BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning ( PBL ) Berbantuan Video untuk meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester II SD Kanisius Harjosari Kecamatan Bawen Tahu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori  

  Teori yang dikaji dalam penelitian ini diantaranya yaitu pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar, model Problem Based Learning

  , video, dan hasil belajar dimana tiap-tiap teori akan dikaji secara lebih

  (PBL)

  terperinci di dalam pembahasan sebagai berikut :

   

2.1.1 Pembelajaran IPA SD

             

  Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang

  fenomena alam serta segala sesuatu yang ada di alam. Trianto (2011: 136-137) menyatakan pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Dalam sumber yang sama dinyatakan juga bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung guna mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah, Usman Samatowa (2006: 150).

   

  Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Dalam Pusat Kurikulum (2006: 4), IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya untuk penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.  

  Secara sistematis, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan, namun IPA diharapkan dapat menjadi media bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA dapat dimasukkan dalam klasifikasi ilmu pendidikan karena dimensi pendidikan IPA sangat luas dan sekurang-kurangnya meliputi unsur-unsur (nilai-nilai) sosial budaya, etika, moral dan agama. Dengan demikian, belajar IPA bukan hanya sekedar memahami konsep ilmiah dan aplikasinya dalam masyarakat, namun juga untuk mengembangkan berbagai nilai yang terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA.

   

  Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari dasar untuk membekali siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebagai dasar, siswa SD diberikan pembelajaran yang bersifat konkret atau nyata dengan cara mengajaknya langsung menenukan masalah-masalah yang terdapat pada mata pelajaran IPA. Melalui pengamatan langsung dan pengalaman sendiri, siswa dapat lebih memahami dan mengingatnya dalam waktu yang lebih lama.

   

  Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pengertian IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam. IPA merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui suatu metode ilmiah baik secara induktif ataupun deduktif.

2.1.1.1 Tujuan Pembelajaran IPA SD

   

  Adapun tujuan pembelajaran IPA di SD/MI berdasarkan Depdiknas, 2006 sebagai berikut :

  

(1) Memperoleh keyakinan terhadap segala kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

   

(2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

  bermanfaat serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.  

  

(3) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,

  melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.  

  

(4) Memperoleh bekal berupa pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTS.

  

(5) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

   

  2.1.1.2 Ruang Lingkup Kajian IPA  

  Ruang lingkup kajian IPA di SD/MI secara umum meliputi dua aspek, yaitu:

    (1)

  Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyedikan, berkomunikasi ilmiah, sikap, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, dan nilai ilmiah.

   

(2) Lingkup pemahaman konsep dalam kurikulum KTSP relatif sama jika

  dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam kurikulum KTSP (Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006) antara lain: (1) Makhuk hidup dan beserta proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinnya dengan lingkungan, serta kesehatan,   (2) Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunannya meliputi: cair, padat dan gas, (3) Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, (4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya, (5) Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat

   

  Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut memiliki keterkaitan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.

  2.1.1.3.Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar IPA SD  

  Ruang lingkup yang dipelajari dalam IPA dalam rangka untuk mencapai Standar untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran dapat ditetapkan melalui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. BNSP telah melakukan penyusunan Standar Isi yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006 yang mencakup komponen :

   

  (1) Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh siswa pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.

  (2) Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK siswa yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK siswa.

  Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa SD Kanisius Harjosari, maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan model

  

Problem Based Learning pada mata pelajaran IPA. Adapun perincian Standar

  Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang digunakan sebagai materi dalam pelaksanaan penelitian kelas 5 semester II (KTSP 2006) pada tabel 2 berikut.

  

Tabel 2

 

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

  

(IPA) Kelas 5 Semester II

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

     

7. Memahami perubahan

  7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang yang terjadi di alam dan terjadi di Indonesia dan dampaknya hubungannya dengan bagi makhluk hidup dan lingkungan penggunaan sumber daya

  7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan alam manusia yang dapat mengubah   permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb)  

  (Permendiknas No.22 Tahun 2006)    

2.1.1.4 Pentingnya IPA Bagi Siswa

   

  Pendidikan IPA memiliki peranan penting bagi siswa dalam dunia pendidikan. IPA dapat membentuk perilaku siswa karena dalam IPA melatih siswa mempunyai perilaku jujur, tanggung jawab, teliti, berfikir kritis dan obyektif, memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis lingkungan alam dan lingkungan buatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, mengembangkan keterampilan proses siswa, mengembangkan wawasan sikap serta nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari dan mengembangkan kesadaran tentang hubungan yang berkaitan dan saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan sekitar.

  Dari penjelasan diatas maka IPA dalam dunia pendidikan amatlah penting yang tentunya juga bermanfaat bagi siswa, dengan demikian IPA tidak boleh dihilangkan dari dunia pendidikan terutama di SD karena sesungguhnya IPA dapat membentuk pondasi cara berfikir dan berperilaku siswa. Pada masa ini siswa akan lebih mudah membentuk pondasi yang kuat sehingga akan lebih mudah mengajarkan IPA dijenjang selanjutnya karena sudah dibekali ilmu serta pondasi awal dalam diri siswa tersebut. Di dalam mengelola kelas dibutuhkan pemilihan model pembelajaran yang menarik agar dapat membangun minat dan prestasi belajar siswa supaya tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai.

2.1.2 Problem Based Learning ( PBL )

  Problem Based Learning ( PBL ) adalah salah satu model pembelajaran

  yang mendorong siswa untuk dapat meningkatkan ketrampilannya. Problem

  

Based Learning ( PBL ) pertama dikembangkan oleh Prof. Howards Barrows

  sekitar tahun 1970-an dalam pembelajaran ilmu medis di Mc Master University

  

Canada ( Amir, 2009 ). Model pembelajaran ini memberikan suatu masalah nyata

  bagi siswa sebagai awal pembelajaran yang nantinya akan diselesaikan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Berikut adalah definisi tentang menurut beberapa ahli:

  Problem Based Learning ( PBL )  

  (1) Menurut Arends (dalam Trianto 2011: 68), Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik terhadap masalah yang autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat meeksplorasi pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan dan memandirikan peserta didik.

  (2) Menurut Sanjaya (2011:92), PBL merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. (3)

  Menurut Suprihatinigrum (2013:65-66), PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajat tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

  Dari beberapa uraian penjelasan tentang definisi Problem Based Learning

  

(PBL) , dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah cara

  pembelajaran yang ditandai oleh adanya masalah nyata sebagai sebuah konteks untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan tentang cara memecahkan masalah tersebut.

2.1.2.1 Karakteristik Problem Based Learning ( PBL )  

  Ciri utama dalam penerapan model pembelajaran Problem Based Learning

  

(PBL) adalah dimunculkannya masalah pada awal pembelajarannya. Menurut

  Arends (1997) dalam Trianto (2011:93) Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik sebagai berikut :

   

  a) pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning dimulai dengan pengajuan masalah, bukan mengorganisasikan materi di sekitar prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu. Masalah yang diajukan berhubungan dengan situasi kehidupan nyata pembelajar untuk menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi terhadap masalah tersebut, b) fokus pada interdisiplin ilmu. Meskipun pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang dipilih harus benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran,

  c) penyelidikan autentik. Problem Based Learning mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

  d) menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk karya siswa tersebut dapat berupa laporan, model fisik, dan video. Karya nyata tersebut kemudian didemosntrasikan kepada siswa yang lain. e) Kerja sama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu sama lain, secara berpasangan atau secara berkelompok. Sedangkan menurut Rizema Putra (2013:72) menjelaskan bahwa model

  Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Belajar dimulai dari masalah. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa. 2. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu. 3. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar. 4. Menggunakan kelompok kecil. 5. Menuntut siswa untuk mendemostrasikan telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja.

  Menurut Rusman (2011:232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut: 1. Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran. 2.

  Permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. 3. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. 4. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL. 5. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar dan PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

  Dari penjelasan para ahli tentang karakteristik Problem Based Learning

  

(PBL ), maka dapa disimpulkan bahwa model PBL adalah model pembelajaran

  yang didasarkan pada kegiatan pemecahan masalah. Selain itu terdapat tiga unsur yang esensial dalam proses PBL, yaitu: (1) adanya proses permasalahan, (2) pembelajaran yang berpusat peserta didik, (3) belajar dalam suatu kelompok kecil.

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL)

  Dalam sebuah model pembelajaran tentu memiliki keunggulan dan kelemahan, demikian juga dengan model Problem Based Learning. Menurut Rizema Putra (2013:82-83) Model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya sebagai berikut :

  

a. siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan siswa secara aktif

  dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; b. pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna; c. siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata;

  d. menjadikan

  siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan;

  e. PBL diyakini

  dapat menumbuhkan kemapuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.

  Berdasarkan penjelasan Trianto (2011: 96-97) model Problem Based

  Learning (PBL) memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Problem Based Learning (PBL) sebagai model pembelajaran adalah: (1) realistic dengan

  kehidupan siswa, (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (3) memupuk sifat

  inquiri siswa, (4) retensi konsep jadi kuat, dan (5) memupuk kemampuan problem solving .

  Kekurangan model Problem Based Learning juga dikemukakan oleh Trianto (2011:98-99) antara lain: “1) persiapan pembelajaran seperti alat, masalah, konsep yang kompleks; 2) sulitnya mencari problem yang relevan; 3) sering terjadi pemahaman konsep; dan 4) konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita dalam proses pembelajaran”.

  Menurut Rizema Putra (2013:84) model Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain: “1) bagi siswa yang malas, tujuan dari model tersebut tidak dapat dicapai; 2) membutuhkan banyak waktu dan dana; 3) tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan model pembelajaran PBL”.

  Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya model PBL, maka perlu dilakukan proses evaluasi/penilaian yang meliputi: a) pengetahuan yang diperoleh siswa (siswa diharapkan mendapatkan pengetahuan lebih setelah melalui proses belajar). b) proses belajar yang dilakukan oleh siswa (siswa diharapkan menggunakan pendekatan belajar yaitu melakukan proses belajar yang aktif, mandiri dan bertanggung jawab). Guru bisa memberikan umpan balik atau menggunakan prosedur penilaian formatif dan sumatif sesuai dengan aturan penilaiaan sekolah. Hal ini juga membantu dalam mempertimbangkan penilaian kelompok secara keseluruhan.

  Dari uraian diatas mengenai kelebihan dan kelemahan model Problem

  

Based Learning , kelebihan yang paling utama adalah melibatakan siswa secara

  aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. Sedangkan kelemahan yang paling utama pada model Problem Based

  

learning adalah sulitnya mencari problem yang sesuai dengan materi

pembelajaran dan memerlukan waktu yang panjang.

2.1.2.3 Tahap Pelaksanaan Problem Based Learning (PBL)

  Dalam pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Berikut tahapan pembelajaran Problem

  

Based Learning menurut beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu menurut

  Menurut Endang (2011:221) menyatakan bahwa tahap-tahap pembelajaran

  

Problem Based Learning (PBL) meliputi: (1) guru menjelaskan tujuan

  pembelajaran kemudian memberi tugas atau masalah untuk dipecahkan . Masalah yang dipecahkan adalah masalah yang memiliki jawaban kompleks atau luas, (2) guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pemecahan masalah, (3) guru membantu siswa menyusun laporan hasil pemecahan masalah yang sistematis, (4) guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan refleksi proses-proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

  Menurut Sugiyanto (2010:159) tahapan pembelajaran Problem Based

  

Learning sebagai berikut: (1) orientasi permasalahan kepada siswa, (2)

  mengorganisasikan siswa untuk mandiri, (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok, (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

  Adapun tahap-tahap Problem Based Learning (PBL) menurut Wina Sanjaya (2011:56) tahapan Problem Based Learning (PBL) adalah : (1) identifikasi permasalahan, (2) representasi/penyajian permasalahan, (3) perencanaan pemecahan masalah, (4) mengimplementasikan perencanaan pemecahan masalah, (5) menilai perencanaan pemecahan masalah, (6) menilai hasil pemecahan masalah.

  Dari beberapa uraian mengenai tahap-tahap pembelajaran Problem Based

  

Learning (PBL) diatas, maka selanjutnya penulis akan menyusun sintak dan

  implementasi kegiatan pembelajaran model menurut Permendiknas No 41 Tahun 2007 pada tabel 3 dan tabel 4 berikut:

  

Tabel 3

Sintak Model Problem Based Learning berdasarkan

Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

  Kegiatan Pembelajaran No Fase PBL Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi Orientasi siswa 1 kepada

  √ masalah Mengorganisas 2 ikan siswa

  √ untuk belajar Membantu 3 investigasi

  √ kelompok. Mengembangk an dan

  4 √ menyajikan hasil karya Menganalisis dan mengevaluasi

  5 √ proses pemecahan masalah

  

Tabel 4

Implementasi Model Problem Based Learning berdasarkan

Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

  Langkah dalam Sintaks PBL Kegiatan Guru Standar Proses Menyampaikan apersepsi, melakukan orientasi kelas dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang Pendahuluan akan dilakukan, mengkondisikan siswa dalam Orientasi siswa kelas menjadi beberapa kelompok, memotivasi pada masalah. siswa dengan memberikan tayangan video yang dijadikan sebagai permasalahan yang akan diteliti .

Mengorganisasi Membimbing siswa dalam kelompok merancang

siswa untuk Eksplorasi aktifitas belajar untuk menyelesaikan masalah belajar. yang telah di orientasikan pada tahap awal.

  Mendampingi siswa dalam mengumpulkan Membantu informasi yang tepat untuk mencari penjelasan investigasi Elaborasi dan solusi atas permasalahan yang harus kelompok.

diselesaikan

Mendampingi siswa membuat laporan hasil

  

Mengembangkan diskusi dengan kelompok, mengunjungi laporan

dan menyajikan Elaborasi hasil diskusi kelompok lain, mengamati serta hasil karya. menanyakan sesuatu yang belum diketahui dan ditanggapi oleh kelompok yang bersangkutan.

  Menganalisis dan mengevaluasi Mendampingi siswa melalui tanya jawab proses Konfirmasi membahas penyelesaian masalah, membuat pemecahan kesimpulan masalah.

2.1.2.4 Implementasi Problem Based Learning (PBL) dalam Pembelajaran

  Pada penerapan model ini dimulai dengan adanya masalah yang harus dicari pemecahan masalahnya. Masalah tersebut bisa diperoleh dari guru maupun dari siswa. Guru akan mengarahkan siswa pada permasalahn tersebut, dengan kata lain, siswa akan belajar teori dan metode pemecahan masalah yang akan menjadi pusat perhatiannya. Pemecahan masalah dalam Problem Based Learning harus sesuai dengan langkah- langkah dalam metode ilmiah agar siswa dapat belajar memecahkan masalah secara sistematis dan sudah terencana. Maka Problem Based Learning dapat memberikan pengalaman belajar melakukan kerangka kerja ilmiah dan siswa dapat memecahkan masalah nyata yang ada di lingkungan siswa. Pembelajaran model Problem Based Learning dirancang dengan menampilkan masalah-masalah yang menuntut siswa untuk mengeksplor pengetahuannya agar dapat memperoleh pengetahuan yang baru dari hasil penemuannya sendiri sehingga siswa menjadi terbiasa dan mahir dalam memecahkan suatu masalah yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Maka dalam pembelajaran dibutuhkan media khusus agar siswa dapat berpikir kritis dan analitis sehingga kondisi belajar aktif akan tercipta. Salah satunya yaitu dengan memanfaatkan video agar siswa tidak jenuh dalam pembelajaran. Guru memberikan masalah kepada siswa dengan menampilkan video dan siswa dibimbing untuk mencari pemecahan masalahnya untuk memperoleh pengetahuan yang baru dari hasil penemuannya sendiri.

2.1.3 Video

  Video merupakan suatu media yang sangat efektif untuk membantu proses pembelajaran. Video juga merupakan bahan ajar noncetak yang kaya informasi dan tuntas karena dapat sampai ke hadapan siswa secara langsung. Disamping itu, video menambah suatu dimensi baru tehadap pembelajaran. Hal ini karena katakteristik teknologi video yang dapat menyajikan gambar bergerak dan suara pada siswa. Dengan demikian, siswa merasa seperti berada disuatu tempat yang sama dengan program yang ditayangkan video.

  Menurut Sadiman dkk (2008:74) “video adalah media audio-visual yang menampilkan gerak, media yang menyajikan pesan yang berisi fakta (kejadian/peristiwa penting, berita) maupun fiktif (seperti misalnya cerita), bisa bersifat informatif edukatif maupun instruksional”.

  Menurut Nugent (Smalldino, 2012:404), banyak guru menggunakan video untuk memperkenalkan sebuah topik, menyajikan isi materi, menyediakan perbaikan (termasuk evaluasi), dan meningkatkan pengayaan. Penggunaan video bisa digunakan di seluruh lingkungan pengajaran di kelas, baik dalam kelompok kecil, klasikal, maupun siswa orang-perorangan.

           

  Menurut Riyana (2007:5) Media Video pembelajaran adalah media atau

  alat bantu yang menyajikan audio dan visual yang berisi pesan-pesan pembelajaran baik yang berisi konsep, prinsip, prosedur, teori aplikasi pengetahuan untuk membantupemahaman terhadap suatu materi pembelajaran.

  Riyana (2007:7) menyatakan bahwa media video mempunyai karakteristik sebagai berikut:

   

  (1) Mampu memperbesar objek yang kecil terlalu kecil bahkan yang tidak dapat dilihat secara kasat mata.

  (2) Dapat diperbanyak dan dapat di edit. (3) Tampilannya dapat dimanipulasi. (4)

  Video dapat membuat objek/gambar yang ditampilkan dapat disampaikan dalam durasi tertentu dalam keadaan diam. (5)

  Video mampu mempertahankan perhatian siswa/audien yang melihat video tersebut. Hasil penelitian menunjukansiswa bisa bertahan lebih lama hingga 1- 2 jam untuk menyimak video dengan baik dibandingkan dengan mendengarkan saja yang hanya mampu bertahan dalam waktu 25-30 menit saja. (6)

  Video mampu menampilkan objek gambar dan informasi yang paling baru, hangat dan actual immediacy atau kekinian.

  Sedangkan menurut Muhadi (2013:127) menyatakan bahwa media video mempunyai karakteristik sebagai berikut:

  

 

  1) mengatasi keterbatasan jarak dan waktu, 2) video dapat diulangi bila perlu untuk menambah kejelasan, 3) pesan yang disampaikan cepat dan mudah diingat, 4) mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa, 5) mengembangkan imajinasi peserta didik, 6) memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan gambaran yang lebih realistik, 7) menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa 8) dengan video penampilan siswa dapat segera dilihat kembali untuk dievaluasi. Prastowo (2013:302) mengemukakan sejumlah manfaat lain yang bisa kita peroleh dari pemanfaatan program video dalam kegiatan pembelajaran,

  (1) memberikan pengalaman yang tak terduga kepada peserta didik; (2) memperlihatkan secara nyata sesuatu yang pada awalnya tidak mungkin bisa dilihat; (3) jika dikombinasikan dengan animasi dan pengaturan kecepatan,dapat mendemonstrasikan perubahan dari waktu ke waktu; (4) menampilkan presentasi studi kasus tentang kehidupan yang sebenarnya yang dapat memicu diskusi peserta didik; (5) menujukkan cara penggunaan alat perkakas; (6) memperagakan keterampilan yang akan dipelajari; (7) menunjukkan tahapan prosedur; (8) menghadirkan penampilan drama atau musik. Menurut Smaldino dkk (2012:404) video dalam pembelajaran mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: (1)

   Video tersedia untuk hampir seluruh jenis topik/mata pelajaran dan untuk semua jenis tingkatan siswa, dalam semua jenis ranah pengajaran (kognitif, afektif, psikomotor dan interpersonal). (2) Waktu dan biaya kunjungan lapangan bisa dihindari, jadi bisa membawa siswa kemana saja tanpa membayar. (3) Memperluas minat siswa melampaui dinding kelas. (4) Benda-benda yang terlalu besar atau yang terlalu kecil dapat dibawa ke dalam kelas dan bisa dilihat dengan mata telanjang. (4) Benda-benda yang terlalu berbahaya seperti gerhana matahari bisa dipelajari dengan aman..  

  Selain itu menurut Sanaky (2009:109) kelebihan yang dimiliki media video antara lain :

   

  a) menyajikan objek belajar secara konkret atau pesan pembelajaran secara realistik; b) sifatnya yang audivisual, sehingga memiliki daya tarik tersendiri dan dapat menjadi pemacu atau memotivasi pembelajar untuk belajar; c) sangat baik untuk pencapaian tujuan belajar psikomotor; d) dapat mengurangi kejenuhan belajar, terutama jika dikombinasikan dengan teknik mengajar secara ceramah dan diskusi persoalan yang ditayangkan; e) menambah daya tahan ingatan atau retensi tentang obyek belajar yang dipelajari oleh pembelajar; f) Portable dan mudah didistribusikan. Sedangkan keterbatasan-keterbatasannya yaitu: ongkos produksinya mahal dan tidak kompatibel untuk beragam format video. Namun untuk kedua keterbatasan ini sudah tidak relevan lagi. Sebab saat ini kita bisa menemukan berbagai alat perekam video dengan harga murah, misalnya dengan menggunakan peralatan telekomunikasi (terutama hand phone) atau peralatan digital multimedia

  (misalnya MP5, MP6 dan MP7). Dari sisi format videonya, untuk saat ini

  player

  juga lebih kompatibel, bahkan dengan peralatan dan software yang tersedia di pasaran maupun di internet, kita bisa mengubah-ubah formatnya ke berbagai jenis format video yang kita inginkan.

  Pandangan yang serupa juga diungkapakan oleh Anderson dalam Prastowo (2013:304). Anderson mengatakan bahwa video sebagai bahan ajar, meskipun memiliki sejumlah keunggulan dibanding bahan ajar cetak ataupun bahan ajar audio, ternyata juga masih memliki keterbatasan, antara lain : (a)

  Ketika akan digunakan, peralatan video tentu harus sudah tersedia di tempat penggunaan serta harus cocok ukuran dan formatnya dengan pita video atau piringan video (VCD/DVD) yang akan digunakan. (b)

  Menyusuan maskah atau skenario video bukanlah pekerjaan yang mudah, disamping menyita banyak waktu. (c)

  Biaya produksi video sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mampu mengerjakannya (d) Apabila gambar pada pita video ditransfer ke film hasilnya tidak bagus. (e)

  Layar monitor yang kecil akan membatasi jumlah penonton, kecualai jaringan monitor dan sistem proyeksi video diperbanyak. (f)

  Perubahan yang pesat dalam teknologi menyebabkan keterbatasan sistem video menjadi masalah yang berkelanjutan.

  Selain itu hal-hal negatif yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penggunaan alat perekam video dalam proses belajar-mengajar adalah: (a) perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktikkan; (b) sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan pencarian bentuk umpan balik yang; (c) kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna; (d) memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.

  Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa video adalah sebuah teknologi yang dapat digunakan untuk memproses, mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk memperkenalkan sebuah topic, menyajikan isi materi, menyediakan perbaikan (termasuk evaluasi), dan meningkatkan pengayaan dalam upaya membelajarkan siswa. Bisa dikatakan juga bahwa video adalah sebuah multimedia yang berupa audio visual.

2.1.3.1 Langkah-Langkah Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Video

  Dalam kegiatan pembelajaran model pembelajaran Problem Based

  

Learning (PBL) berbantu video menurut Permendiknas No 41 Tahun 2007, dan

  (Sadiman dkk 2007:192) memiliki langkah-langkah sebagai berikut: (1) Menyampaikan apersepsi, melakukan orientasi kelas dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan, mengkondisikan siswa dalam kelas menjadi beberapa kelompok, memotivasi siswa dengan memberikan tayangan video yang dijadikan sebagai permasalahan yang akan diteliti. (2) Membimbing siswa dalam kelompok merancang aktifitas belajar untuk menyelesaikan masalah yang telah di orientasikan pada tahap awal.

  (3) Mendampingi siswa dalam mengumpulkan informasi yang tepat untuk mencari penjelasan dan solusi atas permasalahan yang harus diselesaikan (4) Mendampingi siswa membuat laporan hasil diskusi dengan kelompok, mengunjungi laporan hasil diskusi kelompok lain, mengamati serta menanyakan sesuatu yang belum diketahui dan ditanggapi oleh kelompok yang bersangkutan. (5) Mendampingi siswa melalui tanya jawab membahas penyelesaian masalah, membuat kesimpulan.

  Dari penjabaran langkah pembelajaran model Problem Based Learning berbantuan video diatas, maka selanjutnya penulis akan menyusun sintak dan implementasi pembelajaran model Problem Based Learning berbantuan video pada tabel 5 dan tabel 6 berikut.

  Tabel 5

Sintak Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Video menurut Permendiknas No 41

Tahun 2007 dan (Sadiman dkk 2007:192)

  Fase PBL Kegiatan Pembelajaran No Berbantuan Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi Video Orientasi siswa kepada masalah

  1 √ (melalui tayangan video) Mengorganisir

  2 siswa untuk √ belajar Membimbing penyelidikan 3 individual atau

  √ kelompok Mengembangkan 4 dan menyajikan

  √ hasil karya Menganalisis dan mengevaluasi

  5 √ proses pemecahan masalah

  

Tabel 6

Implementasi Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Video menurut

Permendiknas No 41 Tahun 2007 dan (Sadiman dkk 2007:192)

  No Fase PBL Berbantuan Video Kegiatan Guru Langkah dalam Standar Proses 1.

  Orientasi permasalahan kepada siswa (melalui tayangan video) Guru menyampaikan apersepsi, melakukan orientasi kelas dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan Guru mengkondisikan siswa dalam kelas menjadi beberapa kelompok, memotivasi siswa dengan memberikan tayangan video yang dijadikan sebagai permasalahan

yang akan diteliti.

  Kegiatan Awal

  2. Mengorganisasi kan siswa untuk belajar Guru membimbing siswa dalam kelompok merancang aktifitas belajar untuk menyelesaikan masalah yang telah di orientasikan pada tahap awal.

  Kegiatan Inti (Eksplorasi)

  3. Membantu investigasi kelompok Guru mendampingi siswa dalam mengumpulkan informasi yang tepat untuk mencari penjelasan dan solusi atas permasalahan yang harus diselesaikan.

  (Elaborasi) Guru

  4. Mengembangk an dan menyajikan hasil karya

  Guru mendampingi siswa untuk membuat laporan hasil diskusi dengan kelompok, mengunjungi laporan hasil diskusi kelompok lain, mengamati serta menanyakan sesuatu yang belum diketahui dan ditanggapi

oleh kelompok yang

bersangkutan.

  5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  Guru mendampingi siswa melalui tanya jawab membahas penyelesaian masalah.

  (Konfirmasi) Bersama dengan siswa membuat kesimpulan (Penutup)

2.1.4 Hasil Belajar IPA

  Dalam setiap proses pembelajaran terdapat sebuah tujuan akhir yang ingin dicapai. Tercapai atau tidaknya tujuan akhir ini dapat dilihat dari hasil belajar yang menggambarkan pemahaman peserta didik tentang berbagai materi yang disampaikan guru. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

   

  Untuk mampu mendapatkan hasil belajar yang diinginkan maka guru harus mampu mempersiapkan proses pembelajarannya. Guru harus bisa menjadi fasilitator yang baik didalam proses pembelajaran. Untuk menjadi fasilitator yang baik, guru harus mempersiapkan setiap rancangan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik guna mencapai hasil belajar yang maksimal. Hasil belajar siswa tidak hanya ditentukan oleh peran guru sebagai fasilitator, melainkan juga bagaimana kesesuian metode pembelajaran yang diterapkan guru untuk menyampaikan materi kepada peserta didik. Penggunaan metode belajar yang tepat dapat memperdalam pemahaman peserta didik sehingga memberikan pengaruh terhadap hasil akhir pembelajaran. Dalam hal ini, hasil belajar merupakan umpan balik bagi pendidik dalam mengajar, untuk mengevaluasi, untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan, untuk penentuan kurikulum dan untuk menentukan kebijakan sekolah.

   

  Benyamin S. Bloom dalam Agus Suprijono (2011:6-7) mengelompokkan hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu; ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisit ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap mata pelajaran selalu mengandung ketiga ranah tersebut, namun penekanannya selalu berbeda. Mata pelajaran praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor,sedangkan mata pelajaran pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua ranah tersebut mengandung ranah afektif. Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya. Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain dan kemampuan mengendalikan diri. Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.

  Tidak jauh berbeda Sardiman (2012:29) mengatakan ada 3 hasil belajar yang di dalam pengajaran merupakan tiga hal yang secara perencanaan dan programatik terpisah, namun dalam kenyataannya pada diri siswa akan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. Hasil belajar tersebut antara lain: (1) Hal ikhwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta (kognitif), (2) Hal ikhwal personal, kepribadian atau sikap (afektif) dan (3) Hal ikhwal kelakuan, keterampilan atau penampilan (psikomotorik) Hasil belajar tersebut digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam menilai, apakah tujuan pendidikan telah tercapai atau malah belum tercapai. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

  Dari beberapa penjelasan diatas maka ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau pikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan (afektif), pengetahuan (kognitif) dan kecakapan dasar (psikomotor) yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga kesemuanya tadi dapat digunakan siswa dalam berbagai aspek, sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian yang dilakukan peneliti hanya menekankan pada ranah kognitif untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam pembelajaran melalui tes uraian.

  Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil pembelajaran mata pelajaran IPA siswa kelas V Semester 2 SD Kanisius Harjosari Kecamatan Bawen Tahun Ajaran 2014/2015.

2.14.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

       

  Hasil belajar sebagai salah satu indikator penilaian pemahaman peserta

     

  didik terhadap materi pembelajaran tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Menurut Slameto (2010:54), faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja. Adapun kedua faktor tersebut meliputi: (1) Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor intern yang meliputi: (a) Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh. (b) Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. (c) Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani.

  (2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern yang meliputi: (a) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. (b) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung, metode belajar, tugas rumah.

  (c) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

  Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal (berasal dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (berasal dari luar diri siswa). Kedua faktor ini akan saling mendukung sehingga membuahkan sebuah hasil belajar.

  

2.1.5 Hubungan Model Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Video

dengan Hasil Belajar IPA   Problem Based Learning berbantuan video merupakan salah satu model pembelajaran yang tepat digunakan dalam pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar.

Problem Based Learning berbantuan video dapat membantu peserta didik untuk

  meningkatkan ketrampilannya dalam memecahkan suatu masalah dengan bantuan tayangan video agar siswa tidak bosan yang biasanya hanya mendengarkan penjelasan dari guru, karena model pembelajaran ini memberikan suatu masalah nyata bagi peserta didik sebagai awal pembelajaran yang nantinya akan diselesaikan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Dengan kata lain, penggunaan model Problem Based Learning berbantuan video dapat melatih keterampilan memecahkan masalah dan melatih peserta didik untuk berpikir kritis dalam menghadapi sebuah permasalahan serta siswa dapat memutar kembali video sesuai dengan kebutuhan dan keperluan supaya dapat memperjelas materi yang akan disampaikan.                  

  Diharapkan dengan tumbuhnya kemampuan siswa dalam memecahkan

   

  masalah melalui model Problem Based Learning berbantuan video pembelajaran dapat membantu meningkatkan hasil belajar IPA kelas V Semester 2 SD Kanisius Harjosari. Karena model Problem Based Learning berbantuan video yang mengacu pada kemampuan memecahkan masalah dan memberikan pemahaman masalah yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari secara nyata kepada peserta didik, maka secara bersamaan hasil belajar IPA juga akan meningkat.

   

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

  Hasil penelitin yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini yaitu: “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Problem Based Learning (PBL) Materi Gaya pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Begalon 1 No 240 Surakarta Tahun

  Pelajaran 2011/2012” oleh Annisa Mulyasari pada Tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitin yang dilakukan peneliti diperoleh kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa Kelas 4 SD N Bengalon Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Hal ini ditunjukan pada kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan nilai rata- rata siswa 28,89%, siklus I nilai rata- rata kelas 67,33% dengan prosentasi ketutasan sebesar 53,33%, ketuntasan pada siklus II nilai rata- rata kelas meningkat lagi menjadi 73,33%, dengan prosenase ketuntasan sebesar 82,22%.

  Dalam penelitian yang dilakukan oleh Annisa Mulyasari memiliki beberapa kelebihan, diantaranya peneliti menggunakan inovasi pembelajaran yang dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan dan membantu siswa dalam menstransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah yang sering terjadi di dunia nyata. Sehingga pembelajaran yang diterima siswa tidak akan mudah terlupakan karena siswa mengalami dan menemukan sendiri pengetahuan baru yang telah siswa dapatkan.

Dokumen yang terkait

4.1.1 Rencana Tindakan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupa

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester II

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester II

0 16 96

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas 5 SDN Tegalrejo 03 Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas 5 SDN Tegalrejo 03 Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 2 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas 5 SDN Tegalrejo 03 Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas 5 SDN Tegalrejo 03 Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 48

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas 5 SDN Tegalrejo 03 Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas 5 SDN Tegalrejo 03 Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 145

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning ( PBL ) Berbantuan Video untuk meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester II SD Kanisius Harjosari Kecamatan Bawen Tahun Aj

0 0 7