yang diberikan kepadanya,
(17)
membuat penilaian positif tentang orang lain, menunjukkan tingginya level “keterikatan”,
menjadi lebih produktif, dan bahagia ketika berada pada organisasi. Sejalan dengan hal tersebut, Russel (2008) berpendapat bahwa tingkat kesejahteraan psikologis seseorang yang tinggi akan membuat karyawan lebih terikat dengan pekerjaannya, memperoleh pendapatan yang lebih baik, memiliki hubungan yang baik dengan atasan dan juga rekan kerja, serta merupakan karyawan dengan rasa memiliki pada organisasi.
Karyawan yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi berpengaruh positif terhadap produktivitasnya (Envick, 2012). Menurut Envick (2012), karyawan yang sejahtera adalah karyawan yang produktif. Karyawan yang tidak produktif akan menunjukkan performa yang menurun. Dalam hal ini, peran atasan dalam suatu organisasi tidak hanya menuntut karyawan saja, tetapi atasan dapat pula memotivasi dan menciptakan iklim menjadi positif (Walker Jr., 2011). Gilbreath dan Benson (2004) mengungkapkan bahwa kesejahteraan psikologis karyawan meningkat bila para atasan membuat tempat kerja menjadi sehat, namun tidak mengabaikan pengawasan. Sejalan dengan hal tersebut, Arnold, Turner, Barling, Kelloway dan Margaret (2007) menyebutkan bahwa kepemimpinan yang berkualitas secara positif mempengaruhi kesejahteraan psikologis orang lain. Faktor kepemimpinan atasan di suatu perusahaan akan berdampak pada kesejahteraan karyawan (Munandar, 2008). Hal tersebut tercermin dari sejauh mana atasan membantu karyawan untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan (Badeni, 2013).
Organisasi tidak bisa berjalan tanpa kepemimpinan yang efektif, dan dibutuhkan pemimpin dengan kepemimpinan yang sesuai untuk memimpin organisasi dan karyawan (Riggio, 2009). Kepemimpinan yang seperti itu nampak terlihat pada jenis kepemimpinan situasional yang mana pemimpin dapat merubah gaya kepemimpinannya sesuai dengan kesiapan
(18)
karyawan (Badeni, 2013). Daryanto dan Daryanto (1999), mengatakan model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model perilaku pemimpin dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan pemimpin. Studi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya kepemimpinan yang efektif yang mana pemimpin menyesuaikan dengan tingkat kedewasaan dari para pengikutnya (Hersey & Blanchard, 1988: Badeni, 2013). Dalam hal ini bawahan merupakan faktor yang sangat penting dalam kepemimpinan situasional. Tingkat kedewasaan dari para bawahan menentukan gaya efektif dari pemimpin. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Hersey dan Blanchard (1988) meliputi gaya telling, selling, participating, dan delegating. Gaya telling memiliki ciri yang dapat dikatakan arogan, karena apa yang dikehendaki si pemimpin, para bawahan harus mengikuti, komunikasinya bersifat searah. Seluruh pengambilan keputusan berada pada pimpinan, bawahan hanya sebagai pelaksana tanpa memiliki hak untuk menolak, selain itu pengawasan yang ketat pada pelaksanaan tugas. Gaya selling mulai melakukan komunikasi dua arah, bawahan telah diberi kesempatan untuk menyumbangkan pikirannya, namun pengambilan keputusan masih tetap berada pada pimpinan. Gaya participating, pimpinan dan bawahan bersama-sama berperan memberikan sumbangan pikiran, kemudian didiskusikan bersama dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan, gaya delegating merupakan gaya pimpinan yang lebih terbuka pada bawahan, komunikasinya bersifat dua arah atau ada umpan balik, bawahan dibiarkan bertindak sendiri dan menentukan kapan, dimana dan bagaimana tugas harus
(19)
dilaksanakan. Gaya ini memberikan kepercayaan penuh kepada bawahan. Kepercayaan dan saling kerjasama antara pimpinan dan bawahan semakin meningkat, walaupun bentuknya secara tidak langsung.
Faktor kunci kepemimpinan situasional yang efektif adalah kemampuan pemimpin mengidentifikasi Kesiapan individu maupun kelompok yang hendak dipengaruhi untuk selanjutnya menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai. Kesiapan merupakan tingkatan dimana seorang bawahan mempunyai kemampuan dan kemauan menyelesaikan tugas secara spesifik. Perilaku bawahan pada dasarnya, merupakan tanggapan terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan pada mereka dalam proses pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Ada empat tingkat kematangan bawahan, yaitu (1) Bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan (2) Bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia bisa (3) Bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin (4) Bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas (Mulyadi dan Rivai, 2012). Oleh karena itu, dalam kepemimpinan situasional penting bagi setiap pemimpin untuk mengadakan diagnosa dengan baik tentang situasi, sehingga pemimpin yang baik menurut teori ini, harus mampu (1) mengubah perilakunya sesuai dengan situasinya (2) mampu memperlakukan bawahan sesuai dengan kebutuhan dan motif yang berbeda-beda (Mulyadi dan Rivai, 2012).
Karyawan dinilai dapat menghasilkan produk, laba, dan memelihara loyalitas pelanggan yang nantinya akan berdampak pada produktivitas organisasi (Harter, Schmidt & Keyes, 2002). Cascio (2003) menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh langsung pada performa organisasi. Demi mendapatkan karyawan yang berkualitas dan memiliki kesejahteraan psikologis di sebuah organisasi, penting dilakukan program pengembangan karyawan. Sejalan dengan hal tersebut, Russel (2008) menyebutkan bahwa
(20)
terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis karyawan, di antaranya adalah memberikan motivasi pada karyawan dengan meningkatkan rasa tanggung jawab dan memberikan upaya pengembangan lainnya yang dilakukan oleh atasan.
Organisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN sebagai salah satu pelaku utama perekonomian nasional bertujuan untuk mendukung keuangan Negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang keberadaannya saat ini diatur dengan UU no 19 tahun 2003 tentang BUMN.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan.
B. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian, yaitu : apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian meliputi : 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam memberikan informasi tambahan di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, yaitu mengenai Hubungan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan . Selain itu juga,
(21)
penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan di bidang psikologi industri dan organisasi sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi pada organisasi, mengenai gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan .
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah yang akan diteliti, rumusan masalah dalam penelitian ini, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat penelitian baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis dan sistematika penulisan yang akan digunakan dalam
penelitian ini
Bab II : Landasan Teori
Bab ini akan menguraikan kepustakaan yang menjadi landasan teori yang berkaitan dengan variable yang diteliti, hubungan antar variabel dan hipotesa.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini berisikan uraian mengenai metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti, yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, instrument yang akan digunakan, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisa data.
(22)
Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
(23)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kesejahteraan Psikologis
1. Definisi Kesejahteraan Psikologis
Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal. Konsep Ryff berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik saja. Kesejahteraan psikologis terdiri dari adanya kebutuhan untuk merasa baik secara psikologis. Ia menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya ( Ryff & Keyes, 1995)
Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh ( fully-functioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (self actualization), pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa. Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff, 1995). Menurut Ryff (1989) kebahagian (happiness)
(24)
merupakan hasil dari dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia.
Ryff menyebutkan bahwa kesejahteraan psikologis terdiri dari enam dimensi, yaitu self-acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life dan
personal growth (Ryff, 1989). Selain itu, setiap dimensi dari kesejahteraan psikologis menjelaskan tantangan yang berbeda yang harus dihadapi individu untuk berusaha berfungsi positif (Ryff & Keyes, 1995).
Dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi adanya fungsi psikologis yang positif seperti penerimaan diri, relasi sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, perkembangan pribadi, penguasaan lingkungan dan otonomi.
2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis
Pondasi untuk diperolehnya kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif (Ryff & Keyes,1995). Komponen individu yang mempunyai fungsi psikologis yang positif yaitu:
a. Penerimaan diri (self-acceptance)
Dimensi ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalani. Hal tersebut menurut Ryff (1989) menandakan kesejahteraan psikologis yang tinggi.
(25)
Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan bersikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik yang memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan mempunyai pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini.
b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)
Dimensi ini berulangkali ditekankan sebagai dimensi yang penting dalam konsep kesejahteraan psikologis. Ryff menekankan pentingnya menjalin hubungan saling percaya dan hangat dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan adanya kemampuan yang merupakan salah satu komponen kesehatan mental yaitu kemampuan untuk mencintai orang lain. Individu yang tinggi atau baik dalam dimensi ini ditandai dengan adanya hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga mempunyai rasa afeksi dan empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang hanya mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat dan enggan untuk mempunyai ikatan dengan orang lain, menandakan bahwa ia kurang baik dalam dimensi ini.
c. Otonomi (autonomy)
Dimensi otonomi menjelaskan mengenai kemandirian, kemampuan untuk menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku. Seseorang yang mampu untuk menolak tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal, hal ini menandakan bahwa ia baik dalam dimensi ini. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi otonomi akan
(26)
memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain, dan cenderung bersikap konformis.
d. Pengusaan terhadap lingkungan (environmental mastery)
Individu dengan kesejahteraan psikologis yang baik memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik dirinya. Dengan kata lain, ia mempunyai kemampuan dalam menghadapi kejadian-kejadian diluar dirinya. Hal inilah yang dimaksud dalam dimensi ini mampu untuk memanipulasi keadaan sehingga sesuai denga kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif melalui aktivitas fisik maupun mental. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari, dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar.
e. Tujuan hidup (purpose in life)
Dimensi ini menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk mencapai tujuan dalam hidup. Seseorang yang mempunyai rasa keterarahan dalam hidup, mempunyai perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan mempunyai target yang ingin dicapai dalam hidup, maka ia dapat dikatakan mempunyai dimensi tujuan hidup yang baik. Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyai kepercayaan yang dapat membuat hidup lebih berarti. Dimensi ini dapat menggambarkan kesehatan mental karena kita tidak dapat melepaskan diri dari keyakinan yang dimiliki oleh seorang individu mengenai tujuan dan makna kehidupan ketika mendefenisikan kesehatan mental.
(27)
f. Perkembangan pribadi (personal growth)
Dimensi ini menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia. Dimensi ini dibutuhkan oleh individu agar dapat optimal dalam berfungsi secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman. Seseorang yang baik dalam dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat di dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampilkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru, mempunyai perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang membosankan, dan tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalani.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.
a. Dukungan Sosial
Merupakan gambaran berbagai ungkapan perilaku suportif (mendukung) kepada seorang individu yang diterima oleh individu yang bersangkutan dari orang-orang yang cukup bermakna dalam hidupnya. An dan Cooney (2006), menyatakan bahwa bimbingan dan arahan dari orang lain (generativity) memiliki peran yang penting pada kesejahteraan psikologis. Hal ini termasuk kedalam perilaku hubungan ( Relation Behaviour ) yang mana pemimpin, mendengar, memfasilitasi, dan mendukung karyawan, sehingga karyawan dapat
(28)
menyelesaikan tugasnya dengan baik (Hersey & Blanchard, 1988). Dukungan sosial yang diberikan adalah untuk mendukung karyawan dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup.
b. Status sosial ekonomi
Ryff (1999), menyatakan bahwa faktor status sosial ekonomi menjadi sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan psikologis, bahwa tingkat keberhasilan dalam pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik, menunjukkan tingkat kesejahteraan psikologis juga lebih baik. Ryan dan Deci (2001), menegaskan status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. Status sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang. Seperti besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat. (Pinquart & Sorenson, 2000).
c. Jaringan sosial
Berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan (Pinquart & Sorenson, 2000).
d. Religiusitas
Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna (Bastaman, 2000).
e. Kepribadian
Gutie´rrez, Jime´nez, Herna´ndez, dan Puente (2004), menyatakan kepribadian merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesejahteraan psikologis. Schmutte dan
(29)
Ryff (1997) menemukan sifat, low neuroticism, ekstrovert dan conscientiousness,
berpengaruh pada kesejahteraan psikologis khususnya pada penerimaan diri, penguasaan lingkungan dan tujuan hidup. Meskipun demikian aspek-aspek kesejahteraan psikologis yang lain juga berkorelasi dengan kepribadian yang lainya. Sifat keterbukaan terhadap pengalaman baru dan ekstovert pertumbuhan diri, sedangkan agreeableness berpengaruh pada hubungan positif dengan orang lain dan dimensi otonomi berkorelasi dengan beberapa kepribadian namun yang paling menonjol adalah neurotik.
B. Gaya Kepemimpinan Situasional
1. Definisi Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan merupakan dasar dalam mengklasifikasi tipe kepemimpinan (Mulyadi dan Rivai, 2012). Menurut Mulyadi dan Rivai (2012), gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Hersey dan Blanchard (1982) menyebutkan gaya kepemimpinan adalah pola perilaku yang dilakukan oleh seseorang pada waktu tertentu dan berupaya mempengaruhi aktivitas orang lain.
Gaya atau cara/norma perilaku yang dipergunakan oleh sesorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan, menurut Thoha (2011), disebut gaya kepemimpinan. Sedangkan gaya kepemimpinan menurut Husnan dan Heidjrachman (2002), mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang baik adalah penerapan gaya kepemimpinan dengan memperhatikan faktor, seperti faktor organisasi, pemimpin, bawahan dan situasi penugasan.
(30)
Menurut Mulyadi dan Rivai (2012) gaya kepemimpinan situasional adalah Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Menurut Hersey dan Blanchard (1988) gaya kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara :
a. Kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan oleh pemimpinan. b. Tingkat dukungan sosioemosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin.
c. Tingkat kesiapan (kematangan) yang diperlihatkan pengikut dalam pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan tertentu.
Konsep ini dikembangkan untuk membantu orang dalam menjalankan kepemimpinannya, tanpa memperhatikan perannya, untuk lebih efektif dalam berinteraksi dengan orang lain. Konsep ini memberikan pemimpin beberapa pemahaman tentang hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kesiapan (kematangan) pengikut mereka.
2. Model Gaya Kepemimpinan Situasional
Menurut Hersey dan Blachard (1988 ) Dimensi kepemimpinan situasional terbagi dua yaitu perilaku tugas dan perilaku hubungan.
a. Perilaku tugas (Task Behaviour)
Perilaku tugas didefinisikan sebagai sejauh mana pemimpin terlibat dalam menjabarkan tugas dan tanggung jawab dari seorang individu atau kelompok. perilaku ini termasuk mengarahkan orang-orang apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, kapan harus melakukannya, di mana untuk melakukannya, dan siapa yang melakukannya
(31)
b. Perilaku Hubungan (Relationship Behaviour)
Perilaku hubungan didefinisikan sebagai sejauh mana pemimpin terlibat dalam dua cara atau banyak cara komunikasi. perilaku termasuk mendengarkan, memfasilitasi, dan perilaku mendukung.
Di dalam kepemimpinan situasional bawahan mempunyai arti sangat penting, yang mana seorang pemimpin harus memperhatikan kesiapan bawahannya. Hersey dan Blanchard (1988) mendefenisikan Kesiapan sebagai sejauh mana bawahan / pengikut (follower) memiliki kemampuan (ability) dan kemauan (willingness) untuk menyelesaikan tugas tertentu. Kesiapan mempunyai dua komponen utama yaitu ability dan willingness:
a. Kemampuan (ability) adalah pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang seorang individu atau kelompok membawa tugas atau kegiatan tertentu.
b. Kemauan (willingness) adalah sejauh mana individu atau kelompok memiliki kepercayaan diri, komitmen, dan motivasi untuk menyelesaikan tugas tertentu.
Tingkat kesiapan/kematangan bawahan dibagi menjadi empat yaitu :
a. R1 : Readiness 1
Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan tidak yakin mengambil tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas. Pada tingkat ini, pengikut tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri.
b. R2 :Readiness 2
Kesiapan tingkat 2 menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki keyakinan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas.
(32)
c. R3: Readiness 3
Kesiapan tingkat 3 menunjukkan situasi di mana pengikut memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak yakin melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemimpinnya.
d. R4: Readiness 4
Kesiapan tingkat 4 menunjukkan bahwa pengikut telah memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai dengan keyakinan yang kuat untuk melaksanakannya.
Hersey dan Blanchard (1988) menggambarkan tingkat kesiapan (readiness) pengikut (follower) sebagai berikut :
Gambar 1. Kesiapan (Readiness) Pengikut (Follower)
Hersey dan Blanchard (1988) mengemukakan tingkat kesiapan individu atau kelompok yang berbeda menuntut gaya kepemimpinan yang berbeda, gaya kepemimpinan yang sesuai mencakup kombinasi perilaku tugas (Task Behaviour) dan perilaku hubungan (Relationship Behaviour) yang mana Perilaku tugas dan perilaku hubungan ini perlu dikombinasikan secara tepat agar dapat meraih kesuksesan atau mencapai tujuan. Adapun gaya dasar kepemimpinan
(33)
yang dihasilkan atas dasar kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan dibedakan menjadi empat yaitu Telling (tinggi tugas dan rendah hubungan), selling (tinggi tugas dan tinggi hubungan) participating (tinggi hubungan dan rendah tugas), dan delegating (rendah hubungan dan rendah tugas).
Keempat gaya kepemimpinan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. S1 : Telling (memberitahukan)
Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (R1). Ini menekankan perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya kepemimpinan telling atau directing
adalah karakteristik gaya kepemimpinan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberitahu individu atau kelompok soal apa, bagaimana, mengapa, kapan dan dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan. Pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung.
b. S2 : Selling (menjajakan)
Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (R2). Ini menekankan pada jumlah tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan komunikasi dua arah dan memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pengikut. Gaya ini muncul kala kompetensi individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin perlu terus menyediakan sikap membimbing akibat individu atau kelompok belum siap mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam pekerjaan.
(34)
c. S3 : Participating (mengikutsertakan)
Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi dengan motivasi moderat (R3). Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi jumlah perilaku tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu atau kelompok untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan semangat yang mereka tunjukkan. Gaya ini muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai pengarah. Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Tugas seorang pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu atau kelompok.
d. S4 : Delegating (mendelegasikan)
Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi (R4). Ini menekankan pada kedua sisi yaitu rendah perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya kepemimpinan pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggung jawab atas proses pembuatan keputusan dan pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala individu atau kelompok berada pada level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor berlangsungnya sebuah pekerjaan.
C. Karyawan
Menurut kamus besar bahasa indonesia ( KBBI ) karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan sebaginya) dengan mendapat gaji (upah). Menurut
(35)
Hasibuan (2005 ) karyawan / pegawai adalah seorang pekerja tetap yang bekerja dibawah perintah orang lain dan mendapat kompensasi serta jaminan.
Sehingga dapat disimpulkan Karyawan adalah seorang yang bekerja pada suatu badan usaha atau perusahaan baik swasta maupun pemerintahan dan diberikan imbalan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang bersifat harian, mingguan, maupun bulanan.
D. Hubungan Gaya Kepemimpinan Situasional dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan
Sumber daya manusia, yaitu karyawan merupakan aset yang penting bagi suatu organisasi. Karyawan merupakan sumber daya yang esensial untuk mencapai tujuan organisasi. (Ie, 2004). Organisasi memerlukan karyawan yang mampu bekerja secara produktif, inovatif, dan memiliki performa kerja yang baik. Untuk memperoleh karyawan yang memiliki kemampuan kerja yang baik, salah satu caranya dengan mensejahterakan psikologis karyawan (Vallerand, 2012). Karyawan akan menunjukkan performa kerja yang baik ketika merasa sejahtera (Envick, 2012). Harter, Schmidt, dan Keyes (2002) mengemukakan bahwa perasaan yang positif, pada karyawan sebagai tanda dari kesehatan mental karyawan, menjadikan karyawan lebih bahagia dan produktif merupakan bagian dari kesejahteraan psikologis. Menurut Envick (2012), karyawan yang sejahtera adalah karyawan yang produktif. Karyawan yang tidak produktif akan menunjukkan performa yang menurun.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lyubomirsky, King, dan Diener (2002) seseorang dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi akan menampilkan fleksibilitas dan orisinalitas yang tinggi, respon yang lebih baik atas umpan balik yang diberikan kepadanya,
(36)
membuat penilaian positif tentang orang lain, menunjukkan tingginya level “keterikatan”,
menjadi lebih produktif, dan bahagia ketika berada pada organisasi. Dalam hal ini, peran atasan dalam suatu organisasi tidak hanya menuntut karyawan saja, tetapi atasan dapat pula memotivasi dan menciptakan iklim menjadi positif (Walker Jr., 2011).
Gilbreath dan Benson (2004) mengungkapkan bahwa kesejahteraan psikologis karyawan meningkat bila para atasan membuat tempat kerja menjadi sehat, namun tidak mengabaikan pengawasan. Sejalan dengan hal tersebut, Arnold, Turner, Barling, Kelloway dan Margaret (2007) menyebutkan bahwa kepemimpinan yang berkualitas secara positif mempengaruhi kesejahteraan psikologis orang lain. Faktor kepemimpinan atasan di suatu perusahaan akan berdampak pada kesejahteraan karyawan (Munandar, 2008). Menurut Maenapothi (2007) Kesejahteraan psikologis karyawan merupakan situasi dimana ketika individu bekerja akan merasa senang dan tidak merasa seperti bekerja, lebih efektif dan memiliki target pencapaian kerja baik untuk dirinya sendiri maupun untuk organisasi. Hal tersebut tercermin dari sejauh mana atasan membantu karyawan untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan.
Menurut Hersey dan Blanchard pemimpin dapat mengubah gaya kepemimpinan mereka (perilaku), tergantung pada situasi dan kesiapan karyawan (Badeni, 2013). Hersey dan Blanchard (1988) memberikan pemahaman kepada pemimpin tentang kaitan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kedewasaan dari para pengikutnya. Bawahan merupakan faktor yang sangat penting dalam situasi kepemimpinan. Tingkat kedewasaan dari para bawahan menentukan gaya efektif dari pemimpin. Faktor kunci kepemimpinan situasional yang efektif adalah kemampuan pemimpin mengidentifikasi Kesiapan (kematangan) individu maupun
(37)
kelompok yang hendak dipengaruhi untuk selanjutnya menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai (Mulyadi dan Rivai, 2012).
Berdasarkan uraian diatas terlihat suatu benang merah antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan.
E. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan uraian teoritis diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan. Ini berarti semakin efektif gaya kepemimpinan situasional yang diterapkan maka kesejahteraan psikologis karyawan akan semakin tinggi.
(38)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisis data dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang bersifat korelasional. Adapun penelitian korelasional bertujuan untuk melihat sejauh mana variasi dalam satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain. Pembahasan didalam metode penelitian ini antara lain: identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, validitas dan reliabilitas, prosedur penelitian serta metode analisis data.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Identifikasi variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung (dependent) : Kesejahteraan Psikologis
2. Variabel bebas (independent) : Gaya Kepemimpinan Situasional
C. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional pada masing – masing variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
(39)
1. Kesejahteraan Psikologis
Kesejahteraan psikologis adalah evaluasi karyawan terhadap dirinya yang berdasarkan pengalaman-pengalaman hidupnya untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan.
Kesejahteraan psikologis ini diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan teori kesejahteraan psikologis yang akan mengukur dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yang terdiri dari dimensi penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), Otonomi (autonomy), Penguasaan terhadap lingkungan (environmental mastery), Tujuan hidup (purpose in life), Perkembangan pribadi (personal growth) (Ryff & Keyes, 1995).
Kesejahteraan psikologis dapat dilihat dari skor skala kesejahteraan psikologis. Semakin tinggi skor skala kesejahteraan psikologis yang di peroleh karyawan, menunjukkan kesejahteraan psikologis yang tinggi pada karyawan dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh karyawan pada skala kesejahteraan psikologis menunjukkan kesejahteraan psikologis yang rendah pada karyawan.
2. Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan situasional adalah persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan sesuai dengan situasi dan kesiapan bawahan .
Gaya kepemimpinan situasional dapat diungkapkan menggunakan skala berdasarkan gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard (1988) yaitu Telling, Selling, Participating, Delegating. Skor total yang akan diperoleh didalam skala gaya kepemimpinan situasional menggambarkan penilaian karyawan terhadap efektifnya gaya
(40)
kepemimpinan situasional yang diterapkan. Semakin tinggi skor skala gaya kepemimpinan situasional yang diperoleh karyawan, berarti semakin efektif gaya kepemimpinan situasional tersebut. Sebaliknya, semakin rendah skor skala gaya kepemimpinan yang diperoleh karyawan menunjukkan semakin kurang efektif gaya kepemimpinan situasional tersebut.
D. Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah salah satu perusahaan BUMN di Jakarta
E. Populasi penelitian
Populasi menurut Azwar (1997) adalah sekelompok subjek yang dikenai generalisasi hasil penelitian. Menurut Hadi (2000), populasi dibatasi sebagian sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di perusahaan BUMN tersebut. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 452 orang. Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan tetap pada perusahaan tersebut dengan masa kerja minimal selama satu tahun.
Penelitian ini menggunakan try out terpakai. Alasannya, dalam pengambilan data pada karyawan di perusahaan BUMN tersebut cukup sulit, dikarenakan jumlah subjek yang terbatas untuk dijumpai serta keterbatasan waktu dan tenaga peneliti hal tersebut dikarenakan jauhnya lokasi penelitian, banyaknya biaya yang dikeluarkan, serta keterbatasan peneliti dalam menjangkau seluruh subjek penelitian. Kelebihan try out terpakai adalah dapat diterapkan pada jumlah subjek yang terbatas, lebih efisiensi waktu, biaya, dan tenaga karena
(41)
subjek penelitian adalah orang yang sama ( Hadi, 2000) . Subjek penelitian dalam try out
sekaligus digunakan sebagai subjek penelitian.
Dari hasil penyebaran skala yang didapatkan, jumlah populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 452 orang. Namun hanya 227 orang yang bisa digunakan sebagai penelitian. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan peneliti dalam menjangkau seluruh populasi. Sehingga subjek yang digunakan sebagai try out sekaligus digunakan sebagai penelitian.
F. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengambilan data yang digunakan adalah dengan metode skala Likert. Skala yang digunakan yaitu gaya kepemimpinan situasional Hersey Blanchard (1988) dan skala kesejahteraan psikologis (Ryff & Keyes, 1995). Skala Likert disajikan dalam bentuk pernyataan dengan lima alternative jawaban yang terdiri dari: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Subjek penelitian akan diminta kesesuaian dan ketidaksesuaian dirinya dengan pernyataan yang ada pada skala. Setiap pilihan bergerak dari nilai 1-5 untuk setiap pernyataan yang mendukung dan tidak mendukung. Bobot penilaian untuk pernyataan mendukung yaitu : SS=5, S=4, N=3, TS=2, STS=1.
1. Skala Kesejahteraan Psikologis
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan psikologis adalah skala kesejahteraan psikologis yang dirancang peneliti berdasarkan aspek-aspek kesejahteraan psikologis( Ryff & Keyes, 1995) , yaitu :
a. Penerimaan diri (self-acceptance)
(42)
c. Otonomi (autonomy),
d. Penguasaan terhadap lingkungan (environmental mastery). e. Tujuan hidup (purpose inlife),
f. Perkembangan pribadi (personal growth),
Tabel 1. Blue print Skala kesejahteraan psikologisSebelum Uji Coba
No. Dimensi Aitem
Mendukung
Aitem Tidak Mendukung
Jumlah %
1. Autonomy 1,7,25,37 13,19,31 7 16,66
2. Environmental
mastery
2,8,20,38 14,26,32 7 16,66
3. Personal growth 9,21,33 3,15,27,39 7 16,66
4. Positive relations 4,22,28,40 10,16,34 7 16,66
5. Purpose in life 11,29,35 5,17,23,41 7 16,66
6. Self- acceptance 6,12,24,42 18,30,36 7 16,66
Total 42 100%
2. Skala Gaya Kepemimpinan Situasional
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur gaya kepemimpinan situasional adalah berdasarkan pada gaya kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard (1988) , yaitu:
a. Telling b. Selling c. Participating
(43)
Tabel 2. Blue print Skala Gaya Kepemimpinan Situasional Sebelum Uji Coba
No. Dimensi Aitem Mendukung Jumlah %
1. Telling 1,2,3,4,5 5 27,78
2. Selling 6,7,8,9 4 22,22
3. Partisipating 10,11,12,13,14 5 27,78
4. Delegating 15,16,17,18 4 22,22
Total 18 100%
G. Uji Coba Alat Ukur
Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2005). Uji coba skala dilakukan dengan menyebarkan skala kepada responden uji coba yang memiliki karakteristik hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian.
1. Validitas
Validitas alat ukur adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu validitas yang tinggi adalah apabila alat tersebut mampu menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2005).
Penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity). Validitas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi konsep yang harus diukur. Dalam hal ini berkaitan apakah item mewakili pengukuran dalam area isi sasaran yang diukur sudah sesuai dan akan di nilai oleh professional judgement.
Peneliti akan meminta penilaian dan pertimbangan dari professional, yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing peneliti dan pihak-pihak lain yang berkompeten dalam memberikan pertimbangan.
(44)
2. Uji Daya Beda Aitem
Uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur (Azwar, 2012).
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2012).
3. Reliabilitas
Reabilitas adalah suatu pengujian untuk melihat sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya jika dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama pengukuran aspek dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2005)
Dalam penelitian ini digunakan uji reabilitas alat ukur melalui pendekatan konsistensi internal yaitu single trial administration yang artinya sekelompok subjek dikenakan satu bentuk tes dalam sekali saja. Menurut Azwar (2005) pendekatan ini adalah pendekatan yang ekonomis, praktis dan berefesiensi tinggi.
Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan Alpha Cronbach dengan bantuan komputer dari program IBM SPSS 21.00 version for Windows yang nantinya akan menghasilkan reliabilitas dari skala gaya kepemimpinan dan psychological well being.
Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1, yang artinya semakin tinggi koefisien reliabilitas
(45)
mendekati angka 1 berarti semakin tinggi reliabilitas, sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2005)
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Uji coba terhadap alat ukur yaitu skala gaya kepemimpinan situasional dan skala kesejahteraan psikologis dilakukan pada tanggal 7 April 2014. Uji coba dikenakan kepada 452 karyawan salah satu BUMN di Jakarta.
Pada uji coba ini peneliti menyebarkan kuesioner kepada 452 orang karyawan yang terpilih melalui accidental sampling. Kemudian skala yang dikembalikan ke peneliti berjumlah 227. Dengan demikian hanya 227 skala yang dapat digunakan dalam penelitian ini. Uji daya beda item dan reliabilitas skala penelitian dihitung dengan menggunakan program IBM SPSS 21.0 version for windows.
a). Skala kesejahteraan psikologis
Hasil uji coba skala kesejahteraan psikologis menunjukkan bahwa dari 42 aitem terdapat 17 aitem yang gugur yaitu aitem nomor 1, 7, 8, 9, 10, 12, 17, 22, 24, 26, 29, 34, 35, 38, 40, 41, 42. Hasil uji daya beda aitem ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Jadi apabila aitem yang memiliki daya beda dibawah 0,30 dianggap gugur (Azwar, 2012).
Pada skala kesejahteraan psikologis menunjukkan hasil reliabilitas dengan menggunakan teknik reliabilitas Alpha Cronbach, maka diperoleh hasil rxx‟ = 0.880 yang berarti tingkat reliabilitasnya memuaskan.
(46)
Tabel 3. Blue print Skala Kesejahteraan PsikologisSetelah Uji Coba
No. Dimensi Aitem
Mendukung
Aitem Tidak Mendukung
Jumlah %
1. Autonomy 25,37 13,19,31 5 20,00
2. Environmental mastery 2,20 14,32 4 16,00
3. Personal growth 21,33 3,15,27,39 6 24,00
4. Positive relations 4,28 16 3 12,00
5. Purpose in life 11 5,23 3 12,00
6. Self- acceptance 6 18,30,36 4 16,00
Total 25 100,00
Setelah diketahui aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi pada skala kesejahteraan psikologis, maka aitem-aitem tersebut akan digunakan dalam penelitian. Dengan membuang aitem-aitem yang gugur, maka skala tersebut disusun kembali dengan melakukan penyesuaian nomor bagi aitem-aitem tersebut untuk dilakukan pengukuran selanjutnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Penomoran aitem baru Skala Kesejahteraan Psikologis
No. Dimensi Aitem
Mendukung
Aitem Tidak Mendukung
Jumlah %
1. Autonomy 16,24 7,19,20 5 20,00
2. Environmental mastery 1,13 8,21 4 16,00
3. Personal growth 14,22 2,9,17,25 6 24,00
4. Positive relations 3,18 10 3 12,00
5. Purpose in life 6 4,15 3 12,00
6. Self- acceptance 5 11,19,23 4 16,00
(47)
Berdasarkan hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas tersebut, maka aitem-aitem pada skala kesejahteraan psikologis tersebut dapat diandalkan untuk dilakukan pengukuran selanjutnya. Hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas skala kesejahteraan psikologisdapat dilihat pada lampiran 3.
b). Skala Gaya Kepemimpinan Situasional
Hasil uji coba skala gaya kepemimpinan situasional menunjukkan bahwa dari 18 aitem terdapat 6 aitem yang gugur, yaitu aitem nomor 3,4,5,14,17,18. Uji daya beda aitem ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Jadi apabila aitem yang memiliki daya beda dibawah 0,30 dianggap gugur (Azwar, 2012).
Pada skala ini menunjukkan hasil reliabilitas dengan menggunakan teknik reliabilitas
Alpha Cronbach, maka diperoleh hasil rxx = 0,766 yang berarti tingkat reliabilitasnya memuaskan.
Tabel 5. Blue print Skala Gaya Kepemimpinan Situasional Setelah Uji Coba
No. Dimensi Aitem Mendukung Jumlah %
1 Telling 1,2 2 16,67
2 Selling 6,7,8,9 4 33,33
3 Partisipating 10,11,12,13 4 33,33
4 Delegating 15,16 2 16,67
Total 12 100%
Setelah diketahui aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi pada skala gaya kepemimpinan situasional, maka aitem-aitem tersebut akan digunakan dalam penelitian. Dengan
(48)
membuang aitem-aitem yang gugur, maka skala tersebut disusun kembali dengan melakukan penyesuaian nomor bagi aitem-aitem tersebut untuk dilakukan pengukuran selanjutnya.
Tabel 6. Penomoran aitem baru Skala Gaya Kepemimpinan Situasional
No. Dimensi Aitem Mendukung Jumlah %
1. Telling 1,2 2 16,67
2. Selling 3,4,5,6 4 33,33
3. Partisipating 7,8,9,10 4 33.33
4. Delegating 11,12 2 16,67
Total 12 100,00
Berdasarkan hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas tersebut, maka aitem-aitem pada skala gaya kepemimpinan situasional tersebut dapat diandalkan untuk dilakukan pengukuran selanjutnya. Hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas skala gaya kepemimpinan situasional dapat dilihat pada lampiran 3.
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap ini, peneliti memiliki langkah-langkah yang dilakukan, yaitu: a. Perizinan
Hal yang pertama dilakukan oleh peneliti dalam proses persiapan untuk melakukan penelitian adalah mengurus surat izin untuk melakukan penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ke BUMN yang akan dituju. Peneliti mengajukan surat permohonan pengambilan data penelitian ke salah satu BUMN di Jakarta. Surat
(49)
permohonan ini diberikan langsung oleh peneliti kepada pihak BUMN tersebut pada tanggal 17 Maret 2014.
b. Pembuatan alat ukur
Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Membuat alat ukur yang terdiri dari skala Gaya Kepemimpinan Situasional dan skala Kesejahteraan Psikologisyang dibuat berdasarkan teori yang telah diuraikan.
2) Untuk skala Gaya Kepemimpinan Situasional peneliti membuat 18 aitem dan untuk skala Kesejahteraan Psikologis sebanyak 42 aitem.
3) Pembuatan skala Gaya Kepemimpinan Situasional dan Skala Kesejahteraan Psikologis dalam bentuk buku yang terdiri dari lima alternatif pilihan jawaban, disamping pernyataan telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.
4) Setelah kedua skala selesai dibuat, maka aitem-aitem yang telah dibuat akan ditelaah dengan analisis rasional dari profesional judgement.
c. Uji coba alat ukur
Untuk memperoleh alat ukur yang memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai, peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba alat ukur. Uji coba alat ukur dikenakan kepada 227 karyawan pada salah satu perusahaan BUMN di Jakarta. Hasil penelitian subjek yang digunakan sebagai try out juga langsung digunakan sebagai penelitian dengan membuang aitem yang tidak memenuhi kriteria daya beda rendah.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah peneliti melakukan uji coba, setelah membuang aitem yang dinyatakan gugur, dan melakukan penyusunan nomor kembali aitem-aitem yang memenuhi syarat, selanjutnya
(50)
peneliti melakukan pengukuran kembali untuk analisis data berdasarkan blue print skala yang telah disusun kembali.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah diperoleh data dari masing-masing subyek penelitian, maka untuk pengolahan data selanjutnya, diolah dengan menggunakan IBM SPSS for windows 21.0 version.
I. Metode Analisa Data
Pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh merupakan suatu cara mengorganisasikan data sehingga dapat dibaca dan ditafsirkan (Azwar, 2005). Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan, maka analisa data yang digunakan adalah Pearson Product Moment
yaitu untuk melihat hubungan antara kedua variabel.
Metode analisa data pada penelitian ini menggunakan bantuan program IBM SPSS 21.00
version for windows. Sebelum data diolah dilakukan terlebih dahulu uji asumsi meliputi :
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel bebas, yaitu gaya kepemimpinan dan variabel tergantung, yaitu kesejahteraan psikologis telah menyebar secara normal, hal ini perlu dilakukan karena kalau populasi yang dari sampel diambil tidak bersifat normal maka tes statistik yang bergantung pada asumsi normalitas itu menjadi cacat sehingga kesimpulan menjadi tidak berlaku (Kerlinger,1990).
Pengukuran normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan IBM SPSS 21.0 version for windows. Kolmogorov-Smirnov adalah suatu uji yang memperhatikan
(51)
tingkat kesesuaian antara distribusi serangkaian harga sampel (skor yang diobservasi) dengan
suatu distribusi teoritis tertentu. Kaidah normal yang digunakan adalah jika p ≥ 0,05 maka
sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000).
2. Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel bebas, yaitu gaya kepemimpinan situasional berkolerasi secara linier terhadap data variabel tergantung, yaitu kesejahteraan psikologis. Uji linieritas pada penelitian ini dilakukan melalui uji regresi linier sederhana dengan dengan bantuan seri program statistik IBM SPSS 21.0 version for windows
dan uji F untuk linieritas.
Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah jika p < 0,05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier, sebaliknya jika p > 0,05 berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan tidak linier (Hadi, 2000).
(52)
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN DATA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisis data dan pembahasan. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian serta dilanjutkan mengenai hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh, dan dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian.
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan BUMN dijakarta yang berjumlah 227 orang. Sebelum dilakukan analisis data terlebih dahulu diuraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin usia dan masa kerja.
1. Gambaran Subjek Berdasarkan jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian, maka dapat digambarkan penyebarannya seperti tabel berikut.
Tabel 7.
Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase
Laki-laki 137 60,36%
Perempuan 90 39,64%
Total 227 100 %
Berdasarkan tabel di atas maka dapat dilihat bahwa subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 137 orang yakni sebesar 60,36%, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 90 orang yakni sebesar 39,64%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian yang paling banyak adalah berjenis kelamin laki-laki dibandingkan responden dengan jenis kelamin perempuan yang mengindikasikan bahwa karyawan perusahaan di dominasi dengan karyawan berjenis kelamin laki-laki
(53)
2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia sampel penelitian, maka dapat digambarkan penyebaran Subjek seperti terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 8.
Gambaran Subjek Berdasarkan Usia Responden
Usia Jumlah (N) Persentase
20 – 40 tahun 109 48,1 %
40 – 60 tahun 118 51,9 %
Total 227 100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan karyawan berada dalam rentang usia 40-60 tahun sebanyak 118 Orang. Berdasarkan teori perkembangan yang dikemukakan oleh Havighurst (Papalia, Olds, & Feldman, 2008), rentang usia 40-60 tahun tersebut termasuk dewasa madya, yaitu sebesar 51,9% dan sisanya 109 orang berada dalam rentang usia 20-40 tahun yang berarti dewasa awal, yaitu sebesar 48,1%.
3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja
Berdasarkan masa kerja subjek, maka dapat digambarkan penyebaran subjek sebagai berikut.
Tabel 9.
Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja
Masa Kerja Jumlah (N) Persentase
< 2 tahun 3 1,32%
2 – 10 tahun 53 23,35%
> 10 tahun 171 75,33%
Total 227 100 %
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian terbanyak pada masa kerja > 10 tahun sebanyak 171 orang. Berdasarkan teori tahapan masa kerja Morrow & McElroy (1987), masa kerja > 10 tahun termasuk pada tahap pemeliharaan (maintenance stage), yaitu
(54)
sebesar 75,33%, sedangkan subyek penelitian dengan masa kerja 2-10 tahun sebanyak 53 orang, berada pada tahap lanjutan (advancement stage) yaitu sebesar 23,35%, dan sisanya masa kerja < 2 tahun sebanyak 3 orang, berada pada tahap perkembangan (establishment stage), yaitu sebesar 1,32%.
B. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi. Sebelum melakukan uji analisis korelasi, maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji linieritas.
a. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas untuk mengetahui apakah data tersebar secara normal dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 10.
Uji Normalitas Untuk Variabel Kesejahteraan Psikologis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kesejahteraan psikologis
N 227
Normal Parametersa,b Mean 103,2511
Std. Deviation 9,21587
Most Extreme Differences
Absolute ,061
Positive ,061
Negative -,060
Kolmogorov-Smirnov Z ,917
(55)
Kaidah normal yang digunakan adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000).
Hasil uji normalitas terhadap variable kesejahteraan psikologis diperoleh nilai Z = 0, 917 dan p = 0,369. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0,369) > 0,05 maka data dari variable kesejahteraan psikologis terdistribusi secara normal.
Tabel 11.
Uji Normalitas Untuk Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Gaya_Kepemimpinan _Situasional
N 227
Normal Parametersa,b
Mean 45,9648
Std. Deviation
5,26288
Most Extreme Differences
Absolute ,083
Positive ,083
Negative -,054
Kolmogorov-Smirnov Z 1,254
Asymp. Sig. (2-tailed) ,086
Hasil uji normalitas terhadap variabel gaya kepemimpinan situasional diperoleh nilai Z = 1,254 dan p = 0,086. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0,086) > 0,05 maka data dari variabel gaya kepemimpinan situasionalterdistribusi secara normal.
b) Uji Linieritas
Hasil uji linieritas untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antar kedua variabel dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
(1)
DATA DEMOGRAFIK
No. Jenis Kelamin Usia Masa Kerja
1 Laki-Laki 20 – 40 tahun < 2 tahun
2 Laki-Laki 20 – 40 tahun < 2 tahun
3 Perempuan 20 – 40 tahun < 2 tahun
4 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
5 Laki-laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
6 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
7 Laki-laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
8 Laki-laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
9 Laki-laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
10 Laki-laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
11 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
12 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
13 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
14 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
15 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
16 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
17 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
18 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
19 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
20 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
21 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
22 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
23 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
24 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
25 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
26 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
27 Laki-Laki 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
28 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
29 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
30 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
31 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
32 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
33 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
(2)
36 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
37 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
38 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
39 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
40 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
41 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
42 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
43 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
44 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
45 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
46 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
47 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
48 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
49 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
50 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
51 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
52 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
53 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
54 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
55 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
56 Perempuan 20 – 40 tahun 2 – 10 tahun
57 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
58 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
59 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
60 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
61 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
62 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
63 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
64 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
65 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
66 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
67 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
68 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
69 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
70 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
71 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
72 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
73 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
(3)
75 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
76 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
77 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
78 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
79 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
80 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
81 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
82 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
83 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
84 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
85 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
86 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
87 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
88 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
89 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
90 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
91 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
92 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
93 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
94 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
95 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
96 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
97 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
98 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
99 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
100 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
101 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
102 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
103 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
104 Laki-Laki 20 – 40 tahun >10 tahun
105 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
106 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
107 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
108 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
109 Laki-laki 20 – 40 tahun >10 tahun
110 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
111 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
112 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
(4)
114 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
115 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
116 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
117 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
118 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
119 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
120 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
121 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
122 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
123 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
124 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
125 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
126 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
127 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
128 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
129 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
130 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
131 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
132 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
133 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
134 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
135 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
136 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
137 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
138 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
139 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
140 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
141 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
142 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
143 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
144 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
145 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
146 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
147 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
148 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
149 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
150 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
151 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
(5)
153 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
154 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
155 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
156 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
157 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
158 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
159 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
160 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
161 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
162 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
163 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
164 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
165 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
166 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
167 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
168 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
169 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
170 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
171 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
172 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
173 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
174 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
175 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
176 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
177 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
178 Perempuan 40 – 60 tahun >10 tahun
179 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
180 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
181 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
182 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
183 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
184 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
185 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
186 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
187 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
188 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
189 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
190 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
(6)
192 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
193 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
194 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
195 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
196 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
197 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
198 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
199 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
200 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
201 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
202 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
203 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
204 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
205 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
206 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
207 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
208 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
209 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
210 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
211 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
212 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
213 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
214 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
215 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
216 Laki-laki 40 – 60 tahun >10 tahun
217 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
218 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
219 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
220 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
221 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
222 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
223 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
224 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
225 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun
226 Laki-Laki 40 – 60 tahun >10 tahun