PERAN PENGETAHUAN DEKLARATIF DAN PROSEDU

385

D. FISIP
Pola Penyesuaian Perkawinan 5 Tahun Pertama Perkawinan Pada Wanita Bekerja
Alfiana Indah Muslimah ..................................................................................

339

Strategi Penanganan Miras Oplosan Di Daerah Urban Studi Kasus: Identifikasi
Pola Dan Strategi Penanganan Miras Oplosan Di Bekasi
Andi Sopandi....................................................................................................

355

Penerimaan Diri Dan Kebersyukuran Pada Mahasiswa: Studi Pada Mahasiswa
Fisip Universitas Islam “45” Bekasi
Johan Satria Putra.............................................................................................

373

Peran Pengetahuan Deklaratif Dan Prosedural Remaja Dalam Menentukan

Identitas Vokasional: Tinjauan Psikologi Kognitif Tentang Kematangan Karir
Pada Siswa Kelas XII Di Bekasi
Lucky Purwantini .............................................................................................

387

Ada Apa Dengan Budaya Riset Kita?
(Sebuah Tinjauan Sosiologis Dan Administrasi Publik)
Mita Widyastuti................................................................................................

397

Pengaruh Kebahagiaan Terhadap Gaya Pengasuhan Dimensi Emosi Pada Guru
Paud Berbasis Posdaya Di Kota Bekasi
Ratna Duhita Pramintari, Siti Nurhidayah .......................................................

411

Pengaruh Motivasi Divisi Karyawan Marketing Terhadap Tingkat Penjualan Di
PT. Sinar Griya Utama Bekasi

Syahyono..........................................................................................................

386

424

PERAN PENGETAHUAN DEKLARATIF DAN PROSEDURAL REMAJA
DALAM MENENTUKAN IDENTITAS VOKASIONAL: TINJAUAN
PSIKOLOGI KOGNITIF TENTANG KEMATANGAN KARIR PADA
SISWA KELAS XII DI BEKASI
Lucky Purwantini
Universitas Islam “45” Bekasi
Email: purwantini.lucky@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kematangan karir remaja dalam
menentukan identitas vokasional ditinjau dari pengetahuan deklaratif dan
prosedural. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Adapun subjek penelitian adalah siswa kelas XII
yang mengalami kebingungan dalam memilih jurusan di perguruan tinggi.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan observasi. Untuk
analisis data menggunakan teknik analisis data model interaktif. Penelitian ini
menemukan bahwa subjek mengalami kebingungan memilih jurusan karena
ketidakseimbangan antara pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural.

Kata kunci: Kematangan Karir, Pengetahuan Prosedural, Pengetahuan
Deklaratif, Identitas Vokasional

Abstract
The study aims to determine declarative and procedural knowledge and its roles
in adolescence‘s career maturity and vocational identity. Subject are six high
school students who do not take a decision yet about their major in college. The
study found that the subjects do not take a decision yet about their major in
college because there is an imbalance between declarative and procedural
knowledge.

Keyword: career maturity, declarative and procedural knowledge, vocational
identity

387


PENDAHULUAN
Kuantitas mata pelajaran SMA
yang tidak sebanding dengan
kuantitas
pilihan
jurusan
di
perguruan
tinggi
menyebabkan
mayoritas
siswa
Kelas
XII
mengalami
kebingungan
dalam
menentukan jurusan di perguruan
tinggi.

Kebingungan
mereka
menentukan jurusan di perguruan
tinggi disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu pertama, mereka tidak
mengetahui kemampuan diri sendiri.
Ketidaktahuan akan kemampuan diri
sendiri, termasuk minat dan bakat,
menyebabkan
mereka
memilih
jurusan dengan asal-asalan. Yang
seringkali terjadi adalah memilih
jurusan karena mengikuti teman,
padahal belum tentu jurusan yang
dipilih teman tersebut sesuai dengan
minat
mereka.
Faktor
kedua

penyebab
kebingungan
mereka
dalam menentukan jurusan di
perguruan tinggi
adalah mereka
tidak mengetahui apa yang dipelajari
di jurusan tersebut dan bagaimana
prospek kerjanya. Ketidaktahuan
mereka
menyebabkan
mereka
mengira-ngira
dan
seringkali
perkiraan mereka meleset jauh.
Ketiga, banyak di antara mereka
yang memilih jurusan karena
mengikuti keinginan orang tua.
Orang tua seringkali memaksakan

kehendak pada anaknya untuk
memilih
jurusan
tanpa
memperhatikan
minat
dan
kemampuan anaknya (Hamdani,
2014).
Faktor-faktor
tersebut
menimbulkan fenomena yang disebut
“salah
jurusan”,
yaitu
ketika
seseorang memiliki ketertarikan di
suatu bidang, tetapi memilih jurusan

388


di bidang lain, yang seringkali tidak
memiliki keterkaitan satu sama lain.
Mereka yang masuk dalam fenomena
ini
pun
terkadang
tidak
menyadarinya. Bagi mereka yang
menyadari bahwa mereka salah
memilih jurusan, mereka dihadapkan
pada kebimbangan: apakah berhenti
dari
jurusan
yang
sekarang
dijalaninya dan memilih jurusan
yang sesuai dengan minat dan
ketertarikan atau melanjutkan kuliah
di

jurusan
tersebut
dengan
pertimbangan waktu, tenaga, dan
biaya yang telah dan akan keluar.
Integrity
Development
Flexibility, salah satu biro psikologi
pendidikan di Pekanbaru, mencatat
bahwa terdapat 87% mahasiswa di
Indonesia yang salah memilih
jurusan di perguruan tinggi (Anwar,
2014).
Fenomena
tersebut
mengindikasikan bahwa banyak
mahasiswa yang tidak mengetahui
minat, bakat, kemampuan, serta
jurusan yang sesuai dengannya.
Kesalahan

memilih
jurusan
berimplikasi pada beberapa hal, di
antaranya mahasiswa menjadi tidak
termotivasi
dalam
mengikuti
kegiatan
perkuliahan,
yang
mengakibatkan indeks prestasi yang
diperoleh rendah, sehingga waktu
kuliah menjadi lama, sehingga
muncul istilah “mahasiswa abadi”.
Selain itu, kesalahan memilih jurusan
di
perguruan
tinggi
juga
mempengaruhi mahasiswa dalam

menentukan bidang kerja atau karir
setelah lulus kuliah (Hamdani, 2014).
McAuliffe, Zagora & Cramer
(Khasawneh, Khasawneh, Hailat, &
Jawarneh, 2007) menyatakan bahwa
individu yang tidak yakin dengan
arah karir mereka adalah individu
yang tidak memiliki identitas

vokasional
dan
mereka
tidak
memahami dunia kerja. Menurut
Holland, dkk (Khaswneh, dkk.,
2007), identitas vokasional adalah
gambaran jelas yang dimiliki
seseorang mengenai tujuan, minat,
bakat, dan kepribadiannya yang akan
membuatnya mengambil keputusan
dengan tepat dan percaya diri.
Memperhatikan kondisi yang
dikemukakan oleh Hamdani (2014)
dan McAuliffe, Zagora & Cramer
(Khasawneh,
dkk.,
2007),
menunjukan
bahwa
terdapat
kecenderungan mahasiswa tidak
memiliki gambaran tentang apa yang
akan dicapai dan dilakukan di masa
depan.
Terkait dengan pentingnya
memilih jurusan pada perguruan
tinggi yang menjadi pilihan siswa
kelas XII, maka menjadi penting
untuk
melihat
minat,
bakat,
kemampuan, dan jurusan sebagai
awal dari karir siswa. Siswa kelas
XII berada pada tahap perkembangan
remaja madya (15-18 tahun) yang
akan segera memasuki dunia
perguruan tinggi. Terdapat beberapa
tugas perkembangan yang harus
dicapai remaja, salah satunya adalah
memilih dan mempersiapkan karir
(Havighurst, 1985). Santrock (1996)
menyatakan bahwa salah satu hal
yang berperan penting dalam
pemilihan karir remaja adalah
perencanaan
dan
pengambilan
keputusan karir.
Pada masa remaja, individu
memasuki
tahap
perkembangan
kognitif operasional formal menurut
Piaget. Pada tahap operasional
formal, individu mulai berpikir
abstrak dan logis. Pada tahap ini,
remaja mulai mempelajari konsep
“tahu
tentang”
dan
“tahu
389

bagaimana”. Tahu tentang disebut
juga pengetahuan konseptual atau
pengetahuan deklaratif, sedangkan
tahu
bagaimana
disebut
juga
pengetahuan
prosedural.
Pengetahuan
deklaratif
adalah
pengetahuan yang terdiri dari
rangkaian jaringan konsep inti dalam
bidang
tertentu.
Sedangkan
pengetahuan
prosedural
adalah
pengetahuan mengenai langkahlangkah yang harus diambil untuk
memecahkan
masalah.
Terkait
dengan pengambilan keputusan karir,
pengetahuan deklaratif mencakup
pengetahuan tentang kemampuan diri
sendiri, termasuk minat, bakat, dan
kepribadian. Sedangkan pengetahuan
prosedural mencakup perencanaan
karir, eksplorasi karir, dan informasi
tentang dunia kerja, atau dalam
istilah Super (Sharf, 2007) disebut
kematangan karir. Menurut Savickas
(Powell & Luzzo, 1998), orang yang
memiliki tingkat kematangan karir
yang tinggi akan memperoleh
kesuksesan dan kepuasan dalam karir
karena mereka lebih menunjukkan
kesadaran pada proses pengambilan
keputusan karir, sering berpikir
mengenai
karir
alternatif,
menghubungkan perilaku mereka
saat ini ke tujuan masa depan, dan
memiliki tingkat kepercayaan diri
yang tinggi untuk mengambil
keputusan karir. Dengan demikian,
orang yang memiliki kematangan
karir akan
memiliki
identitas
vokasional.
Berdasarkan paparan di atas,
nampak
bahwa
permasalahan
pemilihan jurusan di perguruan
tinggi menjadi hal penting bagi siswa
kelas XII karena kesalahan memilih
jurusan
di
perguruan
tinggi

berimplikasi pada motivasi belajar
siswa tersebut ketika kuliah hingga
dapat
mempengaruhinya
dalam
menentukan bidang kerja atau karir
setelah lulus kuliah. Peneliti tertarik
meneliti tentang proses pemilihan
jurusan di perguruan tinggi dari
ranah psikologi kognitif, khususnya
pengetahuan
deklaratif
dan
procedural,
karena
dengan
mengetahui kedua jenis pengetahuan
itu, dapat membantu mereka untuk
memilih jurusan di perguruan tinggi
dengan tepat.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kematangan karir remaja
dalam
menentukan
identitas
vokasional ditinjau dari pengetahuan
deklaratif dan prosedural.
Identitas Vokasional
Identitas
vokasional
merupakan
bagian
dari
teori
pembentukan identitas dari Erik H.
Erikson,
tokoh
perkembangan
psikoseksual.
Teorinya
tersebut
berimplikasi kuat pada konsep dan
tahap-tahap teori perkembangan
karir. Menurut Erikson, identitas
merupakan struktur pemahaman
individu, mencakup pengendalian
diri, kebebasan dan keinginan,
konsistensi, koherensi, dan harmoni
antara nilai-nilai, keyakinan, dan
komitmen. Krisis identitas terjadi
ketika
seseorang
tidak
dapat
menentukan pilihan apa yang akan
dilakukannya di masa depan.

390

Holland, dkk (Khasawneh,
dkk., 2007) mendefinisikan identitas
vokasional sebagai gambaran jelas
yang dimiliki seseorang mengenai
tujuan,
minat,
bakat,
dan
kepribadiannya
yang
akan
membuatnya mengambil keputusan
dengan tepat dan percaya diri.
Smitina (2008) menyatakan bahwa
kegagalan
membentuk
identitas
vokasional yang stabil sering
menimbulkan keraguan karir.
Identitas vokasional terjadi
ketika individu mencapai kesesuaian
antara
pengetahuan
tentang
kepribadiannya
dengan
lingkungannya.
Ia
berkembang
melalui
pengamatan
kerja,
identifikasi orang dewasa yang
bekerja, lingkungan dan pengalaman
umum.
Brown
dan
Brooks
(Khasawneh,
dkk.,
2007)
menyatakan bahwa terdapat tiga
proses dalam pengambilan keputusan
karir, yaitu (1) pemahaman yang
jelas tentang diri sendiri, mencakup
bakat, minat, kemampuan, ambisi,
keterbatasan dan penyebabnya; (2)
pengetahuan tentang kualifikasi,
kondisi kesuksesan, keuntungan dan
kerugian, peluang kompensasi, dan
prospek pekerjaan; dan (3) penalaran
yang benar tentang hubungan
keduanya. Ketiga proses terebut
dapat membantu individu dalam
pengambilan
kepurusan
karir.
Apabila satu dari ketiga proses
tersebut tidak dilalui, individu tidak

akan memiliki gambaran yang jelas
tentang identitas vokasionalnya.
Apabila individu tidak mempunyai
identitas vokasional yang jelas, ia
tidak akan dapat membuat keputusan
yang tetap tentang pilihan karirnya
(Khasawneh, dkk., 2007).
Berdasarkan paparan teori di
atas, dapat disimpulkan bahwa
identitas vokasional adalah gambaran
jelas yang dimiliki individu tentang
dirinya sendiri, yang mana gembaran
tersebut dapat membantunya untuk
mengambil keputusan terkait karir.

3.

4.

Kematangan Karir
Crites, King, Ohler, Levinson,
dan Hays (Levinson, Ohler, Caswell,
& Kiewra, 1998) mendefinisikan
kematangan
karir
sebagai
kemampuan individu untuk membuat
pilihan karir yang sesuai, termasuk
kesadaran atas apa yang diperlukan
untuk membuat keputusan karir dan
tingkat realistis dan kokonsistenan
atas pilihan tersebut dari waktu ke
waktu. Super (Sharf, 2007; Levinson,
dkk., 1998) menyatakan bahwa
terdapat
beberapa
komponen
kematangan karir, yaitu:
1. Perencanaan
karir,
mencakup apa yang telah
mereka
lakukan
dan
pikirkan, perencanaan masa
depan, pemilihan perguruan
tinggi, dan ide tentang
jurusan di perguruan tinggi
yang potensial
2. Eksplorasi
karir,
yaitu
keinginan
untuk
391

5.

6.

mengeksplorasi
atau
mencari informasi tentang
karir
Pengambilan
keputusan,
yaitu kemampuan untuk
menggunakan
ppengetahuan
yang
diperoleh untuk membuat
perencanaan karir
Informasi tentang dunia
kerja,
mencakup
pengetahuan tentang tugastugas perkembangan yang
penting seperti eksplorasi
minat dan kemampuan,
bagaimana
individu
mempelajari
pekerjaan
mereka,
serta
alasan
beberapa orang pindah
pekerjaan
Pengetahuan
tentang
kelompok
pilihan
pekerjaan,
yaitu
pengetahuan
tentang
deskripsi
pekerjaan
mencakup tanggung jawab,
wewenang, tugas, kapasitas
pendidikan dan kepribadian
yang dibutuhkan.
Realistis, yaitu kecocokan
antara minat, bakat, dan
kemampuan
individu
dengan karir yang dipilih

Menurut Crite (Powell &
Luzzo, 1998; Patton & Creed, 2001),
terdapat dua dimensi kematangan
karir, yaitu dimensi kognitif dan
dimensi afektif. Dimensi kognitif
direpresentasikan oleh kompetensi
pilihan karir seperti kemampuan
pengambilan
keputusan
karir,
sedangkan dimensi afektif mencakup
sikap yang mengarah pada proses
pengambilan keputusan karir.

Orang yang memiliki tingkat
kematangan karir yang tinggi akan
memperoleh
kesuksesan
dan
kepuasan dalam karir karena mereka
lebih menunjukkan kesadaran pada
proses pengambilan keputusan karir,
sering berpikir mengenai karir
alternatif, menghubungkan perilaku
mereka saat ini ke tujuan masa
depan,
dan
memiliki
tingkat
kepercayaan diri yang tinggi untuk
mengambil
keputusan
karir
(Savickas dalam Powell & Luzzo,
1998).
Berdasarkan paparan di atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
kematangan karir adalah kemampuan
individu untuk mengambil keputusan
terkait karir yang disesuaikan dengan
identitas vokasionalnya.
Pengetahuan
Prosedural

Deklaratif

dan

Dalam
ranah
psikologi
kognitif, pengetahuan deklaratif dan
prosedural menjadi bagian dari
ingatan. Menurut Atkinson dan
Shiffrin (dalam Solso, Maclin, &
Maclin, 2007), ingatan memiliki tiga
area penyimpanan, yaitu ingatan
sensori, ingatan jangka pendek, dan
ingatan jangka panjang. Pengetahuan
deklaratif dan produral berada dalam
ingatan jangka panjang.
Pengetahuan deklaratif adalah
pengetahuan yang terdiri dari
rangkaian jaringan konsep inti dalam
bidang tertentu. Pengetahuan ini
tidak
disadari
hingga
terjadi
pengambilan
kembali
informasi
dengan tanda seperti pertanyaan.
392

Tanda yang diberikan hanya akan
mengarah pada sebagian kecil
informasi yang tersedia. Pengetahuan
deklaratif
membutuhkan
atensi
langsung (Berge & Hezewijk, 1999).
Pengetahuan
deklaratif
adalah
pengetahuan yang kita sadari dan
kita ketahui.
Pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan mengenai langkahlangkah yang harus diambil untuk
memecahkan
masalah.
Jenis
pengetahuan ini mengarah pada
kegiatan fisik seperti berenang dan
(sebagian) keterampilan kognitif
seperti bermain catur. Pengetahuan
ini sangat sulit ditunjukkan secara
verbal. Satu-satunya cara untuk
menunjukkan keberadaannya adalah
melalui
performa
(Berge
&
Hezewijk,
1999).
Pengetahuan
prosedural memiliki peran yang
signifikan dalam membuat struktur
konsep
dan
mendapatkan
pengetahuan
deklaratif.
Ia
berhubungan dengan perubahan
performa
dalam
pengetahuan,
keahlian,
dan
tugas-tugas.
Pengetahuan prosedural menjelaskan
bagaimana
sebuah
tindakan
dilakukan dengan kerangka prosedur
yang jelas (Yilmaz & Yalcin, 2012).
Pengetahuan prosedural dan
pengetahuan
deklaratif
saling
berhubungan (Yilmaz & Yalcin,
2012). Penggunaan kedua jenis
pengetahuan ini secara bersamaan
dapat meningkatkan pendidikan

(Willingham, Nissen & Bullemer
dalam Yilmaz & Yalcin, 2012).

data), dan kesimpulan/verifikasi
(Miles & Huberman, 1994).

Berdasarkan paparan di atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
pengetahuan
prosedural
dan
deklaratif adalah bagian dari proses
kognitif
individu
yang
dapat
membantunya untuk mengambil
keputusan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE
Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Dalam pengambilan
sampel, teknik sampling yang
digunakan
adalah
purposive
sampling. Teknik ini digunakan
karena
pemilihan
subjek
dan
informan penelitian didasarkan atas
ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang
dipandang mempunyai sangkut paut
yang erat dengan ciri-ciri atau sifat
populasi yang memenuhi tujuantujuan yang telah ditetapkan (Azwar
dalam Herdiansyah, 2007). Adapun
ciri-ciri subjek penelitian ini adalah
siswa Kelas XII yang mengalami
kebingungan dalam menentukan
identitas
vokasionalnya.
Subjek
berjumlah enam orang yang berasal
dari beberapa SMA di Bekasi.
Pengumpulan
data
dalam
penelitian ini menggunakan teknik
wawancara dan observasi. Untuk
menganalisis data yang didapat,
digunakan teknik analisa data model
interaktif dari Miles & Huberman
(1994). Analisis model ini terdiri dari
reduksi data, penyajian data (display

393

Berdasarkan
temuan
penelitian, diketahui bahwa keenam
subjek memiliki kebingungan dalam
menentukan jurusan kendati mereka
sudah memiliki ketertarikan pada
jurusan tertentu. Salah satu faktor
yang
menyebabkan
mereka
mengalami kebingungan tersebut
adalah
karena
tidak
adanya
kesepakatan dengan orang tua
tentang
jurusan
yang
ingin
dipilihnya, kendati ada subjek yang
orang tuanya mendukung apapun
pilihannya. Walau demikian, subjek
tersebut
masih
mengalami
kebingungan.
Penelitian juga menemukan
bahwa keenam subjek memiliki
prestasi non akademik, yang mana
prestasi tersebut lebih terkait dengan
kegiatan
ekstrakurikuler
yang
diikutinya di sekolah. Perolehan
prestasi di bidang tertentu dapat
membuat
individu
mengetahui
kemampuan dirinya. Pada subjek,
prestasi yang diraihnya, baik secara
akademis maupun non akademis
membuat mereka mengetahui potensi
apa yang dimilikinya. Pengetahuan
tentang kemampuan diri tersebut
menggambarkan
bahwa
subjek
memiliki pengetahuan deklaratif.
Menurut Berg & Hezewijk
(1999),
pengetahuan
deklaratif
adalah pengetahuan yang terdiri dari

rangkaian jaringan konsep inti dalam
bidang tertentu. Pengetahuan ini
tidak
disadari
hingga
terjadi
pengambilan
kembali
informasi
dengan tanda seperti pertanyaan.
Tanda yang diberikan hanya akan
mengarah pada sebagian kecil
informasi yang tersedia. Pengetahuan
deklaratif
membutuhkan
atensi
langsung. Pada subjek, pengetahuan
deklaratif diantaranya
diperoleh
melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang dipilihnya sendiri. Walaupun
ada orang tua subjek yang
menyarankan
subjek
untuk
mengambil ekstrakurikuler lain,
tetapi subjek tidak mengikuti pilihan
orang tuanya tersebut karena subjek
tidak
memiliki
minat
dalam
ekstrakurikuler tersebut. subjek tidak
menyadari apa
yang menjadi
minatnya hingga disodori daftar
kegiatan ekstrakurikuler. Ketika
memilih kegiatan ekstrakurikuler,
subjek akan bertanya pada diri
sendiri apa yang menjadi minatnya.
Minat adalah sesuatu yang membuat
individu tertarik. Dari ketertarikan
itu, subjek memilih ekstrakurikuler
yang diikutinya.
Pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan mengenai langkahlangkah yang harus diambil untuk
memecahkan
masalah.
Jenis
pengetahuan ini mengarah pada
kegiatan fisik seperti berenang dan
(sebagian) keterampilan kognitif
seperti bermain catur. Pengetahuan
ini sangat sulit ditunjukkan secara
verbal. Satu-satunya cara untuk
394

menunjukkan keberadaannya adalah
melalui performa (Berg & Hezewijk,
1999). Terkait dengan pengambilan
keputusan
karir,
pengetahuan
prosedural mencakup perencanaan
karir, eksplorasi karir, dan informasi
tentang dunia kerja, atau dalam
istilah Super (Sharf, 2007) disebut
kematangan karir.
Berdasarkan temuan penelitian,
diketahui bahwa mayoritas subjek
mengalami
kebingungan
dalam
menentukan
jurusan
dan
ketidaksamaan pilihan jurusan antara
subjek dan orang tua menjadi
penyebab terbanyak. Menurut Hartaji
(2010), terdapat beberapa faktor
yang membuat anak mengikuti
pilihan orang tua, yaitu pertama,
adanya penyesuaian sehingga subjek
menyesuaikan dengan keinginan dari
luar untuk membahagiakan orang
tuanya. Kedua, karena merupakan
pilihan orang tua. Ketiga, adanya
pengetahuan dari lingkungan sekitar
mengenai sisi positif perkuliahan
subjek seperti kemudahan dalam
mendapatkan pekerjaan dan masa
depan
yang terjamin. Namun
demikian, subjek masih memiliki
kebingungan karena jurusan yang
diinginkan orang tuanya tidak sesuai
dengan minatnya kendati ada
informasi tentang prospek kerja
jurusan yang diinginkan orang
tuanya.
Penyebab
kebingungan
selanjutnya adalah subjek tidak
memiliki gambaran tentang jurusan
yang ingin dimasukinya.

Pada dua faktor penyebab
tersebut, beberapa subjek tidak
mencari informasi tentang prospek
kerja jurusan yang ingin dipilihnya.
Mereka tidak bertanya pada guru
Bimbingan
dan
Konseling
dikarenakan merasa tidak dekat
dengan guru BK dan guru tersebut
sering tidak ada di ruangan.

Hamdani, R.U. (2014). Salah
jurusan: Tentukan pilihan,
temukan
tujuan.
Jakarta:
TransMedia Pustaka.

Berdasarkan
temuan
penelitian
dan
diskusi,
dapat
disimpulkan bahwa subjek memiliki
pengetahuan deklaratif, tetapi mereka
tidak
memiliki
pengetahuan
prosedural.
Ketidakseimbangan
pengetahuan tersebut menyebabkan
subjek
mengalami
kebingungan
dalam memilih jurusan. Bagi peneliti
lain
yang tertarik
melakukan
penelitian tentang pemilihan jurusan
dan mekanisme kognitif, hendaknya
menambahkan instrumen penelitian
seperti tes minat dan bakat agar
didapatkan
hasil
yang
lebih
komprehensif.

Havighurst, R. J. (1985). Human
development & education.
Surabaya: Sinar Jaya.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. (2014). Kampus-kampus
pilihan yang memudahkanmu
dapat
kerja.
Yogyakarta:
Laksana.
Berge, T. T & Hezewijk, V. R.
(1999).
Procedural
and
declarative knowledge: An
evolutionary
perspective.
Theory & Psychology 9(5):
605-624.

395

Hartaji, R.D.A. (2010). Motivasi
berprestasi pada mahasiswa
yang berkuliah dengan jurusan
pilihan orang tua. Jurnal
Ilmiah Psikologi 7(2): 1-17

Herdiansyah, H. (2007). Kecemasan
dan strategi coping wanita dan
waria
pelacur.
Tesis.
Yogyakarta:
Universitas
Gadjah
Mada
(tidak
diterbitkan).
Khasawneh, S., Khasawneh, L.,
Hailat, S., & Jawarneh, M.
(2007). University students‟
readiness for the national
workforce:
A
study
of
vocational identity and career
decision-making. Mediteranian
Journal of Educational Studies
121(1): 27-42.
Levinson, E.M., Ohler, D.L.,
Caswell, S., Kiewra, K. (1998).
Six
approaches
to
the
assessment of career maturity.
Journal of Counseling and
Development 76(4): 475-482.
Miles, M. B & Huberman, A. M.
(1994).
Qualitative
data
analysis:
An
expanded
sourcebook. Thousand Oaks:
Sage Publication.

Patton, W. Creed, P.A. (2001).
Developmental issue in career
maturaty and career decision
status.
The
Career
Development Quarterly 49(4):
336-352.
Powell, D.F., Luzzo, D.A. (1998).
Evaluating factors associated
with the ccareer maturity of
high school students. The
Career Development Quarterly
47(2): 145-159.
Sharf, R. S. (2007). Applying Career
Development
theory
to
counseling. New Zealand:
Thomson Wadsworth.
Santrock, J.W. (1996). Adolescence:
Perkembangan
remaja.
Jakarta: Erlangga.

396

Smitina, A. (2008). Student‟s Risk to
Drop Out and Relation to
Vocational Identity. Journal of
Management Education 1(1):
17-27.
Solso, R.L., Maclin, O.H., & Maclin,
M.K.
(2007).
Psikologi
Kognitif. Jakarta: Erlangga.
Yilmaz, I., Yalcin, N. (2012). The
relationship of procedural and
declarative
knowledge
of
science teacher candidates in
Newton‟s Laws of Motion to
underrstanding.
American
International
Journal
of
Contempory Research 2(3): 5057

397