EVEKTIVITAS DALAM PEMBANGUNAN RUMAH SUSU

FANADA SALSABIILA ARISENO
08211540000054
EVEKTIVITAS DALAM PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI
KOTA SURABAYA
Pudjawan (2004) menjelaskan bahwa proyek pemerintah adalah proyek–proyek yang
dibangun baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang tidak semata-mata
berorientasi pada keuntungan secara material, tetapi lebih ditekankan pada kesejahteraan
masyarakatnya. Perumahan rakyat, termasuk salah satunya yang termasuk dalam empat
klasifikasi proyek pemerintah menurut Pudjawan. Proyek pembangunan Rusunawa misalnya,
dibangun dengan tujuan utama yaitu mengatasi pemukiman kumuh, namun disisi lain juga
bermanfaat sebagai peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat dan pemerintah kota. Menurut
UU no.16 Tahun 1985 dan PP no.4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, disebutkan bahwa Rumah
Susun adalah gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,
terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bagian bersama, benda bersama
dan tanah bersama. Sedangkan yang dimaksud rumah susun sederhana sewa (rusunawa) adalah
rumah susun sederhana yang kepemilikannya dengan sistem sewa.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ledakan penduduk yang sangat
tinggi. Hal tersebut berpengaruh pada kegiatan penyediaan hunian yang layak, karena tentu saja
pada dasarnya semua orang ingin tinggal di rumah tunggal. Namun sayangnya, luas tanah yang

di miliki Indonesia tidak akan cukup apabila pemerintah menuruti keinginan masyarakatnya
untuk memiliki rumah tunggal dikarenakan lahan yang ada di Indonesia tidak semuanya di
peruntukkan untuk dibangunnya permukiman. Belum lagi nilai jual tanah maupun rumah yang
semakin menjulang tinggi dari tahun ke tahun berikutnya. Untuk menyediakan perumahan layak
huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pembangunan Rumah Susun Sederhana (Rusuna)
baik yang sewa (Rusunawa) maupn yang milik pribadi (Rusunami) merupakan salah satu solusi
dalam penyediaan hunian secara vertikal sehingga lahan yang dimiliki oleh pemerintah dapat
dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

Di dalam prespektif pembangunan ekonomi perkotaan di Indinesia, pembangunan
Rusunawa bisa dikatakan sebagai salah satu solusi dalam penyediaan permukiman layak huni
bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rusunawa seharusnya mampu membantu
perkotaan dalam penyediaan hunian yang layak untuk warganya. Tidak terkecuali di Kota
Surabaya. Wali Kota Surabaya, Ibu Risma juga gencar dalam pembangunan rusunawa di Kota
Surabaya. Hal tersebut dikarenakan banyak penduduk Kota Surabaya masih tinggal di daerah
yang tidak layak atau memang bukan peruntukannya sebagai permukiman (warga asli surabaya
yang terkena gusuran), salah satu contohnya adalah masyarakat yang tinggal di daerah bataran
sungai Kali Jagir dimana sebagian warga yag telah terkena gusuran di pindahkan ke Rusunawa
Tanah Merah.
Bu Risma merencanakan pembangunan enam rusun lagi yang berada di daerah

Jambangan, eks-Pompa Kalidami, Tambak Osowilangun, Kedung Cowek, dan Keputih dalam
rangka pemenuhan indikasi program yang dicantumkan dalam RPJMD Kota Surabaya tahun
2016-2021 dimana selain itu minat warga Kota Surabaya juga sangat tinggi (±1500 KK
mengantre untuk mendapat rusunawa). Di dalam RPJMD Kota Surabaya tahun 2016-2021
disebutkan bahwa “dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tinggal yang layak huni bagi
masyarakat berpenghasilan rendah, hingga tahun 2015 Pemerintah Kota Surabaya telah
menyediakan 78 blok Rumah Susun Sederhana Sewa pada 14 lokasi yang tersebar di beberapa
wilayah di Kota Surabaya yaitu Rusun Dupak Bangunrejo, Rusun Sombo, Rusun Urip
Sumoharjo, Rusun Penjaringan Sari, Rusun Wonorejo, Rusun Waru Gunung, Rusun Randu,
Rusun Tanah Merah, Rusun Grudo, Rusun Pesapen, Rusun Jambangan, Rusun TPI/PPI
Romokalisari, Rusun Siwalankerto, dan Rusun Bandarejo dengan total keseluruhan blok 78.”
Untuk pembangunan rusun di Kota Surabaya Bu Risma juga telah memprsiapkan dana yang
bersumber dari dana APBN dan APBD dimana diperkirakan untuk membangun satu rusun akan
disiapkan dana sebesar 10 milyar. Pemerintah pusat saat ini juga sangat mendukung
pembangunan rumah susun di setiap daerah di Indonesia. Direktur Rumah Swadaya Kementrian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera), Raden Joni Subrata mengatakan
pemerintah mempermudah proses izin pembangunan rumah susun sebagai salah satu penyediaan
layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Lalu dari pernyataan di atas apakah pembangunan rusunawa di Surabaya sudah efektif?
Dikutip dari pernyataan R. Lisa Suryani dan Amy Marisa mengenai kendala-kendala secara garis


besar dalam pengadaan perumahan kota dengan peran serta masyarakat berpenghasilan rendah
antara lain:
1. Kendala pembiayaan
“Hampir seluruh negara berkembang memiliki kemampuan ekonomi nasional yang
rendah atau sangat rendah. Sebagian besar anggaran biaya pemerintah yang tersedia
untuk pembangunan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang menunjang perbaikan
ekonomi seperti industri, pertanian, pengadaan infrastruktur, pendidikan, dll.
Sementara itu harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin
jauh di bawah harga rumah yang termurah sekalipun.” Maka dari itu rusunawa hadir
sebagai pemecah dari persoalan di atas. Jika di tinjau dari peraturan walikota no 14 tahun
2013 harga sewa rusunawa di Kota Surabaya hanya berkisar mulai dari Rp 22.000,- hingga Rp
87.000 rupiah saja masyarakat erpenghasilan rendah (MBR) sudah dapat menyewa jika
mengingat kriteria MBR adalah masyarakat yang berpenghasilan kurang dari Rp 2.000.000,terbilang masih mampu bila memenuhi harga sewa yang ringan tersebut.
2. Kendala ketersediaan dan harga lahan
“Lahan untuk perumahan semakin sulit di dapat dan semakin mahal, di luar jangkauan
sebagian besar anggota masyarakat. Meskipun kebutuhan lahan sangat mendesak,
terutama untuk pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, usahausaha positif dari pihak pemerintah di negaranegara berkembang untuk mengatasi
masalah tersebut belum terlihat nyata. Mereka cenderung menolak kenyataan bahwa
masyarakat berpenghasilan rendah memerlukan lahan untuk perumahan dalam kota

dan mengusahakan lahan untuk kepentingan mereka.” Masyarakat berpenghasilan rendah
(mbr) tidak perlu khawawatir dalam persoalan di atas. Apabila mereka menyewa di
Rusunawa, mereka hanya membayar harga sewanya kamarnya saja tidak untuk menyewa
tanahnya.
3. Kendala ketersediaan prasarana untuk perumahan
“Ketersediaan prasarana untuk perumahan seperti jaringan air minum, pembuangan
air limbah, pembuangan sampah dan transportasi yang merupakan persyaratan
penting bagi pembangunan perumahan. Kurangnya pengembangan prasaranan,
terutama jalan dan air merupakan salah satu penyebab utama sulitnya pengadaan
lahan untuk perumahan di daerah perkotaan.” Hal ini juga dapat dibuktikan bahwa setiap

pembangunan rusunawa selalu disertai dengan ketersediaan jaringan utilitasnya, karena
rusunawa adalah milik pemerintah maka dari itu pembangunan yang dilakukan pastinya
sesuai standar nasional Indonesia (SNI).
Lalu apabila ditinjau dari pernyataan Yudohusodo (1991), dalam membangun rumah
sewa perlu diperhatikan beberapa aspek yaitu aspek ekonomi, lingkungan, tanah perkotaan, dan
investasi pembangunan. Hal tersebut memang harus dipertimbangkan dalam saat pemerintah
membangun mauun saat masyarakat yang ingin menyewa. Namun hal itu akan berbeda apabila
dirasakan dari masyarakat yang terkena penggusuran dan langsung di relokasi sesuai rusun yang
telah di sediakan.

Apabila kita menyangkut pautkan dalam ke evektivitasan dalam pembangunan rusun di
Kota Surabaya menurut saya pribadi sudah efektif secara pendekatan masyarakat akan minatnya.
Namun juga dapat dipandang belum efektif apabila ditinjau dari kerugian biaya pembangunan
rusunawa terhadap harga sewa yang diberikan. Memang perlu waku yang sangat lama bagi
pemerintah untuk membalikkan modal ± 10 milyar tesebut dalam jangka waktu 5 tahun. Namun
apabila ditinjau dari fungsi Rusunawa adalah sebagai penyedia rumah susun sederhana sewa bagi
masyarakat menengah ke bawah, tentu saja kerugian tersebut juga dapat menjadi keuntungan,
karena program pemerintah dalam menyediakan rumah bagi masyarakat menengah ke bawah
bisa teratasi dari pembangunan Rusunawa tersebut. Selain itu pengembalian modal juga dapat
dimanfaatkan di dalam Rusunawa itu sendiri dengan membuka sentra UKM dimana juga dapat
mengurangi tingkat pengangguran bagi masyarakat menengah ke bawah.
SUMBER:
1.

Peraturan Walikota Surabaya Nomor 14 Tahun 2013 tentang Tarif Sewa Rumah Susun
Sederhana Sewa Wonorejo, Penjaringansari II, Randu, Tanah Merah Tahap 1, Tana Merah
Tahap II, Penjaringansari III, Grudo, Pesapen, dan Jambangan di Kota Surabaya;

2.


Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 10 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kota Surabaya Tahun 2016-2021;

3.

Editorial Buletin Cipta Karya, Edisi 12/Tahun VIII/Desember 2010;

4.

Buku Saku Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta, Oktober 2011. Hal. 88.

5.

Tribuntechno,v 2016, tahun 2017 Pemkot Surabaya Bangun 6 Rumah Susun Ini Lokasinya,
http://surabaya.tribunnews.com/2016/12/20/tahun-2017-pemkot-surabaya-bangun-6rumah-susun-ini-lokasinya (diakses tanggal 13 Desember 2017).

6.

Administrator Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia, 2017, Izin Pembangunan Rumah
Susun Dipermudah, http://www.rei.or.id/newrei/berita-izin-pembangunan-rumah-susundipermudah.html (diakses tanggal 13 Desember 2017).


7.

Ayu, Ratih. Tanpa Tahun. Analisis Manfaat Biaya Pembangunan Rumah Susun Sederhana
Kali Kedinding – Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

8.

R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, Aspek-aspek yang mempengaruhi Masalah Permukiman
di perkotaan, www.usu.ac.id (diakses tanggal 13 Desember 2017).