PERILAKU PERCAYA DIRI ANAK TK A YANG SEK

PERILAKU PERCAYA DIRI ANAK TK A YANG SEKOLAH MELALUI
PENDIDIKAN KELOMPOK BERMAIN DAN YANG TIDAK MELALUI
KELOMPOK BERMAIN DI TK ABA SEMOYA BERBAH SLEMAN
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :
Indiah Wahyu Liasari
NIM. 13111244007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak Taman Kanak-Kanak adalah anak yang sedang berada dalam
rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang
berada dalam proses perkembangan. Perkembangan anak merupakan
proses perubahan perilaku dari tidak matang menjadi matang, dari
sederhana menjadi kompleks, suatu proses evolusi manusia dari
ketergantungan menjadi makhluk dewasa yang mandiri (Tri Utami Ngesti
Handayani, 2014 dikutip dalam Ernawulan Syaodih, 2006:1).
Hurlock (Rosmala Dewi, 2005 :1) menegaskan bahwa lima tahun
pertama kehidupan anak merupakan peletak dasar bagi perkembangan
selanjutnya. Anak yang terpenuhi segala kebutuhan fisik maupun psikis di
awal perkembangan diperkirakan dapat melaksanakan tugas-tugas
perkembangan pada tahap selanjutnya. Tidak hanya kemajuan dalam aspek
bahasa, fisik, kognitif, nilai agama dan moral, namun juga aspek emosi
dan sosial. Perkembangan emosi menjadi salah satu aspek yang perlu
diarahkan dan dikembangkan karena berpengaruh terhadap penyesuaian
pribadi dan sosial anak.
Pendidikan karakter bagi anak usia dini dimaksud untuk

menanamkan nilai-nilai kebaikan supaya dapat menjadi kebiasan ketika
kelak dewasa. Pada masa anak usia dini, penanaman pendidikan karakter

ini sangat tepat. Sebab, pada masa ini anak sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa. Sehingga orangtua
maupun pendidik akan jauh lebih mudah dalam mengarahkan dan
membimbing anak-anaknya dalam penanaman pendidikan karakter
(Muhammad Fadillah, 2014 : 44).
Perkembangan emosi anak merupakan hal yang penting karena
sebagai suatu bentuk komunikasi agar anak dapat menyatakan segala
kebutuhan dan perasaannya pada orang lain. Emosi juga berperan dalam
mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan
sosialnya. Peran emosi dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian
dengan lingkungannya anatar lain : tingkah laku emosi yang ditampilkan
merupakan

sumber

penilaian


lingkungan

terhadap

anak,

emosi

mempengaruhi iklim psikologis lingkungan, tingkah laku yang sama dan
di tampilkan secara berulang dapat menjadi kebiasaan, dan ketegangan
emosi yang dimiliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental
anak (Riana Mashar, 2011 : 68-69).
Kepercayaan diri pada anak merupakan hal penting yang harus
dimiliki anak dikehidupannya sehari-hari. Kepercayaan diri juga
merupakan sikap positif seseorang dalam menghadapi lingkungannya.
Percaya diri yang positif adalah perilaku baik yang sesuai dengan nilainilai dan norma-norma kehidupan yang berlaku dalam masyarakat.
Sedangkan sikap negatif ialah sikap yang tidak sesuai dengan nilai-nilai

dan norma-norma kehidupan yang berlaku dalam masyarakat atau bahkan
bertentangan. (Aprianti Yofita, 2013 : 62).

Irawati Istadi (2007:137) berpendapat bahwa tumbuhnya percaya
diri diawali dengan adanya sebuah kompetensi tertentu sesuai fase
perkembangan anak. Berawal dari kompetensi yang anak miliki akan
menciptakan pengakuan yang diperoleh dari lingkungan. Memperoleh
pujian dari guru dan menjadi tempat bertanya bagi teman-teman yang
kemampuannya masih kurang merupakan sebuah pengakuan dari
lingkungan.
Anak kelompok A yang dikategorikan percaya diri menurut
Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 adalah mampu mengerjakan
tugasnya sendiri, menunjukkan kebanggaan terhadap hasil kerjanya, berani
tampil didepan umum, dan berani mempertahankan pendapatnya. Anita
Lie (2003: 4) menyatakan karakteristik percaya diri yaitu yakin kepada diri
sendiri, tidak tergantung pada orang lain, merasa berharga, dan memiliki
keberanian untuk bertindak. Sementara itu, Thursan Hakim (2005:5)
menyebutkan karakteristik percaya diri, yakni bersikap tenang dalam
mengerjakan sesuatu, menetralisasi ketegangan yang muncul pada
berbagai situasi, menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi,
serta mampu bersosialisasi.
Terbentuknya kepercayaan diri tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan manusia pada umumnya.. Kepercayaan diri sudah terbentuk

pada tahun pertama yang diperoleh dari perlakuan orang yang merawat,

mengasuh dan memenuhi segala kebutuhan anak. Sikap orang tua yang
terlalu melindungi menyebabkan rasa percaya diri anak kurang, karena
sikap tersebut membatasi pengalaman anak (Tri Utami Ngesti Handayani,
2014 dikutip dalam Singgih Gunarsa, 2001: 16)
Angelis (dalam Buku Menumbuhkan Rasa Kepercayaan diri anak,
Aprianti Yofita, 2013) pun berpendapat kepercayaan diri merupakan hal
yang dengannya anak mampu menyalurkan segala sesuatu yang diketahui
dan dikerjakannya. Kepercayaan dirijuga dapat diartikan sebagai sikap
positif

seseorang

individu

yang

memampukan


dirinya

untuk

mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan/situasi yang dihadapi.
Selain itu Liendenfield, 2013 : 64 (dalam Buku Menumbuhkan
Rasa Kepercayaan diri anak, Aprianti Yofita, 2013) mendefinisikan
kepercayaan diri adalah kepuasan seseorang akan dirinya sendiri.
Dengan kata lain, anak dapat dikatakan percaya diri jika anak
berani melakukan sesuatu hal yang baik bagi dirinya sesuai dengan
pengetahuan dan kemampuan diri. Selain itu anak tanpa ragu
melakukannya serta berpikir positif. (Aprianti Yofita, 2013 : 63).
Tujuan utama diselenggarakannya pendidikan anak usia dini itu
untuk membentuk anak Indonesia

yang berkualitas yaitu anak yang

tumbuh dan berkembang sesuai tingkat perkembangannya, sehingga
memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar


serta mengarungi kehidupan di masa dewasa, selain itu juga untuk
menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Manfaat rasa kepercayaan diri sangat penting bagi kehidupan anak.
Tanpa adanya kepercayaan diri, pesimisme dan rasa rendah diri akan dapat
menguasai anak dengan mudah. Tanpa dibekali rasa percaya diri sejak
dini, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang lemah. Manfaatnya yaitu
anak lebih percaya akan kemampuan dirinya, anak mampu berpikir
realistis, anak punya semangat lebih tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang
menurut Hakim (2002:121) muncul pada diri anak sebagai berikut:
1. Lingkungan keluarga
Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan
utama dalam kehidupan setiap manusia, lingkungan sangat
mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada
seseorang. Rasa percaya diri baru bisa tumbuh dan berkembang
baik sejak kecil, jika seseorang berada di dalam lingkungan
keluarga yang baik, namun sebaliknya jika lingkungan tidak
memadai menjadikan individu tersebut untuk percaya diri maka
individu tersebut akan kehilangan proses pembelajaran untuk

percaya pada dirinya sendiri.
2. Sekolah
Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak,
dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi

anak setelah lingkungan keluarga di rumah. Sekolah memberikan
ruang pada anak untuk mengekpresikan rasa percaya dirinya
terhadap teman-teman sebayanya.
3. Masyarakat
Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan
kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki
kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain.
Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa
didapatkan melalui pendidikan non formal misalnya : mengikuti les
baca tulis, bermain alat musik, seni vokal, pendidikan keagamaan
dan lain sebagainya. Sebagai penunjang timbulanya rasa percaya
diri pada diri individu yang bersangkutan.
Selain faktor menurut Hakim, Faktor-faktor yang mempengaruhi
rasa percaya diri yang lain menurut Angelis (2003:4) adalah sebagai
berikut :

1. Kemampuan pribadi: Rasa percaya diri hanya timbul pada saat
seseorang mengerjakan sesuatu yang memang mampu dilakukan.
2. Keberhasilan

seseorang:

Keberhasilan

seseorang

ketika

mendapatkan apa yang selama ini diharapkan dan cita-citakan akan
menperkuat timbulnya rasa percaya diri.
3. Keinginan: Ketika seseorang menghendaki sesuatu maka orang
tersebut akan belajar dari kesalahan yang telah diperbuat untuk
mendapatkannya.

4. Tekat yang kuat: Rasa percaya diri yang datang ketika seseorang
memiliki tekat yang kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Kepercayaan diri pada anak usia TK A yaitu 4-5 tahun harus di
ajarkan sejak dini untuk membantu membentuk karakter anak di usia TK
mereka. Terutama usia bayi lahir hingga usia 6 tahun. Karena Usia ini
merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak. Usia ini merupakan usia ketika anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini merupakan periode
awal yang paling penting dan mendasar dalam sepanjang rentang
pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia. Masa ini ditandai
oleh berbagai periode penting yang fundamen dalam kehidupan anak
selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya (Novan Ardy &
Banawi, 2014 : 32 ).
Sementara menurut Hurlock (1993), menyebutkan usia dini sebagai
masa kanak-kanak awal yang mengacu pada usia prasekolah untuk
membedakan dengan masa ketika anak harus menghadapi tugas-tugas
pada saat mengikuti pendidikan formal. Selain usia prasekolah, masa
kanak-kanak awal disebut pula sebagai usia bermain karena anak usia dini
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain dengan mainan.
(Riana Mashar, M.Si. , 2011 : 10).
Erikson menyetakan bahwa pada masa ini anak masuk tahap
psikososial yang dialami dalam kehidupannya, dan kepercayaan diri yang

dialami melibatkan rasa nyaman secara fisik dan tidak ada rasa takut atau

kecemasan akan masa depan. Kepercayaan diri anak dapat dilihat mellaui
keadaan batin dan lahirnya. (Aprianti Yofita, 2013 : 66).
Ada beberapa Aspek-aspek Rasa Percaya Diri. Menurut Lauster
(dalam Ghufron, 2011) anak yang memiliki rasa percaya diri positif
adalah:
1. Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif anak tentang
dirinya bahwa anak mengerti sungguh-sungguh akan apa yang
dilakukannya.
2. Optimis yaitu sikap positif anak yang selalu berpandangan baik
dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan
kemampuannya.
3. Obyektif yaitu anak yang percaya diri memandang permasalahan
atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan
menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.
4. Bertanggung jawab yaitu kesediaan anak untuk menanggung segala
sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
5. Rasional yaitu analisa terhadap sesuatu masalah, sesuatu hal,
sesuatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat
diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

Berdasarkan observasi di TK ABA Semoya Berbah pada tanggal
17 November 2016 hingga tanggal 2 Desember 2016, terdapat 50 anak
untuk kelas A. Dan kelas A ini dibagi dua kelas menjadi A1 dan A2.

Untuk A1 terdapat 25 siswa, dan A2 terdapat 25 siswa. Untuk observasi
ini ada pada kelas A1 yang terdapat 10 anak yang melalui Kelompok
Bermain di TK ABA Semoya dan 15 anak sisanya tidak melalui
Kelompok Bermain. Kelompok Bermain di TK ABA Semoya memang
menjadi pilihan orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Selain itu
juga orangtua langsung menyekolahkan anak-anaknya yang dari
Kelompok Bermain langsung sekolah di TK ABA Semoya.
Tak terlihat jelas perbedaan mereka, namun ketika tampil di depan
kelas ketika maju membanggakan diri mereka masing-masing, itu sangat
terlihat jelas. Siswa yang dari KB lanjut ke TK A mereka lebih cenderung
percaya diri dalam pembawaan diri mereka. Namun ada juga yang tanpa
KB langsung TK A juga yang memiliki percaya diri lebih dibandingkan
yang lain. Tidak menutup kemungkinan bahwa siswa yang sekolah melalui
KB itu sudah percaya diri, karena sebenarnya percaya diri itu mempunyai
banyak faktor dari lingkungan sekitar mereka.
Dari observasi di TK ABA Semoya ini ada 10 anak yang
mempunyai kepercayaan diri lebih menonjol daripada anak lainnya. Di
sebabkan karena faktor lingkungan sekolah. Misalnya berani bernyanyi di
depan kelas sendiri, berani menceritakan hasil karyanya, dan mampu
mengambil keputusan sederhana. Namun masih ada beberapa anak yang
belum berani bertanya secara sederhana, ada juga yang tidak berani
bercerita secara sederhana, tidak mampu mengambil keputusan secara
sederhana, tidak berani menyebutkan nama sendiri di depan kelas, dan

juga ada yang tidak berani menjawab pertanyaan sederhana dari guru. Hal
ini menunjukkan bahwa kepercayaan diri anak-anak tersebut masih
rendah.
Membangun rasa percaya diri pada anak dimulai dari kesadaran
kita bahwa rasa percaya diri berasal dari dalam diri anak masing-masing.
Cara paling mendasar adalah orang tua memberikan kepercayaan pada
anak, supaya mereka yakin akan kemampuan diri mereka sendiri. Sikap
percaya diri anak diajarkan oleh guru disekolah dengan kegiatan-kegiatan
ataupun tugas-tugas anak yang dilakukan dengan mandiri oleh anak,
setelah dirumah anak menjadi tanggung jawab orangtuanya. Sebagai orang
tua dirumah, perannya yaitu meneruskan pengajaran yang sudah dilakukan
oleh anak ketika berada di sekolah.
Yoder dan Proctor mengemukakan bahwa ada lima sebab
kepercayaan diri anak rendah, yaitu krisis dasar kepercayaan kepada
orangtua; trauma transisi dari bayi ke anak; kecemburuan antar anak dalam
keluarga; krisis kompetensi dengan teman; transisi dari tergantung menjadi
tidak tergantung. (Aprianti Yofita, 2013 : 71).
Untuk mendidik kepercayaan diri anak, keluarga dirumah mesti
membawa anak pada kepercayaan dirinya. Yaitu bahwa sang anak dapat
melakukan sesuatu, belajar sesuatu, membicarakan sesuatu secara baik.
Disini orangtua, semalasdan sesibuk apa pun harus bisa membuat anakanaknya tumbuh dengan kepercayaan diri yang baik. Disekolah, guru-guru
mendidik siswanya agar dapat yakin akan kemampuan dirinya sendiri.

Misalnya: berani tampil dihadapan orang lain (menyanyi, bercerita,
menari, dll); yakin dan tidak ragu-ragu dalam melakukan sesuatu.
(Mohamad Mustari, 2014 : 57)

B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas,
masalah dapat di identifikasi sebagai berikut :
1. Anak-anak masih sangat pemalu untuk tampil dan berinteraksi
2. Guru tidak memberi penguatan dan motivasi ke anak
3. Perkembangan emosi terutama percaya diri yang belum distimulasi
secara optimal
4. Orang tua yang terlalu mengekang anak
5. Kepercayaan diri anak yang masih kurang di pendidikan formal

C. Pembatasan masalah
Mengingat luasnya ruang kajian perkembangan emosi maka
peneliti membatasi masalah agar mendapatkan fokus penelitian. Maka
pembatasan masalah yang dapat diteliti yaitu disebabkan karena perilaku
kurang percaya diri pada diri anak yang sekolah di pendidikan formal.

D. Rumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka masalah yang
diajukan pada proposal penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaruh

perilaku percaya diri anak TK A yang sekolah melalui kelompok bermain
dengan yang tidak melalui kelompok bermain di TK ABA Semoya
Berbah?

E. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin
dicapai adalah untuk menganalisis lebih dalam tentang perilaku percaya
diri anak TK A yang sekolah melalui kelompok bermain dengan yang
tidak melalui kelompok bermain.

F. Manfaat
Manfaat yang ada dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi guru
Dapat meningkatkan pemahaman guru pada perkembangan emosi anak
sehingga masalah yang dihadapi dapat teratasi
2. Bagi siswa
Dapat meningkatkan percaya diri anak dalam kehidupan sehari-hari
3. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik bagi
sekolah dalam rangka memahami karakter masing-masing anak ketika
kegiatan pembelajaran.
G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu
disampaikan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Percaya diri
2. Anak Kelompok A
3. Anak Kelompok Bermain
Rosmala Dewi. (2005). Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-kanak. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional.
Tri Utami Ngesti Handayani. (2014). Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri Dengan
Metode Bercerita Menggunakan Wayang Kardus Pada Anak . Jurnal. Jurusan PGPAUD IKIP Veteran Semarang.

Aprianti Yofita. (2013). Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan
Bercerita.
Riana Mashar, M.Si. ( 2011). Emosi Anak Usia Dini dan Strategi
Pengembangannya. Jakarta: Kencana.
Mohamad Mustari. (2014)
Anita Lie. (2003). Menjadi Orang Tua Bijak 101Cara enumbuhkan Percaya Diri
Anak. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Irawati Istadi. (2007). Melipatgandakan Kecerdasan Emosi Anak. Bekasi: Pustaka
Inti.
Thursan Hakim. (2005). Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa
Swara.