5 Masalah Mendasar Dunia Pendidikan (1)

15 Masalah Mendasar Dunia Pendidikan!!
Juni 8, 2011
1. Mahalnya biaya pendidikan.
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Menaikkan anggaran pendidikan
– Membebaskan biaya pendidikan dasar
– Meningkatkan subsidi untuk pendidikan menegah dan tinggi
– Menghapuskan segala ‘pungutan’ di sekolah yang tidak ada korelasi dengan peningkatan
mutu pendidikan
2. Korupsi dana pendidikan
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Mempublikasikan dan mempertanggungjawabkan/melaporkan kebijakan dan proyek di
Depdiknas, dinas-dinas pendidikan, dan sekolah kepada masyarakat melalui media massa.
– Menindak tegas penyelenggara pendidikan/birokrasi yang melakukan korupsi dana
pendidikan, dari tingkat Depdiknas, dinas-dinas pendidikan, sampai di sekolah/satuan
pendidikan.
– Membuat sistem pemilihan kepala sekolah secara langsung, objektif, dan transparan.
3. Manajemen pendidikan
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Meningkatkan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pembuatan kebijakan
pendidikan.

4. Manajemen sekolah
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Mengembangkan demokratisasi dalam penyelenggaraan sekolah – Memperbaiki sistem
pemilihan kepala sekolah
5. Komite sekolah
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Menghilangkan fungsi mencari pendanaan dari orang tua siswa
6. Kurangnya fasilitas pendidikan
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Mencukupi fasilitas pembelajaran sesuai standar minimal pendidikan.
7. Meningkatnya angka putus sekolah
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Melaksanakan undang-undang Sisdiknas mengenai wajib belajar secara konsisten dan
konsekuen
– Meningkatkan subsidi untuk pendidikan menengah dan tinggi
– Menyelenggarakan semua bentuk pendidikan menengah dan tinggi dengan sistem
pembiayaan yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
8. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
Tindakan yang harus dilaksanakan :


– Refungsi dan restrukturisasi LPTK menuju spesialisasi guru setingkat master
– Menghilangkan crash program keguruan.
9. Kesejahteraan guru
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Meningkatkan gaji dan atau insentif untuk guru yang dilakukan baik pemerintah pusat
maupun daerah.
10. Profesionalisme guru
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Memberikan otoritas kepada guru dalam melaksanakan profesinya
– Memfasilitasi guru dalam mengembangkan kompetensi profesionalnya.
11. Sistem rekruitmen dan distribusi guru
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Melakukan sistem rekruitmen yang transparan dan akuntabel dengan berdasarkan
kompetensi
– Melakukan redistribusi berdasarkan kebutuhan daerah dengan memberikan insentif yang
sesuai dengan kondisi geografis.
12. Diskriminasi status guru
Tindakan yang harus dilaksanakan :
– Menghapuskan diskriminasi status guru PNS, swasta, honorer, kontrak, bantu, sukarelawan
dengan membangun sistem manajemen guru dalam satu kesatuan yang tidak diskriminatif.

13. Birokratisasi profesi guru
Tindakan yang harus dilakukan :
– Menghapus sistem birokrasi yang dapat menghambat kemandirian/otoritas guru
– Memberikan kebebasan kepada guru untuk berserikat, menyatakan pendapat, dan menjamin
peranserta guru dalam pemberantasan KKN, khususnya pemberantasan korupsi dana
pendidikan.
14. Sistem evaluasi belajar
Tindakan yang harus dilaksanakan:
– Menyerahkan sistem evaluasi belajar dan penentuan kelulusan kepada
sekolah/guru[/QUOTE]
15. Kurikulum
Memfokuskan (arah kurikulum yang operasional dan terukur berdasarkan) pada kebutuhan
siswa
– Merampingkan kurikulum sesuai dengan fokus yang ditetapkan
– Memberikan kewenangan pada guru untuk mengembangkan Kurikulum
2004 sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan guru dan sekolah.
Ke-15 masalah pokok pendidikan ini sudah dirasa mewakili dari sekian banyak masalahmasalah dunia pendidikan.CC hanya menambahkan bahwa ke-15 masalah itu malah
menghasilkan dampak negative terhadap bergesernya makna filosofis pendidikan itu sendiri,
yakni untuk memanusiakan manusia yang seutuhnya.


PERMASALAHAN PENDIDIKAN MASA KINI
Pendahuluan
Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap
pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat
bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada
kontribusinya pendidikan. Shane (1984: 39), misalnya sangat yakin bahwa pendidikanlah
yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Pendapat yang sama juga
bisa kita baca dalam penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan:
“Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar
manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara
lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat”.
Dengan demikian, sebagai institusi, pendidikan pada prinsipnya memikul amanah “etika
masa depan”. Etika masa depan timbul dan dibentuk oleh kesadaran bahwa setiap anak
manusia akan menjalani sisa hidupnya di masa depan bersama-sama dengan makhluk hidup
lainnya yang ada di bumi. Hal ini berarti bahwa, di satu pihak, etika masa depan menuntut
manusia untuk tidak mengelakkan tanggung jawab atas konsekuensi dari setiap perbautan
yang dilakukannya sekarang ini. Sementara itu pihak lain, manusia dituntut untuk mampu
mengantisipasi, merumuskan nilai-nilai, dan menetapkan prioritas-prioritas dalam suasana
yang tidak pasti agar generasi-generasi mendatang tidak menjadi mangsa dari proses yang

semakin tidak terkendali di zaman mereka dikemudian hari (Joesoef, 2001: 198-199).
Dalam konteks etika masa depan tersebut, karenanya visi pendidikan seharusnya lahir dari
kesadaran bahwa kita sebaiknya jangan menanti apapun dari masa depan, karena
sesungguhnya masa depan itulah mengaharap-harapkan dari kita, kita sendirilah yang
seharusnya menyiapkannya (Joesoef, 2001: 198). Visi ini tentu saja mensyaratkan bahwa,
sebagai institusi, pendidikan harus solid. Idealnya, pendidikan yang solid adalah pendidikan
yang steril dari berbagai permasalahan. Namun hal ini adalah suatu kemustahilan. Suka atau
tidak suka, permasalahan akan selalu ada dimanapun dan kapanpun, termasuk dalam institusi
pendidikan.
Oleh karena itu, persoalannya bukanlah usaha menghindari permasalahah, tetapi justru
perlunya menghadapi permasalahan itu secara cerdas dengan mengidentifikasi dan
memahami substansinya untuk kemudian dicari solusinya.
Makalah ini berusaha mengidentifikasi dan memahami permasalahan-permasalahan
pendidikan kontemporer di Indonesia. Permasalahan-permasalahan pendidikan dimaksud
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan eksternal dan permasalahan
internal. Perlu pula dikemukakan bahwa permasalah pendidikan yang diuraikan dalam
makalah ini terbatas pada permasalahan pendidikan formal.
1. Permasalahan Eksternal Pendidikan Masa Kini

Permasalahan eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini sesungguhnya sangat komplek.

Hal ini dikarenakan oleh kenyataan kompleksnya dimensi-dimensei eksternal pendidikan itu
sendiri. Dimensi-dimensi eksternal pendidikan meliputi dimensi sosial, politik, ekonomi,
budaya, dan bahkan juga dimensi global.

Dari berbagai permasalahan pada dimensi eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini,
makalah ini hanya akan menyoroti dua permasalahan, yaitu permasalahan globalisasi dan
permasalahan perubahan sosial.
Permasalahan globalisasi menjadi penting untuk disoroti, karena ia merupakan trend abad ke21 yang sangat kuat pengaruhnya pada segenap sector kehidupan, termasuk pada sektor
pendidikan. Sedangakan permasalah perubahan social adalah masalah “klasik” bagi
pendidikan, dalam arti ia selalu hadir sebagai permasalahan eksternal pendidikan, dan
karenya perlu dicermati. Kedua permasalahan tersebut merupakan tantangan yang harus
dijawab oleh dunia pendidikan, jika pendidikan ingin berhasil mengemban misi (amanah) dan
fungsinya berdasarkan paradigma etika masa depan.
1. Permasalahan Globalisasi

Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global.
Dalam bidang ekonomi, misalnya, globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi
nasional ke dalam ekonomi dunia atau global (Fakih, 2003: 182). Bila dikaitkan dalam
bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke
dalam pendidikan dunia. Sebegitu jauh, globalisasi memang belum merupakan

kecenderungan umum dalam bidang pendidikan. Namun gejala kearah itu sudah mulai
Nampak.
Sejumlah SMK dan SMA di beberapa kota di Indonesia sudah menerapkan sistem
Manajemen Mutu (Quality Management Sistem) yang berlaku secara internasional dalam
pengelolaan manajemen sekolah mereka, yaitu SMM ISO 9001:2000; dan banyak
diantaranya yang sudah menerima sertifikat ISO.
Oleh karena itu, dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan actual pendidikan.
Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan.
Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang
keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada
keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada
kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Kuntowijoyo, 2001: 122).
Dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan
menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan
pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru
melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih
sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi
sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah).
Kecenderungan ini sudah mulai terlihat pada tingkat perguruan tinggi dan bukan mustahil

akan merambah pada tingkat sekolah menengah.
Bila persoalannya hanya sebatas tantangan kompetitif, maka masalahnya tidak menjadi
sangat krusial (gawat). Tetapi salah satu ciri globalisasi ialah adanya “regulasi-regulasi”.
Dalam bidang pendidikan hal itu tampak pada batasan-batasan atau ketentuan-ketentuan
tentang sekolah berstandar internasional. Pada jajaran SMK regulasi sekolah berstandar
internasional tersebut sudah lama disosialisasikan. Bila regulasi berstandar internasional ini
kemudian ditetapkan sebagai prasyarat bagi output pendidikan untuk memperolah untuk

memperoleh akses ke bursa tenaga kerja global, maka hal ini pasti akan menjadi permasalah
serius bagi pendidikan nasional.
Globalisasi memang membuka peluang bagi pendidikan nasional, tetapi pada waktu yang
sama ia juga mengahadirkan tantangan dan permasalahan pada pendidikan nasional. Karena
pendidikan pada prinsipnya mengemban etika masa depan, maka dunia pendidikan harus mau
menerima dan menghadapi dinamika globalisasi sebagai bagian dari permasalahan
pendidikan masa kini.
1. Permasalahan perubahan sosial

Ada sebuah adegium yang menyatakan bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya
berubah; satu-satunya yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Itu artinya, perubahan sosial
merupakan peristiwa yang tidak bisa dielakkan, meskipun ada perubahan sosial yang berjalan

lambat dan ada pula yang berjalan cepat.
Bahkan salah satu fungsi pendidikan, sebagaimana dikemukakan di atas, adalah melakukan
inovasi-inovasi sosial, yang maksudnya tidak lain adalah mendorong perubahan sosial.
Fungsi pendidikan sebagai agen perubahan sosial tersebut, dewasa ini ternyata justru
melahirkan paradoks.
Kenyataan menunjukkan bahwa, sebagai konsekuansi dari perkembangan ilmu
perkembangan dan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, perubahan sosial berjalan jauh
lebih cepat dibandingkan upaya pembaruan dan laju perubahan pendidikan. Sebagai
akibatnya, fungsi pendidikan sebagai konservasi budaya menjadi lebih menonjol, tetapi tidak
mampu mengantisipasi perubahan sosial secara akurat (Karim, 1991: 28). Dalam kaitan
dengan paradoks dalam hubungan timbal balik antar pendidikan dan perubahan sosial seperti
dikemukakan di atas, patut kiranya dicatat peringatan Sudjatmoko (1991:30) yang
menyatakan bahwa Negara-negara yang tidak mampu mengikuti revolusi industri mutakhir
akan ketinggalan dan berangsur-angsur kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
kedudukannya sebagai Negara merdeka. Dengan kata lain, ketidakmampuan mengelola dan
mengikuti dinamika perubahan sosial sama artinya dengan menyiapkan keterbelakangan.
Permasalahan perubahan sosial, dengan demikian harus menjadi agenda penting dalam
pemikiran dan praksis pendidikan nasional.
1. Permasalahan Internal Pendidikan Masa Kini


Seperti halnya permasalahan eksternal, permasalahan internal pendidikan di Indonesia masa
kini adalah sangat kompleks. Daoed Joefoef (2001: 210-225) misalnya, mencatat
permasalahan internal pendidikan meliputi permasalahan-permasalahan yang berhubungan
dengan strategi pembelajaran, peran guru, dan kurikulum. Selain ketiga permasalahan
tersebut sebenarnya masih ada jumlah permasalahan lain, seperti permasalahan yang
berhubungan dengan sistem kelembagaan, sarana dan prasarana, manajemen, anggaran
operasional, dan peserta didik. Dari berbagai permasalahan internal pendidikan dimaksud,
makalah ini hanya akan membahas tiga permasalahan internal yang di pandang cukup
menonjol, yaitu permasalahan sistem kelembagaan, profesionalisme guru, dan strategi
pembelajaran.
1. Permasalahan sistem kelembagaan pendidikan

Permasalahan sistem kelembagaan pendidikan yang dimaksud dengan uraian ini ialah
mengenai adanya dualisme atau bahkan dikotomi antar pendidikan umum dan pendidikan
agama. Dualisme atau dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama ini agaknya
merupakan warisan dari pemikiran Islam klasik yang memilah antara ilmu umum dan ilmu
agama atau ilmu ghairuh syariah dan ilmu syariah, seperti yang terlihat dalam konsepsi alGhazali (Otman, 1981: 182).
Dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan yang berlaku di negeri ini kita anggap
sebagai permasalahan serius, bukan saja karena hal itu belum bisa ditemukan solusinya
hingga sekarang, melainkan juga karena ia, menurut Ahmad Syafii Maarif (1987:3) hanya

mampu melahirkan sosok manusia yang “pincang”. Jenis pendidikan yang pertama
melahirkan sosok manusia yang berpandangan sekuler, yang melihat agama hanya sebagai
urusan pribadi.
Sedangkan sistem pendidikan yang kedua melahirkan sosok manusia yang taat, tetapi miskim
wawasan. Dengan kata lain, adanya dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan
tersebut merupakan kendala untuk dapat melahirkan sosok manusia Indonesia “seutuhnya”.
Oleh karena itu, Ahmad Syafii Maarif (1996: 10-12) menyarankan perlunya modal
pendidikan yang integrative, suatu gagasan yang berada di luar ruang lingkup pembahasan
makalah ini.
1. Permasalahan Profesionalisme Guru

Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah
pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat
bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak
sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan
pendidikan.
Menurut Suyanto (2006: 1), “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah
kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca
tulis alfabetikal maupun fungsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh
kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian
tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga
bisa “digugu lan ditiru”.
Lebih jauh Suyanto (2006: 28) menjelaskan bahwa guru yang profesional harus memiliki
kualifikasi dan ciri-ciri tertentu. Kualifikasi dan ciri-ciri dimaksud adalah: (a) harus memiliki
landasan pengetahuan yang kuat, (b) harus berdasarkan atas kompetensi individual, (c)
memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (d) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar
sejawat, (e) adanya kesadaran profesional yang tinggi, (f) meliki prinsip-prinsip etik (kide
etik), (g) memiliki sistem seleksi profesi, (h) adanya militansi individual, dan (i) memiliki
organisasi profesi.
Dari ciri-ciri atau karakteristik profesionalisme yang dikemukakan di atas jelaslah bahwa
guru tidak bisa datang dari mana saja tanpa melalui sistem pendidikan profesi dan seleksi
yang baik. Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan,
atau pekerjaan sebagai moon-lighter. Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya
guru terlebih terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka
memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia

pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak
profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah”
bagi pendidikan nasional masa kini.
1. Permasalahan Strategi Pembelajaran

Menurut Suyanto (2006: 15-16) era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik.
Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran
tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma
pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara
terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual
atau pengetahuan.
Paulo Freire (2002: 51-52) menyebut strategi pembelajaran tradisional ini sebagai strategi
pelajaran dalam “gaya bank” (banking concept). Di pihak lain strategi pembelajaran baru
digambarkan oleh Suyanto sebagai berikut: berpusat pada murid, menggunakan banyak
media, berlangsung dalam bentuk kerja sama atau secara kolaboratif, interaksi guru-murid
berupa pertukaran informasi dan menekankan pada pemikiran kritis serta pembuatan
keputusan yang didukung dengan informasi yang kaya. Model pembelajaran baru ini disebut
oleh Paulo Freire (2000: 61) sebagai strategi pembelajaran “hadap masalah” (problem
posing).
Meskipun dalam aspirasinya, sebagaimana dikemukakan di atas, dewasa ini terdapat tuntutan
pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru, namun
kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi
pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru (Idrus, 1997: 79). Hal ini agaknya berkaitan
erat dengan rendahnya professionalisme guru.
1. Kesimpulan dan Saran

Permasalahan pendidikan di Indonesia masa kini sesungguhnya sangat kompleks. Makalah
ini dengan segala keterbatasannya, hanya sempat menyoroti beberapa diantaranya yang
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan eksternal dan internal. Dalam
permasalahan eksternal di bahas masalah globalisasi dan masalah perubahan social sebagai
lingkungan pendidikan.
Sedangkan menyangkut permasalahan internal disoroti masalah system kelemahan (dialisme
dikotomi), profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran. Dari pemahaman terhadap
sejumlah permasalahan dimaksud di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai permasalahan
pendidikan yang komplek itu, baik eksternal maupun internal adalah saling terkait.
Hal ini tentu saja menyarankan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan
pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial; yang merupakan pendekatan terpadu.
Bagaimanapun, permasalahan-permasalahan di atas yang belum merupakan daftar lengkap,
harus kita hadapi dengan penuh tanggung jawab. Sebab, jika kita gagal menemukan solusinya
maka kita tidak bisa berharap pendidikan nasional akan mampu bersaing secara terhormat di
era globalisasi dewasa ini.
Sebagai insan yang berpendidikan, kita tentu masih terus berharap akan datangnya perubahan
fundamental terhadap sistem pendidikan kita. rasa optimis menatap masa depan wajib

terbersit di lubuk hati kita semua, meskipun banyak sekali problem yang belum terentaskan.
Rasa optimis menjadi “kata kunci” (key word) bagi semua idealisme perubahan itu. Seperti
Paulo freire yang telah berhasil memerdekakan rakyat Brazil dari buta huruf,
keterbelakangan, dan kemiskinan. Kita tidak bisa membayangkan, betapa besar rasa optimis
seorang Freire sewaktu berjuang dengan sekuat tenaga dan pikirannya untuk membebaskan
rakyat Brazil dari buta huruf, keterbelakangan, dan kemiskinan itu.
Meskipun banyak problem yang dihadapi oleh pendidikan nasional, namun itu semua tidak
boleh menyurutkan semangat kita. Bagaimanapun juga, pendidikan nasional merupakan
investasi bagi masa depan bangsa. Sebab, melalui pendidikan nasional, masa depan bangsa
sedang dirancang sebaik mungkin dengan cara mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang
tidak kalah kualitasnya dengan negara-negara lain. Kita perlu mengingat kembali kata Cicero,
“Pekerjaan apakah yang lebih mulia, atau yang lebih bernilai bagi negara, daripada
mengajar generasi yang sedang tumbuh?”.
Dengan demikian, sebagai seorang yang berada di dunia pendidikan kita tidak perlulah
merasa putus asa. Ini seperti yang dikatakan oleh Suyanto (2006: ), Sitem pendidikan
nasional sedang beranjak menuju perubahan. Akan tetapi, perubahan itu jelas tidak bisa
dalam sekali waktu yang langsung memperlihatkan hasil secara maksimal. Sebab, mengelola
sistem pendidikan nasional ibarat menanam modal (investasi) untuk jangka panjang. Tetapi
wujud keberhasilannya tidak seketika. Jika investasi dalam bentuk bisnis jelas akan
menghasilkan untung-rugi secara riil, karena dapat diukur dengan besarnya nominal rupiah.
Namun investasi pendidikan adalah berbentuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang
riil bagi generasi bangsa. Karena tujuan nasional pendidikan kita adalah untuk membangun
mentalitas yang berkarakter.
Daftar Pustaka

Fakih, Mansour, 2000. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist
Press dan Pustaka Pelajar.
Freire, Paulo, 2000. Pendidikan Kaum Tertindas, alih bahasa Oetomo Dananjaya dkk.
Jakarta: LP3ES.
Joesoef, Daoed, 2001. “Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran”, dalam Sularto ( ed ).
Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi: Antara Cita dan Fakta. Jakarta: Kompas.
Karim, M. Rusli. 1991, “Pendidikan Islam sebai Upaya Pembebasan Manusia”, dalam
Muslih Usa (ed.). Pendidikan Islam di Indonesia: Antara Cita dan Fakta. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Kuntowijoyo, 2001. Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik dalam
Bingkai Strukturalisme Transendental. Bandung: Mizan.
Maarif, Ahmad Syafii, 1987. “Masalah Pembaharuan Pendidikan Islam”, dalam Ahmad
Busyairi dan Azharudin Sahil ( ed .). Tantangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: LPM UII.

Maarif. Ahmad Syafii, 1996. “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”. Jurnal
Pendidikan Islam, No. 2 Th.I/Oktober 1996.
Othman, Ali Issa, 1981. Manusia Menurut al-Ghazali, alih bahasa Johan Smit dkk. Bandung:
Pustaka.
Shane, Harlod G., 1984. Arti Pendidikan bagi Masa Depan. Jakarta: Rajawali Pers.
Soedjatmoko, 1991. “Nasionalisme sebagai Prospek Belajar”, Prisma, No. 2 Th. XX,
Februari.
Suyanto, 2006. Dinamika Pendidikan Nasional (Dalam Percanturan Dunia Global). Jakarta:
PSAP Muhammadiyah

MASALAH PENDIDIKAN DIINDONESIA

Pendidikan memiliki tugas untuk menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan dari
suatu bangsa tersebut. Setiap langkah dalam pembangunan selalu diupayakan beriringan
dengan tuntutan kamajuan zaman. Perkembangan zaman yang selalu selalu berubah dan
memunculkan berbagai permasalahan baru yang sebelumnya tidak pernah kita pikirkan
sebelumnya.
Indonesia adalah negara memiliki beraneka ragam dalam kebudayanya dan Indonesia juga
dikenal sebagai negara yang kaya raya akan sumberdaya alamnya, namun untuk sumber daya
manusianya dalam hal pendidikan masih sangat rendah. Hal tersebut telah diakui oleh banyak
orang di dunia, bahkan oleh warga masyarakat Indonesia itu sendiri. Pendidikan yang ada di
Indonesia merupakan salah satu negara yang kurang maju di dunia di di bidang pendidikan
ini.
Hal tersebut di karenakan adanya masalah pendidikan di Indonesia yang belum dapat
ditangani dengan tuntas. Adapaun masalah pendidikan di Indonesia ialah :
1. Rendahnya sarana dan
prasarana
Telah kita ketahui sebelumnya dari berita-berita baik di media massa cetak atau pun
elektronik, bahwa sudah banyak berita tentang sekolah-sekolah yang roboh, atau sekolah
yang telah rusak karena bangunanya sudah usang, lapuk dan keropos yang sudah tidak layak
namun tidak memperoleh bantuan dari pemerintah setempat. Ini merupakan salah satu bukti
bahwa betapa rendahnya sarana dan prasarana yang di miliki oleh Indonesia.
2. Kurangnya pemerataan pendidikan di Indonesia
Bagi sebagian orang khususnya orang-orang yang tinggal di kota besar, pendidikan
merupakan hal yang biasa saja, namun jika kita tengok ke daerah-daerah terpencil dan
tempat-tempat kumuh, pendidikan merupakan suatu hal yang mewah dan sangat di
dambakan. Hal tersebut di karenakan Negara lebih memfokuskan pendidikan di wilayah-

wilayah pokok yang lebih potensial. Hal tersesebutlah yang membuat pemerataan pendidikan
yang ada di Indonesia menjadi kurang.
3. Mahalnya biaya pendidikan
Mahalnya biaya pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi adalah masalah
yang paling utama dalam pendidikan yang ada di Indonesia. Hal inilah yang membuat banyak
anak-anak yang putus sekolah di kalangan masyarakat Indonesia yang kurang mampu.

PERMASALAHAN PENDIDIKAN
A. Permasalahan Pokok Pendidikan dan Penanggulangannya
Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya
dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti
apa-apa jika tidak sinkron dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat antara bidang
pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut dimana
sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehinngga
permasalahan intern sistem sisem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya, suatu
permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di
luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak
dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di sekitarnya, dari mana
murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar
sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga
sangat kompleks, menyangkut banyak komponen, dan melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah
air kita dewasa ini, yaitu:
a.

Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.

b.

Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang
mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat.

B. Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan
Ada empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang
perlu diprioritaskan penanggulangannya. Masalah yang dimakdsud yaitu:
1.

Masalah pemerataan pendidikan.

2.

Masalah mutu pendidikan.

3.

Masalah efisiensi pendidikan.

4.

Masalah relevansi pendidikan.

1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk
memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pemabangunan
sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan
dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Pada Bab XI, Pasal 17 berbunyi:
Tiap-tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima
menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan
pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI, Pasal 10 Ayat 1,
menyatakan: “Semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8
tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya.” Ayat 2 menyatakan:
“Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan mentri agama dianggap telah
memenuhi kewajiaban belajar.”
Landasan yuridis pemerataan pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai
landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai
bangsa yang pernah di jajah oleh bangsa lain.

Oleh karena itu, dengan meliha tujuan yang terkandung di dalam upya pemerataan
pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam
pembangunan, maka setelah pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai
diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan.
Khusus untuk pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan
tiap-tiap jenjang memilki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh
kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor
kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksikan secara terus
menerus dengan saksama.
Khusus melalui jalur pendidikan luar sekolah usaha pemerataan pendidikan
mengalami perkembangan pesat. Ada dua faktor yang menunjang yaitu perkembangan iptek

yang menawarkan berbagai macam alternatif, dan dianutnya konsep pendidikan sepanjang
hidup yang tidak membatasi pendidikan hanya sampai pada usia tertentu dan tidak terbatas
hanya pada penyediaan sekolah.
Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan
Cara konvensional antara lain:
a.

Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.

b.

Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).

Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah
membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat/keluarga yang kurang mampu agar mau
menyekolahkan anaknya.
Cara inovatif antara lain:
a.

Sistem Pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts System

(Instructional Management by Parent, Communty and Teacher). Sistem tersebut dirintis di
Solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.
b.

SD kecil pada daerah terpencil.

c.

Sistem Guru Kunjung.

d.

SMP Terbuka (ISOSA – In School Out off School Approach).

e.

Kejar Paket A dan B.

f.

Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.

2.

Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti

yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga
penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi.
Selanjutnya jika luaran tersebut terjun ke lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga
pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unuk kerja (performance test).
Lazimnya sesudah itu masih dilakukan pelatihan/ pemagangan bagi calon untuk penyesuaian
dengan tuntutan persyaratan kerja di lapangan.
Hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang
bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar

yang bermutu. Jika terjadi belajar yang tidak optiimal menghasilkan skor ujian yang baik
maka hampir dipastikan bahwa hasil ujian belajar tersebut adalah semu. Ini berarti bahwa
pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikanm.
Selanjutnya kelancaran pemrosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang
terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran bahkan juga
masyarakat sekitar. Seberapa besar dukungan tersebut diberikan oleh komponen pendidikan,
sangat terkandung kepada kualittas komponen dan kerja samanya serta mobilitas komponen
yang mengarah kepada pencapaian tujuan.

Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu. Di dalam Tap
MPR RI 1998 tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembangunan pendidikan
diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan dan
matematika. (BP-7 Pusat. 1989: 68) umumnya kondisi mutu pendidikan di seluruh tanah air
menunjukkan bahwa di daerah pedesaan utamanya di daerah terpencil lebih rendah daripada
di daerah perkotaan. Acuan usaha pemerataan mutu pendidikan bermaksud agar sistem,
pendidikan khususnya sistem persekolahan dengan segala jenis dan jenjangnya di seluruh
pelosok tanah air (kota dan desa) mengalami peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan
situasi dan kondisinya masing-masing.
Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal
yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manjemen sebagai berikut:
a.

Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT.

b. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut, misalnya berupa
pelatihan, penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain-lain.
c.

Penyempurnaan kurikulu, misalnya dengan memberi materi yang lebih esensial dan
mengandung muatan lokal, meode yang menantang dan menggairahkan belajar, dan
melaksanakan evaluasi yang beracuan PAP.

d. Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tentram untuk belajar.
e.

Penyempurnaan saran belajar seperti buk paket, media pembelajaran dan peralatan
laboratorium.

f.

Peningkatan administrasi manjemen khususnya yang mengenai anggaran.

g. Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan-kegiatan:
1. laporan penyelenggaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan.
2. supervisi dan monitoring pendidikan oleh penilik dan pengawas.
3. sistem ujian nasional/negara seperti Ebtanas, Sipenmaru/UMPTN.
4. akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga.
3.

Masalah Efisiensi Pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan

mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika
penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Jika terjadi yang
sebaliknya, efisiensinya berarti rendah.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah:
a.

Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.

b.

Bagaimana prasarana dan sarana pendidkan digunakan.

c.

Bagaimana pendidikan diselenggarakan.

d.

Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga kerja.

Masalah Efisiensi dalam Penggunaan Prasarana dan Sarana
Penggunaan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak efisien bisa terjadi antara
lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan
kurikulum.
4.

Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat

menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pemabangunan, yaitu masalah-masalah
seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan, yaitu yang
beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain-lain. Baik dari segi jumlah
maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi
semua sektor pembangunan baik yang aktual (yang tersedia) maupun yang potensial dengan

memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan
dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika
dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tenatang kerjaan
yang ada antara lain sebagai berikut:
-

Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.

-

Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap

kembang.
-

Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai

pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.
Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi
jika pendidikan:
1) Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya: Semua warga negara yang
butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2) Dapat mencapai hasil yang bermutu, artinya: Perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat
mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah di rumuskan.
3) Dapat terlaksana secara efisien, artinya: Pemrosesan pendidikan sesuai denagn rancangan
dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
4) Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: Hasil pendidikan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

C. Saling Berkaitan antara Masalah-Masalah Pendidikan
Ada dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang
bermutu belun dapat diusahakan pada saat demikian.
Pertama, gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan
pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan biaya.
Kedua, kondisi satu-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya
peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga
pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai,
dan seterusnya.
Meskipun demikian pemerataan pendidikan tidak dapat diabaikan karena upaya
tersebut, terutama pada saat-saat suatu bangsa sedang mulai membangun mempunyai tujuan

ganda , yaitu di samping tujuan politis (memenuhi persamaan hak bagi rakyat banyak) juga
tujuan pembangunan, yaitu memberikan bekal dasar kepada warga negara agar dapat
menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk mengembangkan diri sehingga
dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan:
1.

Perkembangan Iptek dan Seni

2.

Laju pertumbuhan penduduk.

3.

Aspirasi Masyaraka.

4.

Keterbelakangan budaya dan sarana Kehidupan.

E. Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya
1.Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia
Pendidikan selalu menghadapi masalah, karena selalu terdapat kesenjangan antara apa
yang diharapkan dengan hasil yang dapat di capai dari proses pendidikan. Permasalahan
aktual berupa kesenjangan-kesenjangan yang pada saat ini kita hadapi dan tersa mendesak
untuk ditanggulangi.
Beberapa masalah aktual pendidikan yang akan dikemukakan meliputi masalahmasalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru, pendidikan dasar 9 tahun,
dan pendayagunaan teknologi pendidikan.
Masalah aktual tersebut ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai
pelaksanaanya. Misalnya munculnya kurikulum baru adalah masalah konsep. Apakah
kurikulum tersebut cukup andal secara yuridis (merupakan penjabaran undang-undang
pendidikan) dan secara psikologis (berdasarkan hukum perkembangan peserta didik) atau
tidak. Penjurusan yang berlaku cepat pada SMA misalnya, dianggap tidak mendasarkan diri
pada proses kematangan anak. Konsep sperti itu bermasalah. Selanjutnya jika suatu
kurikulum sudah andal, dapat dilaksanakan apa tidak. Jika tidak, timbullah masalah
pelaksanaan atau masalah operasional. Misalnya konsep tentang Pendidikan Moral Pancasila
yang tekanannya pada pendidik afektif, ternyata dalam pelaksanaannya menjadi pelajaran
tentang pengetahuan Pancasila (meng-kognitifkan yang afektif), ini adalah contoh masalah
operasional.

Perlu di pahami bahwa tidak semua masalah aktual tersebut merupakan masalah baru.
Bahkan ada yang sudah lama. Sudah sejak lama masalah aktual itu kita sepakati untuk
mengatasinya, tetapi dari tahun ke tahun hasilnya tetap sama. Contoh Pendidikan Moral
Pancasila seperti yang telah diungkapkan tadi. Berikut ini masalah aktual tersebut:

2.

a.

Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran.

b.

Masalah Kurikulum.

c.

Masalah Peranan Guru.

d.

Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun.

Upaya Penanggulangan
Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah aktual

seperti telah dikemukakan pada butir 1, antara lain sebagai berikut:

a.

Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukup berlangsung hanya

secara insidental
b.

Pelaksanaan ko dan ekstrakurikuler dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan hasilnya

diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir ataupun pelulusan. Untuk itu perlu dikaitkan
dengan pemberian insentif bagi guru.
c.

Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar ke perguruan tinggi

dengan yang akan terjun ke masayarakat merupakan hal yang prinsip karena pada dasarnya
tidak semua siswa secara potensial mampu belajar di perguruan tinggi.
d.

Pendidikan tenaga kependidikan (prajabatan dan dalam jabatan) perlu di beri perhatian

khusus, oleh karena tenaga kependidikan khususnya guru menjadi penyebab utama lahirnya
SDM berkualitasa untuk pembangunan.
e.

Untuk pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, apalagi jika dikaitkan dengan gerakan

wajib belajar, perlu diadakan penelitian secara meluas pada masyarakat untuk menemukan
faktor penunjang dan utamanya faktor penghambatnya.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.

Dalam usaha pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan yang serius oleh pemerintah.
Pengawasan tidak hanya dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam bidang mutu,
sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu, perluasan kesempatan belajar pada jenjang
pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang penting dalam usaha pemerataan
pendidikan.

2.

Pendidikan (dengan Bidang terkait) dalam usaha pengendalian laju pertumbuhan penduduk
sangat diperlukan. Pelaksaaan program ini dapat ditingkatkan dengan mengakampanyekan
program KB dengan sebaik-baiknya hingga pelosok negeri ini.

3.

Pelaksanaan program belajar dan mengajar dengan inovasi baru perlu diterapkan. Hal ini
dilakukan karena cara dan sistem pengajaran lama tidak dapat diterapkan lagi.

4.

Sistem pendidikan Indonesia dapat berjalan dengan lancar jika kerja sama antara unsurunsur pendidikan berlangsung secara harmonis. Pengawasan yang dilakukan pemerintah dan
pihak-pihak pendidikan terhadap masalah anggaran pendidikan akan dapat menekan jumlah
korupsi dana di dalam dunia pendidikan.

5.

Peningkatan mutu pendidikan akan dapat terlaksana jika kemampuan dan profesionalisme
pendidik dapat ditingkatkan.

Home » Berita Pendidikan » Masalah Pendidikan Di Indonesia

Masalah Pendidikan
Masalah Pendidikan~ Pernahkah anda memperhatikan kondisi bahkan masalah yang ada
seputar pendidikan? Mungkin sebagian orang tidak peduli dengan masalah pendidikan, hal ini
disebabkan karena asumsi publik yang menyatakan bahwa masalah pendidikan adalah
masalah pemerintah.
Saat ini yangs edang kita rasakan ialah ketertinggalannya mutu pendidikan dengan bangsa
lain. Baik itu pendidikan formal maupun nonformal. Hal tersebut dapat dibandingakan
dengan strandart mutu pendidikan yang ada pada negara lain.
Banyak dilihat pendidikan dipelosok desa yang semakin memprihatinkan keadannya dengan
ketidak lengkapannya sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan pendidikan tersebut.
Hal tersebut menimbulkan seatu pertanyaan, lalu sebenarnya apakah pemerintah hanya
mengutamakan pendidikan yang ada di kota besar karena dianggap memiliki kualitas yang
lebih baik dari segi manapun ?
Jika jawaban dari sebuah pertanyaan tersebut dibenarkan maka yang terjadi ialah pemunculan
sebuah kata-kata yaitu sebuah kebodohan belaka. Jika banyak yang beranggapan bahwa
pendidikan di kota memiliki kualitas yang baik itu semua masih belum dapat dibuktikan
dengan semakin maraknya tawuran antar pelajar di wilayah kota-kota besar, terutama ibu
kota.
Dalam hal ini sebenarnya penyebab rendahnya kualitas pendidikan yang ada di Indonesia
ialah masalah keefektifan serta keefesiensian standart dari pengajaran itu sendiri. Hal ini juga
berarti bahwa komponen yang ada dalam pendidikan juga berperan penting, slaah satunya
tenaga pendidik.
Masalah-masalah lainnya yang dihadapi oleh dunia pendidikan Indonesia lainnya ialah
rendahnya prestasi siswa. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi siswa tersebut yang dapat berupa faktor lingkungan, sosial serta ekonomi.
Hal ini semakin terbukti dengan pemaparan yang dijabarkan langsung oleh UNESCO bahwa
indeks prestasi manusia yang ada pada Indonesia makin menurun dan negara kita ini, negara
yang kita sebut dengan negara yang memiliki cita-cita tinggi terhadap setiap anak bangsanya
menduduki peringkat ke-109 di antara 174 negara di dunia.

Dengan sekian banyaknya rusaknya moral anak bangsa, pemerintah sudah mencoba untuk
meperbaiki itu semua dengan melibatakan aspek Ketuhanan sebagai salah satu aspek bahan
ajaran pendidikan yang ada di Indonesia. Lewat kajian kerohanian seseorang akan mnegenal
dengan bahwa tujuan agama ialah tidak hanya memintingkan kehidupan di dunia akan tetapi.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruanperguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para
siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah,
menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
Dalam hal ini juga dapat dicarikan solusi tentang masalah masalah yang telah sebelumnya
diuraiakan di atas ialah Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi
peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan
kualitas guru.
Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan
sebagainya.
Demikian artikel yang membahas mengenai Masalah Pendidikan, Masalah Khusus
Pendidikan, Solusi Masalah Pendidikan. Semoga artikel ini dapat bermanfaat sebagai
bahan acuan refrensi anda.