DETERMINAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH PESISIR PUSKESMAS LALOWARU KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2017

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,

DETERMINAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH PESISIR PUSKESMAS LALOWARU
KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2017
Jufri Yadin1 Junaid2 La Ode Muhammad Sety3
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo 123
lajufri139@gmail.com1 drs.junaid.mkes@gmail.com2 setydinkes@gmail.com3
ABSTRAK
Penyakit Diare sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian terbesar di dunia. Menurut
data United Nation Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare merupakan
penyebab kematian nomor 2 pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penyediaan air
bersih, ketersediaan jamban keluarga, pengolahan sampah, sarana pembuangan air limbah, dan perilaku mencuci
tangan dengan kejadian diare di wilayah pesisir Puskesmas Lalowaru Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan Cross Sectional Study.
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 386 balita dengan besar sampel sebanyak 61 balita. Analisis data
menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji statistik chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan penyedian air bersih dengan kejadian diare pada balita (ρ Value = 1,00), ada hubungan
ketersediaan jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita (ρValue = 0,028), ada hubungan pengolahan sampah
dengan kejadian diare pada balita (ρValue = 0,005), ada hubungan sarana pembuangan air limbah dengan kejadian

diare pada balita (ρValue = 0,015), tidak ada hubungan perilaku mencuci tangan dengan kejadian diare pada balita
(ρValue = 0,860). Kesimpulan dari penelitian tidak ada huhungan penyediaan air bersih dan perilaku mencuci tangan
dengan kejadian diare pada balita, serta ada hubungan ketersediaan jamban keluarga, pengolahan sampah, sarana
pembungan air limbah dengan kejadian diare pada.
Kata Kunci : air bersih, jamban keluarga, SPAL, mencuci tangan, diare balita

1

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,
DETERMINANT OF DIARRHEA INCIDENCE ON CHILDREN UNDER FIVE IN THE COASTAL AREA OF LALOWARU
PUBLIC HEALTH CENTRE OF SOUTH KONAWE IN 2017
Jufri Yadin1 Junaid2 La Ode Muhammad Sety3
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo 123
lajufri139@gmail.com1 drs.junaid.mkes@gmail.com2 setydinkes@gmail.com3
ABSTRACT
Diarrhea is still the leading cause of illness and death in the world. According to data from the United Nations
Children's Fund (UNICEF) and the World Health Organization (WHO) in 2013 diarrhea is the second leading cause of
death in children under five. This study aims to determine the relationship of water supply, the availability of family

latrines, waste processing, waste water disposal facilities, and handwashing behavior with the incidence of diarrhea
in coastal areas of Lalowaru Public Health Centre South Konawe 2017. This research used was an observational
analytical research with Cross Sectional Study design. The population in this study were 386 children under five with
sample of 61 children under five. Analyzed using univariate and bivariate analysis using chi-square statistical
test. The results indicate that there is no relationship between clean water with the incidence of diarrhea in children
under five (ρ Value = 1.00), no correlation between availability of latrines with the incidence of diarrhea in children
under five (ρ Value = 0.028), no relationship between waste disposal with the incidence of diarrhea in toddlers
(ρ Value = 0.005), there is a relationship wastewater disposal with the incidence of diarrhea in children under five
(ρ Value = 0.015), there was no association between hand washing behavior with the incidence of diarrhea in children
under five (ρ Value = 0.860). The conclusion of the study was no relationship between water supply and hand washing
behavior with the incidence of diarrhea in childrens under five, and there is a relationship between family latrine
availability, waste disposal, waste water treatment facility with diarrhea occurrence in children.
Keywords: clean water, family latrine, waste water treatment facility, hand washing, diarrhea in children
under five.

2

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,

PENDAHULUAN
Menurut data United Nation Children’s Fund
(UNICEF) dan World Health Organization (WHO) tahun
2013 diare merupakan penyebab kematian nomor 2
pada balita. Sebanyak 1,7 miliar kasus diare terjadi
setiap tahunnya dan menyebabkan sekitar 760.000
anak meninggal dunia setiap tahunnya. Anak-anak di
bawah tiga tahun pengalaman berusia rata-rata tiga
episode diare setiap tahun. Selain menjadi masalah di
negara berkembang, ternyata diare juga masih
merupakan masalah utama di negara maju. Di Eropa,
lebih dari 160.000 anak-anak meninggal sebelum
berusia 5 tahun dan lebih dari 4% kasus kematian
disebabkan oleh diare1.
Diare merupakan salah satu penyebab utama
kematian balita di negara berkembang. Angka kejadian
diare pada anak tiap tahun diperkirakan 2,5 milyar dan
lebih dari setengahnya terdapat di Afrika dan Asia
Selatan dan akibat dari penyakit ini lebih berat serta
mematikan. Secara global setiap tahun penyakit ini

menyebabkan kematian balita sebesar 1,6 juta2.
Secara
nasional,
target
Sustainable
Development Goals (SDGs) untuk menurunkan angka
kematian balita dalam kurun waktu 2015-2030 menjadi
25 per 1000 kelahiran hidup. Indonesia capaian Angka
Kematian Balita pada tahun 2015 menjadi 27 per 1000
kelahiran hidup. Penurunan Angka Kematian Balita ini
melambat antara tahun 1990-2015 yaitu dari 85
menjadi 27 per 1000 kelahiran hidup3.
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di
Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial
Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan
kematian. Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB Diare
yang tersebar di 11 provinsi, 18 kabupaten/kota,
dengan jumlah penderita 1.213 orang. Case Fatality
Rate (CFR) KLB diare di Indonesia pada tahun 2011
adalah 0,40% (kematian 12 orang) dengan jumlah kasus

3.003 orang, meningkat menjadi 1,53% (kematian 25
orang) dengan jumlah kasus 1.625 orang di tahun 2012,
lalu mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi
1,11% (kematian 7 orang) dengan jumlah kasus 633
orang, kemudian di tahun 2014 meningkat menjadi
1,14% (kematian 29 orang) dengan jumlah kasus 2.549
orang dan di tahun 2015 meningkat lagi menjadi 2,47%
(kematian 30 orang) dengan jumlah kasus 1.213 orang.
Hal ini tidak sesuai dengan target CFR pada KLB Diare
yang diharapkan yaitu 1 %. Dengan demikian secara
nasional, CFR KLB diare tidak mencapai target
program3.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, diare di
Indonesia yaitu sebesar 7,0%, tersebar di semua

kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi
pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 12,2%. Sedangkan
menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan
perempuan hampir sama yaitu 7,0% pada laki-laki dan
7,1% pada perempuan4.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2012 terdapat 96.644
penderita diare (4,1%) dengan prevalensi sebesar
41.835 per 1.000.000 penduduk. Tahun 2013 terdapat
50.517 penderita diare (2,1%) dengan prevalensi
sebesar 21.399 per 1.000.000 penduduk. Tahun 2014
terdapat 42.293 penderita diare (1,7%) dengan
prevalensi sebesar 17.530 per 1.000.000 penduduk.
Tahun 2015 terdapat 41.071 penderita diare (1,7%)
dengan prevalensi sebesar 16.636 per 1.000.000
penduduk dan pada tahun 2016 terdapat 42.031
penderita diare (1,6%) dengan prevalensi 16.476 per
1.000.000 penduduk5.
Salah satu kabupaten di Provinsi Sultra yang
jumlah cakupan penemuan kasus diarenya mengalami
peningkatan adalah kabupaten Konawe Selatan.
Cakupan penemuan kasus diare di Kabupaten Konawe
Selatan selalu mengalami peningkatan sejak tahun
2013 sampai dengan 2016. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

terdapat 4.286 penderita diare (1,5%) dengan
prevalensi 1.530 per 100.000 penduduk. Pada tahun
2014 terdapat 4.886 penderita diare (1,7%) dengan
prevalensi 1.741 per 100.000 penduduk. Pada tahun
2015 terdapat 5.342 penderita diare (1,8%) dengan
prevalensi 1.843 per 100.000 penduduk dan pada
tahun 2016 terdapat 5.968 kasus kejadian diare (1,9%)
dengan prevalensi 1.989 per 100.000 penduduk di
Kabupaten Konawe Selatan6. Hal ini menunjukan angka
penderita diare di Kabupaten Konawe Selatan 2013
sampai dengan 2016 mengalami peningkatan.
Jumlah penemuan kasus diare pada balita di
Kabupaten Konawe Selatan juga mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013
jumlah penemuan kasus diare pada balita sebanyak
1.984 penderita, pada tahun 2014 jumlah penemuan
kasus diare pada balita sebanyak 2.261 penderita, pada
tahun 2015 jumlah penemuan kasus diare pada balita
sebanyak 2.532 penderita, sedangkan pada tahun 2016
periode bulan Januari hingga September jumlah

penemuan kasus diare pada balita sebanyak 1.640
penderita6.
Berdasarkan profil Puskesmas Lalowaru, kasus
diare di wilayah kerja puskesmas Lalowaru tahun 2014
terdapat 220 penderita diare (2,8%) dengan prevalensi
sebesar 29 per 1.000 penduduk, tahun 2015 terdapat

3

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,
296 penderita (3,7%) dengan prevalensi sebesar 37 per
1.000 penduduk, dan pada tahun 2016 terdapat 263
penderita diare (3,2%) dengan prevalensi 32 per 1.000
penduduk (Puskesmas Lalowaru, 2016). Jumlah
penemuan kasus diare pada balita pada tahun 2014
yaitu 91 penderita diare (22,2%) dengan prevalensi 22
per 100 balita, pada tahun 2015 terdapat 76 penderita
(16%) dengan prevalensi 16 per 100 balita, sedangkan

pada tahun 2016 terdapat 112 penderita (29%) dengan
prevalensi 29 per 100 balita7.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab
terjadinya diare pada balita meliputi faktor lingkungan,
faktor perilaku, faktor gizi, dan faktor sosial ekonomi8.
Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana air
bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman
diare dan berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah
dapat terjadi9. Faktor gizi juga ikut mempengaruhi
diare, dimana semakin buruk gizi seorang balita,
ternyata semakin banyak episode diare yang dialami.
Banyak faktor yang merupakan pemicu
terjadinya diare yaitu penyediaan air bersih, jamban
keluarga, pengolahan sampah, pengelolaan air limbah,
dan personal hygiene10. Penyakit diare sendiri pada
penularanya melalui cara fekal-oral11. Jari tangan
adalah salah satu jalur masuknya virus, bakteri, dan

patogen penyebab diare ke makanan. Dengan pola
yang seperti ini, salah satu bentuk perilaku efektif dan
efisien dalam upaya pencegahan haruslah mencuci
tangan dengan sabun secara baik dan benar12.
Permasalahan yang sering timbul di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yakni rendahnya tingkat
kesejahteraan masyarakat dan rendahnya kualitas
lingkungan. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang
rendah tercermin dari kualitas lingkungan dan rumah
yang mereka tinggal. Lingkungan yang buruk dapat
diidentifikasi dengan melihat aspek-aspek yang
berpengaruh pada kualitas hunian tersebut seperti
jaringan air bersih, drainase, persampahan, fasilitas
jamban13.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analitik Observasional dengan
rancangan Cross Control Study14. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan Penyediaan Air
Bersih, Ketersediaan Jamban Keluarga, Pengolahan

Sampah, Sarana Pembuangan Air Limbah dan Perilaku
Mencuci Tangan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di

Wilayah Pesisir Puskesmas Lalowaru Kabupaten
Konawe Selatan Tahun 2017. Populasi adalah seluruh
balita yang berusia 1-5 tahun yang berada di daerah
pesisir wilayah kerja Puskesmas Lalowaru. Adapun
jumlahnya yaitu 386 balita. Teknik pengambilansampel
yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan Simple Random Sampling, yaitu metode
pengambilan sampel secara acak di mana masingmasing populasi mempunyai peluang yang sama besar
untuk terpilih sebagai sampel15. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh langsung dari responden dengan kuesioner
dan observasi. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas
Lalowaru.
HASIL
Tabel 1. Distribusi Jumlah Balita Berdasarkan
Kelompok Umur di Wilayah Kerja Puskesmas
Lalowaru Kecamatan Moramo Utara
Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017
Kelompok
Jumlah (n) Persen (%)
Umur (Bulan)
1
12-24
35
57,3
2
25-36
17
27,9
3
>36
9
14,8
Total
61
100
Sumber : Data Primer, April 2017
Tabel 1 menunjukkan dari 61 balita (100%)
yang diteliti, kelompok umur balita yang terbanyak
adalah pada umur 12-24 bulan yaitu sebanyak 35
responden (57,3%), sedangkan kelompok umur balita
yang paling sedikit yaitu pada umur >36 bulan sebanyak
9 balita (14,8%).
Tabel 2. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas
Lalowaru Kecamatan Moramo Utara
Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017
No Jenis Kelamin Jumlah (n)
Persen (%)
1.
Laki-Laki
31
50,8
2.
Perempuan
30
49,2
Total
61
100
Sumber : Data Primer, April 2017
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa dari 61
balita, yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31
orang (50,8%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak
30 orang (49,2%).
Tabel 3. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Lalowaru Kecamatan Moramo
No

4

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,
Utara Kabupaten Konawe Selatan Tahun
2017
No
Pendidikan
Jumlah (n) Persen (%)
1.
SD
13
21,3
2.
SMP
17
27,9
3.
SMA
26
42,6
4.
PT
5
8,2
Total
61
100
Sumber : Data Primer, April 2017
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa
Pendidikan terakhir dari 61 responden adalah yang
terbanyak pada tingkatan tamat SMA yaitu sebanyak
26 responden (42,6%), sedangkan tingkat pendidikan
responden yang paling sedikit adalah pada tingkatan
tamat perguruan tinggi yaitu sebanyak 5 responden
(8,2 %).
Tabel 4. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan
Kejadian Diare pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Lalowaru Kabupaten
Konawe Selatan Tahun 2017
No.
1.
2.

Kejadian Diare

Jumlah (n)

Persen (%)

Menderita
29
47,5
Tidak Menderita
32
52,5
Total
61
100
Sumber : Data Primer, April 2017
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 61
responden, terdapat 29 responden (47,5%) yang
menderita penyakit diare dan terdapat 32 responden
(52,5%) yang tidak menderita penyakit diare.
Tabel 5. Distribusi
Responden
Berdasarkan
Penyediaan Air Bersih di Wilayah Kerja
Puskesmas Lalowaru Kecamatan Moramo
Utara Kabupaten Konawe Selatan Tahun
2017
Jumlah Persen
No Penyediaan Air Bersih
(n)
(%)
1
Tidak memenuhi
15
24,6
syarat
2
Memenuhi syarat
46
75,4
Total
61
100
Sumber : Data Primer, April 2017
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa
dari 61 responden yang diteliti lebih banyak memiliki
penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat
yaitu sebanyak 15 orang (24,6%), sedangkan responden
yang memiliki penyediaan air bersih yang memenuhi
syarat yaitu sebanyak 46 orang (75,4%).
Tabel 6. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan

Jamban Keluarga di Wilayah Kerja
Puskesmas Lalowaru Kecamatan Moramo
Utara Kabupaten Konawe Selatan Tahun
2017
Jumlah Persen
No.
Jamban Keluarga
(n)
(%)
1.
Tidak Memenuhi Syarat
32
52,5
2.
Memenuhi Syarat
29
47,5
Total
61
100
Sumber : Data Primer, April 2017
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa dari
61 responden yang diteliti lebih banyak memiliki
jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat yaitu
sebanyak 32 orang (52,5%), sedangkan responden yang
memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat yaitu
sebanyak 29 orang (47,5%).
Tabel 7. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan
Pengolahan Sampah di Wilayah Kerja
Puskesmas Lalowaru Kecamatan Moramo
Utara Kabupaten Konawe Selatan Tahun
2017
Jumlah
Persen
Pengolahan Sampah
No
(n)
(%)
1
Tidak memenuhi
36
59
syarat
2
Memenuhi syarat
25
41
Total
61
100
Sumber : Data Primer, April 2017
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa dari
61 responden yang diteliti lebih banyak memiliki
pengolahan sampah yang tidak memenuhi syarat yaitu
sebanyak 36 orang (59%), sedangkan responden yang
memiliki pengolahan sampah yang memenuhi syarat
yaitu sebanyak 25 orang (41%).
Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Sarana
Pembuangan Air Limbah di Wilayah Kerja
Puskesmas Lalowaru Kecamatan Moramo
Utara Kabupaten Konawe Selatan Tahun
2017
Sarana Pembuangan
Jumlah Persen
No
Air Limbah
(n)
(%)
1
Tidak memenuhi syarat
31
50,8
2
Memenuhi syarat
30
49,2
Total
61
100
Sumber : Data Primer, April 2017
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa dari
61 responden yang diteliti lebih banyak memiliki
pengelolaan air limbah yang tidak memenuhi syarat
yaitu sebanyak 31 orang (50,8%), sedangkan responden

5

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,
yang memiliki pengelolaan air limbah yang memenuhi
syarat yaitu sebanyak 30 orang (49,2%).
Tabel 9. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan
Perilaku Mencuci Tangan di Wilayah Kerja
Kerja Puskesmas Lalowaru Kecamatan
Moramo
Utara
Kabupaten
Konawe
Selatan Tahun 2017
Perilaku Mencuci
Jumlah Persen
No.
Tangan
(n)
(%)
1.
Tidak Memenuhi Syarat
10
16,4
2.
Memenuhi Syarat
51
83,6
Total
61
100
Sumber : Data Primer, April 2017
Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa dari
61 responden yang diteliti lebih banyak memiliki
perilaku cuci tangan yang tidak memenuhi syarat yaitu
sebanyak 10 orang (16,4%), sedangkan responden yang
memiliki perilaku cuci tangan yang memenuhi syarat
yaitu sebanyak 51 orang (83,6%).
Tabel 10. Distribusi Penyediaan Air Bersih dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah
Pesisir Puskesmas Lalowaru Kecamatan
Moramo Utara Kabupaten
Konawe
Selatan Tahun 2017
Kejadian Diare
Penyediaan
Air Bersih
Memenuhi
Syarat
Tidak
Memenuhi
Syarat
Total

Menderita

Total

Tidak
Menderita
N
%

n

%

N

%

22

47,8

24

52,2

46

100

7

46,7

8

53,3

15

100

29

47,5

32

52,5

61

100

dengan Kejadian Diare Pada Balita di
Wilayah Pesisir
Puskesmas Lalowaru
Kecamatan Moramo Utara Kabupaten
Konawe Selatan Tahun 2017
Ketersediaan
Jamban
Keluarga
Memenuhi
Syarat
Tidak
Memenuhi
Syarat
Total

Kejadian Diare
Tidak
Menderita
Menderita
N
%
n
%
9
31
20
69

N
29

%
100

20

62,5

12

37,5

32

100

29

47,5

32

52,5

61

100

OR=3,704; 95%CI = 1,279– 10,728; P-v = 0,028
Sumber : Data Primer, April 2017
Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 29
responden yang ketersediaan jamban keluarga
memenuhi syarat, sebagian besar yaitu 20 responden
(69%) tidak menderita diare. Sedangkan, dari 32
responden yang ketersediaan jamban keluarga tidak
memenuhi syarat, sebagian kecil yaitu 12 responden
(37,5%) tidak menderita diare.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai ρValue= 0,028 < 0,05 oleh karena
ρValue lebih kecil dari a maka Ha diterima dan Ho ditolak
yaitu ada hubungan antara ketersediaan jamban
keluarga dengan kejadian diare pada balita di Wilayah
Pesisir Puskesmas Lalowaru Kabupaten Konawe
Selatan tahun 2017.
Tabel 12. Distribusi Pengolahan Sampah dengan
Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah
Pesisir Puskesmas Lalowaru Kecamatan
Moramo
Utara
Kabupaten Konawe
Selatan Tahun 2017

OR=0,955; 95%CI = 0,297– 3,069; P-v = 1,00
Sumber : Data Primer, April 2017
Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 46
responden yang penyediaan air bersihnya memenuhi
syarat, sebagian besar yaitu 24 responden (52,2%) tidak
menderita diare. Sedangkan, dari 15 responden yang
PAB tidak memenuhi syarat, sebagian besar yaitu 8
responden (53,3%) tidak menderita diare.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai ρValue = 1,00 < 0,05 oleh karena
ρValue lebih besar dari a maka Ha ditolak dan Ho diterima
yaitu tidak ada hubungan antara penyediaan air bersih
dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Pesisir
Puskesmas Lalowaru Kabupaten Konawe Selatan tahun
2017.
Tabel 11. Distribusi Ketersediaan Jamban Keluarga

Total

Kejadian Diare
Pengolahan
Sampah
Memenuhi
Syarat
Tidak
Memenuhi
Syarat
Total

Menderita

Total

Tidak
Menderita
n
%
19
76

n
25

%
100

N
6

%
24

23

63,9

13

36,1

36

100

29

47,5

32

52,5

61

100

OR=5,603; 95%CI = 1,788– 17,559; P-v = 0,005
Sumber : Data Primer, April 2017
Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 25
responden yang pengolahan sampah memenuhi syarat,
sebagian besar yaitu 19 responden (52,6%) tidak
menderita diare. Sedangkan, dari 36 responden yang

6

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,
pengolahan sampah tidak memenuhi syarat, sebagian
kecil yaitu 13 responden (36,1%) tidak menderita diare.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai nilai ρValue= 0,005 < 0,05 oleh
karena ρValue lebih kecil dari a maka Ha diterima dan Ho
ditolak yaitu ada hubungan antara pengolahan sampah
dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Pesisir
Puskesmas Lalowaru Kabupaten Konawe Selatan tahun
2017.
Tabel 13. Distribusi Sarana Pembuangan Air Limbah
dengan Kejadian Diare Pada Balita di
Wilayah Pesisir Puskesmas Lalowaru
Kecamatan Moramo Utara Kabupaten
Konawe Selatan Tahun 2017
Sarana
Pembuangan
Air Limbah
Memenuhi
Syarat
Tidak
Memenuhi
Syarat
Total

Kejadian Diare
Menderita

Total

Tidak
Menderita
n
%
21
70

n
30

%
100

N
9

%
30

2

64,5

11

35,5

31

100

29

47,5

32

52,5

61

100

OR=4,242; 95%CI = 1,451– 12,404; P-v = 0,015
Sumber : Data Primer, April 2017
Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 30
responden yang SPAL memenuhi syarat, sebagian besar
yaitu 21 responden (70%) tidak menderita diare.
Sedangkan, dari 31 responden yang SPAL tidak
memenuhi syarat, sebagian kecil yaitu 11 responden
(35,5%) tidak menderita diare.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai ρValue= 0,015 < 0,05 oleh karena
ρValue lebih kecil dari a maka Ha diterima dan Ho ditolak
yaitu ada hubungan antara sarana pembuangan air
limbah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah
Pesisir Puskesmas Lalowaru Kabupaten Konawe
Selatan tahun 2017.

Tabel 14. Distribusi Perilaku Mencuci Tangan dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah
Pesisir Puskesmas Lalowaru Kecamatan
Moramo Utara
Kabupaten Konawe
Selatan Tahun 2017

Perilaku
Mencuci
Tangan
Memenuhi
Syarat
Tidak
Memenuhi
Syarat
Total

Kejadian Diare
Total

N

%

Tidak
Menderita
n
%

25

49

26

51

51

100

4

40

6

60

10

100

29

47,5

32

52,5

61

100

Menderita

n

%

OR=0,693; 95%CI = 0,175– 2,754; P-v = 0,860
Sumber : Data Primer, April 2017
Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 51
responden yang perilaku mencuci tangan memenuhi
syarat, sebagian besar yaitu 26 responden (51%) tidak
menderita diare. Sedangkan, dari 10 responden yang
perilaku mencuci tangan tidak memenuhi syarat,
sebagian besar yaitu 6 responden (60%) tidak
menderita diare.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai ρValue = 0,860 > 0,05 oleh karena
ρValue lebih besar dari a maka Ha ditolak dan Ho diterima
yaitu tidak ada hubungan antara perilaku mencuci
tangan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah
Pesisir Puskesmas Lalowaru Kabupaten Konawe
Selatan tahun 2017.
DISKUSI
Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian
Diare Pada Balita di Wilayah Pesisir Puskesmas
Lalowaru Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017
Air adalah salah satu kebutuhan esensial
manusia yang kedua setelah udara. Manusia hanya bisa
bertahan hidup kurang lebih tiga hari tanpa air. untuk
menciptakan suatu lingkungan hidup manusia yang
bersih sehat tanpa air yang cukup, tidak akan tercapai.
Kondisi sanitasi lingkungan hidup manusia akan selalu
dikaitkan dengan tersedianya air di daerah manapun di
Indonesia bahkan di Negara manapun di dunia ini selalu
permasalahkannya. Persediaan air yang banyak dan
dengan kualitas yang lebih baik, akan lebih cepat
meningkatkan
kemajuan
derajat
kesehatan
masyarakat. Air bersih merupakan air yang jernih, tidak
berbauh, tidak berasa, tidak berwarna dan tidak
mengandung zat pencemar lainya, karena air bersih
belum berarti bebas dari bibit-bibit penyakit sehinggah
masih memerlukan pengolahan terlebih dulu16.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai ρValue = 1,00 < 0,05 oleh karena
ρValue lebih besar dari a maka Ha ditolak dan Ho diterima
yaitu tidak ada hubungan antara penyediaan air bersih

7

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,
dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Pesisir
Puskesmas Lalowaru Kabupaten Konawe Selatan tahun
2017.
Penyakit diare sebagian besar (75%)
disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri.
Penularan penyakit diare dapat melalui jalur fecal oral,
salah satunya adalah air. Air yang sudah tercemar, baik
tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan
sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat
disimpan di rumah. Pencemaran ini terjadi bila tempat
penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari
tempat penyimpanan17.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan pada
umumnya baik responden yang memenuhi syarat
maupun tidak memenuhi syarat sebagian besar tidak
menderita diare. Dimana sumber air yang digunakan
oleh responden sebagian besar yaitu sumur gali. Satu
sumur galir digunakan secara bersama-sama oleh
warga, dengan kedalaman sekitar 5-7 meter. Jarak
antara sumur dan bibir pantai > 300 meter sehingga
meskipun terjadi air pasang rembesan air tidak akan
menembus sumber mata air, sehingga tidak terjadi
kontaminasi. Selain itu air bersih yang digunakan
responden untuk keperluan air minum sebagian besar
pula bersumber dari sumur gali. Pada umumnya balita
umur 12-59 bulan masih sering mengkonsumsi susu
bubuk dari pada air minum biasa. Dimana proses
penyajian susu bubuk ini terlebih dahulu menggunakan
air minum yang kemudian di masak kembali untuk
mematikan bakteri atau mikroorganisme yang mungkin
masih ada pada air tersebut.
Namun masih ada responden yang memenuhi
syarat tetapi masih menderita diare, hal ini di
karenakan sebagian responden belum memahami
proses penyediaan air bersih yang memenuhi syarat.
Dimana sesuai dengan hasil penelitian sebagian
responden secara fisik air yang digunakan sudah
memenuhi syarat, tetapi dalam hal penyimpanannya
sebagian belum memenuhi syarat, karena wadah yang
digunakan untuk penampungan air tidak memiliki
penutup, sehingga memudahkan mikro organisme
masuk dan berkembang dalam air. Menampung air
untuk keperluan minum dan memasak tidak dalam
wadah tertutup dapat memungkinkan air untuk
terkontaminasi dengan bakteri penyebab penyakit
diare, sebab vektor pembawa penyakit diare seperti
lalat, debu, air rembesan cuci piring dapat masuk dalam
wadah penampungan air bersih yang tidak tertutup 18.
Tidak adanya pengaruh dalam penelitian ini,
disebabkan adanya pengaruh faktor lain mengingat

penyediaan air bersih responden pada saat menderita
diare dan pada saat peneliti melakukan wawancara bisa
saja berbeda.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Saktiyansyah menyimpulkan bahwa penyediaan air
bersih harus memenuhi syarat kesehatan seperti, tidak
dekat dengan sumber pencemar, memiliki wadah
khusus, air tidak berbau, berasa dan berwarna serta
memiliki penutup. Hasil analisis yang dilakukan dengan
menggunakan Chi-square didapatkan (ρValue=0,160).
Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan dari penyediaan air bersih
dengan kejadian diare19.
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tangka JW, dimana hasil
uji Fisher Exact pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan nilai p=0,001. Berarti terdapat hubungan
bermakna antara faktor penyediaan air bersih dengan
kejadian diare di Puskesmas Bintauna Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara. Air yang terkontaminasi,
tidak memenuhi standar merupakan media yang baik
untuk kuman patogen berkembang biak dan
merupakan faktor risiko kejadian diare. Untuk itu perlu
adanya promosi kesehatan khususnya pendidikan
kesehatan tentang penyediaan air bersih dan cara
pengolahan yang baik kepada masyarakat serta
dukungan oleh pemerintah setempat di desa untuk
menyediakan sarana air bersih sehingga di harapkan
masyarakat khususnya anak balita dapat terhindar dari
diare20.
Hubungan Ketersediaan Jamban Keluarga dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Pesisir
Puskesmas Lalowaru Kabupaten Konawe Selatan
Tahun 2017
Jamban keluarga adalah merupakan suatu
sarana yang diperlukan oleh manusia untuk
penampungan tinja agar tidak di buang di sembarang
tempat. Jamban keluarga adalah jamban yang dimiliki
oleh keluarga dan digunakan oleh seluruh anggota
keluarga untuk membuang tinja atau faeces manusia.
Tinja atau faeces selalu dipandang sebagai benda yang
membahayakan kesehatan, sebagai sumber penularan
berbagai penyakit21.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai ρValue= 0,028 < 0,05 oleh karena
ρValue lebih kecil dari a maka Ha diterima dan Ho ditolak
yaitu ada hubungan antara ketersediaan jamban
keluarga dengan kejadian diare pada balita di Wilayah
Pesisir Puskesmas Lalowaru Kabupaten Konawe
Selatan tahun 2017.

8

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,
Pembuangan tinja yang tidak memiliki syaratsyarat kesehatan dapat memberikan peluang untuk
berkembang biaknya serangga, lalat, tikus,
mencemarkan sumber air minum, mencemarkan
lingkungan hidup, dan akan mudah terjadinya
penyebaran penyakit seperti diare oleh karena itu
pembuangan tinja harus memenuhi persyaratan
kesehatan19.
Ketersediaan jamban keluarga ditemukan
signifikan dengan kejadian diare pada balita karena
masih kurangnya kesadaran masyarakat yang
disebabkan oleh rendahnya tingkat ekonomi,
pengetahuan dan pendidikan yang dimiliki masyarakat
tentang pentingnya penggunaan jamban.
Sesuai dengan hasil penelitian sebagian
responden masih membuang tinjanya di laut karena
sebagian masyarakat bermukim di atas permukaan laut
dan lahan yang dimiliki oleh masyarakat yang
bermukim di daratan dekat bibir air laut dapat di
kategorikan sempit serta menurut masyarakat dulu ada
sebagian warga yang sudah membuat jamban di
wilayah daratan dekat bibir laut tetapi ketika air laut
mulai pasang, lubang tempat penampungan tinja
mereka mulai di penuhi dengan air laut sehingga tidak
memungkinkan untuk membuat jamban permanen
sebagai tempat pembuangan tinja, masih kurangnya
ketersediaan jamban umum yang dilakukan oleh
pemerintah, serta adanya kebiasaan yang masih sering
dilakukan masyarakat untuk membuang tinjanya di laut
dan dianggap lebih mudah. Selain itu bedasarkan hasil
pengamatan laut juga menjadi tempat bermain bagi
anak-anak yang bermukim diatas permukaan air laut
sehingga dapat terjadi kontak langsung antara anakanak dengan kotoran seperti tinja yang dapat
menyebabkan penyakit diare. Pembuangan tinja yang
dilakukan secara tidak sehat beresiko menimbulkan
penyebaran penyakit yang multikompleks. Kurangnya
perhatian terhadap pengelolaan tinja akan
mempercepat penyebaran diare, karena kuman diare
akan keluar bersama feses penderita22.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Wandansari tentang kualitas sumber air
minum dan pemanfaatan jamban keluarga dengan
kejadian diare dengan nilai p=0,005 menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pemanfaatan jamban
keluarga dengan kejadian diare di Desa Karangmangu
Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang23. Begitu pula
penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni dengan hasil
analisis bivariat ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita
nilai Pvalue 0.000. Dalam penelitian tersebut

pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dapat meningkatkan insiden diare pada
balita. Bila pembuangan kototran manusia tidak baik
maka dapat mencemari tangan, air, tanah atau dapat
menempel pada lalat dan serangga yang menghinggapi
tinja tersebut dapat menularkan berbagai macam
penyakit diantaranya diare24.
Hubungan Pengolahan Sampah dengan Kejadian
Diare Pada Balita di Wilayah Pesisir Puskesmas
Lalowaru Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda
padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau
benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu
kegiatan manusia dan dibuang. Sampah yang berasal
dari pemukiman terdiri dari bahan-bahan padat
sebagai hasil kegiatan dari rumah tangga yang sudah
dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik
yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus,
baik kertas, plastik, dan daun21.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai ρValue= 0,005 < 0,05 oleh karena
ρValue lebih kecil dari a maka Ha diterima dan Ho ditolak
yaitu ada hubungan antara pengolahan sampah
dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Pesisir
Puskesmas Lalowaru Kabupaten Konawe Selatan tahun
2017.
Terjaminnya
kebersihan
lingkungan
pemukiman dari sampah juga tergantung pada proses
pengumpulan sampah. Keberlanjutan dan keteraturan
pengambilan sampah ke tempat pengumpulan
merupakan jaminan bagi kebersihan lingkungan
pemukiman. Sampah terutama yang mudah
membusuk (garbage) merupakan sumber makanan
lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor
penyakit terutama penyakit saluran pencernaan seperti
diare25.
Pengolahan sampah ditemukan signifikan
dengan kejadian diare pada balita, berdasarkan hasil
penelitian dilapangan hal ini disebabkan karena masih
rendahnya pengatahuan dan perilaku yang dimiliki
oleh masyarakat dalam hal pengolahan sampah.
Dimana ada sebagian responden yang masih
membuang sampahnya di laut, sekitar rumah atau pun
di belakang rumah, serta responden juga sudah
memiliki tempat sampah tetapi tidak memiliki penutup,
antara sampah kering dan sampah basah tidak di
pisahkan. Kebiasaan membuang sampah di laut dapat
menyebabkan air laut menjadi tercemar, padahal laut
merupakan tempat bermain bagi anak-anak. Sampah
yang dibiarkan begitu saja entah itu disekitaran
halaman rumah ataupun dilaut tanpa ada proses yang

9

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,
lebih lanjut seperti membuangnya ke tempat
penampungan sampah atau membakarnya untuk
sampah kering dan menguburnya untuk sampah basah
dapat menjadi media perkembangbiakan vektor
pembawa penyakit seperti lalat yang dapat
menyebabkan diare.
Pengolahan sampah yang kurang baik pada
rumah tangga akan menyediakan tempat yang baik
bagi vektor penyakit, seperti serangga dan hewan
pengerat sebagai tempat berkembang sehingga dapat
mengakibatkan insidensi penyakit dimasyarakat seperti
penyakit diare. Tempat pembuangan sampah akhir
harus memenuhi syarat kesehatan seperti, tidak dekat
dengan sumber air, lokasi tempat pembuangan sampah
bukan daerah banjir, jauh dari tempat pemukiman
penduduk, sampah yang tidak dikelola dengan baik
akan memberikan dampak buruk terhadap kesehatan
manusia maupun terhadap lingkungan 19.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dini dengan menggunakan uji chisquare di dapatkan ρValue = 0,043 (p 0,05
sehingga H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan
antara perilaku mencuci tangan dengan kejadian diare
di kecamatan Cisarua, Cigudeg, dan Megamendung
Kabupaten Bogor tahun 201232. Begitu pula penelitian
ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mannan dan Rahman yang menyatakan bahwa perilaku
mencuci tangan ibu dengan sabun setelah menceboki
anak, sebelum makan, setelah dari kamar mandi,
sebelum menyuapi anak makan, dan sebelum
menyiapkan makanan tidak berhubungan dengan
diare33.
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahim, berdasarkan
hasil uji Chi-Square didapat hasil dengan nilai p = 0,000<
0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara perilaku cuci tangan dengan kejadian
diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa personal
hygiene (perilaku cuci tangan) sangat bermakna pada
kejadian diare pada balita. Perilaku cuci tangan yang
tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada
kejadian diare pada balita, hal ini disebabkan karena
kelalaian dari ibu yang sebagian besar masih jarang
mencuci tangan menggunakan air mengalir pada saat
memberi makan pada balita dan masih jarangnya
perilaku cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan
makanan28.

SIMPULAN
1. Tidak ada hubungan antara penyediaan air bersih
dengan kejadian diare pada balita di wilayah pesisir
Puskesmas Lalowaru.
2. Ada hubungan antara ketersediaan jamban
keluarga dengan kejadian diare pada balita di
wilayah pesisir Puskesmas Lalowaru.
3. Ada hubungan antara pengolahan sampah dengan
kejadian diare pada balita di wilayah pesisir
Puskesmas Lalowaru.

11

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,
4. Ada hubungan antara sarana pembuangan air
limbah dengan kejadian diare pada balita di wilayah
pesisir Puskesmas Lalowaru.
5. Tidak ada hubungan antara perilaku mencuci
tangan dengan kejadian diare pada balita di wilayah
pesisir Puskesmas Lalowaru.
SARAN
1. Bagi pemerintah, Dinas Kesehatan dan unit
pelayanan setempat, agar bekerja sama dengan
pihak Puskesmas Lalowaru dalam hal melakukan
penyuluhan kesehatan tentang Sanitasi Lingkungan
terkait Air Bersih, Jamban Sehat, Pengolahan
Sampah, SPAL serta Perilaku Mencuci Tangan pada
masyarakat di wilayah Pesisir Puskesmas Lalowaru.
Dengan demikian masyarakat dapat menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan
sehari-hari sehingga kejadian penyakit diare pada
masyarakat dapat di minimalisir.
2. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dikembangkan
lagi dengan variabel-variabel yang lebih kompleks,
mengingat masih banyaknya faktor yang
mempengaruhi kejadian diare khususnya pada
balita.
3. Bagi pembaca, diharapkan dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, 2013. World Health Statisitcs 2013.
www.who.int/gho/publications/. (Diakses pada
Tanggal 26 Desember 2016)
2. Majid, N.A., dan Liena Sofiana. 2014. Hubungan
Higiene Perorangan Dan Kepadatan Lalat Dengan
Diare Pada Balita Di Desa Sendangrejo Kecamatan
Minggir Kabupaten Sleman 2014. Jurnal. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta.
3. Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit 2015. Kementerian
Kesehatan. Jakarta.
4. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Profil Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit 2013. Kementerian
Kesehatan. Jakarta.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2016.
Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2016. Sulawesi Tenggara.
6. Dinas Kesehatan Konawe Selatan. 2016. Profil
Kesehatan Dinas Konawe Selatan Tahun 2016.
Konawe Selatan

7. Puskesmas Lalowaru. 2016. Data Penyakit Program
P2M Januar–Desember Tahun 2016. Moramo
Utara.
8. Suharyono. 2008. Diare Akut Klinik Dan
Laboratorik. Rineka Cipta. Jakarta.
9. Evayanti, N. 2014. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare pada balita yang berobat ke
badan rumah sakit umum tabanan. Volume 4.
Nomor 2. Jurnal Kesehatan Lingkungan Poltekes
Denpasar.
10. Tosepu, Ramadhan. 2010. Kesehatan Lingkungan.
Surabaya: Bintang.
11. Aryana, K., Purna N., Evayanti. 2014. Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada
Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 4(2): 134-139.
12. Astaini, R.A., Gusti, Jelantik G.M. 2015. Hubungan
Pengetahuan, Sikap Dan Ketersediaan Sarana
Dengan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun
Untuk Mencegah Diare Dan Ispa Pada Ibu Rumah
Tangga Di Kelurahan Ampenan Tengah Kota
Mataram. Volume 9. Nomor 1.
13. Irma, Ulfa Ade. 2014. Studi Sanitasi Dasar Pada
Penderita Diare Dan Tifoid Di Pulau Barrang Caddi
Kota Makassar. Jurnal. Kesehatan Masyarakat.
Universitas Hasanuddin.
14. Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
15. Umiati. 2010.
Hubungan
Antara
Sanitasi
Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten
Boyolali Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Ilmu
Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
16. Wijayanti, Putri D. 2009. Hubungan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Dengan Kejadian Diare Pada
Balita di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo.
17. Lestari, Atika, Soni Hendra dan Komala Sari.
2014. Studi Komparasi Tingkat Kejadian Diare
pada Balita yang Mengkonsumsi Air MInum Isi
Ulang dan Air PDAM di Wilayah Kerja Puskesmas
Mekar Baru Kota. Jurnal Kesehatan. Universitas
Huang Tuah. Surabaya.
18. Sharfina, Hanifati. 2016. Pengaruh Faktor
Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Kejadian Diare
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai
Tabuk Kabupaten Banjar. Jurnal
Publikasi
Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol.3 No.3,
Desember 2016.
19. Saktiansyah, L.A .2010. Hubungan
Sanitasi
Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Diare
pada Masyarakat Kawasan Pesisir Kelurahan

12

JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.7/ Agustus 2017; ISSN 2502-731X ,
Nambo Kecamatan Abeli Kota Kendari. Skripsi.
Universitas Haluoleo. Kendari.
20. Tangka JW.
2014.
Faktor-Faktor
Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak
Balita Di Puskesmas Bintauna Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. Jurnal. JUIPERDO. Vol 3. No. 2
September 2014. Jurusan Keperawatan.
21. Fauziah, Ardillah. 2016. Studi
Komparatif
Determinan Kejadian Diare Di Wilayah Pesisir
(Puskesmas Abeli) Dan Perkotaan (Puskesmas
Lepo-Lepo).
Skripsi.
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat. Universitas Halu Oleo.
22. Mahmudah. 2015. Studi Kasus Kejadian Diare
Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bayanan. FKM Uniska. Banjarmasin. Kalimantan
Selatan. ISBN: 978-979-3812-41-0.
23. Wandansari, A.P. 2013. Kualitas Sumber Air Minum
dan Pemanfaatan Jamban Keluarga Dengan
Kejadian Diare. Jurnal Kesehatan Masyarakat 9(1)
(2013):24-29. (Diakses Pada Tanggal 15 Mei 2017)
24. Nuraeni, Asti. 2012. Hubungan Penerapan PHBS
Keluarga Dengan Kejadian Diare Balita Di
Kelurahan Tawangmas Kota Semarang. Tesis.
Universitas Indonesia
25. Sarudji, Didik. 2010. Kesehatan Lingkungan.
Sidoarjo : Media Ilmu.
26. Dini, Fitriah. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan
Dengan Kejadian Diare Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Kembang
Kecamatan Lengayang
Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013. Skripsi.
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat. Universitas
Andalas. (Diakses pada Tanggal 27 Desember 2016)
27. Atussoleha, Mutia Imro. Hubungan antara status
gizi, ASI ekslusif, dan faktor lain terhadap frekuensi
diare pada anak usia 10-23 bulan di Puskesmas
Tugu Depok tahun 2012. Skripsi. Depok: Universitas
Indonesia.
28. Rahim, Abdul. 2017. Hubungan Antara Fasilitas
Sanitasi Dasar Dan Personal Hygiene Dengan
Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut.
Jurnal.
Program Pasca Sarjana Universitas
Samratulangi Manado.
29. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Profil Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit 2014. Kementerian
Kesehatan. Jakarta.
30. Sugiarto, KT. 2105. Hubungan Antara Sarana
Sanitasi Dasar Rumah Dan Kebiasaan Cuci Tangan
Pakai Sabun Dengan Kejadian Diare Di Wilayah
Kerja Puskesmas Miri Kabupaten Sragen. Skripsi.
Universitas Negeri Semarang.

31. Sukardi. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Diare Pada Balita Umur 6-59
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia. Jurnal.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Halu
Oleo.
32. Hidaya