PEMILU DAN DEMOKRASI DIINDONESIA (1)

Pemilu dan Demokrasi Serta Pelaksanaannya Diindonesia
1. Pemilihan Umum
a. Defenisi Pemilihan Umum
Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi
untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat,
serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga Negara di bidang politik. Pemilu
dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin
memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat
dalam memerintah suatu Negara selama jangka waktu tertentu.
Menurut Austin Ranney, pemilu dikatakan demokratis apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:

Penyelenggaraan secara periodik (regular election),

Pilihan yang bermakna (meaningful choices),

Kebebasan untuk mengusulkan calon (freedom to put forth candidate),

Hak pilih umum bagi kaum dewasa (universal adult suffrage),

Kesetaraan bobot suara (equal weighting votes),


Kebebasan untuk memilih (free registration oh choice),

Kejujuran dalam perhitungan suara dan pelaporan hasil (accurate counting of
choices and reporting of results)
Menurut M. Rusli Karim, pemilu merupakan salah satu sarana utama untuk
menegakkan tatanan demokrasi (kedaulatan rakyat), yang berfungsi sebagai alat
menyehatkan dan menyempurnakan demokrasi, bukan sebagai tujuan demokrasi.
Senada denga pendapat diatas menurut Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, juga
mengatakan:
Pemilu adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipiil, karena
dalam pelaksanaan hak asasi adalah suatu keharusan pemerintah untuk
melaksanakan pemilu. Sesuai asas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka
semua itu dikembalikan kepada rakyat yntuk menentukannya. Oleh karena itu
pemilu adalah suatu syarat yang mutlak bagi negara demokrasi untuk
melaksanakan kedaulatan rakyat.1
Hampir tidak ada negara yang bersedai menerima cap tidak demokrasi, maka
hampir tak ada sistem pemerintahan yang tidak menjalankan pemilu. 2 Pemilu
1 Titik triwulan tutik. Kontruksi hukum tata negara indonesia pasca amandemen UUD 1945.
Jakarta:Kencana.2011, hal. 331

2 Hanya sejumlah kecil saja negara yang tidak menjalankan pemilu seperti Berunai Darussalam dan
sejumlah negara monarki di Timur Tengah. Bahkan sistem pemerintan komunisme, sebelum mereka
runtuh mengadakan pemilu; meskipun lebih merupakan formalitas politik, Eep Saefullah Fatah, pemilu

hakikatnya merupakan sistem penjaringan pejabat publik yang banyak digunakan oleh
negara-negara didunia dengan sistem pemerintahan demokrasi.
Bagi sejumlah negara yang menerapkan atau mengklaim diri sebagai negara
demokrasi (berkedaulatan rakyat), pemilu memang dianggap sebagai lambang
sekaligus tolah ukur utama dan pertama dari demokrasi. Artinya, pelaksanaan dan
hasil pemilu merupakan refleksi dari susasana keterbukaan dan aplikasi dari nilai
dasar demokrasi, di samping perlu adanya kebebasan berpendapat dan berserikat yang
dianggap cerminan pendapat warga negara. Alasannya, pemilu memang dianggap
akan melahirkan suatu representatif aspirasi rakyat yang tentu saja berhubungan erat
dengan legitimasi bagi pemerintah. Melalui pemilu demokrasi sebagai sistem yang
menjamin kebebasan warga negara terwujud melalui penyerapan suara sebagai bentuk
partisipasi publik secara luas. Dengan kata lain bahwa pemilu merupakan simbol
daripada kedaulatan rakyat.3
Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu diselenggarakan dengan
tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk

pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka
mewujudkan tujuan nasional sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka
mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai
demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam
pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.
Mengaitkan pemilu dengan demokrasi sebenarnya dapat dilihat dalam
hubungan dan rumusan yang sederhana sehingga ada yang mengatakan bahwa pemilu
merupakan salah satu bentuk dan cara yang paling nyata untuk melaksanakan
demokrasi. Jika demokrasi diartikan sebagai pemerintahan dari, oleh, dan untuk
rakyat, maka cara rakyat untuk menentukan pemerintahan itu dilakukan melalui
pemilu. Hal ini menjadi niscaya karena di zaman modern ini tidak ada lagi demokrasi
langsung atau demokrasi yang dilakukan sendiri oleh seluruh rakyat seperti pada
zaman polis-polis di Yunani kuno kira-kira 2500 tahun yang lalu. Di dalam demokrasi
modern, pemilu selalu dikaitkan dengan konsep demokrasi perwakilan atau demokrasi
tidak langsung (indirect democracy), yang berarti keikutsertaan rakyat di dalam
pemerintahan dilakukan oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih sendiri oleh rakyat
secara langsung dan bebas, sehingga hasil pemilu haruslah mencerminkan konfigurasi
aliran-aliran dan aspirasi politik yang hidup di tengah-tengah rakyat. Konsep dan
dan Demokrasi: evaluasi terhadap pemilu-pemilu Orde Baru dalam Evaluasi Pemilu Orde Baru,

jakarta:Ghalia Indonesia, 1997, hlm. 14.
3 Titik triwulan tutik. Kontruksi hukum tata negara indonesia pasca amandemen UUD 1945.
Jakarta:Kencana.2011, hal. 329-330.

pemahaman yang seperti itu pulalah yang mendasari penyelenggaraan pemilu di
sepanjang sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pemilu-pemilu di Indonesia diatur
dengan Undang-Undang Pemilu yang selalu berubah-ubah karena kebutuhan
perbaikan kualitas, karena pengaruh konfigurasi politik, dan karena perubahan
demografi kependudukan dan peta pemerintahan daerah.
Pemilu diadakan sebagai sarana untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dan
juga salah satu instrument yang mencerminkan negara demokrasi, pemilu juga untuk
menentukan dan memilih siapa-siapa saja yang pantas yang akan mewakili rakyat dan
juga untuk memilih pemimpin yang akan memimpin dan membawa negeri ke arah
yang lebih baik.
b. Dalam suatu pemilu, ada tiga sistem utama yang sering berlaku, yaitu:
1. Sistem perwakilan distrik (satu dapil/daerah pemilihan untuk satu wakil)
yaitu sistem yang berdasarkan lokasi daerah pemilihan, bukan berdasarkan
jumlah penduduk. Dari semua calon, hanya ada satu pemenang. Dengan begitu,
daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang

banyak penduduknya, dan tentu saja banyak suara terbuang. Karena wakil yang akan
dipilih adalah orangnya langsung, maka pemilih bisa akrab dengan wakilnya., Sistem
ini sering dipakai di Negara yang menganut sistem dwipartai, seperti Inggris dan
Amerika. sistem distrik memiliki karakteristik, antara lain:
a. first past the post : sistem yang menerapkan single memberdistrict dan pemilihan
yang berpusat pada calon, pemenangnya adalah calon yang mendapatkan suara
terbanyak.
b. the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai dasar
untuk menentukan pemenang pemilu. ini dijalankan untuk memperoleh
pemenang yang mendapatkan suara mayoritas.
c. the alternative vote : sama dengan first past the post bedanya adalah para pemilih
diberikan otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan ranking
terhadap calon-calon yang ada.
d. block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang
terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang
ada.
Kelebihan Sistem Distrik
 Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan
yang diperebutkan hanya satu.
 Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat

mendorong penyederhanaan partai secara alami.






Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan
baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih
akrab.
Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di
parlemen.
Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan

Kelemahan Sistem Distrik
 Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan
minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
 Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam
suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini
berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali; dan

kalau ada beberapa partai yang mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang
hilang dapat men¬capai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil
oleh golongan-golongan yang merasa dirugikan.
 Ada kecenderungan wakil tersebut lebih mementingkan kepentingan daerah
pemilihannya dari pada kepentingan nasional
 Umumnya kurang efektife bagi suatu masyarakat heterogen
2. Sistem Proposional ( satu dapil memilih beberapa wakil )
Dalam sistem perwakilan proporsional, jumlah kursi di DPR dibagi kepada
tiap-tiap partai politik, sesuai dengan perolehan jumlah suara dalam pemilihan umum.
khusus di daerah pemilihan. Untuk keperluan itu, maka ditentukan suatu
pertimbangan, misalnya 1 orang wakil di DPR mewakili 500 ribu penduduk. Jadi
Sistem yang melihat pada jumlah penduduk yang merupakan peserta pemilih. Berbeda
dengan sistem distrik, wakil dengan pemilih kurang dekat karena wakil dipilih melalui
tanda gambar kertas suara saja. Sistem proporsional banyak diterapkan oleh Negara
multipartai, seperti Italia, Indonesia, Swedia, dan Belanda.Sistem ini juga dinamakan
perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty. ada dua jenis sistem di
dalam sistem proporsional, yaitu ;
 list proportional representation : disini partai-partai peserta pemilu
menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai.
alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.

 the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan
preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kota.

Kelebihan Sistem Proposional




Dipandang lebih mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama
dengan persentase kursinya di parlemen.
Setiap suara dihitung & tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil &
minoritas memiliki kesempatan untuk mengirimkan wakilnya di parlemen. Hal
ini sangat mewakili masyarakat majemuk(pluralis).

Kelemahan Sistem Proposional
 Sistem proporsional mempermudah terjadinya fragmentasi partai, kurang
mendorong partai untuk saling berintegrasi atau bekerjasama, bahkan
sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan, jika terjadi konflik umumnya
anggota partai cenderung mendirikan partai politik baru, mengingat adanya
peluang partai baru untuk mendapatkan kursi dengan menggabung suara yang

tersisa.
 Banyaknya partai yang bersaing, menyulitkan munculnya partai dengan suara
mayoritas (50% + 1) yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan yang
kuat.
 Sistem proporsional memberikan kewenangan yang kuat terhadap partai
politik melalui sistem daftar (list system). Prosedur sistem daftar bervariasi,
umumnya yang dipakai adalah partai politik menawarkan daftar calon kepada
pemilih. Rakyat pemilih memilih suatu partai dengan semua calonnya untuk
berbagai kursi yang diperebutkan. Sehingga wakil rakyat yang terpilih tidak
memiliki hubungan yang kuat kepada pemilih, melainkan loyalitas terhadap
partai politik.
 Dengan demikian, sistem Proporsional dapat menggeser kedaulatan rakyat
menjadi kedaulatan partai Politik.
Perbedaan utama antara sistem proporsional & distrik adalah bahwa cara
penghitungan suara dapat memunculkan perbedaan dalam komposisi perwakilan
dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.
3. sistem campuran
Selain kedua bentuk utama sistem pemilu di atas, terdapat pula sistem
campuran. Artinya, dalam sistem ini setiap pemilih mempunyai dua suara: memilih
calon berdasarkan distrik dan sekaligus berdasarkan sistem proporsional.Sistem ini

membagi wiliyah Negara dalam beberapa daerah pemilihan.Sisa suara pemilihan tidak
hilang melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum dibagi.Sistem
gabungan ini ditetapkan sejak pemilu tahun 1997 dalam pemilihan anggota
DPR,DPRD I,DPRD II. Pengikut sistem proporsional menganggap bahwa sistem
campuran yang masih ada unsur distriknya masih terdapat kesenjangan perolehan
kursi dengan jumlah pemilihan (distortion effect), sedangkan penganut sistem distrik
berpendapat bahwa sistem campuran yang mengandung unsur proporsional tidak
menunjang secara penuh kontrak rakyat dengan wakilnya.
c. Pelaksanaan Pemilu diindonesia

Sejak kemerdekaan hingga tahun 2014 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan 11 kali pemilihan umum, yaitu 1945, 1971, 1977, 1982, 1992, 1997, 1999,
2004 ,2009 dan 2014. Akan tetapi pemilihan pada tahun 1955 merupakan pemilihan
umum yang dianggap istimewa karena ditengah suasana kemerdekaan yang masih
tidak stabil Indonesia melakukan PEMILU , bahkan dunia internasional memuji
pemilu pada tahun tersebut. Pemilihan umum berlangsung dengan terbuka, jujur dan
fair, meski belum ada sarana komunikasi secanggih pada saat ini ataupun jaringan
kerja KPU.
Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang
vacuum, melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil
pemilihan umum itu sendiri. Dari pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui

adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
1) Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1958)
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap
(tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang
pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan
yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang
diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.
Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan hikmat,,
Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan
intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik.
Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.
Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai.
Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi
terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan
dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
2) Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sesudah mencabut maklumat pemerintah November 1945 tentang kebebasan
mendirikan partai , presiden soekarno mengurangi jumlah partai menjadi 10.
Kesepuluh ini antara lain : PNI, Masyumi,NU,PKI, Partai Katolik, Partindo,Partai
Murba, PSIIArudji, IPKI, dan Partai Islam, kemudian ikut dalam pemilu 1971 di masa
orde baru. Di zaman demokrasi terpimpin tidak diadakan pemilihan umum.
3) Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Sesudah runtuhnya rezim demokrasi terpimpin yang semi otoriter ada harapan
besar dikalangan masyarakat untuk dapat mendirikan suatu sistem politik yang
demokratis dan stabil. Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilihan umum . pada
saat itu diperbincangkan tidak hanya sistem proporsional yang sudah dikenal lama,
tetapi juga sistem distrik yang di Indonesia masih sangat baru.
Jika meninjau sistem pemilihan umum di Indonesia dapat ditarik berbagai
kesimpulan. Pertama, keputusan untuk tetap menggunakan sistem proporsional pada

tahun 1967 adalah keputusan yang tepat karena tidak ada distorsi atau kesenjangan
antara perolehan suara nasional dengan jumlah kursi dalam DPR. Kedua, ketentuan di
dalam UUD 12945 bahwa DPR dan presiden tidak dapat saling menjatuhkan
merupakan keuntungan, karena tidak ada lagi fragmentasi karena yang dibenarkan
eksistensinya hanya tiga partai saja. Usaha untuk mendirikan partai baru tidak
bermanfaat dan tidak diperbolehkan. Dengan demikian sejumlah kelemahan dari
sistem proporsional telah teratasi.
Namun beberapa kelemahan masih melekat pada sistem politik ini. Pertama,
masih kurang dekatnya hubungan antara wakil pemerintah dan konstituennya tetap
ada. Kedua, dengan dibatasinya jumlah partai menjadi tiga telah terjadi penyempitan
dalam kesempatan untuk memilih menurut selera dan pendapat masing-masing
sehingga dapat dipertanyakan apakah sipemilih benar-benar mencerminkan,
kecenderungan, atau ada pertimbangan lain yang menjadi pedomannya. Ditambah lagi
masalah golput, bagaimanapun juga gerakan golput telah menunjukkan salah satu
kelemahan dari sistem otoriter orde dan hal itu patut dihargai.
4) Zaman Reformasi (1998-sekarang)
Seperti dibidang-bidang lain, reformasi membawa beberapa perubahan
fundamental. Pertama, dibukanya kesempatan kembali untuk bergeraknya partai
politik secara bebas, termasuk mendirikan partai baru. Kedua, pada pemilu 2004
untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia diadakan pemilihan presiden dan
wakil presiden dipilih melalui MPR. Ketiga, diadakannya pemilihan umum untuk
suatu badan baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah yang akan mewakili kepentingan
daerah secara khusus. Keempat, diadakannya “electoral thresold “ , yaitu ketentuan
bahwa untuk pememilihan legislatif setiap partai harus meraih minimal 3% jumlah
kursi anggota badan legislatif pusat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
Indonesia adalah :
Pemilu
Terbuka/tertutup
1955
tertutup
1971
1977
1982
1987
1992
1997
1999
2004
terbuka
2009
2014

sistem pemilu yang pernah di anut di
Distrik/proporsional/campuran
proporsional

campuran

2. Demokrasi
a. Defenisi
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung
atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan
adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.4
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan
kratos yang berarti kekuasaan. Secara bahasa Demokrasi adalah kekuasaan yang
berada ditangan rakyat(pemerintahan rakyat). Maksud dari pemerintahan rakyat
adalah pemegang kekuasaan tertinggi dipenggang oleh rakyat. Jadi demokrasi adalah
sebuah bentuk sistem pemerintahan dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat
yang dijalankan oleh pemerintah.5
Jadi demokrasi adalah suatu pola pemerintahan dimana kekuasaan untuk
memerintah berasal dari mereka yang diperintah. Atau demokrasi adalah pola
pemerintahan yang mengikuti sertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam
keputusan yang diambil oleh mereka yang diberi wewenang. Maka legitimasi
pemerintah adalah kemauan rakyat yang memilih dan mengontrolnya. Rakyat memilih
wakil-wakilnya dengan bebas dan melalui mereka ini pemerintahnya. Disamping itu,
dalam negara dengan penduduk jutaan, para warga negara mengambil bagian juga
dalam pemerintahan melalui persetujuan dan kritik yang dapat diutarakan dengan
bebas khususnya dalam media massa.6
b. Bentuk-bentuk Demokrasi
Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung
dan demokrasi perwakilan.
1) Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap
rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan.
Dalam sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu
4 http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
5 http://demokrasiindonesia.blogspot.com/2014/08/demokrasi-di-indonesia-pengertian-macam6 Abdul aziz hakim. Negara hukum dan demokrasi diindonesia.pustaka pelajar.yogjakarta.2011. hal.174

kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan
politik yang terjadi. Sistem demokrasi langsung digunakan pada masa awal
terbentuknya demokrasi di Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan
yang harus diselesaikan, seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya. Di
era modern sistem ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu
negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum
merupakan hal yang sulit. Selain itu, sistem ini menuntut partisipasi yang
tinggi dari rakyat sedangkan rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu
untuk mempelajari semua permasalahan politik negara.
2) Demokrasi perwakilan
Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan
melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil
keputusan bagi mereka.
Ciri-ciri pemerintahan demokratis Dalam perkembangannya, demokrasi
menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.
Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:
a. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan
politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
b. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
rakyat (warga negara).
c. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
d. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai
alat penegakan hukum
e. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
f. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan
mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
g. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga
perwakilan rakyat.
h. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih)
pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
i. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan,
dan sebagainya).

c. Pelaksanaan demokrasi di indonesia
Berdasarkan Pembukaan UUD 1945, telah dijelaskan bahwa bentuk
pemerintahan Indonesia adalah demokrasi Pancasila dengan sistem pemerintahan
presidensil.

Demokrasi Pancasila adalah sistem pemerintahan yang telah mengatur
berbagai sisi kehidupan masyarakat Indonesia yang memiliki komposisi majemuk.
Pada perjalanannya, Negara ini telah mencoba beberapa sistem demokrasi untuk
mengatur pemerintahan di Indonesia, seperti demokrasi liberal dan demokrasi
terpimpin. Namun, sistem demokrasi pancasila dinilai paling cocok dengan keadaan
Negara tersebut sehingga tujuannya mampu untuk mengatasi permasalahan
disintegrasi sosial yang sangat rawan terjadi pada masyarakat Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, demokrasi pancasila belum mampu dijalankan secara
optimal. Sehingga masih banyak kekurangan yang dapat dilihat dari sistem
pemerintahan yang ada. Bukan karena tidak cocok atau Pancasila tidak mampu lagi
untuk mengatur Negara ini, namun kurang optimalnya pelaksanaan demokrasi
Pancasilalah yang sebenarnya menjadi penyebab utama timbulnya kekurangankekurangan tersebut.
Masih banyak lagi permasalahan jika hari terus berlanjut. Kehidupan dimana
demokrasi sekarang menjadi sebuah kepentingan telah mencoreng arti demokrasi
Pancasila yang sebenarnya. Ironisnya, masyarakat hanya mampu menjadi saksi bisu
apa yang dilakukan oleh pejabat-pejabat Negara. Entah karena kurangnya wadah
untuk menyampaikan aspirasinya atau memang kesadaran akan berdemokrasi telah
mengalami kejenuhan. Sehingga masyarakat hanya menganggap suara mereka adalah
suara yang percuma.
Sebagai pejabat, pemerintah kurang berhasil membawa masyarakatnya menuju
perubahan dimana mereka dapat selalu berkicau menghiasi iklim demokrasi di Negara
ini. Namun, di sisi lain masyarakat juga masih kurang ilmu dalam sistem yang ada
sekarang ini. Masyarakat juga cenderung masih melakukan banyak penyimpangan
guna kepentingan mereka sendiri. Di sisi lain, juga masih banyak warga Negara yang
meras takut untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah guna kemajuan bersama.
Ketakutan-ketakutan dan penyimpangan-penyimpangan itulah yang tidak
sesuai dengan tujuan Pancasila sebagai dasar Negara. Masyarakat tidak menyadari
bahwa secara sistem, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi dan seharusnya
selalu mampu menjadi pengawas pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
d. Prinsip demokrasi negara indonesia
Dalam demokrasi kekuasaan tertinggi di suatu Negara adalah di tangan rakyat,
maksudnya adalah menyangkut baik penyelenggaraan Negara maupun pemerintahan.
Itu artinya; pertama: pemerintahan berada ditangan rakyat , kedua: pemerintahan oleh
rakyat, ketiga: pemerintahan untuk rakyat. prinsip pemerintahan berdasarkan
kedaulatan rakyat tersebut bagi Negara Indonesia terkandung dalam pembukaan UUD
1945 alinea IV, yang berbunyi: “................ maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang di pimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Maka prinsip
demokrasi dalam Negara Indonesia selain tercantum dalam pembukaan juga
berdasarkan pada dasar filsafat Negara pancasila sila keempat yaitu “kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dimaksud
bahwa dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu didasarkan pada moral
kebijaksanaan yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan
kemanusiaan yang adil dan beradap. Selain itu dasar pelaksanaan demokrasi Indonesia
juga secara eksplisit tercantum dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (2) yang berbunyi
“kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar”. Sistem demokrasi dalam penyelenggaraan Negara Indonesia juga diwujudkan
dalam penentuan kekuasaan Negara, yaitu menentukan dan memisahkan tentang
kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif (trias politica : sebuah ide bahwa sebuah
pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang
bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak.
Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan
agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif dan yudikatif).
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan
ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu
besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab,
bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap
hak-hak asasi manusia.Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga Negara yang
lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri
anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi
rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga Negara
bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang
mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga Negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga Negara
tersebut.