PENERAPAN KAIDAH ALGORITMA GENETIK DALAM

PENERAPAN KAIDAH ALGORITMA GENETIK
DALAM PEMULIHAN BAHASA DAERAH DARI DEGRADASI 1
OLEH
Farid Thalib2
farid@staff.gunadarma.ac.id
Mashadi Said3
mashadi@staff.gunadarma.ac.id

Abstrak
Bahasa daerah yang menjadi salah satu kekayaan bahasa Indonesia sedang
mengalami degradasi penggunaannya. Kenyataan menunjukkan bahwa bahasa
daerah semakin terasing dari fungsinya sebagai alat komunikasi efektif di
masyarakat. Banyak generasi muda mulai malu menggunakan bahasa daerah
karena terkesan „kampungan‟. Keadaan ini mengurangi kesempatan bahasa
daerah untuk berkembang. Hal inilah yang mendasari para ahli memperkirakan
bahwa banyak bahasa daerah di Indonesia akan segera punah. Keadaan ini
beranalogi dengan model adaptasi biologis dalam teori evolusi yang lebih popular
dengan istilah algoritma genetik. Namun, teori algoritma genetik dapat pula
digunakan untuk memulihkan fungsi bahasa daerah dari degradasi. Teori
algoritma genetik memiliki tiga kaidah dasar, yaitu 1) kaidah regenerasi, 2)
kaidah mutasi, dan 3) kaidah persilangan. Kaidah regenerasi berarti kemampuan

bahasa daerah untuk bertahan atau untuk hidup seterusnya. Kaidah mutasi
bermakna bergantinya kosa kata atau kaidah tata bahasa dengan kata asing yang
bermakna sama atau hampir sama. Kaidah penyilangan berarti terjadinya saling
menerima dan memberi antara bahasa daerah dengan bahasa lainnya, baik dalam
hal kosa kata maupun dalam hal kaidah tata bahasa. Makalah ini bertujuan untuk
menjelaskan penerapan kaidah algoritma genetik untuk memulihkan bahasa
daerah dari keadaannya yang terdegradasi pada saat ini.
Kata kunci: Pemulihan, degradasi, algoritma genetic, prinsip adaptasi biologis

1

Disajikan pada Kongres Internasional Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara, tanggal 18-20
Juli 2010.
2

Farid Thalib adalah dosen pada Program Doktor Teknologi Informasi, Universitas Gunadarma,
Jakarta.
3

Mashadi Said adalah dosen pada Program Magister Sastra, Universitas Gunadarma, Jakarta.


1

1. Pendahuluan
Teori evolusi biologis menggambarkan perubahan yang terjadi pada mahluk
hidup dalam kurun waktu yang relatif lama. Evolusi biologis mempunyai tiga
kaidah utama, yaitu: regenerasi atau reproduksi, mutasi, dan persilangan.
Mutasi dan persilangan termasuk jenis variasi genetik, sedangkan regenerasi
termasuk jenis seleksi alam. Evolusi dapat berlangsung akibat variasi genetik dan
seleksi alam. Variasi genetik dalam satu keturunan disebabkan oleh adanya
mutasi gen dan persilangan gen dalam satu keturunan. Sedangkan seleksi alam
terjadi berdasarkan kemampuan mahluk hidup bertahan dan menyesuaikan diri
terhadap lingkungan (regenerasi) (David, 1989 & Heistermann, 1994).
Teori evolusi yang menjelaskan prinsip adaptasi biologis ini, dalam ilmu
komputer atau informatika lebih populer dengan istilah algoritma genetik. Dalam
sistem kecerdasan buatan (artificial intelligent) dan komputasi lunak (soft
computing), algoritma genetik banyak digunakan dalam penyelesaian persoalan
dengan metode optimasi (David, 1989).
Dalam makalah ini, diutarakan penerapan prinsip algoritma genetik untuk
menjelaskan gejala kepunahan dan peluang kebertahanan bahasa dari zaman ke

zaman serta tindakan pencegahannya dari kepunahan. Gejala kepunahan bahasa
daerah dapat dimaknai sebagai (a) berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah
dan (b) hilangnya kesinambungan makna antara bahasa daerah masa lampau dan
bahasa daerah sekarang. Dalam teori algoritma genetik, berkurangnya jumlah
penutur bahasa daerah dapat dianalogikan dengan peluang regenerasi, sedangkan
kehilangan kesinambungan makna antara bahasa daerah masa lampau dan bahasa
daerah sekarang dapat dianalogikan dengan peluang variasi (perubahan) tata
bahasa dan kosa kata yang meliputi mutasi dan persilangan.
Kaidah regenerasi mengukur peluang kebertahanan fungsi bahasa daerah
dan peluang kepunahan bahasa daerah akibat proses seleksi alam, sedangkan
kaidah mutasi dan persilangan mengukur peluang berubahnya bentuk bahasa
daerah terutama perubahan bentuk tata bahasa dan lenyapnya (tertindasnya) kosa
kata asli bahasa daerah,. sehingga tidak ada lagi kesinambungan makna antara
hakikat bahasa daerah masa lampau dan bahasa daerah sekarang. Kasus kedua ini
juga merupakan penganalogian dengan kedudukan Bahasa Indonesia dalam
tataran dunia global.

2. Model Algoritma Genetik dalam Pemaknaan Kepunahan Bahasa
a. Regenerasi (seleksi alam)
Secara alami, sebuah generasi dalam populasi memiliki kemampuan

mempertahankan keasliannya jika generasi tersebut (induk) dapat mewariskan
sifatnya kepada turunannya (generasi anak) atau anak dapat mewarisi sifat
induknya. Jika sifat induk tidak diwarisi oleh anak secara sempurna, maka hal ini
berarti telah terjadi penyimpangan sifat anak (jati diri) dari induknya. Peluang
anak untuk mewarisi sifat induknya disebut peluang regenerasi. Secara kuantitatif,
kejadian ini dapat diukur dengan ”teori kebolehjadian” (probabilitas) dan

2

dinyatakan dalam persen. Semakin besar peluang anak untuk mewarisi sifat
induknya, semakin besar pula peluang sifat induk tersebut bertahan dalam kurun
waktu yang relatif lama.
Kaidah regenerasi ini bisa dianalogikan dengan peluang bahasa daerah
untuk bertahan atau berfungsi sebagai bahasa komunikasi di sebuah daerah. Hal
ini berkaitan dengan penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa percakapan dalam
rumah tangga dari zaman ke zaman. Jika sebuah keluarga menggunakan bahasa
daerah sebagai bahasa rumah tangganya maka ada peluang bahwa bahasa daerah
tersebut akan digunakan juga oleh anak (turunan) dari keluarga tersebut dalam
keluarganya kelak jika si anak telah berkeluarga.
Dengan penganalogian tersebut, dapat disimpulkan bahwa peluang bahasa

daerah untuk tetap berfungsi sebagai bahasa komunikasi di sebuah daerah
bergantung kepada keinginan atau tekad masyarakatnya (pemulihan atau
revitalisasi fungsi) dan demikian sebaliknya, ada peluang degradasi fungsi
bahassa daerah. Degradasi fungsi bahasa daerah mungkin disebabkan oleh (a)
salah satu pimpinan keluarga berasal dari keluarga yang tidak menguasai bahasa
daerah sehingga bahasa komunikasi dalam rumah tangga adalah bahasa yang
disepakati oleh keluarga, (b) adanya anggapan ”kampungan” jika seseorang
menggunakan bahasa daerah, (c) adanya anggapan bahwa bahasa daerah adalah
bahasa suku/ras. Bahasa daerah bukanlah warisan genetik sebuah suku bangsa
melainkan sarana komunikasi yang merupakan warisan masyarakat daerah yang
terdiri atas beragam suku bangsa dan ras.
Salah satu acuan yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat degradasi
fungsi sebuah bahasa daerah adalah pengukuran jumlah penutur bahasa daerah
tersebut secara berkala dan dibandingkan dengan jumlah penduduk daerah
tersebut, selanjutnya hasil pembandingan dinyatakan dalam persen.
Gambar 1 menyajikan model ideal yang memaparkan berkurangnya jumlah
penutur bahasa daerah di sebuah daerah dalam perjalanan waktu. Sumbu tegak
menyajikan jumlah penutur dalam ukuran persen, sumbu datar menyajikan
perjalanan waktu dalam ukuran tahun. Model ini disajikan dengan anggapan
bahwa:

”kecepatan berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah di sebuah daerah
pada suatu masa sebanding dengan jumlah penuturnya pada masa itu”. (Said
& Thalib, 2007).

Secara matematik, pernyataan di atas dapat ditulis dengan rumus
J (t )  J 0 exp( at ) ,

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1)

dengan
J(t) = jumlah penutur bahasa daerah pada suatu masa (%),
Jo = jumlah penutur bahasa daerah pada masa penghitungan (waktu awal, %),
a = faktor perkurangan jumlah penutur per tahun (%), dan
t = kurun waktu (tahun).

3

Jika dianggap bahwa pada tahun 1945 jumlah penutur bahasa daerah di sebuah
daerah sebanyak 100 persen (100%) dari jumlah penduduknya dan pada tahun
2010 jumlahnya berkurang menjadi 70 persen (70%) dari jumlah penduduknya

maka secara matematik dengan rumus (1) dapat dihitung kecepatan berkurangnya
jumlah penutur dalam kurun waktu 65 tahun (2010-1945), yaitu sebesar 0,0055
persen per tahun. Jika keadaan sekarang dibiarkan saja berjalan secara alami
tanpa ada upaya pemulihan fungsi bahasa daerah sebagai sarana komunikasi di
masyarakat maka secara teoretik matematik dalam waktu 126 tahun (lebih 9 hari)
ke depan jumlah penutur bahasa daerah tersebut berkurang lagi hingga menjadi 35
persen saja dari jumlah penduduknya pada masa itu, yaitu pada tahun 2136.
Gambar 2 menyajikan gambaran variasi kecepatan kepunahan bahasa daerah.

4

b. Variasi Genetik 1 (Mutasi)
Mutasi berarti penghilangan atau penggantian salah satu unsur sifat bawaan
induk oleh sifat bawaan induk lain lalu diwariskan pada generasi anak (turunan)
sehingga tidak semua sifat bawaan induk diwarisi oleh anaknya (turunannya).
Kaidah mutasi ini dapat dianalogikan dengan penggantian kosa kata sebuah
bahasa dengan kosa kata bahasa lain (misalnya kosa kata bahasa daerah dengan
kosa kata bahasa Indonesia, kosa kata bahasa Indonesia dengan kosa kata bahasa
Inggris). Selain itu, hal ini bisa juga dimaknai dengan penggantian kaidah tata
bahasa sebuah bahasa dengan kaidah tata bahasa lain. Hal ini bisa menimbulkan

peluang hilangnya kesinambungan makna antara bahasa masa lampau dan bahasa
sekarang. Kasus ini mungkin disebebkan oleh (a) anggapan adanya
ketidaksepadanan makna antara kosa kata bahasa yang dipakai dengan kosa kata
bahasa lain yang menjadi sumber asal berita, (b) adanya perasaan lebih modern
jika seseorang banyak menggunakan kosa kata asing atau struktur bahasa yang
asing (modern atau kampungan?), dan (c) alasan pengayaan bahasa melalui
penyerapan bahasa lain (penyerapan atau penindasan?). Penyerapan secara
berlebihan bisa berakibat penindasan.
Contoh Mutasi dalam Bahasa Indonesia
Dalam Bahasa Indonesia, kata ”kabar” sering digantikan dengan kata
”informasi”. Kata informasi berasal dari Bahasa Latin ”informare” bentuk
verbanya, ”information” bentuk nominanya. Kata ini masuk ke Indonesia melalui
Bahasa Inggris ”information”. Kata ”information” diserap menjadi kata
”informasi” dan secara umum dalam kalimat bisa dipadankan dengan kata ”bakar”
atau ”berita”. Akan tetapi dalam praktiknya kata ”informasi” sering menggantikan
fungsi kata ”kabar” sehingga frekuensi penggunaan kata ”kabar” berkurang.

5

Penggantian ini dinamakan Mutasi. Demikian halnya frekuensi penggunaan kata

”berita” semakin berkurang dan digantikan dengan kata ”informasi”.
Berikut ini disajikan contoh gejala Mutasi dalam Bahasa Indonesia yang
berhasil dikumpulkan dengan menggunakan mesin cari ”google” di Internet pada
tanggal 23 Juni 2010 mulai pukul 16:07. Catatan: klausa yang dicari harus diberi
tanda petik. Hasil pencarian adalah
”kami memperoleh informasi” ada sebanyak 25.900 klausa,
”kami memperoleh kabar” ada sebanyak 753 klausa, dan
“kami memperoleh berita” ada sebanyak 527 klausa.
Tabel 1 Hasil pencarian melalui Internet dengan mesin cari google yang
menggambarkan mutasi
No. Hasil Pencarian dengan
Jumlah
Keterangan
“google”
klausa/
(anggap semua kata yang
frasa/kata dipakai hanya digunakan oleh
orang Indonesia)
Contoh persaingan penggunaan kosa kata Indoneisa dengan kosa kata asing
1


kami memperoleh informsi
kami memperoleh kabar
kami memperoleh berita

25.900
753
527

2

bagian marketing
bagian pemasaran

63.600
519.000

3

Mengadakan kolaborasi

Mengadakan kerja sama
Mengadakan kerjasama

1.810
282.000
54.600

terkesan modern atau
kampungan?

4

Berkolaborasi dengan
Bekerja sama dengan
Bekerjasama dengan
Mengedukasi masyarakat
Mendidik masyarakat

89.600
3.960.000
1.560.000
26.300
41.200

terkesan modern atau
kampungan?

menjadi member
menjadi anggota
developer perumahan
pengembang perumahan
mendownload dari internet
men-download dari internet
mengunduh dari internet

345.000
749.000
43.500
28.500
42.000
143.000
17.800

pengayaan atau penindasan?

5

6
7
8

informasi = 95,29%,
kabar = 2,77%,
berita = 1,94%
dalam frasa “kami memperoleh
informasi/kabar/berita”
pengayaan atau penindasan?

terkesan modern atau
kampungan?

Kata ”pengembang” belum
tersebar luas dengan baik
Kata ”unduh” sudah mulai
tersebar luas dengan baik

6

9

10

11

12

13

14

mengambil dari internet
29.900
mengupload ke internet
6.330
Kata ”unggah” belum
mengupload di internet
10
diketahui secara luas dengan
meng-upload ke internet
20.000
baik
meng-upload di internet
19.600
mengunggah ke internet
6
mengunggah di internet
9
menaruh ke internet
0
menaruh di internet
11.600
mengupdate data
21.500
Perlu ada kamus padanan kata
meng-update data
162.000
untuk masyarakat umum
memperbarui data
11.700
memperbaharui data
1.060
Contoh penyerapan kaidah bahasa asing
rata-rata lama studi
176.000
Hukum MD
lama studi rata-rata
5.520
Hukum DM
rata-rata IPK
IPK rata-rata
standar deviasi
deviasi standar

15.100
36.300
72.400
11.300

pipanisasi
pemipaan

59.800
513.000

pipanisasi gas
pemipaan gas

15.000
2.140

rayonisasi
perayonan

31.700
160

Bahasa asalnya “standard
deviation”, diterjemahkan
menjadi “simpangan baku”
atau diserap menjadi “deviasi
“standar”
”pipa+nisasi” bukan kaidah
pembentukan kata dalam
Bahasa Indonesia
Peluang kata ”pemipaan”
untuk muncul dalam
persaingan dengan ”pipanisasi”
= 89,56%
”rayon+isasi” bukan kaidah
pembentukan kata dalam
Bahasa Indonesia
Peluang kata ”perayonan”
untuk muncul dalam
persaingan dengan
”rayonisasi” = 0,5%
Anggapan: kata rayonisasi dan
perayonan hanya dipakai oleh
orang Indonesia

7

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa ada peluang mutasi atau penggantian kosa
kata dan kaidah bahasa Indonesia dengan kosa kata dan kaidah bahasa asing,
demikian halnya berlaku pada bahasa daerah.
c. Variasi Genetik 2 (Persilangan)
Persilangan (pindah silang) berarti pertukaran timbal balik unsur sifat
bawaan antara dua induk atau lebih lalu diwariskan pada anak (turunan).
Persilangan ini dapat dianalogikan dengan pertukaran kosa kata (yang sepadan)
atau pertukaran kaidah bahasa antara dua bahasa yang dipakai secara bersamaan
dalam sebuah masyarakat (misalnya bahasa daerah dan Bahasa Indonesia).
Persilangan dalam bahasa mungkin terjadi karena (a) penguasaan bahasa yang
terbatas, (b) kurang disiplin dalam berbahasa, (c) kesengajaan agar dianggap
modern dan menjadi pelopor pembaruan (pelopor atau pengekor?)
Rangkuman
Kaidah Regenerasi mengukur peluang pemulihan fungsi bahasa daerah dan
peluang kepunahan bahasa daerah akibat proses seleksi alam, sedangkan faktor
Mutasi dan Persilangan mengukur peluang berubahnya bentuk bahasa daerah
terutama perubahan bentuk tata bahasa dan lenyapnya kosa kata asli daerah
sehingga tidak ada lagi kesinambungan makna antara hakikat bahasa daerah masa
lampau dan bahasa daerah sekarang.
Secara garis besar prinsip adaptasi biologis dapat dibagi menjadi dua, yakni
(a) regenerasi yang mewakili peluang untuk menghasilkan jumlah turunan
dengan sifat yang sama dengan induknya akibat proses seleksi alam dan (b)
variasi genetik, yang meliputi mutasi gen dan persilangan gen yang mewakili
peluang untuk mempertahankan keaslian sifat turunan karena variasi genetik.
Analogi dengan algoritma genetik, gejala kepunahan bahasa daerah dapat
diukur dengan dua parameter, yaitu (a) berkurangnya jumlah penutur bahasa
daerah yang dapat dianalogikan dengan Regenerasi dalam algoritma genetik dan
(b) hilangnya kesinambungan makna antara bahasa daerah masa lampau dan
bahasa daerah sekarang yang dapat dianalogikan dengan Variasi genetik yang
meliputi Mutasi dan Persilangan.

3. Model Pengukuran Ketahanan Bahasa Daerah dengan Parameter
Algoritma Genetik
Pengukuran kebertahanan sebuah bahasa daerah dengan algoritma genetik
dilakukan dengan cara pengukuran besar nilai peluang dari ketiga kaidah
algoritma genetik dalam perjalanan waktu, yaitu Regenerasi, Mutasi, dan
Persilangan. Ketiga kaidah tersebut diukur sebagai parameter kebertahanan
sebuah bahasa daerah setelah mengalami proses seleksi alam dan variasi dinamika
berbahasa karena pengaruh bahasa lain dalam perjalanannya dari zaman ke
zaman. Parameter Regenerasi mewakili peluang pertambahan atau perkurangan
jumlah penutur sebuah bahasa daerah yang dibandingkan dengan jumlah
penduduk di daerah tersebut, parameter Mutasi mewakili peluang tergantinya
sebuah kosa kata asli sebuah bahasa daerah dengan kosa kata bahasa lain atau

8

mewakili peluang tergantinya sebuah kaidah bahasa dalam tata bahasa daerah
dengan tata bahasa lain, dan parameter Persilangan mewakili peluang pertukaran
kosa kata atau pertukaran kaidah bahasa antara sebuah bahasa daerah dengan
bahasa lain yang dipakai secara bersamaan pada sebuah daerah (Bahasa Daerah
dan Bahasa Indonesia).
a. Pengukuran Parameter Regenerasi
Parameter Regenerasi diukur dengan cara pengukuran jumlah penutur
bahasa daerah pada suatu waktu tertentu, lalu dibandingka dengan jumlah
penduduk di daerah tesebut dan dinyatakan dalam bentuk persen. Kegiatan ini
dilakukan secara berkala tiap kurun waktu tertentu.
b. Pengukuran Parameter Mutasi
Pengukuran parameter Mutasi dapat dilakukan dengan cara pemilihan kosa
kata serapan yang dianggap berlebihan karena sudah ada padanan katanya.
Selanjutnya, dilakukan pengukuran frekuensi penggunaannya di dalam bahasa
daerah. Dengan cara yang sama, dapat dilakukan pengukuran frekuensi
penggunaan kaidah bahasa lain dalam bahasa daerah (pangayaan atau
penindasan?).
c. Pengukuran Parameter Persilangani
Parameter persilangan juga diukur sama seperti pada parameter mutasi,
selanjutnya diukur juga frekuensi penggunaan sebuah kosa kata bahasa daerah
atau kaidah bahasa daerah yang dipakai dalam bahasa lain yang dipakai oleh
masyarakat daerah secara bersamaan (misalnya bahasa daerah dan bahasa
Indonesia).
Parameter Regenerasi mencerminkan peluang keberlanjutan (dan juga
peluang kepunahan) sebuah bahasa daerah dari aspek jumlah penuturnya,
sedangkan parameter Mutasi dan Persilangan mencerminkan variasi struktur
bahasa daerah dalam perjalanan waktu yang menimbulkan peluang kehilangan
(dan peluang kebertahanan) kesinambungan makna antara hakikat bahasa masa
lampau dan bahasa sekarang.

4. Pemulihan Fungsi Bahasa Daerah Sebagai Sarana Komunikasi
Pemulihan fungsi bahasa daerah dapat dilakukan dengan cara memperbesar
peluang Regenerasi dan memperkecil peluang Mutasi dan Persilangan. Hasil
upaya tersebut akan menghasilkan jumlah penutur bahasa saerah yang bertambah
dalam ukuran persen dari jumlah penduduk daerah tersebut dan memperkecil
peluang perubahan hakikat bahasa daerah dari zaman ke zaman sehingga
kesinambungan makna antara hakikat bahasa masa lampau dan bahasa sekarang
tetap terpelihara. Untuk pemulihan, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu (a)
penyamaan pandangan dan (b) penerapan program pemulihan fungsi bahasa
daerah secara bertahap, yakni penerapan program strategis jangka panjang.
a. Penyamaan Pandangan

9

Salah satu kendala terhambatnya upaya pemulihan fungsi bahasa daerah dari
gejala kepunahan adalah perbedaan pandangan tentang kebangsaan, modernisasi,
dan globalisasi. Berikut ini, diutarakan beberapa pandangan tetang: nasionalisme
dan bhinneka tunggal ika, bahasa daerah bukan warisan genetik, modernisasi, dan
globalisasi.
(1) Nasionalisme dan Bhinneka Tunggal Ika: Kesatuan atau Persatuan?
Makna nasionalisme dan negara kesatuan harus diturunkan dari dasar
negara, yaitu Pancasila. Sila ke-3 berbunyi ”Persatuan Indonesia”. Persatuan
berasal dari kata ”bersatu”, artinya tiap daerah dipandang sebagai subjek yang
bersatu membentuk satu negara, bukan objek yang dilebur menjadi satu negara.
Selain itu, kata ”Bhinneka Tunggal Ika” pada lambang negara, berarti persatuan
dalam keberagaman. Dengan demikian, perlu disadari bahwa semua bahasa
daerah dan segala bentuk kearifan lokal dari berbagai daerah berkedudukan sama
pada tataran nasional dan tidak dilebur menjadi satu!.
(2) Bahasa Daerah: Warisan Genetik atau Warisan Budaya?
Dalam praktiknya, sebagian orang berpandangan bahwa Bahasa Daerah
adalah bahasa milik suku yang tinggal di daerah tersebut, sehingga para pendatang
yang tinggal di daerah tersebut merasa bahwa suku bangsa tersebutlah yang paling
bertanggung jawab untuk menjaga bahasa daerah tersebut dari kepunahan. Karena
itu, perlu diupayakan munculnya kesepahaman bahwa bahasa daerah bukan
warisan genetik dari suku bangsa penggunanya, bahasa daerah adalah warisan
budaya dan merupakan bahasa milik masyarakat daerah yang tinggal di daerah
tersebut dan bertanggung jawab secara bersama untuk menjaga kelangsungan
penggunaannya.
(3) Modernisasi: Modern atau Kampungan?
Ada anggapan bahwa seorang dianggap modern jika orang tesebut suka
menerima segala sesuatu yang baru dikenalnya yang datang dari luar daerahnya,
termasuk bahasa atau istilah yang baru dipahaminya tanpa menyaringnya.
Selanjutnya, dia meninggalkan nilai-nilai dan kearifan yang selama ini
membentuk jati dirinya. Sikap menerima secara serampangan ini sesungguhnya
adalah ciri masyarakat terkebelakang, atau lebih popoler dengan istilah
kampungan. Salah satu ciri masyarakat modern yang sesungguhnya adalah selalu
berorientasi ke masa depan dengan melihat masa sekarang dan mengambil
pengalaman dari masa lampau. Artinya, manusia modern itu adalah manusia yang
kritis dan tidak serta merta mengambil pengalaman-pengalaman baru tanpa kajian
penyaringan terlebih dahulu (Said, 2008).
(4) Globalisasi: Melebur atau Membaur?
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa globalisasi adalah upaya
penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya.
Semuanya serba seragam; cara pandang, kebiasaan sehari-hari, bentuk bangunan,
bahasa yang digunakan dan lain sebagainya semuanya sama. Penyatuan diri secara
serampangan juga merupakan ciri masyarakat terkebelakang atau lebih populer

10

dengan istilah kampungan (ikut-ikutan). Ada dua model sikap menghadapi arus
globalisasi, yaitu ”Model Pembauran” dan ”Model Peleburan”. Sikap ini
merupakan pilihan bagi masyrakat daerah di seluruh Nusantara, melebur atau
membaur. Sikap membaur berarti bila suatu sistem bergabung dengan sistem yang
lain, jatidiri sistem itu tetap melekat pada dirinya sebagai suatu kesatuan, bahkan
dapat memberikan sumbangan terhadap sistem yang lain. Sikap melebur berarti
bergabungnya suatu sistem dengan sistem yang lain tanpa memperhatikan
keberadaan jatidirinya. Jatidirinya bukan lagi hal penting baginya. Unsur itu
tertindas oleh sistem lain atau sistem yang lebih besar. Di sinilah masyrakat
daerah diperhadapkan suatu pilihan, melebur atau membaur? Hal ini bisa
dianalogikan dengan keberadaan bahasa daerah dan kearifan lokal pada tataran
nasional dan keberadaan Bahasa Indonesia pada tataran dunia global (Said &
Thalib, 2008).
b. Peningkatan Nilai Peluang Regenerasi
Peningkatan peluang regenerasi sama dengan penurunan peluang
terciptanya generasi yang tidak berbahasa daerah. Program ini bisa diwujudkan
melalui pengajaran bahasa daerah sejak dini di sekolah dasar melalui kurikulum
muatan lokal.
Jika program tersebut dijalankan dengan konsisten dan
bekesinambungan maka peluang terbentuknya generasi yang menguasai bahasa
daerah akan meningkat. Dengan demikian kurva regenerasi akan naik (positif),
seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.

11

c. Penurunan Nilai Peluang Mutasi dan Persilangan
Program penurunan nilai peluang mutasi dan persilangan yang berarti
penurunan peluang terjadinya variasi struktur bahasa. Hal ini akan mencegah
hilangnya kesinambungan makna antara hakikat bahasa masa lampau dan bahasa
sekarang. Program ini diwujudkan dengan cara pembakuan tata bahasa daerah
dalam bentuk bahasa tulis.
5. Simpulan dan Saran
Teori evolusi biologis yang menerangkan perubahan yang terjadi pada
mahluk hidup dalam kurun waktu yang relatif lama, dapat juga dianalogikan
dengan evolusi sebuah bahasa dalam kurun waktu relatif lama. Evolusi biologis
dapat berlangsung karena variasi genetik (karena pengaruh lingkungan) dan
seleksi alam. Variasi genetik merupakan akibat mutasi gen dan persilangan gen,
sedangkan seleksi alam terjadi berdasarkan kemampuan mahluk hidup untuk
bertahan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan (regenerasi). Dalam hal
kebahasaan, variasi genetik dapat dianalogikan dengan variasi struktur bahasa
yang meliputi mutasi dan persilangan, yang dapat mengakibatkan hilangnya
kesinambungan makna antara hakikat bahasa zaman dahulu dan bahasa sekarang.
Selanjutnya, seleksi alam dapat dianalogikan dengan berkurangnya jumlah
penutur sebuah bahasa yang diukur terhadap jumlah penduduk dan dinyatakan
dalam persen. Dengan demikian, ukuran kepunahan dapat diukur dari dua hal,
yaitu (a) berkurangnya jumlah penutur yang dinyatakan dalam persen dan (b)
hilangnya kesinambungan makna antara hakikat bahsa zaman dahulu dan bahasa
sekarang. Selanjutnya, untuk mencegah kepunahan bahasa, harus dilakukan
rencana strategis jangka panjang yang diterapkan secara konsisten dan

12

berkesinambungan dengan cara memperbesar peluang regenerasi melalui
pendidikan bahasa secara dini dari sekolah dasar dan memperkecil peluang variasi
struktur bahasa melalui pembakuan tata bahasa dan pembuatan kamus padanan
kata antara kata asing dan kata bahasa yang dipakai masyarakat (bahasa daerah).
Daftar Pustaka
David E. Goldberg, D. (1989). Genetic Algorithms in Search, Optimization and
Machine Learning, University of Alabama, Addison-Wesley Pulishing
Company, Inc.
Heistermann,
J.
(1994).
Genetische
Verlagsgesellschaft, Stuttgart

Algorithmen,

B.G.

Teubner

Said, M. (2008). Konsep jati diri manusia Bugis: sebuah telaah falsafi tentang
kearifan Bugis. Ciputat: Churia Press.
Said, M. dan Thalib, F.(2007). Model pemerkembangan bahasa-bahasa daerah
Sulawesi-Selatan. Prosiding Kongres internasional I bahasa-bahasa daerah
Sulawesi Selatan, Makassar, 22-25 Juli 2007.
Said, M. dan Thalib, F. (2008). Model pemertahanan budaya nusantara dalam era
globalisasi: membaur atau melebur? Prosiding Seminar antara bangsa dialekdialek Austronesia di Nusantara III. Jabatan bahasa Melayu dan Linguistik,
Fakulti Sastera dan sains Sosial, Brunei Darussalam, 24-26 Januari 2008.
Sugono. D. Dkk. (2003). Pengindonesiaan kata dan ungkapan asing, Pusat
Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

13