DASAR DAN TEORI DI INDONESIA
DASAR TEORI
Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi redoks dengan KMnO4 atau
dengan cara permanganometri. Permanganometri merupakan metode titrasi dengan
menggunakan kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi
ini didasarkan atas reaksi oksidasi ion permanganat (Wunas,Y : 2011). Kalium permanganat
telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini
mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan
yang sangat encer. Permanganat dapat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat
memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7 (Day, 1999).
Day, R. A. dan Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Wunas, Y dan S, Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif (revisi kedua). Makassar :
Universitas Hasanuddin
Permanganometri merupakan suatu penetapan kadar atau reduktor dengan jalan dioksidasi
dengan larutan baku Kalium Permanganat (KMnO 4) dalam lingkungan asam sulfat encer. Metode
permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini berlangsung dalam
suasana asam, netral, dan alkalis, dimana kalium permanganate merupakan oksidator yang kuat
sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permangant
inilah yang telah digunakan meluas lebih dari 100 tahun. (Shevla, 1995).
Pada teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukkan kadar oksalat atau besi dalam
suatu sampel. Kalium Permanganat merupakan peran oksidator yang paling baik untuk menentukan
kadar besi yang terdapat dalam sampel dalam suasana asam dengan menggunakan larutan asam sulfat
(H2SO4). Permanganometri juga bisa digunakan untuk menentukan kadar belerang, nitrit, fosfit, dan
sebagainya.(Anonim, 2009).
Sedikit permanganat dapat terpakai dalam pembentukan kholor. Reaksi ini terutama
kemungkinan akan terjadi dengan garam – garam besi, kecuali jika tindakan - tindakan pencegahan
yang khusus diambil. Dengan asam bebas yang sedikit berlebih, larutan yang sangat encer,
temperature yang rendah, dan titrasi yang lambat sambil terus menerus, bahaya dari penyebab ini
telah dikurangi sampai minimal. Pereaksi kalium permanganate bukan merupakan larutan baku primer
dan karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu. Pada percobaan ini untuk membakukan kalium
permanganate dapat digunakan natrium oksalat yang merupakan standar primer yang baik untuk
permanganat dalam larutan asam. ( Basset, 1994 ).
Sheva, G. 1995. Vogel Buku Teks Analis Anorganik Kuantitatif. Kalman Media
Pustaka :
Jakarta
Semula istilah “oksidasi” diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung
dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana
oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu
pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masingmasing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing
(Syukri, 1999).
Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke
reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya
penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau
reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan
elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi.
Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
Ared + Boks Aoks + Bred
Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada
kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:
Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s)
Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu.
Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong
besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi (Arsyad,
2001).
Dalam kehidupan sehari-hari korosi dikenal dengan besi berkarat yaitu terbentuk
senyawa Fe2O3xH2O, dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk
mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Proses korosi pada dasarnya merupakan
proses elektrolisis yaitu reaksi antara logam dengan zat lain yang menyentuh permukaan
sehingga membentuk oksida logam. Besi bertindak sebagai anoda, permukaan logam
dioksidasi dengan reaksi berikut :
Fe Fe2+ + 2eDan reaksi yang terjadi pada karbon sebagai katoda yaitu :
½ O2 + H2O + 2e- 2OHAda beberapa cara untuk mencegah terjadinya korosi, salah satunya dengan menutup
permukaan logam dengan zat lain agar tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan,
seperti memberi cat, mengoleskan minyak atau oli, atau dengan cara melapisi logam
dengan dengan logam lain yang lebih mudah teroksidasi, misalnya magnesium (Mg).
Elektron yang dibutuhkan oleh oksigen diambil dari magnesium bukan dari logam yang
dilindungi. Suatu proses reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan merupakan
pengertian lain dari redoks. Dalam artian, selama berlangsungnya oksidasi, oksidatornya
sendiri akan tereduksi pula. Begitu pula juga sebaliknya. Dengan demikian suatu proses
oksidasi selalu disertai dengan proses reduksi dan sebaliknya. Redoks kadang-kadang juga
sebagai perubahan kimia yang didalamnya terdapat peralihan elektron dari suatu proses
atom atau molekul atau ion lain. Dalam proses-proses elektrokimia dalam sel-sel oksidasi
(pada anoda) dan reduksi (pada katoda) juga terjadi. Sistem ini pun acap kali dikenal
sebagai sistem redoks (Vogel, 1985).
Reaksi-reaksi kimia yang beraneka ragam jenisnya dapat diklasifikasikan berdasarkan
aspek tertentu, jika ditinjau dari segi pertukaran energi dikenal dengan reaksi eksoterm. Dan
jika ditinjau dari segi reversibelnya dikenal dengan reaksi kesetimbangan dan reaksi
berkesudahan. Apabila ditinjau dari adanya perpindahan elektron atau reaksi tanpa adanya
perpindahan elektron maka kita dapat menyebutnya reaksi redoks dan bukan redoks
(Resenberg, 1992)
Kata redoks adalah singkatan dari reduksi oksidasi, dimana reduksi merupakan
peristiwa penangkapan elektron dan oksidasi merupakan peristiwa pelepasan elektron.
Dalam pengertian ini, konsep reduksi tidak terbatas pada reaksi yang menyangkut oksigen
saja. Semua reaksi penangkapan elektron disebut reaksi reduksi (Arifin, 1995)
Melepas elektron berarti memberikan elektron kepada atom lain. Oleh karena
itu,peristiwa pelepasan elektron oleh suatu atom selalu disertai peristiwa oksidasi. Jika suatu
zat mengalami oksidasi (melepas elektron), maka zat itu menyebabkan zat lain mengalami
reduksi (menangkap elektron). Itulah sebabnya zat yang mengalami oksidasi disebut zat
pereduksi (reduktor), karena mereduksi zat lain. Sebaliknya,jika zat mengalami reduksi
disebut zat pengoksidasi(oksidator)sebab ia mengoksidasi zat lain (Pudjatmaka, 1994).
Oksidasi adalah metode analisa berdasarkan peristiwa oksidasi dan reduksi atau
disingkat dengan redoks. Redoks adalah proses kimia dimana polaritas unsur (valensi
bilangan oksidasi berubah). Proses ini menyangkut perpindahan sempurna elektron dalam
pembentukan ikatan kovalen. Dalam reduksi polaritas unsur turun karena menerima
elektron. Perpindahan-perpindahan elektron adalah peristiwa arus listrik antara dua kutub
(anoda dan katoda) (Resenberg, 1992).
Dalam titrasi, reaksi elektron terjadi antara dua kutub yang rapat dan berdampingan.
Dalam reaksi redoks, berat ekuivalen unsur adalah berat atom dibagi perubahan polaritas.
Bila dalam atom dilampaui suatu molekul perubahan dalam polaritas (oksidasi atau reduksi).
Maka, berat ekuivalen unsur adalah berat molekul dibagi jumlah keseluruhan perubahan
polaritas sebesar 1 (satu) (Day, 1998).
Kafein merupakan alkaloid dengan penamaan kimia 1, 3,7-trimetil xanthina. Dalam
aktivitasnya secara faal, kafein berfungsi sebagai stimulat/perangsang. Kadar kafein dalam
daun teh labih besar daripada di dalam biji kopi. Kadar kafein di dalam teh adalah sebesar
2-4%, sedangkan di dalam biji kopi hanya mencapai 0,5% (Vogel, 1985).
Kafein terdapat pada teh, kopi, kola, mente dan coklat. Selain itu kafein juga dapat
diperoleh dari sintesa kimia. Kadar kafein dalam teh lebih besar dari pada di dalam kopi.
Kadar kafein di dalam teh 2-4%, sedangkan di dalam kopi hanya 0,5%. Kafein dapat
bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar kafein dapat diukur dengan larutan
Iodium. Untuk reaksi adisi dengan kafein digunakan iodium berlebih, kelebihan iodium di
analisa dengan titrasi redoks, yaitu penetapan kadar zat berdasarkan atas reaksi reduksi
dan oksidasi (Syukri, 1999).
Iodium merupakan oksidator, sehingga untuk titrasi dibutuhkan reduktor untuk
terjadinya reaksi redoks, misalnya Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)
I2 + 2e- 2I2S2O32- S4O62- + 2eI2 + 2S2O32- 2I- + S4O62Untuk mengetahui kadar kafein, maka terlebih dahulu teh diekstraksi dengan alkohol.
Kemudian larutan yang mengandung kafein ini ditambahkan larutan iodium yang telah
diketahui volume dan konsentrasinya. Kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi di titrasi
dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3), sehingga iodium yang teradisi oleh kafein
dapat dihitung.
Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan pemakainnya:
1. Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodimetri tak langsung.
2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai iodimetri langsung dan kadang–kadang dinamakan
iodimetri.
3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, diantaranya paling sering dipakai ialah:
a) KMnO4
b) K2CrO7c)
Ce (IV)
4. Reduktor kuat sebagai titran (Haryadi, 1994).
A.Hadyana Pudjatmaka 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. WGC. Jakarta.
Arifin.1995. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia. Jakarta.
Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Day, R. A. Jr and A. L. Underwood. 1998. Kimia Analisis Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Dicky. D.P 2013. Titrasi Redoks (Permanganometri)
http://dsikreatif.blogspot.com/2013/11/titrasi-redoks-permanganometri.html
Diakses pada tanggal 06 November 2013
Irfan, Anshary. 1986. Penuntun Pelajaran Kimia. Ganeca Exact, Bandung.
Haryadi, Benny. 1994. Kimia 2. Balai Pustaka, Jakarta.
Resenberg. 1992. Kimia Dasar I. Erlangga. Jakarta.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB, Bandung.
Vogel,1985. Analisa Anorganik Kualitatis. Kalmen Media Pustaka, Jakarta.
PEMBAHASAN
Pada percobaan permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganate
( KMnO4 ). Kalium permanganate mudah diperoleh dan tidak memerlukan indicator kecuali
digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi
selama seratus tahun lebih. Kalium permanganate dapat bertindak sebagai indicator, dan titrasi ini
dilakukan dalam suasana asam karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya.
Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi oksidasi dengan KMnO4 atau
dengan cara permanganometri. Hal ini dilakukan untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana
asam dengan penambahan asam sulfat encer, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap permanganate
dalam larutan encer. Pembakuan larutan KMnO4 dan mendidihkannya selama beberapa jam dan
kemudian didinginkan. Dibakukan dengan menggunakan zat baku utama yaitu, asam oksalat. Pada
pembakuan larutan KMnO4 0,1 N, asam sulfat pekat yang kemudian didihkan terlebih dahulu,
kemudian dititrasi dengan KMnO4 sampai larutan berwarna merah rosa ( pink ). Setelah didapat
volume titrasi, maka dapat dicari normalitas KMnO4.
Setelah melakukan percobaan permanganometri ini didapatkan nilai N ( normalitas ) dari
larutan KMnO adalah 0,0929 ek/l serta pembakuan FeSo4 diperoleh hasil % kadar rata – rata dari
FeSO4 yaitu 50,038%.
1.
Pembakuan Larutan Kalium Permanganat
Pada
percobaan
ini
larutan
kalium
permanganat
distandarisasi
terhadapNa2C2O4 dalam suasana asam (dengan penambahan H2SO4 pekat) karena reaksi
hanya dapat berlangsung dalam suasana asam dan sangat cepat dalam suasana
netral. Fungsi dari penambahan H2SO4 sebelum dan sesudah reaksi atau sebelum titrasi
dilakukan agar menambah jumlah ion H+ sehingga menambah keasaman larutan dan
memudahkan untuk mengetahui titrasi sudah mendapati titik ekuivalen (perubahan
warna). Reaksi yang terjadi:
2 Na+ + C2O42- + 2H+ + SO42- H2C2O4 + 2Na+ + SO422MnO4 + 5H2C2O4 + 6H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
1 mol Na2C2O4 = 2ekuivalen Na2C2O4
Larutan yang dipergunakan adalah larutan KMnO4, yang juga dapat digunakan
sebagai bahan titrasi untuk mengamati perubahan warna dari larutan tidak berwarna
menjadi berwarna merah muda. Dalam hal ini KMnO 4 juga berfungsi sebagai indikator.
Percobaan mengenai titrasi redoks (Permanganometri) ini membahas mengenai tentang
pembakuan larutan kalium permanganometri dengan natrium oksalat, yang berada dalam
bentuk indikator berbeda warna dari bentuk oksidasi pada penetrasian KMnO4 terhadap
larutan oksalat dalam suasana asam dengan suhu 70-80 oC, perlakuan seperti ini dalam
suatu reaksi bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi, sebab suhu merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi reaksi sehingga diperoleh perubahan warna dalam suatu
larutan tersebut. Hasil percobaan yang telah selesai dilakukan praktikan mengenai materi
pembuatan kalium permanganat dengan natrium oksalat dengan beberapa langkah
percobaan. Diantaranya adalah penggunaan natrium oksalat sebanyak 0,3 gram dan
diencerkan menggunakan air (akuades), air disini digunakan karena merupakan pelarut
yang baik dan memiliki karakteristik sendiri. Kemudian larutan natrium ditambahkan
dengan12,5 ml H2SO4 pekat. Dapat kita lihat bahwa perubahan yang terlalu lambat pada
penitrasian, disebabkan karena pada waktu penambahan atau pada saat penimbangan
bahan terdapat kesalahan. Dalam penitrasian apabila terjadi perubahan warna menjadi
merah muda(pink), maka percobaan ini dianggap berhasil.
Nilai volume titrasi yang dihasilkan dari percobaan di atas adalah 1,75 ml. Besarnya
volume yang dihasilkan dikarenakan dalam reaksinya menghasilkan CO2dan H2O yang
diperhatikan
koefisiennya
bernilai
besar.
Normalitas
KMnO4 yang
dihasilkan
adalah 1,0914 N lebih besar daripada nilai normalitas Na2C2O4 yaitu sebesar 0,0895 N.
2.
Penentuan Kalsium (Ca2+) dalam CaCO3
Untuk menentukan kadar Ca2+ dalam kalsium karbonat, digunakan dasar penentuan
kalsium pada umumnya. Oksalat yang bereaksi dengan Ca2+ menjadi endapan Ca oksalat,
disaring dan dipisahkan dari filtratnya. Ca oksalat dilarutkan dalam asam sulfat dan asam
oksalat yang dibebaskan setelah diasamkan dengan asam sulfat kemudian dititrasi dengan
larutan standar KMnO4. Reaksi yang terjadi:
1 mol CaCO3 = 2 ekuivalen CaCO3
Nilai volume titrasi yang dihasilkan pada percobaan ini sebesar 7,3 ml. Massa
2+
Ca yang didapat adalah 0,0153 gram, dan kadar Ca2+ yang diperoleh dari percobaan ini
adalah sebesar 7,65%.
Dalam percobaan ini terjadi kesalahan yaitu terletak pada larutan pentiter KMnO4 pada
buret terkena sinar, terurai menjadi MnO 2 sehingga pada titik akhir titrasi diperoleh
pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
A.
Pembakuan Larutan Kalium Permanganat dengan Natrium Oksalat
Dalam percobaan ini natrium oksalat merupakan standar primer yang baik untuk
permanganat dalam larutan asam. Sebelum melakukan pembakuan larutan KMnO4 dengan
NaC2O4 praktikan harus menembahkan H2SO4 ke dalam NaC2O4 pada saat penambahan
terjadi reaksi :
2Na+ +C2O42- + 2H+ + SO42H2C2O4 + 2Na+ + SO42Pengasaman larutan dengan H2SO4 tidak akan menghasilkan reaksi samping, tetapi
jika menggunakan HCl maka asam itu tidak akan dapat digunakan karena HCL dapat
teroksidai menjadi klor. Fungsi penambahan H2SO4 adalah sebagai pendonor H+, membuat
larutan dalam suasana asam dan juga melepas oksigen dari C 2O4 agar bilangan oksidasinya
turun, sehingga Na2C2O4 lebih mudah bereaksi dengan KMnO4. Selain itu fungsi
penambahan H2SO4 adalah untuk mengubah natrium oksalat menjadi asam oksalat dan
juga untuk menurunkan energi aktivasinya. Penambahan H2SO4 juga berfungsi sebagai
katalis untuk mempercepat reaksi.
Reaksi permanganat dengan NaC2O4 berjalan lambat dalam suhu ruangan sehingga
biasanya harus dipanaskan pada suhu 70-80oC agar reaksi yang terjadi dapat bejalan
dengan cepat. Walaupun dengan temperatur yang dipertinggi reaksi mulai dengan
perlahanm, namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan (II) terbentuk. Ion ini dapat
memberikan efek ketitiknya dengan cara bereaksi cepat dengan permangannat untuk
memberikan mangan. Reaksi yang terjadi antara oksalat dengan permanganat adalah :
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+
2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Pada saat titrasi larutan mengalami perubahan warna yang semula bening menjadi
warna pink. Hal ini menunjukan bahwa larutan tersebut telah mencapai titik ekivalen dan
berakhirnya titrasi dimana larutan KMnO4 sebagai titran jumlah molnya sama dengan jumlah
mol pada titrat. Terjadinya perubahan warna karena Mn2+ ( larutan bening) dan
MnO4- tereduksi oleh Na2C2O4 menjadi Mn2+ (merah muda). Volume rata-rata titrannya
adalah 2,6 mL dan berdasarkan perhitungan normalitas KMnO4 sebesar 0.057 N.
B.
Penentuan Kadar Nitrit
Untuk menentukan suatu kadar nitrit, sampel nitrit diencerkan dan dimasukan
kedalam buret. Kadar nitrit dapat ditentukan dengan menggunakan titrasi redoks dan
menggunakan larutan baku KMnO4. KMnO4bertindak sebagai titrat yang ditambahkan
H2SO4 agar larutan bersuasana asam, H2SO4 juga menurunkan bilangan oksidasi dengan
cara melepaskan oksigen dari MnO4 sehingga KMnO4 lebih mudah bereaksi dengan NaNO2.
Larutan yang ditambahkan H2SO4 reaksinya lebih cepat karena H2SO4 bertindak sebagai
katalisator. Larutan yang dititrasi dengan nitrit mencapai titik ekivalen dengan berubahnya
warna dari ungu menjadi bening. Perubahan warna ini disebabkan karena jumlah KMnO 4
telah berkurang dan jumlah NaNO 2 sebagai titrat telah sedikit berlebih dan telah mencapai
titik ekivalen dimana jumlah mol titrat sama dengan jumlah mol titrannya. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
NaNO2 + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H+ + NO22MnO4- + 6H+ + 5NO2- → 2Mn2+ + 3H2O + 5NO3Dari hasil titrasi titik ekivalen dicapai dengan volume sebesar 1,2 mL. Berdasarkan hitungan,
kadar nitrit dalam NaNO2 sebesar 6,5%.
Hal yang pertama dilakukan adalah standardisasi KMnO
4
menggunakan
asam oksalat. Asam oksalat yang digunakan sebesar 50 mg, sebenarnya ukuran
ini relatif bisa diubah, asalkan kita mengetahui beratnya dengan pasti. 50 mg
merupakan batas minimal penimbangan menggunakan timbangan analitik.
Titrasi dilakukan dengan titrat 50 mg asam oksalat dalam 50 ml aquadest
yang ditambahkan H
2
SO
4
4 N, supaya keadaan menjadi asam dengan titran
KMnO
4.
Sebelum itu, larutan analit dipanaskan dahulu hingga suhu 60°C. Titrasi
dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah
muda
(pink). Bila sebelum mencapai titik akhir titrasi larutan menjadi dingin, titrasi
dihentikan sejenak untuk dilakukan pemanasan ulang hingga suhu 60°C, setelah
itu titrasi dilanjutkan kembali.
Volume titran yang digunakan saat pembakuan KMnO
4
adalah 7,8 ml; 7,6
ml; 7,5 ml. Data tersebut tidak langsung digunakan untuk menghitung kadar
KMnO
4
, tapi dilakukan uji Q terlebih dahulu untuk mengetahui data tersebut dapat
digunakan atau tidak. Setelah dilakukan uji Q dengan tingkat kepercayaan 90%,
ternyata ketiga data tersebut dapat digunakan dan didapatkan rata-rata sebesar
7,63 ml. Kemudian dilakukan menghitungan kadar KMnO
4
dan didapatkan hasil sebesar 0,1 N. Hasil ini sesuai dengan normalitas KMnO
4
yang telah dipersiapkan
sebelumnya oleh piket.
Terakhir adalah penentuan kadar sampel (asam oksalat) dengan prosedur
yang sama dengan standardisasi KMnO
4
. Perbedaannya, sampel yang digunakan
sudah berbentuk larutan. Sampel yang didapat nomor 40, digunakan 10 ml
dengan
menggunakan pipet volume, untuk meminimalisir kesalahan dalam pengukuran.
Setelah dilakukan titrasi, volume KMnO
4
berkurang sebesar 7,8 ml; 7,9 ml; 7,9 ml.
Data tersebut tidak langsung digunakan untuk menghitung kadar sampel, tapi
dilakukan uji Q terlebih dahulu untuk mengetahui data tersebut dapat digunakan
atau tidak. Setelah dilakukan uji Q dengan tingkat kepercayaan 90%, ternyata
ketiga data tersebut dapat digunakan dan didapatkan rata-rata sebesar 7,86 ml.
Kemudian dilakukan menghitungan kadar sampel
dan didapatkan hasil sebesar
0,0786 N. Persentase kesalahan dalam praktikum sebesar 2,5 %.
Sesuai dengan namanya, yaitu permanganometri, titran yang digunakannya
adalah KMnO
4.
Akan tetapi, KMnO
4
bukan merupakan larutan baku primer,
karena sifatnya yang tidak stabil. Oleh karena itu, KMnO
4
harus distandarisasi
atau dibakukan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan baku primer,
dalam
hal ini asam oksalat.
Pada titrasi permanganometri, tidak digunakan indikator tambahan, tapi
bukan berarti tidak menggunakan indikator. Selain titran, KMnO
4
bertindak pula
sebagai indikator. Dengan kata lain, KMnO
4
menjadi indikator untuk reaksinya
sendiri (auto indikator). Hal ini karena bentuk teroksidasi dan tereduksi dari
kalium permanganat memiliki warna yang berbeda
Titrasi permanganometri lebih baik dalam suasana asam, karena jika dalam
suasana basa, kalium permanganat tidak memiliki daya oksidasi, melainkan
malah
mengendap menjadi Mn(OH)
2
yang nantinya akan membentuk MnO
2
yang
mengendap juga, sehingga sulit menentukan titik akhir titrasi. Supaya suasana
asam, maka ditambakan asam sulfat (H
2
SO
4
). Asam sulfat merupakan asam yang
paling cocok digunakan sebagai pelarutnya, karena jika digunakan asam klorida
(HCl), sebagian permanganat akan membentuk klorin sehingga akan
mengganggu
dalam penentuan titik akhir titrasi.
Sebelum dilakukan titrasi, titrat atau sampel dipanaskan dahulu sampai
suhu 60C-70C. Hal ini berfungsi agar KMnO
4
dapat mengoksidasi
H
2
C
2
O
4
(asam oksalat) karena apabila suhu larutan dibawah 60°C-70°C maka
reaksi akan berjalan lambat dan akan mengubah MnO
4
menjadi MnO
2
yang
berupa endapan cokelat sehingga titik akhir titrasi susah untuk dilihat.
Sedangkan
apabila suhu larutan di atas 60°C-70°C maka akan merusak asam oksalat, dan
terurai menjadi CO
2
dan H
2
O sehingga hasil akhir akan lebih kecil. Pemanasan
dalam praktikum adalah sampai 60°C, merupakan minimal suhu yang diperlukan
untuk permanganometri.
Selain itu, KMnO
4
mudah terurai membentuk MnO
2
oleh cahaya, sehingga
buret yang digunakan adalah buret coklat, dan penyimpanannya dalam botol
coklat atau botol yang dilapisi penutup, seperti aluminium foil, sehingga menjadi
kedap cahaya.
Hasil yang didapatkan tidak sesuai keadaannya, sehingga persentase
kesalahan tidak 0 %. Kesalahan tersebut, terjadi karena beberapa faktor, seperti
kesalahan dalam takaran, pemanasan yang kurang dari 60C, ataupun karena
kesalahan menentukan titik akhir titrasi.
E. KESIMPULAN
Standarisai larutan KMnO
4
dilakukan menggunakan larutan standar primer
asam oksalat tanpa penambahan indikator lain, tetapi KMnO
4
yang bertindak
sebagai indikator (auto indikator). Didapatkan kadar KMnO
4
sebesar 0,1 N.
Penentuan kadar asam oksalat dalam sampel nomor 40 didapatkan sebesar
0,0786
N dengan persentase kesalahan 2,5 %.
F. REFERENSI
Ganjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analisis Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Keenan, Charles W. 1986. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia Press
Petrucci, R.H. 1999. Kimia Dasar 3. Jakarta: Erlangga
R.A. Day, JR dan AL Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta: Erlangg
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan kali ini, jadi dapat diambil suatu
kesimpulan yaitu :
1. Perubahan warna pada penentuan kadar Ca2+ dalam CaCO3 seharusnya adalah dari
warna kuning menjadi warna merah muda
2. Penentuan kadar Ca2+ dalam CaCO3 menghasilkan perubahan warna kuning menjadi
warna coklat.
3. Perubahan warna pada penentuan kadar Ca2+ dalam CaCO3 seharusnya adalah dari
warna kuning menjadi warna merah muda
4. Rata-rata hasil perhitungan pembakuan larutan kalium dengan natrium
oksalatNa2C2O4 yaitu sebesar 0,0895 N dan Normalitas KMnO4 yang dihasilkan
adalah1,0914 N.
5. Rata-rata hasil perhitungan perubahan kalsium Massa Ca2+ yang didapat
adalah0,0153 gram, dan kadar Ca2+ yang diperoleh adalah sebesar 7,65%.
6. Dari percobaan dan didapatkan melalui perhitungan konsentrasi KMnO 4 dengan
menggunakan asam oksalat 0,1 N yaitu 0,11765 N
7. Dari percobaan penentuan kadar besi yang dilakukan secara permnganometri
didapatkan kadar Fe2+ adalah 0,035 N.
8. Fungsi pemanasan 60°C–70°C adalah karena suhu tersebut merupakan suhu optimum
KMnO4 untuk mengoksidasi H2C2O4 (asam oksalat). Jika dibawah 60°C–70°C maka reaksi
akan berjalan lambat dan akan mengubah MnO 4- menjadi Mn2+ yang berupa endapan cokelat
sehingga TAT susah untuk dilihat. Sedangkan jika di atas 60°C-70°C maka akan merusak
asam oksalat, mengubah asam oksalat (H 2C2O4) menjadi CO2 dan H2O sehingga hasil akhir
akan lebih sedikit.
9. Permanganometri merupakan titrasi reduksi oksidasi dengan menggunakan larutan
baku permanganat.
10. Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan dapat
dipakai tanpa penambahan indikator, karena ia dapat bertindak sebagai indikator
(autoindikator).
Normalitas KMnO4 yang diperoleh sebesar 0,057 N.
Kadar nitrit yang diperoleh adalah sebesar 6,5 %.
11.
Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi redoks dengan KMnO4 atau
dengan cara permanganometri. Permanganometri merupakan metode titrasi dengan
menggunakan kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi
ini didasarkan atas reaksi oksidasi ion permanganat (Wunas,Y : 2011). Kalium permanganat
telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini
mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan
yang sangat encer. Permanganat dapat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat
memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7 (Day, 1999).
Day, R. A. dan Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Wunas, Y dan S, Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif (revisi kedua). Makassar :
Universitas Hasanuddin
Permanganometri merupakan suatu penetapan kadar atau reduktor dengan jalan dioksidasi
dengan larutan baku Kalium Permanganat (KMnO 4) dalam lingkungan asam sulfat encer. Metode
permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini berlangsung dalam
suasana asam, netral, dan alkalis, dimana kalium permanganate merupakan oksidator yang kuat
sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permangant
inilah yang telah digunakan meluas lebih dari 100 tahun. (Shevla, 1995).
Pada teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukkan kadar oksalat atau besi dalam
suatu sampel. Kalium Permanganat merupakan peran oksidator yang paling baik untuk menentukan
kadar besi yang terdapat dalam sampel dalam suasana asam dengan menggunakan larutan asam sulfat
(H2SO4). Permanganometri juga bisa digunakan untuk menentukan kadar belerang, nitrit, fosfit, dan
sebagainya.(Anonim, 2009).
Sedikit permanganat dapat terpakai dalam pembentukan kholor. Reaksi ini terutama
kemungkinan akan terjadi dengan garam – garam besi, kecuali jika tindakan - tindakan pencegahan
yang khusus diambil. Dengan asam bebas yang sedikit berlebih, larutan yang sangat encer,
temperature yang rendah, dan titrasi yang lambat sambil terus menerus, bahaya dari penyebab ini
telah dikurangi sampai minimal. Pereaksi kalium permanganate bukan merupakan larutan baku primer
dan karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu. Pada percobaan ini untuk membakukan kalium
permanganate dapat digunakan natrium oksalat yang merupakan standar primer yang baik untuk
permanganat dalam larutan asam. ( Basset, 1994 ).
Sheva, G. 1995. Vogel Buku Teks Analis Anorganik Kuantitatif. Kalman Media
Pustaka :
Jakarta
Semula istilah “oksidasi” diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung
dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana
oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu
pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masingmasing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing
(Syukri, 1999).
Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke
reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya
penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau
reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan
elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi.
Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
Ared + Boks Aoks + Bred
Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada
kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:
Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s)
Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu.
Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong
besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi (Arsyad,
2001).
Dalam kehidupan sehari-hari korosi dikenal dengan besi berkarat yaitu terbentuk
senyawa Fe2O3xH2O, dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk
mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Proses korosi pada dasarnya merupakan
proses elektrolisis yaitu reaksi antara logam dengan zat lain yang menyentuh permukaan
sehingga membentuk oksida logam. Besi bertindak sebagai anoda, permukaan logam
dioksidasi dengan reaksi berikut :
Fe Fe2+ + 2eDan reaksi yang terjadi pada karbon sebagai katoda yaitu :
½ O2 + H2O + 2e- 2OHAda beberapa cara untuk mencegah terjadinya korosi, salah satunya dengan menutup
permukaan logam dengan zat lain agar tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan,
seperti memberi cat, mengoleskan minyak atau oli, atau dengan cara melapisi logam
dengan dengan logam lain yang lebih mudah teroksidasi, misalnya magnesium (Mg).
Elektron yang dibutuhkan oleh oksigen diambil dari magnesium bukan dari logam yang
dilindungi. Suatu proses reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan merupakan
pengertian lain dari redoks. Dalam artian, selama berlangsungnya oksidasi, oksidatornya
sendiri akan tereduksi pula. Begitu pula juga sebaliknya. Dengan demikian suatu proses
oksidasi selalu disertai dengan proses reduksi dan sebaliknya. Redoks kadang-kadang juga
sebagai perubahan kimia yang didalamnya terdapat peralihan elektron dari suatu proses
atom atau molekul atau ion lain. Dalam proses-proses elektrokimia dalam sel-sel oksidasi
(pada anoda) dan reduksi (pada katoda) juga terjadi. Sistem ini pun acap kali dikenal
sebagai sistem redoks (Vogel, 1985).
Reaksi-reaksi kimia yang beraneka ragam jenisnya dapat diklasifikasikan berdasarkan
aspek tertentu, jika ditinjau dari segi pertukaran energi dikenal dengan reaksi eksoterm. Dan
jika ditinjau dari segi reversibelnya dikenal dengan reaksi kesetimbangan dan reaksi
berkesudahan. Apabila ditinjau dari adanya perpindahan elektron atau reaksi tanpa adanya
perpindahan elektron maka kita dapat menyebutnya reaksi redoks dan bukan redoks
(Resenberg, 1992)
Kata redoks adalah singkatan dari reduksi oksidasi, dimana reduksi merupakan
peristiwa penangkapan elektron dan oksidasi merupakan peristiwa pelepasan elektron.
Dalam pengertian ini, konsep reduksi tidak terbatas pada reaksi yang menyangkut oksigen
saja. Semua reaksi penangkapan elektron disebut reaksi reduksi (Arifin, 1995)
Melepas elektron berarti memberikan elektron kepada atom lain. Oleh karena
itu,peristiwa pelepasan elektron oleh suatu atom selalu disertai peristiwa oksidasi. Jika suatu
zat mengalami oksidasi (melepas elektron), maka zat itu menyebabkan zat lain mengalami
reduksi (menangkap elektron). Itulah sebabnya zat yang mengalami oksidasi disebut zat
pereduksi (reduktor), karena mereduksi zat lain. Sebaliknya,jika zat mengalami reduksi
disebut zat pengoksidasi(oksidator)sebab ia mengoksidasi zat lain (Pudjatmaka, 1994).
Oksidasi adalah metode analisa berdasarkan peristiwa oksidasi dan reduksi atau
disingkat dengan redoks. Redoks adalah proses kimia dimana polaritas unsur (valensi
bilangan oksidasi berubah). Proses ini menyangkut perpindahan sempurna elektron dalam
pembentukan ikatan kovalen. Dalam reduksi polaritas unsur turun karena menerima
elektron. Perpindahan-perpindahan elektron adalah peristiwa arus listrik antara dua kutub
(anoda dan katoda) (Resenberg, 1992).
Dalam titrasi, reaksi elektron terjadi antara dua kutub yang rapat dan berdampingan.
Dalam reaksi redoks, berat ekuivalen unsur adalah berat atom dibagi perubahan polaritas.
Bila dalam atom dilampaui suatu molekul perubahan dalam polaritas (oksidasi atau reduksi).
Maka, berat ekuivalen unsur adalah berat molekul dibagi jumlah keseluruhan perubahan
polaritas sebesar 1 (satu) (Day, 1998).
Kafein merupakan alkaloid dengan penamaan kimia 1, 3,7-trimetil xanthina. Dalam
aktivitasnya secara faal, kafein berfungsi sebagai stimulat/perangsang. Kadar kafein dalam
daun teh labih besar daripada di dalam biji kopi. Kadar kafein di dalam teh adalah sebesar
2-4%, sedangkan di dalam biji kopi hanya mencapai 0,5% (Vogel, 1985).
Kafein terdapat pada teh, kopi, kola, mente dan coklat. Selain itu kafein juga dapat
diperoleh dari sintesa kimia. Kadar kafein dalam teh lebih besar dari pada di dalam kopi.
Kadar kafein di dalam teh 2-4%, sedangkan di dalam kopi hanya 0,5%. Kafein dapat
bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar kafein dapat diukur dengan larutan
Iodium. Untuk reaksi adisi dengan kafein digunakan iodium berlebih, kelebihan iodium di
analisa dengan titrasi redoks, yaitu penetapan kadar zat berdasarkan atas reaksi reduksi
dan oksidasi (Syukri, 1999).
Iodium merupakan oksidator, sehingga untuk titrasi dibutuhkan reduktor untuk
terjadinya reaksi redoks, misalnya Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)
I2 + 2e- 2I2S2O32- S4O62- + 2eI2 + 2S2O32- 2I- + S4O62Untuk mengetahui kadar kafein, maka terlebih dahulu teh diekstraksi dengan alkohol.
Kemudian larutan yang mengandung kafein ini ditambahkan larutan iodium yang telah
diketahui volume dan konsentrasinya. Kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi di titrasi
dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3), sehingga iodium yang teradisi oleh kafein
dapat dihitung.
Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan pemakainnya:
1. Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodimetri tak langsung.
2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai iodimetri langsung dan kadang–kadang dinamakan
iodimetri.
3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, diantaranya paling sering dipakai ialah:
a) KMnO4
b) K2CrO7c)
Ce (IV)
4. Reduktor kuat sebagai titran (Haryadi, 1994).
A.Hadyana Pudjatmaka 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. WGC. Jakarta.
Arifin.1995. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia. Jakarta.
Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Day, R. A. Jr and A. L. Underwood. 1998. Kimia Analisis Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Dicky. D.P 2013. Titrasi Redoks (Permanganometri)
http://dsikreatif.blogspot.com/2013/11/titrasi-redoks-permanganometri.html
Diakses pada tanggal 06 November 2013
Irfan, Anshary. 1986. Penuntun Pelajaran Kimia. Ganeca Exact, Bandung.
Haryadi, Benny. 1994. Kimia 2. Balai Pustaka, Jakarta.
Resenberg. 1992. Kimia Dasar I. Erlangga. Jakarta.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB, Bandung.
Vogel,1985. Analisa Anorganik Kualitatis. Kalmen Media Pustaka, Jakarta.
PEMBAHASAN
Pada percobaan permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganate
( KMnO4 ). Kalium permanganate mudah diperoleh dan tidak memerlukan indicator kecuali
digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi
selama seratus tahun lebih. Kalium permanganate dapat bertindak sebagai indicator, dan titrasi ini
dilakukan dalam suasana asam karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya.
Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi oksidasi dengan KMnO4 atau
dengan cara permanganometri. Hal ini dilakukan untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana
asam dengan penambahan asam sulfat encer, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap permanganate
dalam larutan encer. Pembakuan larutan KMnO4 dan mendidihkannya selama beberapa jam dan
kemudian didinginkan. Dibakukan dengan menggunakan zat baku utama yaitu, asam oksalat. Pada
pembakuan larutan KMnO4 0,1 N, asam sulfat pekat yang kemudian didihkan terlebih dahulu,
kemudian dititrasi dengan KMnO4 sampai larutan berwarna merah rosa ( pink ). Setelah didapat
volume titrasi, maka dapat dicari normalitas KMnO4.
Setelah melakukan percobaan permanganometri ini didapatkan nilai N ( normalitas ) dari
larutan KMnO adalah 0,0929 ek/l serta pembakuan FeSo4 diperoleh hasil % kadar rata – rata dari
FeSO4 yaitu 50,038%.
1.
Pembakuan Larutan Kalium Permanganat
Pada
percobaan
ini
larutan
kalium
permanganat
distandarisasi
terhadapNa2C2O4 dalam suasana asam (dengan penambahan H2SO4 pekat) karena reaksi
hanya dapat berlangsung dalam suasana asam dan sangat cepat dalam suasana
netral. Fungsi dari penambahan H2SO4 sebelum dan sesudah reaksi atau sebelum titrasi
dilakukan agar menambah jumlah ion H+ sehingga menambah keasaman larutan dan
memudahkan untuk mengetahui titrasi sudah mendapati titik ekuivalen (perubahan
warna). Reaksi yang terjadi:
2 Na+ + C2O42- + 2H+ + SO42- H2C2O4 + 2Na+ + SO422MnO4 + 5H2C2O4 + 6H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
1 mol Na2C2O4 = 2ekuivalen Na2C2O4
Larutan yang dipergunakan adalah larutan KMnO4, yang juga dapat digunakan
sebagai bahan titrasi untuk mengamati perubahan warna dari larutan tidak berwarna
menjadi berwarna merah muda. Dalam hal ini KMnO 4 juga berfungsi sebagai indikator.
Percobaan mengenai titrasi redoks (Permanganometri) ini membahas mengenai tentang
pembakuan larutan kalium permanganometri dengan natrium oksalat, yang berada dalam
bentuk indikator berbeda warna dari bentuk oksidasi pada penetrasian KMnO4 terhadap
larutan oksalat dalam suasana asam dengan suhu 70-80 oC, perlakuan seperti ini dalam
suatu reaksi bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi, sebab suhu merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi reaksi sehingga diperoleh perubahan warna dalam suatu
larutan tersebut. Hasil percobaan yang telah selesai dilakukan praktikan mengenai materi
pembuatan kalium permanganat dengan natrium oksalat dengan beberapa langkah
percobaan. Diantaranya adalah penggunaan natrium oksalat sebanyak 0,3 gram dan
diencerkan menggunakan air (akuades), air disini digunakan karena merupakan pelarut
yang baik dan memiliki karakteristik sendiri. Kemudian larutan natrium ditambahkan
dengan12,5 ml H2SO4 pekat. Dapat kita lihat bahwa perubahan yang terlalu lambat pada
penitrasian, disebabkan karena pada waktu penambahan atau pada saat penimbangan
bahan terdapat kesalahan. Dalam penitrasian apabila terjadi perubahan warna menjadi
merah muda(pink), maka percobaan ini dianggap berhasil.
Nilai volume titrasi yang dihasilkan dari percobaan di atas adalah 1,75 ml. Besarnya
volume yang dihasilkan dikarenakan dalam reaksinya menghasilkan CO2dan H2O yang
diperhatikan
koefisiennya
bernilai
besar.
Normalitas
KMnO4 yang
dihasilkan
adalah 1,0914 N lebih besar daripada nilai normalitas Na2C2O4 yaitu sebesar 0,0895 N.
2.
Penentuan Kalsium (Ca2+) dalam CaCO3
Untuk menentukan kadar Ca2+ dalam kalsium karbonat, digunakan dasar penentuan
kalsium pada umumnya. Oksalat yang bereaksi dengan Ca2+ menjadi endapan Ca oksalat,
disaring dan dipisahkan dari filtratnya. Ca oksalat dilarutkan dalam asam sulfat dan asam
oksalat yang dibebaskan setelah diasamkan dengan asam sulfat kemudian dititrasi dengan
larutan standar KMnO4. Reaksi yang terjadi:
1 mol CaCO3 = 2 ekuivalen CaCO3
Nilai volume titrasi yang dihasilkan pada percobaan ini sebesar 7,3 ml. Massa
2+
Ca yang didapat adalah 0,0153 gram, dan kadar Ca2+ yang diperoleh dari percobaan ini
adalah sebesar 7,65%.
Dalam percobaan ini terjadi kesalahan yaitu terletak pada larutan pentiter KMnO4 pada
buret terkena sinar, terurai menjadi MnO 2 sehingga pada titik akhir titrasi diperoleh
pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
A.
Pembakuan Larutan Kalium Permanganat dengan Natrium Oksalat
Dalam percobaan ini natrium oksalat merupakan standar primer yang baik untuk
permanganat dalam larutan asam. Sebelum melakukan pembakuan larutan KMnO4 dengan
NaC2O4 praktikan harus menembahkan H2SO4 ke dalam NaC2O4 pada saat penambahan
terjadi reaksi :
2Na+ +C2O42- + 2H+ + SO42H2C2O4 + 2Na+ + SO42Pengasaman larutan dengan H2SO4 tidak akan menghasilkan reaksi samping, tetapi
jika menggunakan HCl maka asam itu tidak akan dapat digunakan karena HCL dapat
teroksidai menjadi klor. Fungsi penambahan H2SO4 adalah sebagai pendonor H+, membuat
larutan dalam suasana asam dan juga melepas oksigen dari C 2O4 agar bilangan oksidasinya
turun, sehingga Na2C2O4 lebih mudah bereaksi dengan KMnO4. Selain itu fungsi
penambahan H2SO4 adalah untuk mengubah natrium oksalat menjadi asam oksalat dan
juga untuk menurunkan energi aktivasinya. Penambahan H2SO4 juga berfungsi sebagai
katalis untuk mempercepat reaksi.
Reaksi permanganat dengan NaC2O4 berjalan lambat dalam suhu ruangan sehingga
biasanya harus dipanaskan pada suhu 70-80oC agar reaksi yang terjadi dapat bejalan
dengan cepat. Walaupun dengan temperatur yang dipertinggi reaksi mulai dengan
perlahanm, namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan (II) terbentuk. Ion ini dapat
memberikan efek ketitiknya dengan cara bereaksi cepat dengan permangannat untuk
memberikan mangan. Reaksi yang terjadi antara oksalat dengan permanganat adalah :
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+
2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Pada saat titrasi larutan mengalami perubahan warna yang semula bening menjadi
warna pink. Hal ini menunjukan bahwa larutan tersebut telah mencapai titik ekivalen dan
berakhirnya titrasi dimana larutan KMnO4 sebagai titran jumlah molnya sama dengan jumlah
mol pada titrat. Terjadinya perubahan warna karena Mn2+ ( larutan bening) dan
MnO4- tereduksi oleh Na2C2O4 menjadi Mn2+ (merah muda). Volume rata-rata titrannya
adalah 2,6 mL dan berdasarkan perhitungan normalitas KMnO4 sebesar 0.057 N.
B.
Penentuan Kadar Nitrit
Untuk menentukan suatu kadar nitrit, sampel nitrit diencerkan dan dimasukan
kedalam buret. Kadar nitrit dapat ditentukan dengan menggunakan titrasi redoks dan
menggunakan larutan baku KMnO4. KMnO4bertindak sebagai titrat yang ditambahkan
H2SO4 agar larutan bersuasana asam, H2SO4 juga menurunkan bilangan oksidasi dengan
cara melepaskan oksigen dari MnO4 sehingga KMnO4 lebih mudah bereaksi dengan NaNO2.
Larutan yang ditambahkan H2SO4 reaksinya lebih cepat karena H2SO4 bertindak sebagai
katalisator. Larutan yang dititrasi dengan nitrit mencapai titik ekivalen dengan berubahnya
warna dari ungu menjadi bening. Perubahan warna ini disebabkan karena jumlah KMnO 4
telah berkurang dan jumlah NaNO 2 sebagai titrat telah sedikit berlebih dan telah mencapai
titik ekivalen dimana jumlah mol titrat sama dengan jumlah mol titrannya. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
NaNO2 + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H+ + NO22MnO4- + 6H+ + 5NO2- → 2Mn2+ + 3H2O + 5NO3Dari hasil titrasi titik ekivalen dicapai dengan volume sebesar 1,2 mL. Berdasarkan hitungan,
kadar nitrit dalam NaNO2 sebesar 6,5%.
Hal yang pertama dilakukan adalah standardisasi KMnO
4
menggunakan
asam oksalat. Asam oksalat yang digunakan sebesar 50 mg, sebenarnya ukuran
ini relatif bisa diubah, asalkan kita mengetahui beratnya dengan pasti. 50 mg
merupakan batas minimal penimbangan menggunakan timbangan analitik.
Titrasi dilakukan dengan titrat 50 mg asam oksalat dalam 50 ml aquadest
yang ditambahkan H
2
SO
4
4 N, supaya keadaan menjadi asam dengan titran
KMnO
4.
Sebelum itu, larutan analit dipanaskan dahulu hingga suhu 60°C. Titrasi
dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah
muda
(pink). Bila sebelum mencapai titik akhir titrasi larutan menjadi dingin, titrasi
dihentikan sejenak untuk dilakukan pemanasan ulang hingga suhu 60°C, setelah
itu titrasi dilanjutkan kembali.
Volume titran yang digunakan saat pembakuan KMnO
4
adalah 7,8 ml; 7,6
ml; 7,5 ml. Data tersebut tidak langsung digunakan untuk menghitung kadar
KMnO
4
, tapi dilakukan uji Q terlebih dahulu untuk mengetahui data tersebut dapat
digunakan atau tidak. Setelah dilakukan uji Q dengan tingkat kepercayaan 90%,
ternyata ketiga data tersebut dapat digunakan dan didapatkan rata-rata sebesar
7,63 ml. Kemudian dilakukan menghitungan kadar KMnO
4
dan didapatkan hasil sebesar 0,1 N. Hasil ini sesuai dengan normalitas KMnO
4
yang telah dipersiapkan
sebelumnya oleh piket.
Terakhir adalah penentuan kadar sampel (asam oksalat) dengan prosedur
yang sama dengan standardisasi KMnO
4
. Perbedaannya, sampel yang digunakan
sudah berbentuk larutan. Sampel yang didapat nomor 40, digunakan 10 ml
dengan
menggunakan pipet volume, untuk meminimalisir kesalahan dalam pengukuran.
Setelah dilakukan titrasi, volume KMnO
4
berkurang sebesar 7,8 ml; 7,9 ml; 7,9 ml.
Data tersebut tidak langsung digunakan untuk menghitung kadar sampel, tapi
dilakukan uji Q terlebih dahulu untuk mengetahui data tersebut dapat digunakan
atau tidak. Setelah dilakukan uji Q dengan tingkat kepercayaan 90%, ternyata
ketiga data tersebut dapat digunakan dan didapatkan rata-rata sebesar 7,86 ml.
Kemudian dilakukan menghitungan kadar sampel
dan didapatkan hasil sebesar
0,0786 N. Persentase kesalahan dalam praktikum sebesar 2,5 %.
Sesuai dengan namanya, yaitu permanganometri, titran yang digunakannya
adalah KMnO
4.
Akan tetapi, KMnO
4
bukan merupakan larutan baku primer,
karena sifatnya yang tidak stabil. Oleh karena itu, KMnO
4
harus distandarisasi
atau dibakukan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan baku primer,
dalam
hal ini asam oksalat.
Pada titrasi permanganometri, tidak digunakan indikator tambahan, tapi
bukan berarti tidak menggunakan indikator. Selain titran, KMnO
4
bertindak pula
sebagai indikator. Dengan kata lain, KMnO
4
menjadi indikator untuk reaksinya
sendiri (auto indikator). Hal ini karena bentuk teroksidasi dan tereduksi dari
kalium permanganat memiliki warna yang berbeda
Titrasi permanganometri lebih baik dalam suasana asam, karena jika dalam
suasana basa, kalium permanganat tidak memiliki daya oksidasi, melainkan
malah
mengendap menjadi Mn(OH)
2
yang nantinya akan membentuk MnO
2
yang
mengendap juga, sehingga sulit menentukan titik akhir titrasi. Supaya suasana
asam, maka ditambakan asam sulfat (H
2
SO
4
). Asam sulfat merupakan asam yang
paling cocok digunakan sebagai pelarutnya, karena jika digunakan asam klorida
(HCl), sebagian permanganat akan membentuk klorin sehingga akan
mengganggu
dalam penentuan titik akhir titrasi.
Sebelum dilakukan titrasi, titrat atau sampel dipanaskan dahulu sampai
suhu 60C-70C. Hal ini berfungsi agar KMnO
4
dapat mengoksidasi
H
2
C
2
O
4
(asam oksalat) karena apabila suhu larutan dibawah 60°C-70°C maka
reaksi akan berjalan lambat dan akan mengubah MnO
4
menjadi MnO
2
yang
berupa endapan cokelat sehingga titik akhir titrasi susah untuk dilihat.
Sedangkan
apabila suhu larutan di atas 60°C-70°C maka akan merusak asam oksalat, dan
terurai menjadi CO
2
dan H
2
O sehingga hasil akhir akan lebih kecil. Pemanasan
dalam praktikum adalah sampai 60°C, merupakan minimal suhu yang diperlukan
untuk permanganometri.
Selain itu, KMnO
4
mudah terurai membentuk MnO
2
oleh cahaya, sehingga
buret yang digunakan adalah buret coklat, dan penyimpanannya dalam botol
coklat atau botol yang dilapisi penutup, seperti aluminium foil, sehingga menjadi
kedap cahaya.
Hasil yang didapatkan tidak sesuai keadaannya, sehingga persentase
kesalahan tidak 0 %. Kesalahan tersebut, terjadi karena beberapa faktor, seperti
kesalahan dalam takaran, pemanasan yang kurang dari 60C, ataupun karena
kesalahan menentukan titik akhir titrasi.
E. KESIMPULAN
Standarisai larutan KMnO
4
dilakukan menggunakan larutan standar primer
asam oksalat tanpa penambahan indikator lain, tetapi KMnO
4
yang bertindak
sebagai indikator (auto indikator). Didapatkan kadar KMnO
4
sebesar 0,1 N.
Penentuan kadar asam oksalat dalam sampel nomor 40 didapatkan sebesar
0,0786
N dengan persentase kesalahan 2,5 %.
F. REFERENSI
Ganjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analisis Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Keenan, Charles W. 1986. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia Press
Petrucci, R.H. 1999. Kimia Dasar 3. Jakarta: Erlangga
R.A. Day, JR dan AL Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta: Erlangg
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan kali ini, jadi dapat diambil suatu
kesimpulan yaitu :
1. Perubahan warna pada penentuan kadar Ca2+ dalam CaCO3 seharusnya adalah dari
warna kuning menjadi warna merah muda
2. Penentuan kadar Ca2+ dalam CaCO3 menghasilkan perubahan warna kuning menjadi
warna coklat.
3. Perubahan warna pada penentuan kadar Ca2+ dalam CaCO3 seharusnya adalah dari
warna kuning menjadi warna merah muda
4. Rata-rata hasil perhitungan pembakuan larutan kalium dengan natrium
oksalatNa2C2O4 yaitu sebesar 0,0895 N dan Normalitas KMnO4 yang dihasilkan
adalah1,0914 N.
5. Rata-rata hasil perhitungan perubahan kalsium Massa Ca2+ yang didapat
adalah0,0153 gram, dan kadar Ca2+ yang diperoleh adalah sebesar 7,65%.
6. Dari percobaan dan didapatkan melalui perhitungan konsentrasi KMnO 4 dengan
menggunakan asam oksalat 0,1 N yaitu 0,11765 N
7. Dari percobaan penentuan kadar besi yang dilakukan secara permnganometri
didapatkan kadar Fe2+ adalah 0,035 N.
8. Fungsi pemanasan 60°C–70°C adalah karena suhu tersebut merupakan suhu optimum
KMnO4 untuk mengoksidasi H2C2O4 (asam oksalat). Jika dibawah 60°C–70°C maka reaksi
akan berjalan lambat dan akan mengubah MnO 4- menjadi Mn2+ yang berupa endapan cokelat
sehingga TAT susah untuk dilihat. Sedangkan jika di atas 60°C-70°C maka akan merusak
asam oksalat, mengubah asam oksalat (H 2C2O4) menjadi CO2 dan H2O sehingga hasil akhir
akan lebih sedikit.
9. Permanganometri merupakan titrasi reduksi oksidasi dengan menggunakan larutan
baku permanganat.
10. Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan dapat
dipakai tanpa penambahan indikator, karena ia dapat bertindak sebagai indikator
(autoindikator).
Normalitas KMnO4 yang diperoleh sebesar 0,057 N.
Kadar nitrit yang diperoleh adalah sebesar 6,5 %.
11.