IDENTIFIKASI POLA ENAMEL GIGI MENGGUNAKAN METODE DISCRETE WAVELET TRANSFORM (DWT) DAN SELF ORGANIZING MAPS (SOM) UNTUK APLIKASI FORENSIK KEDOKTERAN GIGI IDENTIFICATION OF ENAMEL RODS USING DISCRETE WAVELET TRANSFORM (DWT) AND SELF ORGANIZING MAPS (SOM) FO

ISSN : 2355-9365

e-Proceeding of Engineering : Vol.5, No.1 Maret 2018 | Page 497

IDENTIFIKASI POLA ENAMEL GIGI MENGGUNAKAN METODE DISCRETE
WAVELET TRANSFORM (DWT) DAN SELF ORGANIZING MAPS (SOM) UNTUK
APLIKASI FORENSIK KEDOKTERAN GIGI
IDENTIFICATION OF ENAMEL RODS USING DISCRETE WAVELET TRANSFORM
(DWT) AND SELF ORGANIZING MAPS (SOM) FOR FORENSIC ODONTOLOGY
APPLICATIONS
Shabrina Elha Putri1, Dr. Ir. Bambang Hidayat, DEA2, drg. Fahmi Oscandar, M.Kes., Sp.RKG3
1,2

Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro,
Universitas Telkom
3
Prodi S1Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran
1
shabrinaelha@gmail.com, 2bhidayat@telkomuniveristy.ac.id, 3fahmi.oscandar@unpad.ac.id
Abstrak
Pada penelitian ini, dilakukan identifikasi dengan membandingkan pola-pola enamel gigi yang berbedabeda dengan menggunakan metode Discrete Wavelet Transform (DWT) dan metode pengklasifikasian yang

digunakan adalah metode Self Organizing Map (SOM). Serta jumlah sampel yang digunakan yaitu 10 gigi
incisivus (gigi seri) yang difoto dengan teknik khusus yaitu dengan hanya mengambil pola-pola enamel yang
berada pada sepertiga dari akar yang terlihat saja. Gigi-gigi yang diambil pun tidak boleh memiliki
tambalan dan karies, karena dapat sukar untuk melihat pola-pola enamel gigi tersebut. Dalam penelitian
kali ini menggunakan gigi incisivus karena gigi tersebut memiliki luas yang lebih besar dibandingkan gigigigi yang lain dan lebih mudah ditemukan untuk diambil sampel.
Hasil yang diperoleh dari serangkaian proses tersebut yaitu sebuah aplikasi berbasis Matlab yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi dan membandingkan metode-metode mana yang lebih efisien untuk
digunakan. Dengan penelitian dan aplikasi yang dibuat, akan membantu para dokter gigi maupun forensik
untuk mengidentifikasi karakteristik pola-pola enamel gigi yang dimiliki setiap individu. Sistem identifikasi
individu berbasis pola enamel gigi memiliki akurasi 88.5%.
Kata kunci : Enamel, Incisivus, Discrete Wavelet Transform (DWT), Self Organizing Map (SOM)
Abstract
In this research, discusses about identification by comparing enamel rods in individual using Discrete Wavelet
Transform (DWT) method and the classification is Self Organizing Maps (SOM). As well as the number of
samples used were 10 incisivus teeth that were photographed with a special technique and the enamel rods that
exist only in one-third from roots of the visible. When teeth was taken, it shouldn’t have any fillings and caries,
because it can be difficult to see the pattern of enamel rods. In this research using incisivus teeth because it has
a large area than the other teeth and more easily found for the sample.
The result from process of research is an application based on Matlab that can be used to identify and compare
the methods which is more efficient to use. Hopefully this research can help the dental forensic to identify the

characteristic patterns of the enamel rods which belonged to each individual. The system of individual
identification based on enamel rods have an accuracy 88.5%.
Keywords: Enamel, Incisivus, Discrete Wavelet Transform (DWT), Self Organizing Map (SOM)
1.

Pendahuluan
Ilmu forensik kedokteran gigi dapat membantu mempermudah pengidentifikasian korban bencana alam dan
kecelakaan menggunakan pola enamel gigi. Karena setiap manusia memiliki pola-pola yang berbeda, seperti
halnya sidik jari. Namun penggunaan sidik jari untuk korban bencana alam maupun kecelakaan lalu lintas sangat
sulit dikarenakan sulit diidentifikasi apabila sidik jari tersebut terdapat goresan maupun terbakar. Sidik jari
merupakan jaringan lemak yang mudah hancur apabila terkena panas maupun terbakar. Sedangkan gigi tidak,

ISSN : 2355-9365

e-Proceeding of Engineering : Vol.5, No.1 Maret 2018 | Page 498

karena gigi jaringan terkeras dari seluruh jaringan tubuh manusia. Bahkan gigi lebih keras dari pada tulang, yang
apabila dikubur sekali pun, gigi tidak akan hancur dan dapat dijadikan fosil. Dan gigi dapat bertahan pada suhu
1000oC yaitu ketika terjadi letusan api.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi setiap individuindividu menggunakan pola enamel gigi. Cara yang digunakan yaitu dengan memfoto gigi dan mengidentifikasi

karakteristik pola-pola pada enamel gigi. Image processing dalam hal ini dapat membatu dan mempermudah
pengidentifikasian. Dan dalam penilitian ini menggunakan metode ekstraksi ciri yaitu Discrete Wavelet Transform
(DWT) dan metode pengklasifikasian yang digunakan adalah metode Self Organizing Map (SOM). Berdasarkan
paparan di atas, maka dibuat sebuah aplikasi berbasis Matlab yang digunakan untuk mempermudah proses
identifikasi dan klasifikasi pola enamel gigi. Pembuatan aplikasi ini dimulai dengan pengambilan sample foto dari
gigi incisivus (gigi seri) agar diperoleh pola-pola enamel gigi dari setiap individu.
2.

Dasar Teori
2.1 Enamel Gigi
Enamel gigi adalah bagian yang melapisi permukaan gigi atau pelapis mahkota gigi. Enamel berfungsi
melindungi gigi karena merupakan jaringan keras dan mengadung zat anorganik sebesar 90%-92% sisanya
bahan organik serta air. Enamel gigi berasal dari eptitel ektodermal yang merupakan bahan terkeras dari
tubuh manusia karena memiliki konsentrasi kalsium paling tinggi [1]. Ketebalan enamel gigi bervariasi,
enamel paling tebal terdapat pada mahkota gigi kemudian semakin menipis pada dasar mahkota dan hilang
saat mencapai akar gigi. Enamel rods tersusun atas kristal Hidroksiapatit (HA).
2.2 Ilmu Kedokteran Gigi Forensik
Ilmu forensik merupakan penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk kepentingan penegakan
hukum dan keadilan yang memiliki fokus dalam menginvestigasi bukti dari suatu kasus yang melibatkan
kejahatan kekerasan, pelecehan pada anak dan orang dewasa, orang yang hilang serta bencana masal yang

pemeriksaannya meliputi gigi dan jaringan sekitarnya (Bowers, 2004) [2]. Forensik odontologi melibatkan
pengumpulan, manajemen, interpretasi, evaluasi, dan presentasi yang benar dari bukti dental untuk
kepentingan kriminal atau kepentingan masyarakat, kombinasi beberapa aspek dental, ilmiah, dan profesi
hukum. Kedokteran gigi forensik dapat diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran gigi yang menggunakan
pengetahuan dental untuk masalah masyarakat atau kriminal.
2.3 Citra Digital
Citra digital dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dua dimensi f(x,y), dengan x maupun y adalah posisi
koordinat sedangkan f merupakan amplitudo pada posisi (x, y) yang sering dikenal sebagai intensitas atau
grey scale (Gonzales, 2002). Nilai dari intensitas bentuknya adalah diskrit mulai dari 0 sampai 255 [3]. Citra
yang ditangkap oleh kamera dan telah dikuantisasi dalam bentuk bentuk nilai diskrit disebut citra digital
(digital image). Sedangkan foto dari hasil printer tidak dapat disebut citra digital, namun apabila disimpan
pada file (bmp, jpg, png atau format lainnya) pada komputer dapat disebut sebagai citra digital. Jadi citra
digital tersusun dari sejumlah nilai tingkat keabuan yang dikenal sebagai pixel pada posisi tertentu.
2.4 Discrete Wavelet Transform (DWT)
Discrete Wavelet Transform (DWT) adalah salah satu metode yang digunakan dalam pengolahan citra
digital. DWT dapat digunakan untuk transformasi citra dan kompresi citra. Proses dekomposisi pada citra
dengan menggunakan transformasi wavelet diskrit dapat dilakukan dengan cara mentransformasikan terhadap
baris-baris citra, kemudian dilanjutkan dengan mentransformasikan terhadap kolom-kolom citra. Ilustrasinya
adalah sebagai berikut :


Gambar 2.1 Proses Dekomposisi Citra dengan Level Dekomposisi Satu dan Dua [4]
LH1, HL1 dan HH1 adalah matriks hasil dekomposisi level 1. Matriks LL1 digunakan untuk melakukan
dekomposisi ke level 2. Sehingga didapat LL2, LH2, HL2 dan HH2 adalah matriks hasil dekomposisi level 2.

ISSN : 2355-9365

e-Proceeding of Engineering : Vol.5, No.1 Maret 2018 | Page 499

2.5 Self Organizing Maps (SOM)
Jaringan syaraf tiruan Self Organizing Map (SOM) dikenalkan oleh Teuvo Kohonen, merupakan suatu
cara pemetaan pola suatu ciri dengan pengaturan yang dilakukan secara otomatis.

Gambar 2.2 Arsitektur Jaringan Self Organizing Maps [5]
Gambar 2.2 menunjukkan salah satu contoh arsitektur jaringan self organizing dengan 2 unit pada lapisan
input (X1 dan Xi), serta 3 unit (neuron) pada lapisan output (Y1, Yj, dan Y). Sebagai catatan, bobot wij disini
mengandung pengertian, bobot yang menghubungkan neuron ke-j pada lapisan input ke neuron ke-i pada
lapisan output. Jaringan ini terdiri dari dua lapisan (layer), yaitu lapisan input dan lapisan output [5]. Setiap
neuron dalam lapisan input terhubung dengan setiap neuron pada lapisan output. Setiap neuron dalam lapisan
output merepresentasikan kelas (cluster) dari input yang diberikan.
3.


Perancangan Sistem
Gambaran umum sistem simulasi dan analisis dari Tugas Akhir ini dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Latih dan Uji
3.1 Akuisisi Citra
Dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan yaitu 10 gigi incisivus (gigi seri) dengan cara
memotret gigi menggunakan kamera DSLR Canon EOS 600D dan lensa makro Canon EF 100 mm f/2.8
USM dengan auto focus, aperture f22, shutter speed 1/500 s, ISO 6400, serta tanpa menggunakan flash
dalam mini studio fotografi berukuran 20 X 20 X 20 cm. Foto diambil dalam bentuk format JPEG yang
mempunyai ketajaman gambar yang berbeda sesuai dengan keadaan pencahayaan dan teknik pengambilan
gambar

Gambar 3.2 Pengambilan Sampel Gigi Incisivus (Gigi Seri)

ISSN : 2355-9365

e-Proceeding of Engineering : Vol.5, No.1 Maret 2018 | Page 500

3.2 Preprocessing

Pre-processing adalah proses awal yang dilakukan setelah mendapatkan perangkat data citra masukan.
Pre-processing dipergunakan untuk mempermudah proses komputasi citra. Selaitu itu, pre-processing dapat
meningkatkan kualitas citra dalam kontras dan kecerahan.

Gambar 3.3 Blok Diagram Pre-processing
3.3 Ekstraksi Ciri Discrete Wavelet Transform (DWT)
Proses selanjutnya yaitu ekstraksi ciri menggunakan metode Discrete Wavelet Transform (DWT), yaitu
melewatkan sinyal frekuensi tinggi High Pass Filter (HPF) dan frekuensi rendah Low Pass Filter (LPF).
Proses awal pada penelitian ini yaitu melakukan dekomposisi level satu pada citra. Kemudian citra tersebut
difiltering menggunakan LPF dan HPF secara baris untuk semua baris dan dilanjutkan secara kolom untuk
semua kolom. Setelah difiltering, dilanjutkan dengan sub sampling, dan menghasilkan 4 buah subband yaitu
LL, LH, HL, dan HH. Lalu didapatkan koefisien wavelet level 1. Proses ini diulang sampai dekomposisi ke
enam. Sehingga akan didapatkan koefisien wavelet masing-masing subband hingga level 6. Hasil koefisien
wavelet inilah yang nantinya mencari ciri dari suatu citra.

Gambar 3.4 Tahap Ekstraksi Ciri DWT
3.4 Klasifikasi Self Organizing Maps (SOM)

ISSN : 2355-9365


e-Proceeding of Engineering : Vol.5, No.1 Maret 2018 | Page 501

Gambar 3.5 Diagram Alir Klasifikasi SOM
Langkah terakhir adalah menentukan kelas dari objek yang diteliti menggunakan metode klasifikasi Self
Organizing Map (SOM). Dimana pada penelitian Tugas Akhir ini menggunakan topologi dan jarak. Topologi
jaringan yaitu bentuk jaringan neuron yang digunakan. Terdapat 3 topologi digunakan yaitu hextop, gridtop,
dan randtop. Sedangkan jarak yaitu parameter yang digunakan untuk pemilihan neuron tetangga atau neuron
yang terdekat dengan neuron pemenang. Terdapat 4 jarak digunakan yaitu euclidist (dist), linkdist (link),
boxdist (persegi), dan Mandist (manhattan).
4.

Hasil Pengujian Sistem
4.1 Hasil Pengujian Pengaruh Parameter Level Dekomposisi pada DWT
Berikut ini adalah data hasil pengujian untuk mencari nilai level pada proses ekstraksi ciri DWT yang
paling tepat, terhadap akurasi dan waktu komputasi. Tabel 4.1 merupakan akurasi dan waktu komputasi hasil
dengan 200 citra uji. Pengujian pada tahap ini menggunakan parameter filter DWT LL, jenis wavelet haar,
topologi hextop, dan jenis jarak linkdist.
Tabel 4.1 Akurasi dan Waktu Komputasi Parameter Level Dekomposisi DWT
Level
Dekomposisi


Akurasi
(%)

Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Level 5
Level 6

86
83.5
87
85.5
83
82.5

Waktu
Komputasi

(s)
43.3992
28.2522
23.0046
22.6546
22.5794
21.9206

Jumlah
Data
Benar
174
167
174
171
170
165

Berdasarkan tabel 4.1 akurasi terbesar di dapatkan pada saat level dekomposisi 3 yaitu 87% karena level
dekomposisi 3 sudah mampu menghasilkan vektor ciri lebih banyak dibandingkan dekomposisi level yang

lain dan akurasi terkecil sebesar 82.5% di level dekomposisi 6. Sedangkan waktu komputasi terbesar
didapatkan saat level dekomposisi 1 yaitu 43.3992s dan waktu komputasi terkecil terdapat di level
dekomposisi 6 yaitu 21.9206s. Hasil ini dikarenakan semakin kecil level dekomposisi DWT, maka semakin
besar waktu komputasi yang diperlukan oleh sistem dan bagian citra gigi yang dianalisis oleh sistem semakin
kecil, sehingga bagian yang dianalisis menjadi lebih detail dan membuat sistem perangkat lunak lebih mudah
untuk memberikan ciri yang lebih baik dari citra gigi disetiap kelasnya.
4.2 Hasil Pengujian Pengaruh Parameter Jenis Wavelet
Selanjutnya dilakukan percobaan terhadap perubahan parameter jenis wavelet pada proses ekstraksi ciri.
Pengujian pada tahap ini menggunakan 200 data uji dengan level dekomposisi 3, jenis subband LL, topologi
hextop, dan jenis jarak linkdist. Pada pengujian ini hasil pengujian ditampilkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Akurasi dan Waktu Komputasi Parameter Jenis Wavelet
Jenis
Akurasi (%)
Waktu
Jumlah Data
Wavelet
Komputasi (s)
Benar
87
23.0046
174
haar
84
24.3813
168
sym2
88
24.8467
176
coif1
85
120.4935
170
dmey
Berdasarkan tabel 4.2 akurasi terbesar didapatkan pada saat jenis wavelet coif1(coiflets 1) yaitu sebesar
88% karena coiflet1 dapat mengembalikan penskalaan filter sehingga menghasilkan vektor ciri yang baik dan
akurasi terkecil pada saat jenis wavelet sym2(symlets 2) yaitu sebesar 84%. Sedangkan waktu komputasi
terbesar didapat saat jenis wavelet discerete meyer yaitu 120.4935s dan waktu komputasi terkecil disaat jenis
wavelet haar yaitu 23.0046s.

ISSN : 2355-9365

e-Proceeding of Engineering : Vol.5, No.1 Maret 2018 | Page 502

4.3 Hasil Pengujian Pengaruh Parameter Filter DWT
Selanjutnya dilakukan percobaan terhadap perubahan parameter filter DWT pada proses ekstraksi ciri.
Pengujian pada tahap ini menggunakan 200 data uji dengan level dekomposisi 3, jenis wavelet coif1, topologi
hextop, dan jenis jarak linkdist. Pada pengujian ini hasil pengujian ditampilkan pada table 4.3.
Tabel 4.3 Akurasi dan Waktu Komputasi Parameter Jenis Filter DWT
Jenis Akurasi
Waktu
Jumlah
Filter
(%)
Komputasi
Data
(s)
Benar
88
24.8467
176
LL
62
46.9396
124
HL
77
31.5093
155
LH
47.5
24.9514
97
HH
Berdasarkan tabel 4.3 akurasi terbesar di dapatkan pada saat filter DWT LL yaitu 88% dan akurasi
terkecil sebesar 47.5% dengan filter DWT HH. Hasil ini dikarenakan filter DWT LL meloloskan citra gigi di
frekuensi yang rendah, dimana filter tersebut berisi komponen frekuensi rendah dari citra asli sehingga untuk
keluaran cirinya mirip seperti citra aslinya, sehingga akan memudahkan sitem perangkat lunak untuk
mengetahui ciri dari citra yang terbaik antar kelasnya. Sedangkan waktu komputasi terbesar didapat saat filter
DWT HL yaitu 46.9396s dan waktu komputasi terkecil disaat filter DWT LL yaitu 24.8467s.
4.4 Hasil Pengujian Pengaruh Parameter Topologi Hextop dan jaraknya terhadap Klasifikasi SOM
Berikut adalah data hasil pengujian terhadap perubahan parameter topologi hextop dan jarak pada proses
klasifikasi SOM. Dari hasil tabel 4.5 akurasi terbaik didapatkan pada saat menggunakan jarak boxdist.
Pengujian pada tahap ini menggunakan 200 data uji dengan level dekomposisi 3, jenis wavelet coiflets 1 dan
jenis filter DWT LL. Pada pengujian ini hasil pengujian ditampilkan pada table 4.4.
Tabel 4.4 Akurasi dan Waktu Komputasi Topologi Hextop dan Jarak pada SOM
Jarak
Akurasi (%)
Waktu
Jumlah Data
Komputasi (s)
Benar
83
32.4963
166
Euclidist
(Dist)
79.5
35.2487
159
Linkdist
87.5
23.5208
175
Boxdist
83
24.2784
166
Mandist
Berdasarkan tabel 4.4 akurasi terbesar di dapatkan pada saat jarak boxlist yaitu sebesar 87.5% karena
boxdist berbentuk persegi sehingga mudah diaplikasikan dengan topologi hextop dan akurasi terkecil pada
saat jarak euclidist (dist) dan mandist sebesar 83%. Sedangkan waktu komputasi terbesar di dapatkan pada
saat linkdist yaitu sebesar 35.2487s dan waktu komputasi terkecil pada saat boxdist sebesar 23.5208s.
4.5 Hasil Pengujian Pengaruh Parameter Topologi Gridtop dan jaraknya terhadap Klasifikasi SOM
Selanjutnya dilakukan percobaan terhadap perubahan parameter topologi gridtop dan jarak pada proses
klasifikasi SOM. Dari hasil tabel 4.5 akurasi terbaik didapatkan pada saat menggunakan jarak boxdist.
Pengujian pada tahap ini menggunakan 200 data uji dengan level dekomposisi 3, jenis wavelet coiflets 1 dan
jenis filter DWT LL. Pada pengujian ini hasil pengujian ditampilkan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Akurasi dan Waktu Komputasi Parameter Topologi Gridtop dan Jenis Jarak pada SOM

ISSN : 2355-9365

e-Proceeding of Engineering : Vol.5, No.1 Maret 2018 | Page 503

Jarak

Akurasi (%)

Waktu
Komputasi (s)

Euclidist (Dist)
Linkdist
Boxdist
Mandist

85
83
87.5
85

24.9762
24.6218
23.6191
24.6383

Jumlah
Data
Benar
170
166
175
170

Berdasarkan tabel 4.5 akurasi terbesar di dapatkan pada saat jenis jarak blockdist yaitu sebesar 87.5%
karena boxdist berbentuk persegi sehingga mudah diaplikasikan dengan topologi gridtop dan akurasi terkecil
pada saat jenis jarak linkdist yaitu sebesar 83%. Sedangkan waktu komputasi terbesar didapat saat jenis jarak
euclidist (dist) yaitu 24.9762s dan waktu komputasi terkecil didapat saat jenis jarak boxdist yaitu 23.6191s.
4.6 Hasil Pengujian Pengaruh Parameter Topologi Randtop dan jaraknya terhadap Klasifikasi SOM
Berikut adalah data hasil pengujian terhadap perubahan parameter topologi randtop dan jarak pada proses
klasifikasi SOM. Dari hasil tabel 4.6 akurasi terbaik didapatkan pada saat menggunakan jarak boxdist.
Pengujian pada tahap ini menggunakan 200 data uji dengan level dekomposisi 3, jenis wavelet coiflets 1 dan
jenis filter DWT LL. Pada pengujian ini hasil pengujian ditampilkan pada table 4.6.
Tabel 4.6 Akurasi dan Waktu Komputasi Parameter Topologi Randtop dan Jenis Jarak pada SOM
Jarak
Akurasi (%)
Waktu
Jumlah Data
Komputasi (s)
Benar
86
26.7979
172
Euclidist (Dist)
80
25.0629
160
Linkdist
88.5
30.6636
182
Boxdist
80.5
24.6279
161
Mandist
Berdasarkan tabel 4.6 akurasi terbesar di dapatkan pada saat jarak boxlist yaitu
sebesar 88.5% dan akurasi terkecil pada saat jarak linkdist sebesar 80%. Sedangkan waktu
komputasi terbesar di dapatkan pada saat boxdist yaitu sebesar 30.6636s dan waktu
komputasi terkecil pada saat mandist sebesar 24.6279s. Hal ini dikarenakan boxdist memiliki
neuron pemenang yang memiliki bobot berubah. Dan boxdist yang berfungsi untuk
menemukan jarak antar neuron layer serta karena boxdist berbentuk persegi sehingga mudah
diaplikasikan dengan topologi randtop.

5.

Penutup
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada simulasi pengklasifikasian pola enamel gigi terhadap
individu pada penelitian ini, didapatkan simpulan sebagai berikut :
1. Sistem ini sudah mampu mengklasifikasikan pola enamel gigi terhadap individu menggunakan metode
DWT dan SOM.
2. Metode DWT cocok dipasangkan dengan metode klasifikasi SOM karena menghasilkan klasifikasi yang
baik dengan akurasi sebesar 88.5% dengan waktu komputasi 30.6636s.
3. Tingkat akurasi tersebut diperoleh antara lain dengan parameter DWT dekomposisi level 3, karena
dekomposisi level 3 sudah mampu menghasilkan vektor ciri lebih banyak dibandingkan dekomposisi
level yang lain, jenis wavelet coiflets1, karena coiflet1 dapat mengembalikan penskalaan filter sehingga
menghasilkan vektor ciri yang baik, filter LL, karena filter LL berisi sebagian besar dari informasi citra
dan klasifikasi SOM dengan parameter topologi Randtop karena neuron yang disusun secara acak
sehingga neuron yang sudah didapatkan mudah untuk diplotkan dan jenis jarak Boxdist yang berfungsi
untuk menemukan jarak antar neuron layer serta karena boxdist berbentuk persegi sehingga mudah
diaplikasikan dengan topologi randtop.

ISSN : 2355-9365

e-Proceeding of Engineering : Vol.5, No.1 Maret 2018 | Page 504

5.2 Saran
Sistem identifikasi pola enamel gigi ini masih dapat dikembangkan, sehingga tingkat akurasi yang
diperoleh lebih besar dan akurat tanpa butuh waktu komputasi yang lama. Oleh karena itu, adapun saran
untuk pengembangan Tugas Akhir ini selanjutnya yaitu :
1. Menggunakan algoritma yang lebih sederhana sehingga dapat mengurangi waktu komputasi.
2. Menggunakan tahap pre-processing lain yang lebih baik agar menghasilkan ciri yang lebih baik juga pada
tahap ekstraksi cirinya.
3. Menggunakan tools yang berbeda dengan metode yang sama, agar dapat dilihat lagi performansi dari
metode-metode yang dipakai.
4. Menggunakan metode yang berbeda untuk mendeteksi pola enamel gigi terhadap individu, agar dapat
dibandingkan metode mana yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sharad Pandey, Vidya M. Anil Pandey Iqbal Singh, "Role and Responsibility of Dentist as Forensic
Odontologist," JK-Pracitioner, vol. vol. 17, no (1-3), January-September 2012.
[2] Kaur J Rai B, "Evidence-Based Forensic Dentistry," pp. pp. 1-2, 6, 2013.
[3] Arif Muntasa Mauridhi Henry Purnomo,. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
[4] Sutarno, "Analisis Perbandingan Transformasi Wavelet pada Pengenalan Sinyal Wajah," vol. vol. 5 No.2, Juli
2010.
[5] Mochdiana Hernawan, "Simulasi Kompresi Citra dengan Neural Network Menggunakan Metode SelfOrganizing Map," Jurusan Teknik Elektro Undip, 2011.