PRANATA DAN ETIKA ARSITEKTUR pdf

Peraturan
Garis sepadan Danau
Peraturan seputar rawa.
Bandara, dan bangunan heritage

PRANATA DAN ETIKA
ARSITEKTUR
TRI AGUNG SAPUTRA
SAKTIA MAULESA
RENA MELTA SEPTIANI

03061281419043
03061181419023
03061181419036

GHINA NAFIAH
DHAIFINA DARA GINTING
WELLYA WISTA NOVA

03061181419034
03061181419107

03061281419046

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35
TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI

PERATURAN MENTERI P.U NOMOR
49/PRT/1990 TENTANG TATA CARA
DAN PERYARATAN IZIN PENGGUNAAN
AIR SUMBER AIR
UNDANG-UNDANG NOMOR 11
TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN

PENGERTIAN
MENURUT PERATURAN MENTERI PEKERAAN UMUM 63/PRT/1993
SEPADAN DANAU/WADUK ADALAH KAWASAN TERTENTU
DISEKELILING DANAU/WADUK YANG MEMPUNYAI MANFAAT
PENTING UNTUK MEMPERTAHANKAN KELESTARIAN FUNGSI
SUNGAI.
GARIS SEPADAN DANAU ADALAH GARIS BATAS LUAR
PENGAMAN LUAR.

DAERAH SEPANDAN ADALAH KAWSAN SEPANJANG KIRI KANAN
SUNGAI TERMASUK SUNGAI BUATAN YANG MEPUNYAI MANFAAT
PENTING UNTUK MEMPERTAHANKAN KELESTARIAN UNSUR BIOTIK
DAN ABIOTIK LINGKUNGAN

ESENSI / TUJUAN
GARIS SEPADAN SUNGAI PU
NO : 63/PRT/1993
1. AGAR FUNGSI SUNGAI TERMASUK DANAU DAN WADUK TIDAK TERGANGGU OLEH AKTIFITAS YANG BERKEMBANG DI
SEKITARNYA.
2. AGAR KEGIATAN PEMANFAATAN DAN UPAYA PENINGKATAN NILAI MANFAAT SUMBER DAYA YANG ADA DI SUNGAI
DAPAT MEMBERIKAN HASIL SECARA OPTIMAL SEKALIGUS MENJAGA KELESTARIAN FUNGSI SUNGAI.
3. AGAR DAYA RUSAK AIR TERHADAP SUNGAI DAN LINKUNGANNYA DAPAT DI BATASI
4. UNTUK BUDIDAYA PERTANIAN DENGAN JENIS TANAMAN YANG DIIJINKAN
5. UNTUK KEGIATAN BERNIAGA PENGGALIAN DAN PENIMBUNAN
6. PENYUSUNAN PAPAN REKLAME, PAPAN PENYULUHAN DAN PERINGATAN, SERTA RAMBU-RAMBU PEKERJAAN
7./ UNTUK MEMBANGUN PRASARANA LALU LINTAS AIR DAN BANGUNAN PENGAMBILAN DAN PEMBUANGAN AIR
8. UNTUK PENYELENGGARAAN KEGIATAN KEGIATAN SOSIAL DI TEPIAN SUNGAI

MEKANISME

GARIS SEPADAN DANAU
PENETAPAN GARIS SEADAN DANAU, WADUK, MATA AIR, DAN SUNGAI YANG TERPENGARUH
PASANG SURUT AIR LAUT MENGIKUTI KRITERIA YANG TELAH DITETAPKAN DALAM KEPUTUSAN
PRESIDEN R.I NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAHAN KAWASAN LINDUNG,
SEBAGAI BERIKUT :
A. UNTUK DANAU DAN WADUK, GARIS SEPADAN DITETAPKAN SEKURANG-KURANGNYA 50
(LIMA PULUH) METER DARI TITIK PASANG TERTINGGI KEARAH DARAT.
B. UNTUK MATA AIR, GARIS SEPADAN DITETAPKAN SEURANG-KURANGNYA 200 ( DUA RATUS)
METER DISEKITAR MATA AIR.
C. UNTUK SUNGAI YANG TERPENGARUH PASANG SURUT AIR LAUT, GARIS SEPADAN
DITETAPKAN SEKURANG-KURANGNYA 100 METER DARI TEPI SUNGAI DAN BERFUNGSI
SEBAGAI JALUR HIJAU.

SANKSI
MASYARAKAT WAJIB MENAATI KETENTUAN-KETENTUAN PEMANFAATAN
DAERAH SEMPADAN, DAERAH MANFAAT DANAU, DAERAH
PENGUASAAN DANAU, BEKAS DANAU YANG DITETAPKAN OLEH PEJABAT
YANG BERWENANG, MASYARAKAT WAJIB IKUT SERTA SECARA AKTIF
DALAM USAHA PELESTARIAN DAN PENGAMANAN BAIK FUNGSI MAUPUN
FUNGSI SUNGAI.


1. SANGKSI PIDANA SEBAGAIMANA DITETAPKAN DALAM UNDANGUNDANG NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN, PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI DAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAIN YANG BERLAKU.
2. SANGKSI YANG ADMINISTRASI SESUAI DENGAN KETENTUAN YANG
BERLAKU

PENGETAHUAN AKAN
GARIS SEPADAN DANAU
YANG TIDAK BAIK
BERAKIBAT PADA ALAM,
SEHINGGA DANAU DAPAT
MELUAP DIANTARA
BANTARAN BATAS
BANGUNAN

KAMPUNG PULO
JATINEGARA. JAKARTA TIMUR

PERATURAN

KAWASAN SEKITAR
BANDARA

DEFENISI
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah
wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara
di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk
kegiatan operasi penerbangan dalam rangka
menjamin keselamatan penerbangan

 Kawasan

Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) adalah
wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara di
sekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan
operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan
penerbangan[1].

 Kawasan


ini perlu diperhatikan untuk menjaga keselamatan
operasional pesawat udara di sekitar bandar udara, hal yang
paling umum dan sangat berkaitan dengan kawasan ini adalah
mengenai kondisi ketinggian bangunan atau halangan lainnya
seperti gunung, bukit, pepohonan di sekitar wilayah operasi
penerbangan atau bandar udara. Kawasan ini juga menjadi
faktor pendukung utama dalam pembuatan suatu wilayah
pendaratan dan lepas landas pesawat udara.









KKOP di bagi menjadi beberapa kawasan, seperti :
Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas;
Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;

Kawasan di bawah permukaan transisi;
Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
Kawasan di bawah permukaan kerucut; dan
Kawasan di bawah permukaan horizontal luar.

ESENSI






Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor.24/PRT/M/2007 Tujuan dari
perizinan dalam mendirikan setiap bangunan untuk terwujudnya tertib dalam
penyelenggaraan bangunan dan menjamin keadaan teknis bangunan dalam
penyelenggaraan bangunan.

Dalam pasl 9 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika bab IV, yaitu setiap
mendirikan suatu bangunan di daerah Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) Bandar Udara harus mendapat izin dari instansi yang

berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dengan ketentuan seperti:Tujuan dari Perizinan dalam mendirikan suatu
bangunan menurut pasal 211 Undang Undang No.1 tahun 2009 tentang
penerbangan, yaitu untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan
serta pengembangan Bandar Udara, sehingga pemerintah wajib mengendalikan
daerah lingkungan di daerah Bandar Udara.

Izin dalam mendirikan bangunan menurut Presty Larasaty (2009) adalah : untuk
menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan
itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkungan sekitarnya.

STANDAR
Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas




suatu kawasan perpanjangan kedua ujung landas pacu, di bawah
lintasan pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat,
yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu[1].

Kawasan ini dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan ujungujung permukaan utama berjarak 60 meter dari ujunglandas
pacu dengan lebar tertentu (sesuai klasifikasi landas pacu) pada
bagian dalam, kawasan ini melebar ke arah luar secara teratur
dengan sudut pelebaran 10% atau 15% (sesuai klasifikasi landas
pacu) serta garis tengah bidangnya merupakan perpanjangan dari
garis tengah landas pacu dengan jarak mendatar tertentu dan
akhir kawasan dengan lebar tertentu[1].

KAWASAN KEMUNGKINAN BAHAYA
KECELAKAAN;




Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan adalah sebagian dari
kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujungujung landas pacu dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat
menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakaan[1].
Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan dibatasi oleh tepi
dalam yang berhimpit dengan ujung – ujung permukaan utama
dengan lebar 60 meter atau 80 meter atau 150 meter atau 300

meter (sesuai klasifikasi landas pacu), kawasan ini meluas keluar
secara teratur dengan garis tengahnya merupakan perpanjangan
dari garis tengah landas pacu sampai lebar 660 meter atau 680
meter atau 750 meter atau 1150 meter atau 1200 meter (sesuai
klasifikasi landas pacu) dan jarak mendatar 3.000 meter dari ujung
permukaan utama[1].

KAWASAN DI BAWAH PERMUKAAN
TRANSISI;




Kawasan di bawah permukaan transisi adalah bidang dengan
kemiringan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dari
sumbu landas pacu, pada bagian bawah dibatasi oleh titik
perpotongan dengan garis – garis datar yang ditarik tegak lurus
pada sumbu landas pacu dan pada bagian atas dibatasi oleh
garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam[1].
Kawasan ini dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan sisi

panjang permukaan utama dan sisi permukaan pendekatan,
kawasan ini meluas keluar sampai jarak mendatar 225 meter
atau 315 meter ( sesuai klasifikasi landas pacu ) dengan
kemiringan 14,3% atau 20% (sesuai klasifikasi landas pacu)[1].

KAWASAN DI BAWAH PERMUKAAN
HORIZONTAL DALAM




Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam adalah bidang
datar di atas dan di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh
radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk
kepentingan pesawat udara melakukan terbang rendah pada
waktu akan mendarat atau setelah lepas landas[1].
Kawasan ini dibatasi oleh lingkaran dengan radius 2000 meter
atau 2500 meter atau 3500 meter atau 4000 meter (sesuai
klasifikasi landas pacu) dari titik tengah tiap ujung permukaan
utama dan menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang
berdekatan tetapi kawasan ini tidak termasuk kawasan di
bawah permukaan transisi[1].

KAWASAN DI BAWAH PERMUKAAN
KERUCUT




Kawasan di bawah permukaan kerucut adalah bidang dari suatu
kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan
dengan horizontal dalam dan bagian atasnya dibatasi oleh garis
perpotongan dengan permukaan horizontal luar, masing-masing
dengan radius dan ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi
yang ditentukan[1].
Kawasan ini dibatasi dari tepi luar kawasan di bawah permukaan
horizontal dalam meluas dengan jarak mendatar 700 meter atau
1100 meter atau 1200 atau 1500 meter atau 2000 meter (sesuai
klasifikasi landas pacu) dengan kemiringan 5% (sesuai klasifikasi
landas pacu)[1].

KAWASAN DI BAWAH PERMUKAAN
HORIZONTAL LUAR




Kawasan di bawah permukaan horizontal luar adalah bidang datar
di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian
dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan
efisiensi operasi penerbangan antara lain pada waktu pesawat
melakukan pendekatan untuk mendarat dan gerakan setelah
tinggal landas atau gerakan dalam hal mengalami kegagalan
dalam pendaratan[1].
Kawasan ini dibatasi oleh lingkaran dengan radius 15.000 meter dari
titik tengah tiap ujung permukaan utama dan menarik garis
singgung pada kedua lingkaran yang berdekatan tetapi kawasan
ini tidak termasuk kawasan di bawah permukaan transisi, kawasan di
bawah permukaan horizontal dalam, kawasan di bawah
permukaan kerucut[1].

STUDI KASUS
kondisi yang terjadi sekarang justru Pemkot
Tangerang sedang giat melakukan
pembangunan di sekitar areal bandara.
Pemberian ijin bangunan bertingkat harus
memperhatikan ketinggian gedung," kata Hari.
Hari menuturkan, kebijakan KKOP telah
didorong pihaknya kepada pemda setempat
untuk dijadikan sebagai Peraturan Daerah
(Perda). Karena, kawasan keselamatan
merupakan areal yang harus aman dari hal-hal
yang bisa membahayakan penerbangan.
Tentunya, keberadaan gedung tinggi di sekitar
bandara akan menghalangi pergerakan
pesawat ke sisi kanan-kiri ketika saat akan
terbang dan mendarat dari atau ke run way.



Berdasarkan rencana induk KKOP, luas kawasan bandara saat ini 1.800 hektare
dan akan diperluas kembali hingga 880 hektar untuk proyek Grand Desain tahun
2012-2014.
Untuk itu, kata Hari, kawasan bandara harus aman dari gedung bertingkat
dengan radius 60 meter atau setidaknya dalam radius 500 meter dari titik tengah
antena radar bandara, elevasi ketinggian bangunan berpenghuni maksimum
sama dengan elevasi dasar antena radar.
Karena, dari luas 1.800 hektare kawasan bandara, terdapat tiga ring sudut lurus
pergerakan pesawat lepas landas dan mendarat dari titik runway utama.
Yakni ring pertama ketinggian 0-46 meter (kawasan dibawah permukaan transisi)
; ring kedua, ketinggian 46-151 meter (kawasan dibawah permukaan horisontal
luar) ; dan ring ketiga 151 meter hingga selanjutnya (kawasan memberikan
tuntutan kepada pesawat dari landas pacu guna melakukan pendaratan).



Salah satunya
pembangunan tingkat
lantai delapan
apartement komersial Sky
Lounge-Taman Sari yang
berada di Jalan Marsekal
Surya Dharma, Kota
Tangerang. Sky LoungeTaman Sari juga
merupakan tempat
komersial dan kondotel.

"Apartemen ini berada di
kawasan bandara, dari
pintu M1 bandara ke
apartement Sky Lounge
hanya sekitar 5 menit
saja,"

RAWA
Ialah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terusmenerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta
mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis.

Garis Sempadan Rawa selanjutnya disingkat GSR adalah garis
batas kawasan tertentu sepanjang rawa yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
rawa.

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG
NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN
PENGENDALIAN DAN PEMANFAATAN RAWA
ABSTRAK :
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 5 Tahun 2008
tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian Pemanfaatan
Rawa, maka guna menjaga keseimbangan dan kelestarian
untuk melindungi dan mengamankan fungsi dan manfaat rawa,
perlu adanya suatu pola pengendalian dan pemanfaatan rawa,
sehingga dapat berfungsi sebagai daerah tampungan air yang
merupakan salah satu sistem pengendalian banjir didaerah
perkotaan;

Berdasarkan
penjelasan sebelumnya, ternyata kita perlu untuk
menetapkan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan
Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa.

Dasar Hukum:
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945;
UU No. 28 Tahun 1959;
UU No. 32 Tahun 2004;
UU No. 26 Tahun 2007;
UU No. 32 Tahun 2009;

UU No. 12 Tahun 2011;
PP No. 27 Tahun 1991;
PP No. 26 Tahun 2008;
PP No.15 Tahun 2010.

BANGUNAN CAGAR BUDAYA
•Bangunan: sesuatu yang didirikan; sesuatu yang dibangun (seperti rumah,
gedung, menara).
•Cagar : daerah pelestarian untuk melestarikan lingkungan, tumbuh-tumbuhan,
binatang, dan sebagainya.
•Budaya : (1)Pikiran, akal budi, hasil; (2)adat istiadat; (3)Sesuatu mengenai
kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju); (4)Sesuatu yang sudah
menjadi kebiasaan dan sukar diubah.
•Cagar budaya : daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan
perikehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan.

Bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi dalam 3
(tiga) golongan, yaitu :
cagar budaya golongan A
cagar budaya golongan B
cagar budaya golongan C
•Berdasar Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan
Lingkungan dan Cagar Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur
maupun sejarahnya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
● Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A
● Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B
● Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C

PERATURAN DAERAH INI MENGATUR TENTANG
PEMBINAAN PENGENDALIAN DAN
PEMANFAATAN RAWA, DENGAN SISTEMATIKA
SEBAGAI BERIKUT:
a. Ketentuan Umum;
b. Asas dan Tujuan;
c. Pembinaan Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa;
d. Pelestarian, Konservasi dan Reklamasi Rawa;
e. Perizinan;
f. Kerjasama Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa;
g. Pengawasan;

h. Sanksi Administratif;
i. Penyidikan;
j. Ketentuan Pidana; dan
k. Ketentuan Penutup.

STATUS PERDA TENTANG PEMBINAN
PENGENDALIAN DAN PEMANFAATAN RAWA






Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini,
sepanjang mengenai pelaksanaannya akan ditetapkan oleh
Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kota Palembang.
Diundangkan pada tanggal 1 November 2012.

KETENTUAN UMUM
PASAL 1

1.

Daerah adalah kota Palembang

2.

Pemerintah umum adalah pemerintah kota Palembang

3.

Walikota adalah Walikota kota Palembang

4.

Dinas pekerja umum Bina Marga dan Pengelola sumber
daya air adalah dinas pekerja umum Bina Marga dan
Pengelola sumber daya air kota Palembang

5.

Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pekerja Umum Bina
Marga dan Pengelola sumber daya air kota Palembang

ESENSI
Penyelenggaraan pembinaan pengendalian dan pemanfaatan
rawa bertujuan untuk mencapai terwujudnya kesejahteraan
masyarakat, dilakukan dengan penyiapan sarana dan
prasarana yang diperuntukkan bagi keperluan peruntukkan
penggunaan tanah permukiman, pertanian, perkebunan,
perikanan, peternakan, kehutanan, industri, perhubungan dan
pariwisata serta untuk penurunan emisi Gas Rumah Kaca.

Bangunan Cagar Budaya Golongan A
• Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.
• Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak
dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula
sesuai dengan aslinya.
• Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang
sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan
detail ornamen bangunan yang telah ada.
• Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan
fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan
aslinya.
• Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya
bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan
bangunan utama.

Contoh Bangunan:
BENTENG KUTO BESAK
Lokasi : Jalan Sekanak, Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembang, Sumatera
Selatan
Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat
Kesultanan Palembang. Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besar di prakarsai
oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan
pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan
Mahmud Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803. Sultan Mahmud
Bahauddin ini adalah seorang tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang
realistis dan praktis dalam perdagangan Internasional serta seorang agamawan
yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di Nusantara.
Menandai perannya sebagai sultan ia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto
Besak. Belanda menyebut Kuto Besak sebagai nieuwe keraton alias keraton
baru.

Benteng ini mulai dibangun pada tahun 1780 dengn arsitek yang tidak diketahui
dengan pasti dan pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan pada
seorang Tionghoa. Semen perekat bata dipergunakan batu kapur yang ada di
daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Waktu yang
dipergunakan untuk membangun Kuto Besak ini kurang lebih 17 tahun.
Ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Feburari 1797.
Berbeda dengan letak keraton lama yang berlokasi di daerah pedalaman,
keraton baru berdiri di posisi yang sangat terbuka, strategis, dan sekaligus
sangat indah. Posisinya menghadap ke Sungai Musi.

Benteng Kuto Besak Palembang mempunyai ukuran panjang 188,75 meter,
lebar 183,75 meter dan tinggi 9,99 meter (30 kaki) serta tebal 1,99 meter (6 kaki).
Di setiap sudutnya terdapat bastion(baluarti) bastion yang terletak disudut barat
laut bentuknya berbeda dengan tiga bastion lainnya. Tiga bastion yang sama
tersebut merupakan ciri khas bastion Benteng Kuto Besak, di sisi timur , selatan
dan barat terdapat pintu masuk lainnya disebut lawang buritan.

Bangunan Cagar Budaya Golongan B
• Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik
bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan
pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan
aslinya.
• Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah
pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail
dan ornamen bangunan yang penting.
• Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan
tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan.
• Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya
bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan
bangunan utama.

Contoh Bangunan:
MUSEUM SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II
Lokasi : Jalan Sultan Mahmud badaruddin II No.1, Kecamatan Ilir Barat I, Kota
Palembang.

- Bangunan ini dibangun di lokasi benteng Kuto Lamo (sering juga disebut Kuto
Batu) dimana di dalamnya terdapat keraton Sultan Mahmud Badaruddin Jayo
wikramo atau sultan Mahmud Badaruddin I 91724-1758). Keraton ini
adalahbangunan keraton Palembang yang pertama menggunakan material
batu.
- Pada tahun 1821, Keraton Kesultanan Palembang ini dibumi hanguskan oleh
Belanda dengan tujuan untuk menghilangkan kewibawaan Kesultanan
Palembang dan membalas dendam atas dibakarnya Loji Sungai Aur oleh sultan
Mahmud bAdaruddin II pada tahun 1811.

- Baru pada tahun 1823-1825 JJ van Seivenhoven (Reguring Commisaris Belanda
yang pertama di Palembang) melakukan pembangunan kembali untuk
digunakan sebagai komisariat pemerintah Hindia belanda untuk Sumatera
Bagian Selatan sekaligus sebagai kantor residen.
- Tahun 1942-1945 gedung ini dikuasai oleh Jepang.
- Tahun 1949 gedung ini dijadikan Kantor Teritorium II Sriwijaya.

- Tahun 1960-1974 digunakan oleh Resimen Induk VI Sriwijaya.
- Tahun 1088, Tim Arkeologi Nasional berhasil menemukan pondasi batu dari
Kuto Lamo di masa Sultan Mahmud Badarudin I.
- Tahun - saat ini, bangunan ini menjadi Museum pada lantai atas, dan lantai
dasar digunakan sebagai Kantor Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Palembang.

Bangunan Cagar Budaya Golongan C
•Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola
tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan.

•Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur
bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan.
•Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat
dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan
arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.
•Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.

Contoh Bangunan:
MASJID AGUNG KOTA PALEMBANG
Lokasi : Kecamatan Ilir Barat I, Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Masjid Agung (dahulu disebut Masjid Sultan) dibangun oleh Sultan Mahmud
Badaruddin I (Jayo Wikramo). Peletakan batu pertama pada 1 Jumadil Akhir
1151 h (1738 M) dan diresmikan 28 Jumadil Awal 1161 H (26 Mei 1748).

- Perluasan Pertama (1897) wakaf sayid Umar bin Muhamad Isa Altoha dan
Sayid Ahmad bin She Sahab di Pimpinan Pangeran Penghulu Nataagama Karta
Manggala Mustapa Ibnu Raden Kamluddin
- Perluasan kedua (1930) dan ketiga (1952) dilakukan oleh yayasan Masjid
Agung
- Tahun 1738-1748

- Pada awalnya masjid dibangun dalam bentuk persegi empat dengan ukuran
30x36m. Di empat sisi bangunan terdapat empat penampil yang berfungsi
sebagai pintu masuk , kecuali di bagian barat yang berfungsi sebagai mihrab.
Atapnya berbentuk tumpang tiga tingkat yang melambangkan filosofi
keagamaan, sedangkan atap berundak adalah pengaruh dari candi.
Pembangunannya melibatkan arsitek orang eropa dan tenaga teknis lapangan
orang-orang Cina. Material bangunan yang digunakan adalah material kelas
satu yang harus diimpor dari eropa. Akibatnya pembangunan berjalan cukup
lama.
- Tahun 1758 : dibuat menara segi enam dengan atap genteng setinggi 30
meter dan berdiameter 3 meter.
- Tahun 1821 : atap menara diganti menjadi atap sirap dan menara ditinggali
dan dilengkapi beranda lingkar.
- Tahun 1848 : Pemerintah kolonial merencanakan perluasan Masjid yang
diawali dengan perubahan gerbang serambi masuk yang semula berciri
tradisional menjadi berciri doric.
- Tahun 1897, 1930, 1952 : Perluasan Masjid
- Tahun 1970-1971 : Pembangunan Menara baru segi 12, setinggi 15 meter.
Dirancang oleh M.Arsyat Yunus dan dibiayai Pertamina. Diresmikan 1 Februari
1971.
- Tahun 2001-2003 : Dilakukan renovasi masjid dan diresmikan 16 juni 2003 oleh
Presiden ri megawati Soekarno Putri. Saat ini, luas Masjid Agung sekitar
5.520m2dengan daya tampung 7.750 jemaah.