PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF T

Jurnal Penelitian Pendidikan Islam | Vol. 5, No. 1, 2017
ISSN 2339-1413

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE COOPERATIVE INTEGRATIDE READING AND COMPOSITION
TERHADAP PERILAKU SOSIAL DAN SPIRITUAL SISWA
DEDEH MARDIAH
H.M. DJASWIDI AL-HAMDANI

Abstrak

Artikel hasil penelitian quasi-eksperimen ini menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran cooperative learning tipe CIRC secara signifikan dapat meningkatkan
perilaku sosial sebesar 14,81%, dan perilaku spiritual sebesar 13,9%; jauh berbeda
dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional, di mana perilaku
sosial hanya sebesar 6,75%, dan perilaku spiritual hanya sebesar sebesar 10,3%. Guru
dan siswa menanggapi secara positif penggunaan model cooperative learning tipe ini.
Siswa merasa senang dan lebih aktif, lebih siap untuk bekerja sama.
Abstract
This quasi-experimental research article shows that the use of cooperative learning
model (CIRC type) significantly improves social behavior and spiritual behavior; is

much different than the use of conventional learning model. Teachers and students
respond positively to the use of cooperative learning models of this type. Students feel
happy and more active, more ready to work together.
Key words: Pembelajaran kooperatif tipe CIRC, perilaku sosial, perilaku spiritual.

Pendahuluan
Salah satu dari potensi yang harus dikembangkan pada siswa SD/MI adalah
perkembangan sosial-spiritual siswa. Dengan meningkatnya perkembangan sosial
diharapkan siswa dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya
maupun lingkungan masyarakat sekitarnya. Adapun perkembangan spiritual siswa
SD/MI ditandai dengan mampu terbiasa melakukan ibadah mahdoh (hablum minallah),
juga terbiasa melakukan ibadah sosial (hablumminannas), yakni menyangkut akhlak
terhadap sesama manusia (Yusuf, 2007:142).
Dari hasil pemantauan sehari-hari pada siswa SDN 1 Bank Jabar Langensari Kota
Banjar khususnya siswa kelas 4, terdapat perilaku sosial spiritual mereka yang belum
sesuai dengan yang diharapkan, walaupun banyak juga yang sesuai dengan yang
diharapkan dan keaktifan belajar siswa berkurang. Hal ini masih terlihat dari adanya
siswa yang memilih bergaul atau bermain dengan siswa tertentu, tidak jujur, tidak
mengikuti peraturan yang ada di sekolah, tidak percaya diri, kurang berani presentasi
didepan kelas, jarang membaca salam, ingin menang sendiri, meninggalkan ibadah

mahdoh, tidak hormat kepada orang tua, guru, teman dan orang lain, tidak berperilaku
syukur.
Perilaku-perilaku tersebut menggambarkan kondisi-kondisi yang menunjukkan
belum baiknya perkembangan sosial dan spiritual siswa. Bila hal ini dibiarkan maka
secara psikologis akan mengakar dan menjadi kebiasaan yang terbawa sampai dewasa,
105

106

Abdul Jalal dan Abdul Aziz

dan mereka akan menemukan kesulitan-kesulitan tatkala mereka masuk ke jenjang
pendidikan selanjutnya bahkan terbawa sampai ketika mereka hidup di masyarakat
yang lebih luas nanti.
Idealnya, pendidikan harus mampu memberikan pencerahan dan menumbuhkan
sikap sosial spiritual kepada siswa, sehingga mereka mampu bersikap responsif
terhadap segala persoalan yang tengah dihadapi masyarakat dan bangsanya. Melalui
pencerahan yang berhasil ditimbanya, mereka diharapkan dapat menjadi sosok
spiritual yang memiliki apresiasi tinggi terhadap masalah kemanusiaan, kejujuran,
demokratisasi, toleransi, dan kedamaian hidup (Ariantini, dkk., 2014:3).

Salah satu tujuan dari pendidikan nasional adalah meningkatkan ketaqwaan
terhadap Tuhan yang Maha Esa. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan agama perlu
diberikan pada semua jenjang dan jenis sekolah dan dimasukkan kedalam kurikulum
Sekolah Dasar sampai dengan tingkat tinggi.
Dengan demikian, pembelajaran pendidikan agama sangatlah penting mengingat
bahwa pembelajaran agama sejatinya untuk membentuk perilaku keagamaan atau
moralitas peserta didik sehingga akhirnya terbentuk masyarakat beradab yang Islami.
Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang
baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikkan harkat dan
martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus adaptif terhadap
perubahan.
Proses pembelajaran merupakan kegiatan interaksi antara dua unsur pendidikan, yaitu
guru dan siswa. Guru sebagai pihak yang melakukan pembelajaran, sedangkan siswa
merupakan pihak yang melakukan kegiatan belajar. Interaksi antara keduanya akan dapat
berjalan dengan efektif apabila guru dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan
relevan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui proses pembelajaran tersebut.
Sebagaimana Firman Allah SWT, dalam surat Al-Maidah ayat 2

(٢ : ‫َﻭﺗَﻌَﺎﻭَُﻧﻮْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺒِﺮِّ ﻭَﺍﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ ﻭَﻻَ ﺗَﻌَﺎﻭَﻧُﻮْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍْﻹِﺛْﻢِ ﻭَﺍْﻟﻌُﺪْﻭَﺍﻥ )ﺍﻟﻤﺎﺋﺪﺓ‬
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS. Al-Maidah : 2).
Dalam perkembangan seperti sekarang ini, guru dituntut agar tugas dan
peranannya tidak lagi sebagai pemberi informasi (transmission of knowledge),
melainkan sebagai pendorong belajar agar siswa dapat mengkontruksi sendiri
pengetahuannya melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah dan
komunikasi sehingga pembelajaran tidak hanya berpusat kepada guru melainkan
berpusat kepada siswa (student centered).
Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak
hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan
awal siswa. Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau
terbangun didalam pikiran siswa sendiri ketika berupaya untuk mengorganisasikan
pengalaman barunya berdasarkan kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikiran
siswa.
Constructivism is a way of teaching and learning that intends to maximize student
understanding. (Cruickshank, et al. 2006: 255). Artinya bahwa model pembelajaran

Jurnal Penelitian Pendidikan Islam | Vol. 5, No. 1, 2017

107


konstruktivisme itu bertujuan untuk memaksimalkan pemahaman siswa. Dengan
demikian, pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari skema
seorang guru ke skema siswanya. Setiap siswa harus membangun pengetahuan itu di
dalam skemanya masing-masing.
Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar
mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari
pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang
ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat
dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas
berlangsung efektif dan optimal. Sebagai contoh adalah model cooperative learning.
Dengan diterapkannya model cooperative learning tipe CIRC pembelajaran
diharapkan akan menumbuhkan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar untuk
meningkatkan sosial dan spiritual. Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) bagian dari metode pembelajaran cooperative learning. Cooperative
learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Cooperative learning merupakan strategi belajar
dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam cooperative learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman

dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran
kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian
mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting. Tipe ini jarang sekali
diteliti keefektifannya untuk itu penulis merasa tertantang untuk mencoba
mengungkapnya, diuji efektivitasnya dan kemudian dibandingkan dengan efektifitas
metode konvensional. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC merupakan program
komprehensif untuk mengajarkan membaca dan menulis pada tingkat sekolah dasar
dan untuk memahamkan informasi bacaan pada tingkat yang lebih tinggi. Sehingga
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat memahamkan siswa didik dalam
mengembangkan kosa kata, ekspresi bahasa dan keterampilan bahasa ekspresif
maupun resepsif dan untuk membantu siswa didik mengingat informasi, munculnya
pertanyaan dan merangkum informasi.
Berdasarkan masalah diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe CIRC untuk meningkatkan sosial dan
spiritual siswa, dan menuangkan dalam bentuk tulisan ilmiah berupa tesis dengan
judul: Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Cooperative Integratide Reading
and Composition) Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Meningkatkan
Perilaku Sosial dan Spiritual Siswa (Quasi Eksperimen di kelas 4 SDN 1 Bank Jabar
Langensari Kota Banjar)

Kajian Teoretik
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu
kelompok atau satu tim (Isjoni, 2013:15).

108

Abdul Jalal dan Abdul Aziz

Slavin (Isjoni, 2013:15) mengemukakan, “In cooperative learning methods,
students work together in four member teams to master material initially presented by
the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning
adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Roger, dkk (Huda, 2013:29) menyatakan, pembelajaran kooperatif merupakan
aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa
pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara
kelompok-kelompok
pembelajar
yang

didalamnya
setiap
pembelajar
bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan
pembelajaran anggota-anggota yang lain.
Menurut Guskey (Mcnair, 2006: 24) mengatakan pembelajaran kooperatif adalah
format instruksional dimana siswa bekerja kelompok pada kelompok kecil heterogen
yang terdiri dari 2-6 siswa disertai pemberian tugas belajar yang diberikan oleh guru.
Johnson (Batool & Parveen, 2012:154) Cooperative learning is an instructional
strategy in which students engage in activities that promote collaboration and teamwork.
Individual achievement is sometimes over looked in favor of group accomplishment.
Artinya pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran dimana siswa
terlibat dalam kegiatan yang mempromosikan kolaborasi dan kerja sama tim, prestasi
individu kadang-kadang lebih tampak dalam mendukung prestasi kelompok.
Dalam cooperative learning terdapat beberapa variasi model yang dapat
diterapkan, yaitu di antaranya: 1) Student Team Achievemen Division (STAD), 2) Jigsaw,
3) Group investigation (GI), 4) Rotating Trio Exchange, 5) Group Resum, 6) CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition). Dari beberapa model pembelajaran
tersebut model yang banyak dikembangkan adalah model Student Team Achievement
Division ( STAD),) dan Jigsaw.

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) atau disebut juga
kooperatif terpadu membaca, menulis, termasuk salah satu tipe model pembelajaran
cooperative learning. Keberhasilan metode CIRC sangat bergantung pada proses
pembelajaran yang dilaksanakan siswa. CIRC telah dikembangkan dalam pembelajaran
sejak tahun 1986 di Sekolah Dasar. Sekarang, CIRC telah digunakan dalam berbagai
tingkatan kelas ahli yang terus mengembangkan metode ini adalah Robert Slavin,
Robert Stiven, Nancy Maden, dan Marie Farnish (Halimah, 2014: 29)
Menurut Slavin (Halimah, 2014: 32), langkah-langkah dalam pembelajaran
kooperatif tipe CIRC adalah: (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang
yang secara heterogen, (2) guru memberikan wacana sesuai dengan topik
pembelajaran, (3) siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide, (4)
mempresentasikan hasil kelompok, (5) guru membuat kesimpulan bersama, dan (6)
penutup.
Tujuan CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para
siswa dalam mempelajari dan melatih kemampuan memahami bacaan yang dapat
diaplikasikan secara luas.
Metode CIRC pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta
dalam memahami isi bacaan sekaligus membina kemampuan menulis reproduksi atas

Jurnal Penelitian Pendidikan Islam | Vol. 5, No. 1, 2017


109

bahan bacaan yang dibacanya. Metode CIRC dapat membantu guru memadukan
kegiatan membaca dan menulis dalam pelaksanaan pembelajaran membaca (Halimah,
2014:31).
Kelebihan pembelajaran CIRC ini menurut Slavin (Halimah, 2014:34) adalah:
a. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC amat tepat untuk meningkatkan pemahaman
siswa pada materi pembelajaran.
b. Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang.
c. Siswa termotivasi pada hasil secara teliti karena bekerja dalam kelompok.
d. Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaan.
e. Membantu siswa yang lemah dalam memahami tugas yang diberikan.
f.

Meningkatkan hasil belajar, khususnya dalam menyelesaikan soal yang diberikan guru.

g. Siswa dapat memberikan tanggapannya secara bebas, dilatih untuk dapat bekerjasama,
dan menghargai pendapat oranglain.


Kekurangan metode CIRC adalah pada saat presentasi, hanya siswa yang aktif,
yang tampil memerlukan waktu yang relatif lama, adanya kegiatan-kegiatan kelompok
yang tidak bisa berjalan seperti apa yang diharapkan. Akan tetapi, penggunaan model
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) menimbulkan sebuah masalah
yaitu apabila guru sedang mengajarkan satu kelompok membaca, siswa lain di dalam
kelas tersebut harus diberikan kegiatan-kegiatan yang dapat mereka selesaikan dengan
sedikit pengarahan dari guru. Hal ini dapat dihindari apabila guru bisa mengelola
waktu dan kelas secara baik.
Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2000:132) menyatakan bahwa perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. perkembangan
sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan
saling berkomunikasi dan kerjasama.
Perkembangan perilaku sosial siswa ditandai dengan adanya minat terhadap
aktivitas teman-teman dan meningkatkan keinginan yang kuat untuk diterima sebagai
anggota suatu kelompok, dan tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Siswa
tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara-saudara kandung atau
melakukan kegiatan dengan anggota-anggota keluarga siswa ingin bersamaan temantemannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama temantemannya (Nurihsan, 2007:163).
Echoks dan Shadily (Desmita 2009:264) berpendapat bahwa, kata spiritual
berasal dari bahasa Inggris yaitu ”spirituality”. Kata dasarnya “spirit” yang berarti roh,
jiwa, semangat. Sedangkan Ingersoll dalam (Desmita, 2009:264) berpendapat bahwa,
kata spiritual berasal dari kata latin “spiritus” yang berarti, luas atau dalam (breath),
keteguhan hati atau keyakinan (caorage), energy atau semangat (vigor), dan
kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata latin spiritualis yang berarti ”of the
spirit” (kerohanian).
Perkembangan keagamaan pada siswa sekolah (Diana dkk. 2012: 6).
1. Sikap keagamaan bersifat reseptif dan disertai pengertian
2. Pandangan ke-Tuhanan diterangkan secara rasional

110

Abdul Jalal dan Abdul Aziz

3. Penghayatan secara rohaniah makin mendalam.
Adapun Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator Sikap Sosial dan spiritual
kelas IV SD dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator
Sikap Sosial dan Spiritual Kelas IV SD
Kompetensi Inti
Sikap spiritual
Menerima,
menjalankan, dan
menghargai ajaran
agama yang
dianutnya

Kompetensi Dasar





Sikap sosial
Menunjukkan
perilaku jujur,
disiplin, tanggung
jawab, santun,
peduli, dan percaya
diri dalam
berinteraksi
dengan keluarga,
teman, guru, dan
tetangganya









Indikator

Meyakini kebenaran kisah Nabi Peserta didik mampu
Ayyub a.s.
 Bersikap toleransi dalam
beribadah
Meyakini kebenaran kisah Nabi
Zulkifli a.s.
 Berperilaku syukur
Meyakini kebenaran kisah Nabi
 Berdoa sebelum dan
Harun a.s.
sesudah melakukan
kegiatan
Meyakini kebenaran kisah Nabi
Musa a.s.
 Perilaku taat dalam
melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya

Menunjukkan sikap sabar sebagai
implementasi dari pemahaman
kisah keteladanan Nabi Ayyub a.s.
Menunjukkan sikap rendah hati
sebagai implementasi dari
pemahaman kisah keteladanan
Nabi Zulkifli a.s.
Menunjukkan perilaku kasih
sayang sebagai implementasi dari
pemahaman kisah keteladanan
Nabi Harun a.s.

Peserta didik mampu:
 Menunjukkan sikap jujur
 Mengikuti peraturan yang
ada di sekolah.
 Bertanggungjawab
terhadap tugas.
 Bersikap santun
 Peduli terhadap orang lain
 Bersikap percaya diri

Menunjukkan sikap berani dan
sikap pantang menyerah sebagai
implementasi dari pemahaman
kisah keteladanan Nabi Musa a.s.

Sumber: (Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. 2016:58).
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini
menggunakan instrumen (alat pengumpul data) yang menghasilkan data numerikal (angka).
Metode dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimental Design (quasi eksperimen)
dengan melihat pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CIRC terhadap perilaku sikap spiritual
dan sosial siswa. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi

Jurnal Penelitian Pendidikan Islam | Vol. 5, No. 1, 2017

111

sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen (Sugiyono, 2011:77).
Quasi Eksperimental Design mempunyai beberapa jenis, salah satunya adalah desain
Nonequivalent Control Group, karena desain ini bertujuan untuk memperoleh informasi
perkiraan dalam penelitian, dimana keadaannya tidak memungkinkan untuk mengontrol atau
memanipulasi suatu variabel yang relevan. Penelitian ini memilih kelas-kelas yang
diperkirakan sama kondisinya. Perbedaan nilai rata-rata antara kelas awal dan perbedaan nilai
rata-rata akhir diuji signifikansinya secara statistik. Dua kelompok yang ada diberi pretest,
kelompok eksperimen diberi treatment dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe
CIRC dan kelompok kontrol menggunakan metode belajar seperti biasa kemudian keduanya di
beri posttest. Hal ini akan dilihat dari kesimpulan rata-rata hasil nilai observasi penilaian sikap
spiritual dan sosial.
Untuk pengumpulan data tentang hal-hal yang menjadi fokus penelitian selain studi
kepustakaan, digunakan beberapa macam instrumen penelitian, yakni; pretes dan posttest
perkembangan perilaku sosial dan spiritual siswa, angket dengan menggunakan daftar
checklist untuk mengetahui tanggapan siswa selama pembelajaran menggunakan model
cooperative learning Tipe (Cooperative Integratide Reading and Composition) pada siswa kelas
eksperimen dan tanggapan guru terhadap model cooperative learning Tipe CIRC pada siswa
Sekolah Dasar dan format isian pengamatan digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru PAI di sekolah tersebut.
Analisis data dilakukan melalui pengujian hipotesis, pencatatan, penafsiran, kesimpulan
dan verifikasi. Kesimpulan diambil berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan
menggunakan teknik-teknik pengolahan data standar baik baik program excel maupun SPSS for
Window 20.

Hasil penelitian
Pada bagian ini dipaparkan hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari hasil implementasi
pembelajaran kooperatif tipe CIRC di kelas IV B SDN I Bank Jabar Langensari yang meliputi:

Perkembangan Sosial Siswa Sebelum dan Sesudah Penerapan Model Cooperative
Learning Tipe CIRC di kelas IV SDN I Bank Jabar Langensari Kota Banjar
Perkembangan sosial yang ditinjau dalam penelitian ini mencakup bersikap jujur,
mengikuti peraturan yang ada disekolah, bertanggungjawab terhadap tugas, bersikap
santun, peduli terhadap orang lain, bersikap percaya diri. Perkembangan sosial siswa
kelas eksperimen terhadap setiap indikator dianalisis berdasarkan skor tes awal, tes
akhir dan N-gain. Hasilnya ditunjukkan pada tabel 2.

112

Abdul Jalal dan Abdul Aziz

Tabel 2. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Perilaku Sosial
Siswa untuk Kelas Eksperimen
Indikator

Eksperimen
No Soal

1

8,9,10,15 73,8 70,24

90,8

86,4 16,2

2

5,7,14,19 71,0 67,62

87,3

83,1 15,5

70,0 66,67

80,0

76,2

1,2,11,13 70,0 66,67

91,0

86,7 20,0

3
4

Tes Awal
skor

4,18

%

Tes Akhir
Skor

%

G

9,5

5

3,17,20

72,0 68,57

79,3

75,6

6

6,12,16

72,3 68,89

89,7

85,4 16,5

rata-rata

71,6 68,19 87,15

83

7,0

14,8

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa prosentase terendah perkembangan sosial
siswa pada saat tes awal untuk siswa kelas eksperimen adalah pada indikator nomor
tiga dan empat yaitu bertanggungjawab terhadap tugas dan bersikap santun sebesar
66,7 %, dan prosentase tertinggi terjadi pada indikator nomor satu yaitu bersikap jujur
sebesar 70,24 %. Selanjutnya prosentase perkembangan sosial akhir (tes akhir),
prosentase terendah untuk siswa kelas eksperimen adalah pada indikator nomor lima
yaitu peduli terhadap orang lain yaitu sekitar 75,6 % dan tertinggi pada nomor satu
yaitu bersikap jujur sebesar 86,4 %.
Peningkatan perkembangan sosial (N-gain) terendah pada siswa kelas eksperimen
adalah pada indikator nomor lima yaitu peduli terhadap orang lain 7,0 dan tertinggi terjadi
pada indikator nomor empat yaitu bersikap santun sebesar 20,0. Rata-rata N-gain dari keenam
indikator untuk kelas eksperimen adalah 14,8.

Perkembangan Spiritual Siswa Sebelum dan Sesudah Penerapan Model Cooperative
learning Tipe CIRC
Perkembangan spiritual siswa yang ditinjau pada penelitian ini ada empat indikator,
yaitu perilaku taat dalam melakssiswaan ajaran agama yang dianutnya, berperilaku syukur,
berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan serta bersikap toleransi dalam beribadah.
Secara rinci, pengolahan data skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan spiritual siswa
kelompok eksperimen dapat dilihat pada lampiran. Skor rata-rata tes awal, tes akhir dan N-gain
perkembangan spiritual siswa pada kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel 3

Jurnal Penelitian Pendidikan Islam | Vol. 5, No. 1, 2017

113

Tabel 3. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Spiritual Siswa
untuk Kelas Eksperimen
Indikator

Eksperimen
No Soal

1

6, 13,16,17,18,20

71

67,6 87,5 83,3

15,7

2

3,4,8,9,10,11,12,19

75

71,5 87,4 83,2

11,7

3

1,2,7,14

70

66,4 87,3 83,1

16,7

4

5,15

76

71,9 87,5 83,3

11,4

72,85 69,4 87,4 83,2

13,9

Tes Awal
skor

rata-rata

%

Tes Akhir
skor

%

%

G

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa skor prosentase terendah skor rata-rata
perkembangan spiritual pada saat tes awal untuk siswa kelas eksperimen terjadi pada
indikator nomor tiga yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar
66,4% dan skor tertinggi terdapat pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi
dalam beribadah sebesar 71,9%. skor prosentase skor rata-rata perkembangan
perilaku spiritual akhir (tes akhir) terendah untuk siswa kelas eksperimen terjadi pada
indikator tiga yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 83,1%,
dan tertinggi terjadi pada indikator satu dan empat yaitu perilaku taat dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya dan bersikap toleransi dalam beribadah
sebesar 83,3%.
Peningkatan (N-gain) perkembangan spiritual untuk siswa kelas eksperimen,
terendah terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah
sebesar 11,4% dan skor tertinggi adalah indikator nomor tiga yaitu berdoa sebelum
dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 16,7%. Rata-rata N-gain dari lima indikator
perkembangan spiritual untuk kelas eksperimen adalah 13,9%. Dengan demikian ratarata skor N-gain kelas eksperimen sesudah penerapan model kooperatif tipe CIRC
menunjukkan nilai sedang. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model cooperative
learning tipe CIRC dapat lebih meningkatkan perkembangan spiritual.
Perbedaan Perkembangan Sosial dan Spiritual antara Siswa yang Menggunakan Model
Cooperative learning Tipe CIRC dan Model Konvensional
1) Perkembangan Sosial Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Secara Umum
Perkembangan sosial siswa kelas eksperimen dan kontrol yang ditinjau dalam penelitian
ini bisa dilihat di tabel 4.

114

Abdul Jalal dan Abdul Aziz

Tabel 4. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Perilaku Sosial
Siswa untuk Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kontrol

Indikator

Eksperimen
No Soal

1

8,9,10,15 73,8

70,24

90,8

86,4

16,2

86 71,7

94 77,9

6,2

2

5,7,14,19 71,0 67,62

87,3

83,1

15,5

79 66,0

88 73,5

7,5

70,0 66,67

80,0

76,2

9,5

76 63,3

86 71,7

8,3

1,2,11,13 70,0 66,67

91,0

86,7

20,0

82 68,3

91 75,6

7,3

3

Skor

4,18

4

Tes Awal

Tes Awal

Tes Akhir

%

skor

%

%
G

Skor

%

Tes Akhir
skor

%

%
G

5

3,17,20

72,0 68,57

79,3

75,6

7,0

82 68,6

86 71,7

3,1

6

6,12,16

72,3 68,89

89,7

85,4

16,5

84 69,7

94 78,1

8,3

71,6

87,15

83

81,5 68,0 89,7 74,7

6,8

rata-rata

68,9

14,8

Peningkatan perkembangan sosial (N-gain) terendah pada siswa kelas eksperimen
adalah pada indikator nomor tiga yaitu bertanggungjawab terhadap tugas sebesar 9,5 % dan
tertinggi terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap santun sebesar 20,0%. Sedangkan
peningkatan perkembangan sosial (N-gain) terendah pada siswa kelas kontrol adalah pada
indikator nomor lima yaitu peduli terhadap orang lain sebesar 3,1 %, dan tertinggi pada
indikator nomor tiga dan enam yaitu bersikap jujur dan bersikap percaya diri sebesar 8,3 % .
Rata-rata N-gain dari keenam indikator untuk kelas eksperimen adalah 14,81%, sedangkan
untuk kelas kontrol adalah sebesar 6,75%. Dengan demikian rata-rata skor N-gain kelas
eksperimen tampak lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
2) Perkembangan Spiritual Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan spiritual untuk siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol pada setiap indikator dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Spiritual Siswa
untuk Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Indikator

Eksperimen
No Soal

1

6, 13,16,17,18,20

Tes Awal
skor

%

71 67,6

Kontrol
Tes Awal

Tes Akhir
skor

%

87,5 83,3

%
G
15,7

skor

%

81 67,6

Tes Akhir
skor

%

97 80,7

%
G
13,1

Jurnal Penelitian Pendidikan Islam | Vol. 5, No. 1, 2017

115

2

3,4,8,9,10,11,12,19

75 71,5

87,4 83,2

11,7

84 70,3

93 77,2

6,9

3

1,2,7,14

70 66,4

87,3 83,1

16,7

79 65,4

95 78,8

13,3

4

5,15

76 71,9

87,5 83,3

11,4

88 73,3

100 82,9

9,6

72,8 69,4

87,4 83,2

13,9 83,0 69,2

95,9 79,9

10,7

rata-rata

Peningkatan (N-gain) perkembangan spiritual untuk siswa kelas eksperimen,
terendah terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah
sebesar 11,4% dan prosentase tertinggi adalah indikator nomor tiga yaitu berdoa
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 16,7%. Sedangkan untuk kelas
kontrol, N-gain terendah terjadi pada indikator nomor dua yaitu berperilaku syukur
sebesar 6,9% dan tertinggi pada indikator nomor satu yaitu perilaku taat dalam
melakssiswaan ajaran agama yang dianutnya sebesar 13,1%. Rata-rata N-gain dari lima
indikator perkembangan spiritual untuk kelas eksperimen adalah 13,9% sedangkan
untuk kelas kontrol adalah 10,7%. Dengan demikian rata-rata skor N-gain kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor N-gain kontrol.
Analisis Data Penelitian Perilaku Sosial dan Spiritual
Hasil perilaku sosial skor rata-rata pretest kelas eksperimen sebesar 68,19 dan
postest kelas eksperimen sebesar 83,00. Sedangkan standar deviasi kelas eksperimen
sebesar 6,816 dan standar deviasi kelas eksperimen sebesar 5, 468. Skor rata-rata
pretest kelas kontrol sebesar 68,28 dan postest kelas kontrol sebesar 75,04. Sedangkan
standar deviasi kelas kontrol sebesar 5,213 dan standar deviasi kelas kontrol sebesar
4,903.
Hasil perilaku spiritual Skor rata-rata pretest kelas eksperimen sebesar 69,38 dan
postest kelas eksperimen sebesar 83,24. Sedangkan standar deviasi kelas eksperimen sebesar
6,674 dan standar deviasi kelas eksperimen sebesar 6,300.

Skor rata-rata pretest kelas kontrol sebesar 68,83 dan postest kelas kontrol
sebesar 79,13. Sedangkan standar deviasi kelas kontrol sebesar 5,608 dan standar
deviasi kelas kontrol sebesar 4,990.
Uji normalitas distribusi data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
Hasil uji normalitas distribusi skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan
sosial siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh angka signifikansi > 0,05, hal
ini menunjukkan bahwa skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan sosial
kedua kelas berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas distribusi skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan
spiritual antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh angka signifikansi
menunjukkan bahwa data skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan spiritual
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi norrnal.
Hasil uji homogenitas skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan perilaku
sosial antara siswa kelas Eksperimen dan kelas kontrol diperoleh Fhitung < Ftabel. Hal ini
menunjukkan bahwa varians data kedua kelas homogen. Hasil uji homogenitas skor tes
awal, tes akhir dan N-gain perkembangan perilaku sosial antara siswa kelas

116

Abdul Jalal dan Abdul Aziz

Eksperimen dan kelas kontrol diperoleh Fhitung < Ftabel. Hal ini menunjukkan bahwa
varians data kedua kelas homogen.
Uji hipotesis dilakukan dengan teknik statistik parametrik (uji-t). Teknik uji-t yang
digunakan adalah uji-t dua variable bebas (2-tailed)
Hasil uji hipotesis sikap sosial terlihat bahwa t hitung adalah 5,561 lebih besar dari t tabel
yaitu 2,074. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan “diterima” berarti terdapat
perbedaan signifikan dalam peningkatan sosial siswa antara pembelajaran menggunakan
model cooperative learning tipe CIRC dengan model pembelajaran konvensional.
Hasil uji hipotesis sikap spiritual terlihat bahwa t hitung adalah 4,607 lebih besar dari t tabel
yaitu 2,024. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan “diterima” berarti terdapat
perbedaan signifikan dalam peningkatan Spiritual siswa antara pembelajaran menggunakan
model cooperative learning tipe CIRC dengan model pembelajaran konvensional.

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di Kelas IV SDN 1 Bank Jabar Langensari tentang
penerapan model cooperative learning tipe CIRC untuk meningkatkan sosial dan
spiritual siswa ditemukan beberapa hal tentang proses pembelajaran model
cooperative learning tipe CIRC, perkembangan sosial dan spiritual sebagai berikut:
Peningkatan Perkembangan Sosial
Peningkatan perkembangan sosial (N-gain) terendah pada siswa kelas
eksperimen adalah pada indikator nomor tiga yaitu bertanggungjawab terhadap tugas
sebesar 9,5% dan tertinggi terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap santun
sebesar 20%. Sedangkan peningkatan perkembangan sosial (N-gain) terendah pada
siswa kelas kontrol adalah pada indikator nomor lima yaitu peduli terhadap orang lain
sebesar 3,1%, dan tertinggi pada indikator nomor enam yaitu bersikap percaya diri
sebesar 8,3 % . Rata-rata N-gain dari keenam indikator untuk kelas eksperimen adalah
14,8%, sedangkan untuk kelas kontrol adalah sebesar 6,8%.
Dengan demikian rata-rata skor N-gain kelas eksperimen tampak lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol. Meskipun demikian kategori N-gain kelas eksperimen
berada pada kategori sedang dan N-gain kelas kontrol berada pada kategori rendah.
Tingginya perkembangan sosial kelas eksperimen ada kaitannya dengan
penerapan cooperative learning tipe CIRC, sehingga perkembangan sosial siswa
meningkat. Pada kelas kontrol peningkatan perkembangan sosial lebih rendah dari
kelas eksperimen, karena siswa kurang peduli terhadap orang lain dalam melakukan
proses kegiatan belajar dalam kegiatan interaksi sosial sehingga siswa kesulitan untuk
melakukan kegiatan sosial sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya prosentase
perkembangan sosial akhir (tes akhir), prosentase terendah untuk siswa kelas
eksperimen adalah pada indikator nomor lima yaitu peduli terhadap orang lain yaitu
sekitar 75,6 % dan tertinggi pada nomor satu yaitu bersikap jujur yaitu sebesar
86,4 %. Sedangkan prosentase terendah untuk siswa kelas kontrol adalah pada
indikator nomor tiga dan lima yaitu bertanggungjawab terhadap tugas dan bersikap
santun sebesar 71.7 % dan tertinggi terjadi pada nomor enam yaitu bersikap jujur
yaitu sebesar 78,1%.
Secara keseluruhan perkembangan
sosial siswa kelas eksperimen yang
mendapatkan pembelajaran model kooperatif tipe CIRC lebih baik dibandingkan siswa

Jurnal Penelitian Pendidikan Islam | Vol. 5, No. 1, 2017

117

kelas kontrol yang mendapatkan model pembelajaran konvensional di sekolah dasar
karena model pembelajaran ini melibatkan kegiatan sosial dari apa yang mereka
lakukan, lihat dan dengar, sehingga siswa dapat memahami konsep yang dipelajari
dalam arti siswa memiliki kemampuan berinteraksi dan bertingkah laku dalam
pembelajaran maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe CIRC
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain
dalam tugas-tugas yang terstuktur. Hal ini diungkapkan oleh Anita Lie (2013:15) yang
menyebut cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu
sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstuktur. Lebih jauh
dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok
atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan
yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 46 orang saja.
Peningkatan Perkembangan Spiritual
Perkembangan spiritual siswa menunjukan peningkatan setelah dilakukan
pembelajaran dengan model yang dikembangkan dalam penelitian ini, dapat dlihat
pada perkembangan spiritual dari hasil skor rata-rata yang menunjukan bahwa
Peningkatan (N-gain) perkembangan spiritual untuk siswa kelas eksperimen, terendah
terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah sebesar
11,4% dan prosentase tertinggi adalah indikator nomor tiga yaitu berdoa sebelum dan
sesudah melakukan kegiatan sebesar 16,7%. Sedangkan untuk kelas kontrol, N-gain
terendah terjadi pada indikator nomor dua yaitu berperilaku syukur sebesar 6,9% dan
tertinggi pada indikator nomor tiga yaitu Berdoa sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan sebesar 13,3%. Rata-rata N-gain dari lima indikator perkembangan spiritual
untuk kelas eksperimen adalah 13,9% sedangkan untuk kelas kontrol adalah 10,7%.
Dengan demikian rata-rata skor N-gain kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata skor N-gain kontrol.
Pada hasil penelitian nampak perbedaan N-gain pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol hampir pada semua indikator spiritual siswa. Perbedaan itu terjadi karena
pada setiap kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning
selama satu bulan tepatnya 4 kali pertemuan, siswa senantiasa bermain dengan adanya
interaksi secara kelompok dengan teman sebaya di kelas, memecahkan persoalan yang
ada pada LKK seperti, membuat rangkuman, mengerjakan pretest, postest, membaca,
menulis dan yang lainnya yang dikerjakan secara bersama-sama dan memutuskan
secara bersama-sama pula. Setelah beberapa latihan dan mendapatkan arahan dari
guru, siswa-siswa akhirnya terbiasa dan lebih senang dalam belajar, sehingga spiritual
mereka lebih terkendali dan terarah. Adapun N-gain terendah yang terjadi pada
indikator empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah.
Dengan demikian rata-rata skor N-gain kelas eksperimen lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata skor N-gain kontrol. Dari hasil pengujian hipotesis data
perkembangan spiritual siswa diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan perkembangan spiritual antara siswa kedua kelas sebelum penerapan model
pembelajaran, dengan adanya perbedaan perolehan skor rata-rata tes akhir dan N-gain
dari kedua kelas setelah diterapkannya model cooperative learning, dengan
menggunakan kriteria rendah, sedang, tinggi dan sangat tingggi, maka N-gain kelas

118

Abdul Jalal dan Abdul Aziz

eksperimen berada pada kriteria sedang sementara kelas kontrol berada pada kriteria
sedang. Tingginya perolehan skor tes akhir dan N-gain kelas eksperimen disebabkan
dalam cooperative learning tipe CIRC ini memungkinkan siswa lebih leluasa untuk
berkomunikasi dengan teman, saling bertukar pikiran dengan sesama siswa lainnya
dan saling membantu dalam menyelesaikan setiap tugas yang diberikan oleh guru.
Dengan demikian perkembangan spiritual dapat dilatih melalui kegiatan cooperative
learning tipe CIRC karena dapat membantu siswa dalam mengolah spiritualnya baik
ketika berada di kelas maupun dalam kehidupannya sehari-hari.
Prosentase terendah skor rata-rata perkembangan spiritual pada saat tes awal
untuk siswa kelas eksperimen terjadi pada indikator nomor tiga yaitu berdoa sebelum
dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 66,4% dan prosentase tertinggi terdapat
pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 71,9%.
Sedangkan untuk kelas kontrol, prosentase terendah terjadi pada indikator nomor tiga
yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 65,4 % dan tertinggi
pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 73,3%.
Selanjutnya prosentase skor rata-rata perkembangan perilaku spiritual akhir (tes
akhir) terendah untuk siswa kelas eksperimen terjadi pada indikator tiga yaitu berdoa
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 83,1%, dan tertinggi terjadi pada
indikator satu dan empat yaitu perilaku taat dalam melakssiswaan ajaran agama yang
dianutnya dan bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 83,3%. Sedangkan untuk
kelas kontrol, prosentase terendah terjadi pada indikator dua yaitu berperilaku syukur
sebesar 77,2% dan tertinggi terjadi pada indikator empat yaitu bersikap toleransi
dalam beribadah sebesar 82,9%.
Dengan kegiatan yang dilakukan selama pembelajaran model cooperative learning
tipe CIRC siswa berkesempatan untuk mengekspresikan spiritualnya secara wajar.
Dalam kegiatan kelompok, siswa belajar mengekspresikan spiritualnya sesuai dengan
apa yang dia hadapi pada kelompoknya sehingga siswa terbiasa mengekspresikan
spiritualnya secara wajar.
Dengan pembelajaran menggunakan model cooperative learning siswa lebih
berkesempatan untuk mampu mengimplikasikan spiritual, mengelola emosi, memotivasi diri,
serta membina hubungan dengan orang lain yaitu perilaku taat dalam melakssiswaan ajaran
agama yang dianutnya, berperilaku syukur, berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan,
bersikap toleransi dalam beribadah.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pada proses pembelajaran, analisis data penelitian
dan uji statistik serta pembahasan pada bagian terdahulu tentang proses pembelajaran
model cooperative learning tipe CIRC, observasi dan angket terhadap penerapan model
cooperative learning tipe CIRC pada siswa dan guru, serta perkembangan perilaku
sosial dan spiritual siswa antara pembelajaran menggunakan model cooperative
learning tipe CIRC dan pembelajaran konvensional, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut.
1. Perkembangan perilaku sosial siswa sebelum mendapatkan pembelajaran model
cooperative learning tipe CIRC tidak jauh berbeda dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional, yaitu berada pada kategori rendah. Setelah mendapatkan
pembelajaran model cooperative learning tipe CIRC dan pembelajaran konvensional terjadi
peningkatan perkembangan perilaku sosial siswa dengan kategori sedang pada kelas
eksperimen dan rendah pada kelas kontrol.

Jurnal Penelitian Pendidikan Islam | Vol. 5, No. 1, 2017

119

2. Perkembangan perilaku spiritual siswa sebelum mendapatkan pembelajaran model
cooperative learning tipe CIRC juga tidak jauh berbeda dengan siswa mendapatkan
pembelajaran konvensional. Setelah mendapatkan pembelajaran model cooperative
learning tipe CIRC dan pembelajaran konvensional terjadi peningkatan perkembangan
perilaku spiritual siswa dengan kategori sedang pada kelas eksperimen dan rendah pada
kelas kontrol.
3. Terdapat perbedaan perkembangan perilaku sosial dan spiritual siswa antara
pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe CIRC dengan pembelajaran
konvensional, perk embangan perilaku sosial dan spiritual siswa pada pembelajaran
menggunakan model cooperative learning tipe CIRC (kelas eksperimen) lebih tinggi
daripada pembelajaran konvensional (kelas kontrol).

Dengan demikian penerapan model cooperative learning tipe CIRC dalam
pembelajaran pada kelas IV SDN I Bank Jabar Langensari dapat lebih meningkatkan
perkembangan perilaku sosial dan spiritual siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Ariantini, Ni Putu., Suandi, I Nungah., Sutama, I Made. (2014). Implementasi
Pengintegrasian Sikap Spiritual dan Sosial dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Berbasis Kurikulum 2013 di Kelas. e-Journal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha.
Budiamin, Amin, dkk. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI PRESS.
Batool, Sadia., & Parveen, Qaisara. (2012). Effect of Cooperative Learning on
Achievement of Students in General Science at Secondary Level. International
Islamic
University,
Islamabad,
Pakistan.
Diambil
dari
URL:
http://dx.doi.org/10.5539/ies.v5n2p154
Cruickshank, Donald R., Jenkins, D.B., & Metcalf, K.K. (2006). The Act of Teaching. New
York: McGraw-Hill.
Desmita, 2009, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. (2016). Dinamika Kurikulum/Perubahan KI & KD.
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.
Halimah, Andi. (2014). Metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Dalam Pembelajaran Membaca Dan Menulis di SD/MI. Auladuna, 1(1), 27-35).
Huda, Miftahul. (2013). Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model
Pennerapan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Isjoni. (2014). Cooperative learning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:
Alfabeta.
Lie, A. (2013). Cooperative learning. Jakarta: Grasindo.
Mcnair, Misty. (2006). Cooperative Learning In The Elementary Classroom: Qualitative
Study In Two Settings, A Private School and A Public School. Disrtasi. The
University of the Incarnate Word

120

Abdul Jalal dan Abdul Aziz

Nurikhsan, Juntika. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Sekolah
Pascasarjana UPI.
Rifa’I, Moh., (1994). Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang, Adi Grafika.
Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: PT Alfabeta.
Yusuf, Syamsu L.N. (2007) Pedagogik Pendidikan Dasar. Bandung: Sekolah Pascasarjana
UPI.