EVALUASI BAGIAN FORMAL RHETORICAL DAN PR

EVALUASI BAGIAN FORMAL-RHETORICAL DAN
PROBLEM-CENTERED DARI BUKTI MATEMATIS

Hasan Hamid
FKIP Universitas Khairun Ternate, Pendidikan Matematika;
[email protected]
Abstrak

Tulisan ini merupakan hasil dari penelitian pendahuluan yang ditujukan untuk melakukan
evaluasi proses pembuktian dari mahasiswa pendidikan matematika dalam melakukan
pembuktian dengan menggunakan formal-rethorical part dan problem centered part sebagai
struktur bukti. Deskripsi kombinasi pemahaman terhadap formal-rethorical part dan
problem centered part dalam membuktikan lemma, teorema dan akibat (corollary) dalam

Analisis Real akan memunculkan sisi kreatif dari mahasiswa dalam memahami dan
memvalidasi serta mengkonstruksi bukti. Bagian formal-rethorical part kadang
dikatakan sebagai framework (kerangka) bukti dari bukti sedangkan bagian problem
centered bergantung secara murni pada pemecahan masalah matematis, intuisi, dan

pemahaman yang lebih yang terkait dengan konsep. Selden dan Selden (2013)
menyatakan bahwa dua aspek dari struktur bukti ini merupakan genre bukti..

Kata Kunci: Bukti, formal-rethorical, problem centered

A. Pendahuluan
Di dalam matematika, bukti adalah serangkaian argumen logis yang menjelaskan
kebenaran suatu pernyataan, yang dimaksud logis di sini adalah semua langkah pada
setiap argumen harus di justifikasi oleh langkah sebelumnya. Menurut Healy dan
Hoyles (Cheng & Lin, 2009, hlm. 124) bukti dalam matematika adalah jantung
pemikiran matematika dan penalaran deduktif. Sedangkan menurut Yuanqian Chen
(2008, hlm. 398) bukti adalah langkah-demi-langkah yang mendemonstrasikan suatu
pernyataan yang valid. Selden dan Selden (Lee & Smith, 2009, hlm. 21) menegaskan
bahwa bukti dapat dianggap sebagai bentuk khusus dari argumentasi di mana logika
deduktif bertindak sebagai penjamin norma pernyataan matematika. Selanjutnya
Mariotti (2006, hlm. 189) mendefinisikan bukti sebagai rangkaian implikasi logis
yang menghasilkan validasi teoritis dari suatu pernyataan.
Menurut Yumoto dan Miyasaki (2009, hlm. 76-77) dalam pendidikan matematika
telah dianggap bahwa setidaknya terdapat tiga jenis aspek dalam bukti ketika
membuktikan sesuatu yakni: (1) menyadari ketika bukti dapat dilihat sebagai objek
struktural, yang terdiri dari komponen-komponen berikut: proposisi tertentu,
proposisi universal dan penalaran deduktif, (2) menyadari ketika bukti dapat dilihat
sebagai suatu kegiatan intelegensi. Bukti sebagai kegiatan memungkinkan klarifikasi


apa yang mendukung aktivitas bukti dan yang terlibat dalam kegiatan ini, (3)
menyadari ketika bukti dapat dilihat sebagai peran dan fungsinya dalam matematika,
ilmu pengetahuan empiris dan dunia nyata. Oleh karena itu, sejak bukti bisa menjadi
kekuatan pendorong dalam kegiatan produktif seorang mahasiswa sepanjang
perkuliahannya, maka mereka dapat menghargai arti sebenarnya dan pentingnya
bukti melalui perkuliahan tersebut.
Tidak dapat disangkal bahwa proses pembuktian dalam matematika merupakan hal
yang kompleks yang melibatkan berbagai kompetensi siswa/mahasiswa, diantaranya
mengidentifikasi asumsi, memilah sifat dan struktur, serta mengatur/menyusun
masing-masing argumen sehingga menjadi logis dan valid. Jadi kemampuan
mahasiswa untuk membuktikan pernyataan valid adalah kunci keberhasilan dalam
matematika.
Untuk membantu kesulitan yang sering dialami oleh mahasiswa dalam menuliskan
bukti, Selden dan Selden (2013, hlm. 308) menyatakan bahwa mahasiswa perlu
dibantu dengan cara menerapkan dua aspek/bagian dari bukti yakni : (1) The formalrhetorical part (Bagian Retoris-Formal), bagian ini kadang-kadang disebut dengan
kerangka bukti (a proof framework). Bagian dari bukti yang hanya tergantung pada
memangkal dan menggunakan struktur logis dari pernyataan teorema, definisi yang
terkait, dan hasil sebelumnya. Secara umum, bagian ini tidak tergantung pada
pemahaman yang mendalam, atau intuisi tentang konsep yang terlibat atau masalah

yang akan dipecahkan (Schoenfeld, 1985, hlm. 74); (2) The problem-centered part
(Bagian yang menjadi pusat masalah). Bagian ini tergantung secara murni pada
pemecahan masalah matematis, intuisi, dan pemahaman yang lebih yang terkait
dengan konsep (Selden & Selden, 2009).
Untuk memahami dua aspek yang dikemukan oleh Selden dan Selden, diberikan
contoh sebagai berikut:
Contoh:
Diketahui
barisan konvergen dan
adalah suatu barisan
sedemikian sehingga untuk setiap
, terdapat
sedemikian
hingga
untuk semua
. Apakah itu berarti bahwa
konvergen? (Bartle & Sherbert. Exercise 3.2, No.22, 2010).
Bukti:
Ambil sebarang
, dan karena

konvergen, katakan
,
N,
sedemikian sehingga
.
Berdasarkan asumsi,
N, sedemikian sehingga
,
. Dengan menggunakan sifat ketaksamaan segitiga maka,
,
.
Jadi
, atau berarti bahwa barisan
konvergen.
Bagian retoris-formal (The formal-rhetorical part) sering juga disebut dengan
kerangka bukti yang dituliskan di atas, mungkin akan sangat membantu mahasiswa
dalam menuliskan bukti sesuai norma-norma dalam komunitas matematis, dan ini

sangat memerlukan keterampilan teknis, namun menyelesaikan masalah pada
potongan-potongan bukti yang dikosongkan ini merupakan bagian yang menjadi

pusat masalah (The problem-centered part). Tidak semudah yang dibayangkan oleh
mahasiswa dalam mengisi kekosongan dari bagian bukti pada Analisis Real,
mungkin mahasiswa yang memiliki pengalaman dan pemahaman yang baik, yang
akan bisa mengisi kekosongan dari penggalan bukti tersebut dengan misalnya
,
menggunakan manipulasi matematis dan memanfaatkan sifat ketaksamaan segitiga,
serta
.
Dalam matematika, argumentasi dan bukti dapat dijelaskan oleh empat
karakteristik fungsional yang dijelaskan dari aspek umum di antara keduanya yakni
(Pedemonte 2007, hlm. 26):
(1) Argumentasi dan bukti dalam matematika merupakan pembenaran
rasional
Karakteristik pembenaran ini terlihat dalam bentuk argumentasi: penalaran,
merupakan kesimpulan eksplisit yang berasal dari satu atau lebih pernyataan yang
diberikan (Duval, 1995). Kesimpulan ini didasarkan pada rasionalitas seperti
kesimpulan yang digunakan dalam bahasa yuridis (Plantin, 1990). Teori linguistik
menganggap model yuridis sebagai model untuk argumentasi yang menegaskan
pentingnya rasionalitas dalam argumentasi (Perelman dan Olbrechts-Tyteca, 1958;
Toulmin, 1993). Dalam hal ini, argumentasi dapat dianggap sebagai pembaharuan

retorika Aristotelian, namun secara aktual menurut Toulmin (1993), teori
argumentasi lebih dekat ke dialektika Aristoteles. Jadi argumentasi dalam
matematika sebagai bukti lebih dekat dengan dialektika, karena harus menghasilkan
pernyataan benar.
(2) Argumentasi dan bukti dalam matematika untuk meyakinkan
Dari sudut pandang epistimologis, argumentasi dan bukti dalam matematika
dikembangkan ketika seseorang ingin meyakinkan (diri sendiri atau orang lain)
tentang kebenaran pernyataan (Chazan, 1993; De Villiers 1990; Hanna 1989, Healy dan
Hoyles 2000; Lakatos, 1976). Dalam konteks ini, penting untuk membedakan antara
istilah meyakinkan (convincing) dan membujuk (persuading), karena sangat
berbeda dalam pengertiannya. Menurut teori linguistik, tujuan meyakinkan adalah
untuk memodifikasi pendapat dan kepercayaan dengan menarik rasionalitas,
sedangkan tujuan membujuk adalah untuk mendapatkan persetujuan tanpa harus
menarik rasionalitas. Meyakinkan menyiratkan membujuk tetapi membujuk tidak
berarti meyakinkan, sehingga dalam matematika hanya menggunakan argumen yang
meyakinkan.
(3) Argumentasi dan bukti dalam matematika yang ditujukan kepada khalayak
universal
Jika tujuan argumentasi dalam matematika adalah untuk meyakinkan diri
sendiri atau audiens tentang kebenaran suatu pernyataan, maka audiens harus

mampu menjawab. Dalam teori linguistik, audiens ini disebut audiens universal

(Plantin, 1990). Audien terdiri dari komunitas matematika, ruang kelas, guru, teman
berbicara.
(4) Argumentasi dan bukti dalam matematika termasuk dalam ‘field’
(Toulmin, 2003, hlm. 2).
Teori linguistik menyatakan bahwa makna dalam sebuah argumentasi dapat
berbeda sesuai dengan situasi wacana. Lebih khusus, kata-kata tidak dapat menjamin
pemahaman akurat (Ducrot dkk, 1980). Hal ini diperlukan untuk melihat proposisi,
di konteks lain informasi yang memungkinkan kesalahpahaman harus dikurangi.
Karakter ragam argumentasi digarisbawahi oleh Toulmin (2003), yang menunjukkan
“field” sebagai gagasan. Untuk bukti field adalah bidang teoritis: aljabar, kalkulus,
geometri, dan lain-lain. Field argumentasi dalam matematika dibatasi oleh kriteria
validitas. Misalnya, aksioma untuk nilai kebenaran dari suatu argumentasi dalam
geometri berbeda dari aksioma yang digunakan dalam argumentasi aljabar.
Hal ini sesuai dengan Mejia-Ramos (2008) (Mejia-Ramos dkk, 2011, hlm. 334)
berpendapat bahwa ada tiga kegiatan argumentatif utama yang terkait dengan
pembuktian: membangun argumen baru, menyajikan argumen yang tersedia, dan
membaca argumen yang diberikan.
B. Metode Penelitian

Penelitian pendahuluan ini didasarkan pada analisis kualitatif hasil tes yang
dilakukan terhadap 25 mahasiswa yang telah memprogramkan mata kuliah Analisis
Real I (satu). Fokus evaluasi didasarkan pada hasil kerja mahasiswa dalam
melakukan pembuktian berdasarkan struktur bukti bagian formal-rethorical dan
problem centered dari empat soal yang diberikan. Dalam mengidenfikasi
pemahaman terhadap formal-rethorical dan problem centered untuk setiap soal yang
dikemukakan menggunakan lima kategori yang diadopsi dari (Stylianides, 2009,
hlm. 245) sebagai berikut: Argumen valid, logis terkoneksi antara fakta dengan unsur
konklusi yang akan dibuktikan (A1), Argumen valid tetapi bukan bukti (A2) , Tidak
berhasil mengupayakan menjadi argumen yang valid (maksudnya adalah argumen
tidak valid atau belum selesai) (A3), Argumen empiris (A4), dan Argumen tidak-asli
(yaitu, respon yang menunjukkan keterlibatan minimal, respon yang tidak relevan,
atau respon yang berpotensi relevan tetapi relevansi tidak dibuat jelas oleh yang
melakukan pembuktian) (A5).
C. Pembahasan
Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil rangkuman dari aktivitas memahami dan
mengkonstruksi bukti yang dievaluasi berdasarkan lima kategori yang dijelaskan
sebelumnya menunjukkan bahwa argumen yang digunakan baik dalam bagian (RF)
maupun (PC) dari hasil kerja mahasiswa menggunakan argumen tidak-asli, atau 7
mahasiswa memberikan respon yang tidak relevan dalam melakukan pembuktian.


Tabel 1. Distribusi tanggapan dosen terhadap bukti matematis
Struktur bukti

Kategori prespektif argumen pada bukti
A1
A2
A3
A4
A5

The formal-rhetorical
part (Bagian RetorisFormal) (RF)
The problem-centered
part (Bagian yang
menjadi
pusat
masalah) (PC)
Total


2

0

1

1

3

3

4

5

2

4


5

4

6

3

7

Dari hasil evaluasi, nampak bahwa 5 mahasiswa bisa menghasilkan argumen
menjadi bukti yakni sebanyak 2 mahasiswa mampu mengkonstruksi (RF) menjadi
bukti dan 3 mahasiswa memvalidasi argumen menjadi bukti. Namun secara
keseluruhan menunjukkan bahwa 20 mahasiswa memiliki keterbatasan kemampuan
menyusun argumen menjadi bukti matematis, dengan kata lain bahwa mahasiswa
masih dalam kategori A2, A3, A4, dan A5.
Berikut ini akan dikemukakan temuan dari hasil kerja mahasiswa sebagai berikut:

Gambar 1. Hasil kerja R1
Kesalahan mendasar yang dilakukan oleh R1 yakni cenderung mengikuti langkahlangkah pembuktian sebelumnya tanpa memahami definisi yang terkandung dalam
pembuktian tersebut, yakni kesalahan dalam mendefinisikan “
dan
” (argumen yang tidak valid/ A3) .
Namun dalam langkah selanjutnya mahasiswa tersebut melakukan hal yang benar,
akan tetapi terlihat dengan jelas bahwa mahasiswa tersebut belum bisa
memanfaatkan definisi untuk digunakan dalam melakukan pembuktian tersebut.

Gambar 2. Hasil kerja R2
Nampak bahwa R2 tidak bisa memanfaatkan clue (petunjuk) yang ada dan definisi
yang telah disediakan. R2 tidak melengkapi “
N, sedemikian sehingga
” dan “
N, sedemikian sehingga
,
” serta “
” (Tidak berhasil mengupayakan
menjadi argumen yang valid (maksudnya adalah argumen tidak valid atau belum
selesai) (A3) , namun R2 benar menggunakan sifat ketaksamaan segitiga sehingga
, atau berarti bahwa barisan
konvergen, dari
menyimpulkan bahwa
hasil kerja ini menunjukkan bahwa R2 belum bisa menjadi argumen sebagai bukti.

Gambar 3. Hasil kerja R3

Jika ditelusuri hasil kerja R3, nampaknya menunjukkan bahwa urutan kerja dari
argumen yang dikemukakan seakan-akan logis, namun baris ke-5, manipulasi
matematis yang dilakukan oleh R3 menunjukkan hal yang tidak logis. Selanjutnya
pada baris ke-7, pemilihan epsilon yang dilakukan oleh R3 juga tidak tepat. Dengan
demikian hasil kerja R3 dapat digolongkan kedalam kategori A2 dan A3.
D. Kesimpulan dan Saran
Data hasil penelitian pendahuluan ini memberikan kontribusi yang sangat berarti
dalam mengevaluasi kesulitan mahasiswa dalam menyusun argumen secara logis
terkoneksi antara fakta dengan unsur konklusi (A1), argumen valid tetapi bukan bukti
(A2), tidak berhasil mengupayakan menjadi argumen yang valid (maksudnya adalah
argumen tidak valid atau belum selesai) (A3), argumen empiris (A4), dan argumen
tidak-asli (yaitu, respon yang menunjukkan keterlibatan minimal, respon yang tidak
relevan, atau respon yang berpotensi relevan tetapi relevansi tidak dibuat jelas oleh
yang melakukan pembuktian) (A5) khususnya dalam memahami dan mengkonstruksi
bukti matematis berdasarkan formal-rethorical part dan problem centered part, dari hasil
evaluasi menunjukkan bahwa mahasiswa masih dalam kategori A2, A3, A4, dan A5 ini
artinya bahwa mahasiswa belum mampu menyusun argumen menjadi bukti. Hasil
penelitian pendahuluan ini memberikan peluang untuk penelitian selanjutnya dengan
konsep yang sama atau berbeda dengan berbagai variasi pendekatan, metode dan
strategi dalam memahami dan mengkonstruksi bukti khususnya pada mata kuliah
Analisis Real.
E.

Daftar Pustaka

Bartle dan Sherbert (2010). Introduction To Real Analysis. John Wiley & Son, Inc.
Singapore.
Cheng, Ying-Hao & Lin, Fou-Lai (2009). Developing Learning Strategies for
Enhancing below AverageStudents’ Ability In Constructing Multiple-Steps
Geometry Proof. Proceedings of the ICMI Study 19 Conference: Proof and
Proving in Mathematics Education, Vol. 1, pp. 124-129
Lee, Kosze & Smith III, John P. (2009). Cognitive and Linguistic Challenges in
Understanding Proving. Proceedings of the ICMI Study 19 Conference: Proof
and Proving in Mathematics Education, Vol. 2, pp. 21-26.
Mariotti, M. A. (2006). Proof and proving in mathematics education. In A.
Gutierrez, & P. Boero (Eds.), Handbook of research on the psychology of
mathematics education (pp. 173-204). Rotterdam, The Netherlands: Sense
Publishers.
Pedemonte, B. (2007). How can the relationship between argumentation and proof be
analysed?. Journal Educational Studies in Mathematics, 66:23-41.
Selden, A., & Selden, J. (2013). Proof and Problem Solving at University Level.
Journal The Mathematics Enthusiast. 10(1&2), 303-334.
Stylianides, A. J. (2007). Proof and proving in school mathematics. Journal for
Research in Mathematics Education, 38(3), 289-321.

Toulmin, S. E. (2003). The Uses of Arguments (Updated Edition).
Cambridge: University Press.
Weber, K., & Mejia-Ramos, J. P. (2011). Why and how mathematicians read proofs:
An exploratory study. Journal Educational Studies of Mathematics, 76, 329344.
Yumoto, T & Miyazaki, M. (2009). Teaching and Learning a Proof as an Object in
Lower Secondary School Mathematics of Japan. Proceedings of the ICMI
Study 19 Conference: Proof and Proving in Mathematics Education, Vol. 2,
pp. 76-81