PENATALAKSANAAN TRANSPORTASI PASIEN DARI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) KE INSTALASI RAWAT INTENSIF (IRI) DI RUMAH SAKIT DR.SOERADJI TIRTONEGORO (RSST) KLATEN
PENATALAKSANAAN TRANSPORTASI PASIEN DARI INSTALASI GAWAT
DARURAT (IGD) KE INSTALASI RAWAT INTENSIF (IRI) DI RUMAH SAKIT
DR.SOERADJI TIRTONEGORO (RSST) KLATEN
ABSTRACT
Daryani *
Patients transportations need are carefuly planning and a tight attntion. It may
caused some troubles for the patients live. The principles for a save and an effective
patients transportation with critical conditions are need same good plannings and
comunications a stabil conditiion of patients,properly medical persons and equipments
also a resonable resusitation drugs.
This research is aim to get some realizations picture of patients transportation
from emergency care instalation to intensive care instalation in RSUP Dr Soeradji
Tirtonegoro Klaten, from communications, stabilization, medical persons, equipments
data collected by observations and interview. The research done from March to April
2011.
The resulth of this resarch concluded that the communications done to get some
confirmations for the place and the equipments some medical diagnoses information , the
actions has been done and the follow upion, also the informations for the patient
departure. Stabilization done by vital sign inspections before and after the patients
departure. The communication and stabilization done by hospitals prosedures according
to the standard of critical patients transportations procedures. The medical accompanier if
the patient were in a stabil condition the patient transported with the functionary and a
nurse with PPGD or BTCLS sertification. But if the patient were not in a stabil condition
yet. The patient transported with the doctor who take care of the patient. The medical
accompanier cosen by hospitals procedures. The carried equipment and resusitation drug
are ambubag and oxigen tube. The equipment carried appropriated with the patient
conditions and the distance between IRD to the nearest IRI. The person who is a medical
fungtionary and the equipments also the resusitation drugs were not appropriated to the
patients with critical conditions transportation procedures yet.
Key words: Intra mural transportasion, Transportaion of patient
*Dosen Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten
A. LATAR BELAKANG
Prinsp umum transportasi pasien yang aman dan efektif membutuhkan
keputusan secara hati-hati bibuat mengikuti kondisi pasien yaitu kondisi stabil
pasien, tingkatan prioritas, kebutuhan perawatan selama perjalanan, kelayakan
pengantar dan kelayakan peralatan (Sargo, 2002).
Selama transportasi tidak mustahil muncul keadaan atau kondisi yang
menyebabkan proses transportasi tidak aman. Adapun factor-faktor yang dapat
menyebabkan transportasi pasien yang tidak aman, antara lain : kesulitan dalam
penyediaan alat untuk pelaksanaan life support, kerusakan/trauma/cidera multiple
pada pasien, toleransi yang jelek pada pemindahan pasien terhadap gangguan
maupun getaran, keadaan lingkungan atau jalan yang tidak mendukung selama
transportasi, kurangnya skill dan kurangnya koordinasi antar petugas (Parillo, 2004).
Menurut Green (2003), kemungkinan komplikasi yang terjadi selama
transportasi pasien antara lain : 1) pada system respirasi terjadi gangguan ventilasi,
oksigenasi dan asam basa. 2) pada pasien kardiovaskuler terjadi perubahan tekanan
darah dan gangguan irama. 3) pada peralatan berubahnya posisi tube, line, drain. 4)
perubahan status neurologi dan kematian selama traansportasi.
Pedoman transportasi merekomendasi bahwa semua rumah sakit
mempunyai sebuah protap terhadap transportasi dalam rumah sakit antar rumah sakit
yang dikembangkan oleh sebuah tim multidisiplin. Perencanaan prosedur ini
mencakup komunikasi dan koordinasi sebelum transportasi, personel, peralatan
monitoring selama transportasi dan pendokumentasian. Perencanaan akan dievaluasi
dan diperbaiki secara teratur menggunakan standar kualitas proses pengembangan
(Parillo, 2004)
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten merupakan
salah satu rumah sakit rujukan di Kabupaten Klaten. Pelayanan gawat darurat di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) didukung ketenagaan 8 dokter umum, 27 perawat
dengan sertifikasi PPGD 14 orang, BTCLS 2 orang, 6 bidan serta petugas penerima
dan pengantar pasien (perawat bayangan) 11 orang.
Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan transportasi pasien gawat dari
IGD ke Instalasi Rawat Intensif (IRI) didapatkan data antara lain : sebelum
transportasi dilakukan stabilisasi dan komunikasi, transportasi dilakukan oleh
petugas pekarya yang didampingi 1 orang perawat tanpa ketentuan sertifikasi
keahlian khusus, peralatan resusitasi yang dibawa berupa ambubag.
Berdasarkan hasil observasi dilapangan maka peneliti tertarik untuk
mengungkap lebih dalam tentang penata laksanaan transportasi pasien dari IGD ke
IRI di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang sebagian belum sesuai dengan
pedoman transportasi pasien gawat, baik mengenai komunikasi, stabilisasi pasien,
personel serta peralatan dan obat resusitasi yang dibawa selama transportasi.
B. METODE DAN BAHAN
Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental yang menggunakan
rancangan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif dimaksudkan untuk mengkaji secara mendalam tentang penatalaksanaan
transportasi pasien dari IGD ke IRI di RSUP Dr. Suradji Tirtonegoro Klaten.
Variabel penelitian ini adalah variabel tunggal yakni penatalaksanaan transportasi
pasien dari IGD ke IRI di RS Dr. Suradji Tirtonegoro Klaten. Adapun yang menjadi
sampel penelitian ini adalah : perawat pelaksana ruang IGD yang mengantar pasien
dari IRD ke IRI.
C. HASIL PENELITIAN
Tabel 1
Karakteristik Subjek Penelitian
No
Umur
1
2
3
< 30 th
31-40 th
>40 th
Jumlah
2
Jumlah
%
10
2
14 %
14
No
Pendidikan
1
2
3
D III Keperawatan
S1 keperawatan
DIII kebidanan
Jumlah
Jumlah
No
Kompetensi
1
2
PPGD
BTCLS
100%
%
11
1
2
78,7 %
7,1 %
14,2 %
14
100 %
Jumlah
8
4
72 %
14 %
%
57,3 %
28,5 %
3
APN
2
14,2 %
Jumlah
14
100 %
Stabilisasi dalam melakukan transportasi
No
1
2
3
4
5
6
7
Stabilisasi
Ya
Jalannafasbersih terpasang ET
Bernafasspontan
Pernafasanteratur
`
Nadikuatdanteratur
Perdarahansudahberhenti
Terpasangfixasi pada fraktur
Tekanandarahstabil
Tidak
13 (92,8%)
9 (63,9%)
12 (85,7%)
12 (85,7%)
12 (85,7%)
12 (85,7%)
11 (78,7%)
1 (7,2%)
5 (36,1%)
2 (14,3%)
2 (14,3%)
2 (14,3%)
2 (14,3%)
3(21,3%)
Personil yang mendampingi transportasi
No
1
2
3
4
Personil
Ya
Tidak
Selamatransportasididampingidokter3(21,3%)11 (78,7%)
Selamatransportasididampingiperawat14 (100%)0
KompetensidokterACLS
3(21,3%) 11 (78,7%)
Kompetensiperawatpelatihan gadar
13 (92,8%) 1 (7,2%)
Peralatan dan obat yang dibawa
No
Peralatan dan obat
Ya
Tidak
1
Selamatransportasimembawa monitor14 (100%) 0
Tekanan darah
2
Selamatransportasimembawa monitor
5 (36,1%)
9 (63,9%)
Pilse oksimetri
3
Selamatransportasimembawaambubag 13 (92,8%)
1 (7,2%)
4
Tabung O2dengan cadangan cukup
14 (100%)
0
5
Membawalignocain, atropin dan epineprin8 (57,8%)
6 (42,8%)
6
Membawa sedative dananalgetiknarkotik 7 (50%)
7 (50%)
7
Membawacairan intra vena dengansyiringe14 (100%)
0
pumpatau infuse pump
Keamanan selama transportasi
No
1
2
3
4
Keamanan pasien
Ya
Tidak
Savety belt terpasangdenganbaik
11 (78,7%) 3(21,3%)
Restrain terpasangdenganbaik
13 (92,8%) 1 (7,2%)
Brankardlayakuntukmengangkutpasien12 (85,7%) 2 14,3%)
Ruteamanuntukdilewati10 (71,%)
4 (29,%)
Monitor keadaan pasien selama transportasi
No
1
2
3
Monitor keadaan pasien
Ya
Tidak
Perawatmengajakkomunikasipasien10 (71,%)4 (29,%)
Perawatmenanyakankeadaanpasien
6 (42,8%)8 (57,8%)
Perawatmemberitahubilasudahsampai ICU12 (85,7%) 2 14,3%)
Pelaksanaan komunikasi sebelum transportasi pasien
Langkah komunikasi sudah dilakukan dengan baik antara perawat dengan
perawat, melapokan ringkasan kondisi pasien dan tindakan yang telah dilakukan.
Sebelum pasien dilakukan transportasi dari IRD ke IRI telah dilakukan tindakan
stabilisasi pada airway, breathing, circulation, serta kontinuitas jaringan. Apabila
pasien dalam keadaan stabil disertai satu
perawat yang salah satunya dengan
kompetensi pelatihan gawat darurat dan satu pekarya. Bila pasien gagal nafas atau
keadaannya belum stabil disertai dokter dengan kemampuan Advanced Cardiac Life
Support. Peralatan dan obat resusitasi harus dibawa selama transportasi pasien dari
IRD ke IRI adalah oksigen, ambubag, monitor tekanan darah, pulse oksimetri, obat
yang dibawa SA dan epineprin
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan langsung pelaksanaan transportasi pasien
dan wawancara dari responden dapat digambarkan bahwa tahap komunikasi sebelum
transportasi dilakukan sebagai berikut : Perawat IRD berkomunikasi dengan perawat
IRD. Isi komunikasi tentang konfirmasi adanya tempat tidur, informasi diagnosa
medis. Informasi tindakan dan terapi yang telah diberikan dan informasi tentang
rencana tindakan selanjutnya. Perawat melakukan komunikasi ulang kepada perawat
IRI dengan menyampaikan informasi pasien siap diberangkatkan.
Mencermati tahap komunikasi sebelum pelaksanaan transportasi pasien,
menunjukkan bahwa komunikasi dilakukan berdasarkan protap rumah sakit tentang
pemindahan pasien. Komunikasi dilakukan oleh dua bagian kerja, yang pertama oleh
petugas pendaftaran rawat inap untuk pemesanan tempat tidur atau kamar, bagian
kedua adalah perawat IRD yang memberikan informasi tentang diagnosa medis,
tindakan dan terapi yang telah dilakukan serta tindak lanjutnya. Karena yang
melakukan komunikasi dua bagian memungkinkan komunikasi baru dilakukan
petugas pendaftaran rawat inap sedangkan perawat belum berkomunikasi sudah
diantar ke IRI.
Melihat
pelaksanaan
komunikasi
sebelum
transportasi
pasien,
menunjukkan bahwa tahap komunikasi sebelum transportasi pada saat pengamatan
sudah sesuai dengan pedoman transportasi pasien gawat, seperti pendapat Matos,
at.al., (1997). Komunikasi menyangkut penjelasan kembali tempat pasien, waktu
pasien siap diberangkatkan. Komunikasi dokter dengan dokter, perawat dengan
perawat tentang situasi pasien dan terapi yang telah diberikan sebelum dan selama
transportasi.
Berdasarkan hasil pengamatan langsung stabilisasi pasien sebelum
transportasi dan wawancara dari responden dapat digambarkan bahwa tahap
stabilisasi sebelum transportasi dilakukan sebagai berikut : Penilaian stabil dengan
cara perawat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital saat pasien datang, setelah
pemberian terapi dan saat pasien akan dipindahkan ke IRI, stabilisasi mencakup
kondisi stabil Airway Breating dan sirkulasi, stabilisasi dilakukan di IRD, bila
kondisi pasien belum stabil tapi harus segera dipindahkan maka dengan pengawasan
langsung dokter yang merawat.
Tindakan stabilisasi sebelum pelaksanaan transportasi menunjukkan bahwa
perawat IRD sudah melakukan stabilisasi pasien seperti petunjuk Pusbankes (2005),
stabilisasi adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk membuat pernafasan menjadi
teratur, membuat nadi teratur, jika ada perdarahan dihentikan dan jika ada fraktur
dilakukan fiksasi. Membuat pernafasan teratur dengan melakukan airway kontrol
atau pembebasan jalan nafas bila perlu melakukan beathing, sedangkan untuk nadi
bisa teratur dengan pemberian cairan dan obat-obatan.
Berdasarkan
hasil
pengamatan
langsung
tentang
personil
yang
mendampingi dan hasil wawancara dengan responden dapat digambarkan bahwa :
Pemindahan pasien dari IRD ke IRI dilakukan oleh pekarya dengan didampingi satu
orang perawat bila pasien dalam kondisi stabil. Bila kondisi pasien belum stabil
selama tranportasi pasien didampingi dokter yang merawat. Personil yang
mendampingi pasien selam transportasi telah memiliki sertifikat PPGD, BTLLS dan
AND atau resusitasi jantung paru.
Personil yang mendampingi pasien mengacu pada prosedur tetap rumah
sakit yaitu pemindahan pasien ke ruang rawat inap dilakukan oleh pekarya, pada
pasien khusus yang memerlukan perawatan intensif dan pasien pasca observasi di
IRD dan pasien yang memerlukan pembedahan segara didampingi oleh perawat.
Melihat
personil
yang
mendampingi
pasien
selama
transportasi
menunjukkan bahwa jumlah personil yang mendampingi pasien selama transportasi
belum sesuai dengan pedoman transportasi gawat secara internasional, karena hanya
satu orang perawat padahal menurut Werren, at.al., (2004), direkomendasikan dua
orang perawat yang menyertai pasien gawat darurat, salah satu personil adalah
perawat dengan kompetensi dan mempunyai orientasi standart perawatan pasien
gawat darurat, perawat spesialis pernafasan, perawat teregistrasi atau perawat gawat
darurat dan pada kondisi pasien tidak stabil harus didampingi dengan dokter dengan
kemampuan manajemen jalan nafas, advanced cardiac life support dan telah
mengikuti pelatihan gawat darurat, sedangkan sertifikasi atau keahlian yang dimiliki
sudah sesuai dengan pedoman transportasi pasien gawat.
Jumlah personil yang tidak sesuai dengan pedoman transportasi pasien
gawat membuat transportasi tidak aman karena dalam perjalanan memungkinkan
munculnya komplikasi selama transportasi. Komplikasi yang mungkin muncul
menurut Green (2003). Antara lain: 1) Pada sistem respirasi terjadi gangguan
ventilasi, oksigen dan asam basa. 2) Pada sistem kardiovaskuler terjadi perubahan
tekanan darah dan gangguan irama. 3) Pada peralatan berubahnya posisi tube, line,
drain. 4) Perubahan status neurology dan kematian transportasi.
Berdasarkan hasil pangamatan langsung peralatan yang dibawaselama
transportasi dan hasil wawancara dengan responden dapat digambarkan bahwa
selama transportasi pasien peralatan yang dibawa berupa ambubag dan tabung
oksigen dengan alasan jarak antara IRD dengan IRI cukup dekat dan kondisi pasien
stabil.
Menurut Werren at.al., (2004), Peralatan dan obat resusitasi yang harus
dibawa antara lain: monitor tekanan darah, puls oksimetri, monitor jantung dan
defibrillator, peralatan manajemen pernafasan sesuai ukuran pasien dengan tabung
oksigen yang mempunyai cadangan lebih dari 30 menit dan obat- obatan resusitasi.
Dengan demikian peralatan dan obat resusitasi yang dibawa belum sesuai
dengan pedoman transportasi pasien gawat, keadaan demikian juga tidak aman bagi
pasien karena menurut Tabrani (2007), alat-alat yang diperlukan dalam
pengangkutan pasien kritis secara garis besar adalah alat untuk respirasi dan alat
untuk sirkulasi. Alat untuk respirasi meliputi : guedel, bag air mask (ambubag),
masker oksigen, ventilator, spirometer simple, alat-alat intubasi, alat drainase pleura,
nebulizer dan alat jahit. Sedangkan alat untuk sirkulasi meliputi : monitor dengan
berbagai parameter, pulse oksimeter, tensimeter, pompa infuse, kanula vena, cairan
intravena, kanula arteri dan alat suntik disposibel.
Dengan tidak adanya monitor sebagai indicator
perubahan tanda-tanda
vital serta peralatan dan obat resusitasi maka perawat tidak bisa melakukan tindakan
segera apabila terjadinya perubahan tanda-tanda vital dan kegawatan.
E. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara tentang penatalaksanaan
transportasi pasien dari IRD ke IRI di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro klaten maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Komunikasi sebelum transportasi sudah dilakukan berdasarkan prosedur tetap
rumah sakit dan sudah sesuai dengan pedoman transportasi pasien dengan
mengkonfirmasi tempat dan peralatan yang dibutuhkan pasien, menyampaiakn
diagnosa, terapi dan tindakan yang sudah dilakukan serta rencana tindakan
selanjutnya.
2. Stabilisasi pasien yang dilakukan berdasrkan prosedur tetap rumah sakit yaitu
dengan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital saat pasien akan diantar ke
IRI
3. Personil yang mendampingi pasien berdasarkan prosedur tetap rumah sakit
yaitu pasien yang dalam kondisi stabil adalah satu orang perawat dengan
sertfikat PPGD atau BTCLS sedang pasien yang tidak stabil didampingi dokter
yang merawat.
4. Peralatan dan obat resusitasi yang dibawa selama transportasi belum sesuai
dengan pedoman transportasi pasien, karena peralatan yang dibawa atas dasar
kondisi pasien dan jarak antara IRD dan IRI dekat sehingg peralatan yang
dibawa hanya ambubag dan oksigen.
5. Pada dasarnya pelaksanaan transportasi pasien dari IGD ke IRI di RSUP Dr
Soeradji Tirtonegoro klaten sudah baik terutama pada komunikasi dan
stabilisasi. Sedang pada personil masih kurang karena cuma satu orang perawat
yang mendampingi dan pada peralatan dan obat masih ada obat dan peralatan
yang tidak disertakan selama mendampingi pasien dari IRD ke IRI.
Saran
1. Bagi Rumah Sakit
a) Perlu penambahan personil yang mendampingi pasien selama transportasi
dari
IRD ke IRI menjadi 2 orang perawat yang salah satu perawa
mempunyai sertifikat PPGD atau BTCLS
b) Hendaknya dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi rumah sakit
untuk standarisasi transportasi pasien dari IGD ke IRI walau rumah sakit
sudah mempunyai prosedur tetap pelaksanaan transportasi pasien.
2. Bagi Perawat
a) Perlu membawa peralatan portabel monitor yang dapat memonitor kndisi
pasien serta alat dan obat resusitasi yang terdiri dari portabel DC shock.
Peralatan intubasi, adrenalin dan SA sehingga bila terjadi perubahan
kondisi serta kegawat daruratan pada pasien dapat segera termonitor dan
dapat diberi tindakan dengan segera.
b) Hendaknya dapat menjadi masukan bagi dokter dan perawat IRD tentang
pentingnya pemahaman dalam pelaksanaan transportasi pasien sehingga
dokter dan perawat dapat memberi pelayanan secara tepat dan
komprehensif.
F. REFERENSI
Adinugroho, 2006, Gambaran transportasi pasien post Operatif di Rumah Sakit
Dr.
Sardjito Yogyakarta, Program Studi Ilmu Keperawatan
FakultasKedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Vol.1, EGC, Jakarta
Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2007, Agenda Gawat Darurat ( Critical Care )
Pusbankes 118, 2005, Medikal Emergency, PERSI cabang DIY, Yogyakarta
Prof. Dr. Sugiono, 2008, Metode Penelitian, kuantitatif, IKAPI, Indonesia
Sargo, 2002, Emergency medical transportasion,http://www.hc-sc.gc.ca/fniahspnia/pubs/services/_nursing-infirm/2002_transport
guide/chap_1eng.php, tanggal akses 30 Desember 2010
Warren J, 2004, Guidelines for the inter and intrahospital and interhospital
Waydhas C., 2000, Intrahospital transport of
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11094486
critically
ill
patients,
Pusbankes 118, 2010, Medical Emergency, PERSI Cabang DIY, Yogyakarta
University Hospital Policy and Prosedur manual, Oktober 2003, The Management
of inpatient appoiment Transfer, and Transportaton of Inpatient Within
thehealth Facility,http://dent.ohio-state.edv
Peitzman, at al. 2002, The Trauma Manual, 2 Edition, A wolterskluwar company,
philadelpia.
John H. Chi, Venu Nemani, Geoffrey T. Manley, 2002, Pre-Haspital Treatment
ofTraumatic Brain Injury, Department of Neurosurgery, University of
California, San Francisco, San Francisco, California
DARURAT (IGD) KE INSTALASI RAWAT INTENSIF (IRI) DI RUMAH SAKIT
DR.SOERADJI TIRTONEGORO (RSST) KLATEN
ABSTRACT
Daryani *
Patients transportations need are carefuly planning and a tight attntion. It may
caused some troubles for the patients live. The principles for a save and an effective
patients transportation with critical conditions are need same good plannings and
comunications a stabil conditiion of patients,properly medical persons and equipments
also a resonable resusitation drugs.
This research is aim to get some realizations picture of patients transportation
from emergency care instalation to intensive care instalation in RSUP Dr Soeradji
Tirtonegoro Klaten, from communications, stabilization, medical persons, equipments
data collected by observations and interview. The research done from March to April
2011.
The resulth of this resarch concluded that the communications done to get some
confirmations for the place and the equipments some medical diagnoses information , the
actions has been done and the follow upion, also the informations for the patient
departure. Stabilization done by vital sign inspections before and after the patients
departure. The communication and stabilization done by hospitals prosedures according
to the standard of critical patients transportations procedures. The medical accompanier if
the patient were in a stabil condition the patient transported with the functionary and a
nurse with PPGD or BTCLS sertification. But if the patient were not in a stabil condition
yet. The patient transported with the doctor who take care of the patient. The medical
accompanier cosen by hospitals procedures. The carried equipment and resusitation drug
are ambubag and oxigen tube. The equipment carried appropriated with the patient
conditions and the distance between IRD to the nearest IRI. The person who is a medical
fungtionary and the equipments also the resusitation drugs were not appropriated to the
patients with critical conditions transportation procedures yet.
Key words: Intra mural transportasion, Transportaion of patient
*Dosen Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten
A. LATAR BELAKANG
Prinsp umum transportasi pasien yang aman dan efektif membutuhkan
keputusan secara hati-hati bibuat mengikuti kondisi pasien yaitu kondisi stabil
pasien, tingkatan prioritas, kebutuhan perawatan selama perjalanan, kelayakan
pengantar dan kelayakan peralatan (Sargo, 2002).
Selama transportasi tidak mustahil muncul keadaan atau kondisi yang
menyebabkan proses transportasi tidak aman. Adapun factor-faktor yang dapat
menyebabkan transportasi pasien yang tidak aman, antara lain : kesulitan dalam
penyediaan alat untuk pelaksanaan life support, kerusakan/trauma/cidera multiple
pada pasien, toleransi yang jelek pada pemindahan pasien terhadap gangguan
maupun getaran, keadaan lingkungan atau jalan yang tidak mendukung selama
transportasi, kurangnya skill dan kurangnya koordinasi antar petugas (Parillo, 2004).
Menurut Green (2003), kemungkinan komplikasi yang terjadi selama
transportasi pasien antara lain : 1) pada system respirasi terjadi gangguan ventilasi,
oksigenasi dan asam basa. 2) pada pasien kardiovaskuler terjadi perubahan tekanan
darah dan gangguan irama. 3) pada peralatan berubahnya posisi tube, line, drain. 4)
perubahan status neurologi dan kematian selama traansportasi.
Pedoman transportasi merekomendasi bahwa semua rumah sakit
mempunyai sebuah protap terhadap transportasi dalam rumah sakit antar rumah sakit
yang dikembangkan oleh sebuah tim multidisiplin. Perencanaan prosedur ini
mencakup komunikasi dan koordinasi sebelum transportasi, personel, peralatan
monitoring selama transportasi dan pendokumentasian. Perencanaan akan dievaluasi
dan diperbaiki secara teratur menggunakan standar kualitas proses pengembangan
(Parillo, 2004)
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten merupakan
salah satu rumah sakit rujukan di Kabupaten Klaten. Pelayanan gawat darurat di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) didukung ketenagaan 8 dokter umum, 27 perawat
dengan sertifikasi PPGD 14 orang, BTCLS 2 orang, 6 bidan serta petugas penerima
dan pengantar pasien (perawat bayangan) 11 orang.
Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan transportasi pasien gawat dari
IGD ke Instalasi Rawat Intensif (IRI) didapatkan data antara lain : sebelum
transportasi dilakukan stabilisasi dan komunikasi, transportasi dilakukan oleh
petugas pekarya yang didampingi 1 orang perawat tanpa ketentuan sertifikasi
keahlian khusus, peralatan resusitasi yang dibawa berupa ambubag.
Berdasarkan hasil observasi dilapangan maka peneliti tertarik untuk
mengungkap lebih dalam tentang penata laksanaan transportasi pasien dari IGD ke
IRI di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang sebagian belum sesuai dengan
pedoman transportasi pasien gawat, baik mengenai komunikasi, stabilisasi pasien,
personel serta peralatan dan obat resusitasi yang dibawa selama transportasi.
B. METODE DAN BAHAN
Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental yang menggunakan
rancangan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif dimaksudkan untuk mengkaji secara mendalam tentang penatalaksanaan
transportasi pasien dari IGD ke IRI di RSUP Dr. Suradji Tirtonegoro Klaten.
Variabel penelitian ini adalah variabel tunggal yakni penatalaksanaan transportasi
pasien dari IGD ke IRI di RS Dr. Suradji Tirtonegoro Klaten. Adapun yang menjadi
sampel penelitian ini adalah : perawat pelaksana ruang IGD yang mengantar pasien
dari IRD ke IRI.
C. HASIL PENELITIAN
Tabel 1
Karakteristik Subjek Penelitian
No
Umur
1
2
3
< 30 th
31-40 th
>40 th
Jumlah
2
Jumlah
%
10
2
14 %
14
No
Pendidikan
1
2
3
D III Keperawatan
S1 keperawatan
DIII kebidanan
Jumlah
Jumlah
No
Kompetensi
1
2
PPGD
BTCLS
100%
%
11
1
2
78,7 %
7,1 %
14,2 %
14
100 %
Jumlah
8
4
72 %
14 %
%
57,3 %
28,5 %
3
APN
2
14,2 %
Jumlah
14
100 %
Stabilisasi dalam melakukan transportasi
No
1
2
3
4
5
6
7
Stabilisasi
Ya
Jalannafasbersih terpasang ET
Bernafasspontan
Pernafasanteratur
`
Nadikuatdanteratur
Perdarahansudahberhenti
Terpasangfixasi pada fraktur
Tekanandarahstabil
Tidak
13 (92,8%)
9 (63,9%)
12 (85,7%)
12 (85,7%)
12 (85,7%)
12 (85,7%)
11 (78,7%)
1 (7,2%)
5 (36,1%)
2 (14,3%)
2 (14,3%)
2 (14,3%)
2 (14,3%)
3(21,3%)
Personil yang mendampingi transportasi
No
1
2
3
4
Personil
Ya
Tidak
Selamatransportasididampingidokter3(21,3%)11 (78,7%)
Selamatransportasididampingiperawat14 (100%)0
KompetensidokterACLS
3(21,3%) 11 (78,7%)
Kompetensiperawatpelatihan gadar
13 (92,8%) 1 (7,2%)
Peralatan dan obat yang dibawa
No
Peralatan dan obat
Ya
Tidak
1
Selamatransportasimembawa monitor14 (100%) 0
Tekanan darah
2
Selamatransportasimembawa monitor
5 (36,1%)
9 (63,9%)
Pilse oksimetri
3
Selamatransportasimembawaambubag 13 (92,8%)
1 (7,2%)
4
Tabung O2dengan cadangan cukup
14 (100%)
0
5
Membawalignocain, atropin dan epineprin8 (57,8%)
6 (42,8%)
6
Membawa sedative dananalgetiknarkotik 7 (50%)
7 (50%)
7
Membawacairan intra vena dengansyiringe14 (100%)
0
pumpatau infuse pump
Keamanan selama transportasi
No
1
2
3
4
Keamanan pasien
Ya
Tidak
Savety belt terpasangdenganbaik
11 (78,7%) 3(21,3%)
Restrain terpasangdenganbaik
13 (92,8%) 1 (7,2%)
Brankardlayakuntukmengangkutpasien12 (85,7%) 2 14,3%)
Ruteamanuntukdilewati10 (71,%)
4 (29,%)
Monitor keadaan pasien selama transportasi
No
1
2
3
Monitor keadaan pasien
Ya
Tidak
Perawatmengajakkomunikasipasien10 (71,%)4 (29,%)
Perawatmenanyakankeadaanpasien
6 (42,8%)8 (57,8%)
Perawatmemberitahubilasudahsampai ICU12 (85,7%) 2 14,3%)
Pelaksanaan komunikasi sebelum transportasi pasien
Langkah komunikasi sudah dilakukan dengan baik antara perawat dengan
perawat, melapokan ringkasan kondisi pasien dan tindakan yang telah dilakukan.
Sebelum pasien dilakukan transportasi dari IRD ke IRI telah dilakukan tindakan
stabilisasi pada airway, breathing, circulation, serta kontinuitas jaringan. Apabila
pasien dalam keadaan stabil disertai satu
perawat yang salah satunya dengan
kompetensi pelatihan gawat darurat dan satu pekarya. Bila pasien gagal nafas atau
keadaannya belum stabil disertai dokter dengan kemampuan Advanced Cardiac Life
Support. Peralatan dan obat resusitasi harus dibawa selama transportasi pasien dari
IRD ke IRI adalah oksigen, ambubag, monitor tekanan darah, pulse oksimetri, obat
yang dibawa SA dan epineprin
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan langsung pelaksanaan transportasi pasien
dan wawancara dari responden dapat digambarkan bahwa tahap komunikasi sebelum
transportasi dilakukan sebagai berikut : Perawat IRD berkomunikasi dengan perawat
IRD. Isi komunikasi tentang konfirmasi adanya tempat tidur, informasi diagnosa
medis. Informasi tindakan dan terapi yang telah diberikan dan informasi tentang
rencana tindakan selanjutnya. Perawat melakukan komunikasi ulang kepada perawat
IRI dengan menyampaikan informasi pasien siap diberangkatkan.
Mencermati tahap komunikasi sebelum pelaksanaan transportasi pasien,
menunjukkan bahwa komunikasi dilakukan berdasarkan protap rumah sakit tentang
pemindahan pasien. Komunikasi dilakukan oleh dua bagian kerja, yang pertama oleh
petugas pendaftaran rawat inap untuk pemesanan tempat tidur atau kamar, bagian
kedua adalah perawat IRD yang memberikan informasi tentang diagnosa medis,
tindakan dan terapi yang telah dilakukan serta tindak lanjutnya. Karena yang
melakukan komunikasi dua bagian memungkinkan komunikasi baru dilakukan
petugas pendaftaran rawat inap sedangkan perawat belum berkomunikasi sudah
diantar ke IRI.
Melihat
pelaksanaan
komunikasi
sebelum
transportasi
pasien,
menunjukkan bahwa tahap komunikasi sebelum transportasi pada saat pengamatan
sudah sesuai dengan pedoman transportasi pasien gawat, seperti pendapat Matos,
at.al., (1997). Komunikasi menyangkut penjelasan kembali tempat pasien, waktu
pasien siap diberangkatkan. Komunikasi dokter dengan dokter, perawat dengan
perawat tentang situasi pasien dan terapi yang telah diberikan sebelum dan selama
transportasi.
Berdasarkan hasil pengamatan langsung stabilisasi pasien sebelum
transportasi dan wawancara dari responden dapat digambarkan bahwa tahap
stabilisasi sebelum transportasi dilakukan sebagai berikut : Penilaian stabil dengan
cara perawat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital saat pasien datang, setelah
pemberian terapi dan saat pasien akan dipindahkan ke IRI, stabilisasi mencakup
kondisi stabil Airway Breating dan sirkulasi, stabilisasi dilakukan di IRD, bila
kondisi pasien belum stabil tapi harus segera dipindahkan maka dengan pengawasan
langsung dokter yang merawat.
Tindakan stabilisasi sebelum pelaksanaan transportasi menunjukkan bahwa
perawat IRD sudah melakukan stabilisasi pasien seperti petunjuk Pusbankes (2005),
stabilisasi adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk membuat pernafasan menjadi
teratur, membuat nadi teratur, jika ada perdarahan dihentikan dan jika ada fraktur
dilakukan fiksasi. Membuat pernafasan teratur dengan melakukan airway kontrol
atau pembebasan jalan nafas bila perlu melakukan beathing, sedangkan untuk nadi
bisa teratur dengan pemberian cairan dan obat-obatan.
Berdasarkan
hasil
pengamatan
langsung
tentang
personil
yang
mendampingi dan hasil wawancara dengan responden dapat digambarkan bahwa :
Pemindahan pasien dari IRD ke IRI dilakukan oleh pekarya dengan didampingi satu
orang perawat bila pasien dalam kondisi stabil. Bila kondisi pasien belum stabil
selama tranportasi pasien didampingi dokter yang merawat. Personil yang
mendampingi pasien selam transportasi telah memiliki sertifikat PPGD, BTLLS dan
AND atau resusitasi jantung paru.
Personil yang mendampingi pasien mengacu pada prosedur tetap rumah
sakit yaitu pemindahan pasien ke ruang rawat inap dilakukan oleh pekarya, pada
pasien khusus yang memerlukan perawatan intensif dan pasien pasca observasi di
IRD dan pasien yang memerlukan pembedahan segara didampingi oleh perawat.
Melihat
personil
yang
mendampingi
pasien
selama
transportasi
menunjukkan bahwa jumlah personil yang mendampingi pasien selama transportasi
belum sesuai dengan pedoman transportasi gawat secara internasional, karena hanya
satu orang perawat padahal menurut Werren, at.al., (2004), direkomendasikan dua
orang perawat yang menyertai pasien gawat darurat, salah satu personil adalah
perawat dengan kompetensi dan mempunyai orientasi standart perawatan pasien
gawat darurat, perawat spesialis pernafasan, perawat teregistrasi atau perawat gawat
darurat dan pada kondisi pasien tidak stabil harus didampingi dengan dokter dengan
kemampuan manajemen jalan nafas, advanced cardiac life support dan telah
mengikuti pelatihan gawat darurat, sedangkan sertifikasi atau keahlian yang dimiliki
sudah sesuai dengan pedoman transportasi pasien gawat.
Jumlah personil yang tidak sesuai dengan pedoman transportasi pasien
gawat membuat transportasi tidak aman karena dalam perjalanan memungkinkan
munculnya komplikasi selama transportasi. Komplikasi yang mungkin muncul
menurut Green (2003). Antara lain: 1) Pada sistem respirasi terjadi gangguan
ventilasi, oksigen dan asam basa. 2) Pada sistem kardiovaskuler terjadi perubahan
tekanan darah dan gangguan irama. 3) Pada peralatan berubahnya posisi tube, line,
drain. 4) Perubahan status neurology dan kematian transportasi.
Berdasarkan hasil pangamatan langsung peralatan yang dibawaselama
transportasi dan hasil wawancara dengan responden dapat digambarkan bahwa
selama transportasi pasien peralatan yang dibawa berupa ambubag dan tabung
oksigen dengan alasan jarak antara IRD dengan IRI cukup dekat dan kondisi pasien
stabil.
Menurut Werren at.al., (2004), Peralatan dan obat resusitasi yang harus
dibawa antara lain: monitor tekanan darah, puls oksimetri, monitor jantung dan
defibrillator, peralatan manajemen pernafasan sesuai ukuran pasien dengan tabung
oksigen yang mempunyai cadangan lebih dari 30 menit dan obat- obatan resusitasi.
Dengan demikian peralatan dan obat resusitasi yang dibawa belum sesuai
dengan pedoman transportasi pasien gawat, keadaan demikian juga tidak aman bagi
pasien karena menurut Tabrani (2007), alat-alat yang diperlukan dalam
pengangkutan pasien kritis secara garis besar adalah alat untuk respirasi dan alat
untuk sirkulasi. Alat untuk respirasi meliputi : guedel, bag air mask (ambubag),
masker oksigen, ventilator, spirometer simple, alat-alat intubasi, alat drainase pleura,
nebulizer dan alat jahit. Sedangkan alat untuk sirkulasi meliputi : monitor dengan
berbagai parameter, pulse oksimeter, tensimeter, pompa infuse, kanula vena, cairan
intravena, kanula arteri dan alat suntik disposibel.
Dengan tidak adanya monitor sebagai indicator
perubahan tanda-tanda
vital serta peralatan dan obat resusitasi maka perawat tidak bisa melakukan tindakan
segera apabila terjadinya perubahan tanda-tanda vital dan kegawatan.
E. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara tentang penatalaksanaan
transportasi pasien dari IRD ke IRI di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro klaten maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Komunikasi sebelum transportasi sudah dilakukan berdasarkan prosedur tetap
rumah sakit dan sudah sesuai dengan pedoman transportasi pasien dengan
mengkonfirmasi tempat dan peralatan yang dibutuhkan pasien, menyampaiakn
diagnosa, terapi dan tindakan yang sudah dilakukan serta rencana tindakan
selanjutnya.
2. Stabilisasi pasien yang dilakukan berdasrkan prosedur tetap rumah sakit yaitu
dengan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital saat pasien akan diantar ke
IRI
3. Personil yang mendampingi pasien berdasarkan prosedur tetap rumah sakit
yaitu pasien yang dalam kondisi stabil adalah satu orang perawat dengan
sertfikat PPGD atau BTCLS sedang pasien yang tidak stabil didampingi dokter
yang merawat.
4. Peralatan dan obat resusitasi yang dibawa selama transportasi belum sesuai
dengan pedoman transportasi pasien, karena peralatan yang dibawa atas dasar
kondisi pasien dan jarak antara IRD dan IRI dekat sehingg peralatan yang
dibawa hanya ambubag dan oksigen.
5. Pada dasarnya pelaksanaan transportasi pasien dari IGD ke IRI di RSUP Dr
Soeradji Tirtonegoro klaten sudah baik terutama pada komunikasi dan
stabilisasi. Sedang pada personil masih kurang karena cuma satu orang perawat
yang mendampingi dan pada peralatan dan obat masih ada obat dan peralatan
yang tidak disertakan selama mendampingi pasien dari IRD ke IRI.
Saran
1. Bagi Rumah Sakit
a) Perlu penambahan personil yang mendampingi pasien selama transportasi
dari
IRD ke IRI menjadi 2 orang perawat yang salah satu perawa
mempunyai sertifikat PPGD atau BTCLS
b) Hendaknya dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi rumah sakit
untuk standarisasi transportasi pasien dari IGD ke IRI walau rumah sakit
sudah mempunyai prosedur tetap pelaksanaan transportasi pasien.
2. Bagi Perawat
a) Perlu membawa peralatan portabel monitor yang dapat memonitor kndisi
pasien serta alat dan obat resusitasi yang terdiri dari portabel DC shock.
Peralatan intubasi, adrenalin dan SA sehingga bila terjadi perubahan
kondisi serta kegawat daruratan pada pasien dapat segera termonitor dan
dapat diberi tindakan dengan segera.
b) Hendaknya dapat menjadi masukan bagi dokter dan perawat IRD tentang
pentingnya pemahaman dalam pelaksanaan transportasi pasien sehingga
dokter dan perawat dapat memberi pelayanan secara tepat dan
komprehensif.
F. REFERENSI
Adinugroho, 2006, Gambaran transportasi pasien post Operatif di Rumah Sakit
Dr.
Sardjito Yogyakarta, Program Studi Ilmu Keperawatan
FakultasKedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Vol.1, EGC, Jakarta
Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2007, Agenda Gawat Darurat ( Critical Care )
Pusbankes 118, 2005, Medikal Emergency, PERSI cabang DIY, Yogyakarta
Prof. Dr. Sugiono, 2008, Metode Penelitian, kuantitatif, IKAPI, Indonesia
Sargo, 2002, Emergency medical transportasion,http://www.hc-sc.gc.ca/fniahspnia/pubs/services/_nursing-infirm/2002_transport
guide/chap_1eng.php, tanggal akses 30 Desember 2010
Warren J, 2004, Guidelines for the inter and intrahospital and interhospital
Waydhas C., 2000, Intrahospital transport of
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11094486
critically
ill
patients,
Pusbankes 118, 2010, Medical Emergency, PERSI Cabang DIY, Yogyakarta
University Hospital Policy and Prosedur manual, Oktober 2003, The Management
of inpatient appoiment Transfer, and Transportaton of Inpatient Within
thehealth Facility,http://dent.ohio-state.edv
Peitzman, at al. 2002, The Trauma Manual, 2 Edition, A wolterskluwar company,
philadelpia.
John H. Chi, Venu Nemani, Geoffrey T. Manley, 2002, Pre-Haspital Treatment
ofTraumatic Brain Injury, Department of Neurosurgery, University of
California, San Francisco, San Francisco, California