MODEL ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR GAS

89

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Analisa kecelakaan kereta api yang di rekomendasikan pemasangan automatic
train protection. Dari 7 kejadian kecelakaan kereta api dapat disimpulkan
penyebab kecelakaan sebagai berikut:
a. Kecelakaan tabrakan di stasiun Ketanggungan antara KA 146 Empu Jaya
dengan KA 153 Gaya Baru Malam. Terjadi pelanggaran sinyal oleh KA
146 Empu Jaya dengan penyebab kecelakaan, tidak berfungsi maksimal
sistem pengereman disebabkan oleh stop kock valve tertutup. Sehingga
penyebab kecelakaan tersebut adalah faktor teknis sarana perkeretaapian
b. Kecelakaan tabrakan di stasiun Tanjung Barat antara KRL 585 dengan
KRL 583. Terjadi pelanggaran sinyal oleh KRL 583 dengan penyebab
kecelakaan, adanya gangguan sistem persinyalan dan alat komunikasi.
Sehingga penyebab kecelakaan tersebut adalah faktor teknis prasarana dan
sarana perkeretaapian.
c. Kecelakaan tabrakan di stasiun Jatinegara antara KRL 423 dengan
lokomotif CC 201 01/R. Terjadi pelanggaran sinyal oleh lokomotif CC 201

01/R dengan penyebab kecelakaan, Masinis melanggar sinyal karena tidak
memahami sistem persinyalan di Jabotabek. Sehingga penyebab
kecelakaan tersebut adalah faktor sumber daya manusia.
d. Kecelakaan tabarakan di stasiun Kemayoran antara KRL 421 dengan KA
1001. Terjadi pelanggaran sinyal oleh KA 1001 dengan penyebab, masinis
terlambat dalam melakukan pengereman karena masinis tidak memahami
sistem persinyalan. Sehingga penyebab kecelakaan tersebut adalah faktor
sumber daya manusia.
e. Kecelakaan tabrakan di stasiun Petarukan antara KA 116 Tawang Jaya
dengan KA Argo Bromo. Terjadi pelanggaran sinyal oleh KA Argo Bromo
dengan penyebab, masinis lalai dalam mengoperasikan kereta api

90

melanggar sinyal tidak aman. Sehingga penyebab kecelakaan tersebut
adalah faktor sumber daya manusia.
f. Kecelakaan tabrakan di stasiun Langen antara KA 174 Kutojaya dengan
KA 103 Mutiara Selatan. Terjadi pelanggaran sinyal oleh KA 103 Mutiara
Selatan dengan penyebab, masinis terlambat melakukan pengereman
karena koordinasi antara masinis, asisten masinis dan Pengontrol kereta

(PK) tidak dilakukan dengan baik. Sehingga faktor penyebab kecelakaan
tersebut adalah faktor sumber daya manusia.
g. Kecelakaan tabrakan di stasiun niru antara KA SCT 2A dengan KA BBR
21. Terjadi pelanggaran sinyal KA SCT 2A dengan penyebab, masinis lalai
karena kelelahan kerja dinas 15 jam. Sehingga faktor penyebab kecelakaan
tersebut adalah faktor sumber daya manusia.
2.

Automatic train protection (ATP) induksi mempunyai kinerja berdasarkan
induksi magnet yang dapat berfungsi jika ada medan magnet lainnya.
Penerapannya perlu adanya sepasang perangkat ATP induksi yang diletakkan
pada prasarana (diarea jalur kereta api) dan dipasang pada sarana kereta api
(lokomotif).

3.

Sistem ATP di Jerman dengan jenis PZB 90 merupakan sistem operasi yang
handal dengan hasil meningkatnya keselamatan yang terjadi di Jerman. PZB
90 mempunyai sistem kontrol :
a. Adanya pemberitahuan awal terhadap masinis saat melewati aspek sinyal

tidak aman dan pemberitahuan tersebut perlu ditindaklanjuti oleh masinis
b. Melakukan pengawasan kecepatan kereta api di depan sinyal masuk saat
sinyal beraspek tidak aman.
c. Melakukan pengawasan terhadap kereta dengan kecepatan maksimum.

4.

Sistem ATP yang direncanakan merupakan hasil dari analisa jenis PZB 90
dengan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 tahun 2014..
Beberapa lokomotif dilakukan perencanaan terhadap lokasi penempatan
komponen – komponen pendukung automatic train protection.

91

6.2 Saran
1. Perlu adanya peningkatan sistem pengereman pada sarana perkeretaapian
untuk meningkatkan keselamatan.
2.

Saran yang direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya berdasarkan hasil

penelitian ini adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut berkaitan dengan
sistem

pengereman

perkeretaapian

kereta

api

untuk

meningkatlkan

keselamatan

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

MODEL KONSELING TRAIT AND FACTOR

0 2 9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

2 5 46

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

11 75 34

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62