JURNAL PENERAPAN KETERAMPILAN ORIGAMI TE
ABSTRAK
PENERAPAN KETERAMPILAN ORIGAMI TERHADAP
PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS
ANAK LOW VISION DI SDLB NEGERI A CITEUREUP
Tunanetra merupakan keadaan seseorang yang mengalami hambatan atau keterbatasan fungsi
penglihatan, baik yang masih memiliki sisa penglihatan maupun yang harus dibantu dengan alat bantu
yang selanjutnya disebut dengan Low Vision. Hambatan atau keterbatasan pada fungsi penglihatan
banyak memiliki dampak pada mereka, salah satunya pada aspek motorik. Hal ini dikarenakan anak
yang memiliki hambatan pada fungsi penglihatan menyebabkan anak kesulitan dalam menggunakan
motorik terutama motorik halus. Subjek dalam penelitian ini adalah anak low vision yang memiliki
hambatan pada motorik halus, hal ini dikarenakan tidak dilatihnya motorik halus sedari anak masih
kecil. Maka dari itu peneliti bermaksud mencari solusi dalam menangani permasalahan tersebut, yakni
dengan pemanfaatan media keterampilan origami sebagai media pembelajaran dalam meningkatkan
kemampuan motorik halus anak low vision. Origami merupakan seni dalam melipat kertas yang
memiliki manfaat melatih motorik halus anak. Oleh karena itu dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan media keterampilan origami dalam melatih kemampuan motorik
halus anak low vision di SDLB Negeri A Citeureup. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode eksperimen dengan subjek tunggal, desain A-B-A . Hasil penelitian menggunakan
presentase dan ditampilkan melalui tabel dan grafik. Berdasarkan analisis data yang diperoleh
menunjukkan adanya peningkatan pada kemampuan motorik halus anak setelah diberikan intervensi.
Dapat disimpulkan bahwa media yang digunakan dalam melatih motorik halus terutama pada jemari
tangan memiliki pengaruh dalam kelenturan jemari dan kekuatan otot jemari tangan, walaupun tidak
signifikan. Penerapan media origami dapat diterapkan untuk melatih motorik halus pada tangan. Hal
ini dikarenakan dengan origami anak dapat melenturkan dan memperkuat otot jemari tangan, selain
itu media ini sangat menyenangkan bagi anak.
Kata kunci: tunanetra, keterampilan origami, kemampuan motorik halus anak low vision
THE IMPLEMENTATION OF ORIGAMI SKILLS TO IMPROVE FINE MOTOR SKILLS
CHILDREN WITH LOW VISION AT SDLB NEGERI A CITEUREUP
Abstract: A blindness is circumstances of someone who experiencing the barriers or limitation of
visual function, although who still have the vision and the rest should be assisted with tools with
called as low vision. The barriers or limitation on visual function has an impact on a lot of them, one
of aspect that barriered is the motor aspect. This because children who have barriers of their visual
function causes difficulty in using the motor especially for fine motor. The subjects of this research
were low vision children who have barriers in fine motor skill and those who are not trained since
their still baby. Therefore the researchers intend to seek a solution in dealing with these problems, that
is the use of media origami skills to improve fine motor skills children with low vision. Origami is the
art of folding paper with fine motor training benefits. Therefore, this research aims to determine the
influence of media using origami skills of fine motor skills in children with low vision at SDLB
Negeri A Citeureup. As for the methods that is used in this research is the experimental method with a
single subject, A-B-A design. The results using percentage and displayed through tables and graphs.
Based on the analysis of data, it showed an increases in the fine motor skills after the child is given
the intervention. It can be conclude that the media used in the training of fine motor skills, especially
for fingers have influence in finger flexibility and muscle strength of the fingers, although it is not
significant. The implementation media origami can be applied to train the fine motor skills for hand.
This is because with origami, the children can flex and strengthen the muscles of the fingers, in
addition that the media is very fun for children.
Keywords: Blindness, origami skills, fine motor skills children with low vision.
PENDAHULUAN
Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih
Perkembangan fisik tidak lepas dari
menulis,
menggambar,
otot-otot yang mempengaruhi kemampuan
bergaris-garis.
motorik. Namun tidak cukup hanya otot
Apabila
dilihat
melukis,
dari
dan
fungsi
yang dapat mempengaruhi kemampuan
perkembangan motorik yang disebutkan
motorik. Kematangan syaraf otak juga
di atas dapat disimpulkan bahwa motorik
dapat
kemampuan
merupakan tugas perkembangan yang
motorik, yakni dengan sistem syaraf yang
penting. Terutama pada motorik halus
mengatur otot untuk mengembangkan
yang memegang peran penting saat anak
keterampilan motorik.
akan
mempengaruhi
memasuki
lingkungan
Sekolah
dibagi
(school adjusment), pada saat pra sekolah
menjadi dua yakni keterampil motorik
anak telah diajarkan untuk menulis untuk
kasar (gross motor) dan keretampilan
mengasah keterampilan motorik halus.
Keterampilan
motorik
ini
motorik halus (fine motor). Keterampilan
motorik
kasar
menggunakan
Penglihatan merupakan salah satu
(gross
motor)
akan
indera yang penting untuk kehidupan
gerakan
kasar
yang
sehari-hari.
Setiap
individu
memiliki
melibatkan seluruh otot untuk bergerak,
ketajaman penglihatan (visus) dan lantang
seperti berjalan, berlari, melompat, dan
pandang yang berbeda. Apabila individu
sebagainya. Pada keterampilan motorik
mengalami pengurangan visus dan derajat
halus (fine motor) lebih menggunakan
lantang pandang, maka individu tersebut
otot-otot kecil yang melakukan gerakan
akan
yang lebih kompleks, seperti menulis,
penglihatan.
melipat,
khusus,
menggambar,
dan
lain
mengalami
kesulitan
sebagainya.
Hurlock (dalam Syamsu Yusuf LN,
2012, hlm.104) menyebutkan “salah satu
Dalam
individu
kesulitan
dalam
dunia
pendidikan
yang
mengalami
penglihatan
seperti
yang
disebutkan di atas disebut dengan low
vision.
fungsi dari perkembangan keterampilan
Pada umumnya anak yang mengalami
motorik bagi konstelasi perkembangan
hambatan dalam penglihatan biasa disebut
individu, yaitu melalui perkembangan
dengan
motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya
(2006, hlm. 65) menyebutkan “tunanetra
dengan
(school
tidak saja mereka yang buta, tetapi
adjusment)”. Pada usia prasekolah (taman
mencakup juga mereka yang mampu
kanak-kanak) atau usia kelas-kelas awal
melihat tetapi terbatas sekali dan kurang
lingkungan
sekolah
tunanetra.
Menurut
Somantri
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
hidup sehari-hari terutama dalam belajar”.
kemampuan motorik halus. Namun tidak
Jadi,
menutup
anak-anak
dengan
kondisi
termasuk
“setengah
mengalami hambatan pada visual tidak
melihat”, “low vision”, atau rabun adalah
dapat menggunakan kemampuan motorik
bagian dari kelompok tunanetra.
halus. Pada anak tunanetra kategori low
penglihatan
yang
kemungkinan
anak
yang
Selain pengertian yang disebutkan di
vision, anak masih mampu untuk dilatih
atas, Somantri (2006, hlm. 66) juga
kemampuan motorik halus. Hanya saja
mendefinisikan tunanetra dengan cara
dalam pelatihan motorik halus, harus
dikelompokan
disesuaikan
Berdasarkan
menjadi
dua
dengan
kategori.
ketajaman
penglihatan (visus), yaitu :
dengan
kemampuan
dan
kebutuhan anak.
Namun pada observasi yang telah
1. Buta
Dikatakan buta jika sama sekali tidak
mampu menerima rangsangan cahaya
dari luar (visusnya = 0)
2. Low vision
Bila anak masih mampu menerima
rangsang cahaya dari luar, tetapi
ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika
anak hanya mampu membaca
headline pada surat kabar.
dilakukan di SLB Negeri A Citeureup kota
Beberapa definisi mengenai Low vision
dan menulis tulisan awas. Selain itu anak
(kurang awas) di atas dapat disimpulkan
juga tidak dilatih dalam penggunaan
bahwa low vision termasuk tunanetra yang
motorik halus. Oleh karena itu anak tidak
mengalami pengurangan penglihatan, yaitu
mampu dalam memegang pensil dan
memiliki visus kurang (lebih buruk) dari
menggunakan gunting dengan benar.
6/18 pada mata yang terbaik atau luas
penglihatan
kurang
dari
20
derajat
Cimahi. Terdapat anak yang mengalami
hambatan pada kemampuan motorik halus.
Terutama pada kemampuan life skill
akademik
Pada pemaparan mengenai pengertian
yakni
kemampuan
menulis. Hal ini dikarenakan tidak adanya
pembelajaran kepada anak untuk membaca
Berdasarkan
permasalahan
yang
dikemukakan, peneliti bermaksud meneliti
media
diameter.
anak,
pembelajaran
yang
dapat
meningkatkan kemampuan motorik halus
motorik halus dan pengertian low vision di
anak
atas, yang menjelaskan bagaimana fungsi
keterampilan origami atau kertas lipat.
penglihatan
hubungannya
Dengan pembelajaran tersebut diharapkan
dengan kemampuan motorik halus anak.
anak mampu melatih motorik halus.
Penglihatan
merupakan
Keterampilan origami dalam penelitian ini
persyaratan
dalam
masih
erat
salah
satu
penggunaan
sebagai
yaitu
media
dengan
memberikan
pembelajaran
yang
bertujuan untuk membantu anak dalam
melatih motorik halus anak terutama pada
otot-otot
jemari
keterampilan
tangan.
origami
Selain
juga
itu
dapat
Seni kreasi melipat kertas dari jepang
atau lebih dikenal dengan istilah origami.
Hirai
(2014,
hlm
iii)
menyebutkan
meningkatkan konsentrasi, ketelitian dan
“origami atau seni melipat kertas adalah
melatih
saat
seni mengubah selembar kertas yang
membentuk origami menjadi bentuk yang
semula tidak berbentuk menjadi bermacam
sederhana. Sebagai pertimbangan lain
bentuk atau model dengan menggunakan
origami yang memiliki dua sisi dengan
sentuhan seni melipat kertas”. Namun
perbedaan warna setiap sisinya. Warna
Ichigo (hlm i)menyebutkan origami adalah
origami yang kontras satu sama lain, akan
seni kreasi yang sangat bermanfaaat untuk
mempermudah anak untuk melipat dan
melatih daya imajinasi, kreasi, kesabaran,
membentuk origami menjadi bentuk yang
keuletan, dan kecerdasan otak kanan pada
sederhana.
anak.
kesabaran
anak
pada
Menggunakan media origami yang
Origami memiliki banyak manfaat
mengharuskan anak menggunakan motorik
yakni,
halus dengan melipat kertas diharapkan
mengaktifkan
anak dapat menggunakan kedua tangannya
menjadi sarana komunikasi anak dengan
dalam membuat suatu bentuk dan dapat
sekitarnya.
berkonsentrasi dengan baik saat melipat,
bermanfaat meningkatkan motorik halus
dengan
penelitian
anak, dengan menekan kertas dengan
untuk mengetahui sejauh mana media
ujung-ujung jari. Cara ini merupakan
origami
latihan yang afektif untuk melatih motorik
demikian
ini
diadakan
mampu
meningkatkan
kemampuan motorik halus anak dalam
kemampuaan menulis permulaan pada
anak SDLB negeri A Citeureup.
meningkatkan
otak
Selain
kreatifitas
anak,
itu
dan
anak,
dapat
origami
juga
halus.
Media origami yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu keterampilan dalam
melipat
kertas
warna warni
menjadi
berbagai macam lipatan dan membentuk
METODE PENELITIAN
menjadi bunga atau hewan. Media origami
Variabel bebas merupakan variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab
perubahannya
atau
timbulnya
variabel terikat. Variabel bebas atau
variabel
yang
mempengaruhi
dalam
penelitian ini adalah keterampilan origami.
merupakan media yang dapat melatih
motorik halus anak dikarenakan saat
melipat origami membutuhkan otot-otot
jemari tangan anak. Adapun langkahlangkah dalam pelatihan motorik halus
yang menggunakan keterampilan origami
yang baik. Adapun aspek-aspek yang
sebagai berikut:
diukur
a. Melipat
kertas
dengan
berbagai
dalam
penelitian
ini
sebagai
berikut:
macam ukuran origami. Mulai dari
a. Kelenturan otot-otot jemari tangan
ukuran 14×14 cm, 16×16cm, dan
b. Kekuatan otot-otot jemari tangan
20×20 cm.
Adapun indikator-indikator yang telah
b. Anak diminta untuk meremas kertas
sebelum diminta untuk melipat
disusun sesuai target behavior yang ingin
dicapai dalam penelitian ini yaitu:
c. Melipat kertas dengan berbagai lipatan
1) Menggerakan alat tulis
dasar, seperti melipat origami menjadi
Penilaian yang dilakukan berdasarkan
dua bagian menjadi persegi panjang,
indikator menggerakan alat tulis sebagai
dan segitiga.
berikut:
d. Melipat origami menjadi berbagai
-
Nilai 3 : jika anak mampu mengikuti
bentuk dari yang sederhana sampai ke
pola sesuai dengan bentuknya dan
bentuk yang lebih komplek, seperti
tidak keluar dari garis.
pohon cemara; bunga; kumbang dan
-
Nilai 2 : jika anak mampu mengikuti
ikan.
pola tetapi keluar dari garis.
Variabel terikat biasa disebut juga
-
Nilai 1 : jika anak hanya mampu
dengan variabel dependen adalah variabel
membuat
yang dipengaruhi oleh variabel bebas, atau
membentuk
merupakan variabel yang menjadi akibat
disediakan.
dari variabel terikat. Adapun variabel
-
Soendari
(dalam
Ulfah
Saefatul Mustaqimah, 2013, hlm 25)
menyebutkan “motorik halus ialah gerak
yang
hanya
menggunakan
telah
indikator menebalkan huruf dan kata
sebagai berikut:
-
Nilai 3 : jika anak mampu menebalkan
huruf sesuai dengan bentuknya dan
tidak keluar dari garis.
-
dan daya konsentrasi yang baik”. Motorik
koordinasi gerak dan daya konsentrasi
yang
Penilaian yang dilakukan berdasarkan
tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot
pada penelitian ini lebih menekankan pada
pola
2) Menebalkan huruf dan kata
otot-otot
kecil yang membutuhkan koordinasi gerak
tidak
membuat coretan.
vision pada aspek menulis permulaan.
Menurut
tapi
Nilai 0 : jika anak tidak mampu
terikat (target behavior) pada penelitian ini
yakni kemampuan motorik halus anak low
coretan
Nilai 2 : jika anak mampu menebalkan
huruf tetapi keluar dari gaaris.
-
Nilai 1 : jika anak hanya mampu
membuat
coretan
taapi
tidak
membentuk
huruf
yang
telah
disediakan.
-
Nilai 0 : jika anak tidak mampu
membuat coretan.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Tunanetra merupakan suatu kondisi
seseorang yang mengalami hambatan
3) Menyalin huruf dan kata
atau memburuknya fungsi penglihatan,
Penilaian yang dilakukan berdasarkan
maupun
yang
masih
memiliki
sisa
indikator menyalin alat tulis sebagai
pengliahatan
berikut:
dengan alat bantu. Seseorang yang
-
-
-
harus
dikoreksi
Nilai 3 : jika anak mampu menyalin
memiliki
huruf sesuai dengan kata yang telah
sangat terbatas dan harus dikoreksi
disediakan.
dengan alat bantu biasanyanya disebut
Nilai 2 : jika anak tidak mampu
dengan low vision.
menyalin kata dengan lengkap.
-
namun
sisa
penglihatan
walaupun
Menurut The American Medical
Nilai 1: jika anak hanya mampu
Association proposed this definition in
membuat coretan tapi tidak mampu
1934, dan sekarang disetujui oleh the
menyalin huruf yang disediakan.
American Foundation for the Blind
Nilai 0 : jika anak tidak mampu
(dalam Hallahan dan Kauffman, 1980,
membuat coretan.
hlm. 310) mendefinisikan:
Metode Penelitian yang digunakan
dalam
penelitian
eksperimen
ini
pendekatan
adalah
metode
SSR
(Single
Subjek Research). Penelitian SSR ini
mengunakan pola desain A-B-A, yang
terdiri dari tiga tahapan kondisi A1
(Baseline 1), B (Perlakuan), A2 (baseline
2) yang termasuk salah satu desain dasar
SSR. Subjek dalam penelitian ini yaitu
anak tunanetra kategori low vision, siswa
kelas VI SDLB Negeri A Citeureup.
A legally blind person is said to be
one who has visual acuity of 20/200
or less in the better eye even with
correction (e.g., glasses) or whose
field of vision is so narrowed that its
widest diameter subtends an angular
distance no greater than 20 degrees.
Dijelaskan
bahwa
seseorang
dikatakan tunanetra apabila ketajaman
penglihatannya 20/200 atau kurang pada
mata yang terbaik setelah dikoreksi, atau
sudut pandangnya tidak lebih besar dari
20 derajat.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
membuktikan adanya akibat dari suatu
perlakuan yang diberikan kepada subjek,
yaitu adanya pengaruh dari penggunaan
media keterampilan origami sebagai
dapat meniru setiap gerakan yang ada di
variabel
lingkungan sekitarnya.
bebas
yang
mempengaruhi
peningkatan motorik halus anak low
vision
sebagai
variabel
Pemaparan di atas telah menjelaskan
bebas.
bahwa anak tunanetra tanpa terkecuali
Pembuktian ini dilakukan dengan melihat
anak low vision mengalami hambatan
hasil Baseline-1 (A1), intervensi (B), dan
keterlambatan
Baseline-2 (A2). Adapun kaitan antara
terutama pada motorik halus. Hal ini
pengaruh lahihan keterampilan Origami
dikarenakan motorik halus memerlukan
dengan
keterampilan
meningkatkan
kemampuan
pada
aspek
koordinasi
yang
menulis,
lebih
motorik halus terhadap jemari tangan
rumit,
anak adalah dengan berdasarkan kepada
menyusun kubus dan lain sebagainya.
hasil analis sebagai berikut.
seperti
motorik,
melipat,
Namun keterampilan motorik halus
Fase baseline-1 (A-1) pengambilan
dapat di tingkatkan, dengan cara melatih
data dilakukan sebanyak empat sesi. Pada
anak supaya lebih terampil. Salah satu
fase ini telah dianalis di atas bahwa
caranya melatih motorik halus yakni
subjek masih cenderung kaku dalam
dengan media keterampilan origami.
menggerakan alat tulis, cenderung tidak
Keterampilan origami banyak dipilih
mengikuti pola yang diberikan. Pada
dikarenakan origami merupakan media
aspek kekutan otot jemari tangan subjek
yang lebih dekat dengan dunia anak,
mudah lelah dalam mengerjakan soal
selain itu warna-warna kertas origami
yang diberikan.
yang mencolok memudahkan anak low
Ketunanetra
tentunya
berdampak
vision dalam melihat objek tersebut.
pada beberapa aspek, salah satunya yaitu
Fase intervensi (B) dilakukan setelah
motorik. Sebagaimana Tarsidi (2008)
fase baseline-1 dirasa telah stabil. Pada
menyebutkan
yang
fase ini dilakukan sebanyak lima sesi.
biasanya
menunjukan
Adapun hal-hal yang ditemukan pada
dalam
perkembangan
fase ini yaitu, keterampilan origami
motoriknya’. Hal ini dikarenakan anak
merupakan media yang menyenangkan
yang
dalam
tunanetra
keterlambatan
bahwa
memiliki
‘anak
hambatan
pada
proses
pembelajarannya;
penglihatan memiliki kesulitan dalam
keterampilan origami bisa menjadi media
menciptakan konsep pada lingkungan
dalam melatihan motorik halus terutama
sekitarnya,
dalam aspek kelenturan dan kekuatan
yang
menyebabkan
anak
menjadi tidak termotivasi atau tidak
otot jemari tangan subjek.
Mulyana
(2012,
menyebutkan
hlm
“keterampilan
32)
that
for
the
(nonmotorically)
origami
handicapped, fine motor skills may
memiliki tujuan, yaitu untuk melatih dan
receive the greatest emphasis in training
mengembangkan
motorik
programs since they are important not
halus anak melalui latihan kelenturan,
only to academic success (writing) but
koordinasi dan kekuatan otot tangan
also to vocational success (use of tools
selama
and utensils)”.
anak
kemampuan
melakukan
kegiatan
pembelajaran origami.” Melalui kegiatan
Berdasarkan hasil analisis data yang
melipat berbagi bentuk origami dengan
telah dilakukan dan diperlihatkan melalui
berbagai teknik diharapkan kelenturan
tabel dan grafik dengan menggunakan
jemari tangan dan kekuatan otot tangan
desain
semakin baik.
pelaksanaan latihan keterampilan origami
Tahap
setelah
terakhir
fase
yang
intervensi
dilakukan
yaitu
fase
baseline-2 (A-2). Diharapkan pada fase
A-B-A,
diketahui
bahwa
dapat meningkatkan kemampuan motorik
halus anak, dalam kemampuan menulis
permulaan pada subjek DA.
ini akan terjadinya perubahan yang lebih
baik. Fase baseline-2 terjadi sebanyak 4
sesi. Hasil analisis yang dilakukan pada
fase ini ditemukan bahwa subjek tidak
lagi kaku dalam menggerkan alat tulis.
Kekuatan otot tangan subjek lebih kuat,
hal ini terbukti dari subjek tidak mudah
lelah
saat
mengerjakan
soal
yang
diberikan. Hal ini dikarenakan subjek
dilatih dahulu otot jemari tangannya
dengan
memanfaatkan
keterampilan
origami sebagai media pembeljaran.
Dengan
berjalannya
waktu
keterampilan yang lebih rumit akan
menjadi life skill yang dimanfaatkan
dalam aktivitas sehari-hari dan dalam
kegiatan belajar di sekolah. Bunner
(dalam Mulliken dan Buckley, 1983,
hlm. 147) mengingatkan “practitioners
SIMPULAN
Penggunaan
media
yang
tepat
dalam melatih keterampilan motorik
halus dapat membantu anak dalam
mengoptimalkan
kemampuannya.
Pengoptimalan ini dapat dilakukan
dengan
memanfaatkan
sisa
penglihatan anak low vision, dan
dengan
pemanfaatan
media
keterampilan origami yang memiliki
warna
yang
kontras
dapat
memudahkan anak dalam melihat
objek. Latihan dengan kelipat origami
menjadi
berbagai
bentuk
yang
diinginkan, dapat melatih otot-otot
jemari tangannya.
Dapat disimpulkan bahwa media
yang
digunakan
dalam
keterampilan
melatih
memiliki
pengaruh
dalam
dalam
proses melatih motorik halus
motorik halus terutama pada jemari
tangan
origami
anak.
2. Rekomendasi
bagi
penelitian
kelenturan jemari dan kekuatan otot
selanjutnya.
jemari
Penelitian selanjutnya diharapkan
tangan,
walaupun
tidak
signifikan. Penerapan media origami
dapat
dapat
melatih
mengenai latihan motorik halus
motorik halus pada tangan. Hal ini
menggunakan media keterampilan
dikarenakan dengan origami anak dapat
origami kembali dengan target
melenturkan dan memperkuat otot jemari
behavior yang berbeda, sehingga
tangan, selain itu media ini sangat
dapat
diterapkan
untuk
menyenangkan bagi anak.
mengadakan
penelitian
memberikan
gambaran
yang lebih baik lagi dan dapat
menemukan penemuan-penemuan
REKOMENDASI
baru
kekurangan
Berdasarkan kesimpulan yang telah
dikemukakan,
maka
yang
melengkapi
penelitian
yang
dilakukan.
penelitian
memberikan rekomendasi penelitian
ini
kepada
dipandang
pihak-pihak
perlu
untuk
menindak
lanjuti hasil penelitian ini. Seperti
yang telah diketahui bahwa penerapan
keterampilan
origami
DAFTAR PUSTAKA
yang
dapat
Hallahan, D. P. & Kauffman, J. M. (1980).
Exceptional Children Introduction
to Special Education. Virginia:
Prentice Hall Internasional
meningkatkan kemampuan motorik
Hirai, M. (2013). Origami Kreatif. Jakarta:
Indria Pustaka
halus anak low vision. Terutama pada
Ichigo.
otot tangan, maka dari itu peneliti
menyarankan
beberapa
hal
diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Rekomendasi bagi para pendidik
Penelitian ini sekiranya dapat
dijadikan sebagai masukan dan
pertimbangan bagi para pendidik
untuk
menggunakan
media
(2013). Aku Cepat Pintar
Membuat Origami. Jakarta: Niaga
Swadaya
Mulyana,
R.
(2012).
Penerapan
Pembelajaran Origami dengan
Teknik Pemberian Simbol untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Motorik Halus Anak. UPI: Tidaak
Diterbitkan
Mustaqimah, U. S. (2013). Efektivitass
Penggunaan Media Fondant Untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Motorik Halus dalam Menulis
Permulaan siswa Cerebral Palsy
Sedang di SLB D YPAC Bandung.
UPI: Tidak Diterbitkan
Somantri, T. S. (2006). Psikologi Anak
Luar Biasa. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Yusuf, S (2011). Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
PENERAPAN KETERAMPILAN ORIGAMI TERHADAP
PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS
ANAK LOW VISION DI SDLB NEGERI A CITEUREUP
Tunanetra merupakan keadaan seseorang yang mengalami hambatan atau keterbatasan fungsi
penglihatan, baik yang masih memiliki sisa penglihatan maupun yang harus dibantu dengan alat bantu
yang selanjutnya disebut dengan Low Vision. Hambatan atau keterbatasan pada fungsi penglihatan
banyak memiliki dampak pada mereka, salah satunya pada aspek motorik. Hal ini dikarenakan anak
yang memiliki hambatan pada fungsi penglihatan menyebabkan anak kesulitan dalam menggunakan
motorik terutama motorik halus. Subjek dalam penelitian ini adalah anak low vision yang memiliki
hambatan pada motorik halus, hal ini dikarenakan tidak dilatihnya motorik halus sedari anak masih
kecil. Maka dari itu peneliti bermaksud mencari solusi dalam menangani permasalahan tersebut, yakni
dengan pemanfaatan media keterampilan origami sebagai media pembelajaran dalam meningkatkan
kemampuan motorik halus anak low vision. Origami merupakan seni dalam melipat kertas yang
memiliki manfaat melatih motorik halus anak. Oleh karena itu dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan media keterampilan origami dalam melatih kemampuan motorik
halus anak low vision di SDLB Negeri A Citeureup. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode eksperimen dengan subjek tunggal, desain A-B-A . Hasil penelitian menggunakan
presentase dan ditampilkan melalui tabel dan grafik. Berdasarkan analisis data yang diperoleh
menunjukkan adanya peningkatan pada kemampuan motorik halus anak setelah diberikan intervensi.
Dapat disimpulkan bahwa media yang digunakan dalam melatih motorik halus terutama pada jemari
tangan memiliki pengaruh dalam kelenturan jemari dan kekuatan otot jemari tangan, walaupun tidak
signifikan. Penerapan media origami dapat diterapkan untuk melatih motorik halus pada tangan. Hal
ini dikarenakan dengan origami anak dapat melenturkan dan memperkuat otot jemari tangan, selain
itu media ini sangat menyenangkan bagi anak.
Kata kunci: tunanetra, keterampilan origami, kemampuan motorik halus anak low vision
THE IMPLEMENTATION OF ORIGAMI SKILLS TO IMPROVE FINE MOTOR SKILLS
CHILDREN WITH LOW VISION AT SDLB NEGERI A CITEUREUP
Abstract: A blindness is circumstances of someone who experiencing the barriers or limitation of
visual function, although who still have the vision and the rest should be assisted with tools with
called as low vision. The barriers or limitation on visual function has an impact on a lot of them, one
of aspect that barriered is the motor aspect. This because children who have barriers of their visual
function causes difficulty in using the motor especially for fine motor. The subjects of this research
were low vision children who have barriers in fine motor skill and those who are not trained since
their still baby. Therefore the researchers intend to seek a solution in dealing with these problems, that
is the use of media origami skills to improve fine motor skills children with low vision. Origami is the
art of folding paper with fine motor training benefits. Therefore, this research aims to determine the
influence of media using origami skills of fine motor skills in children with low vision at SDLB
Negeri A Citeureup. As for the methods that is used in this research is the experimental method with a
single subject, A-B-A design. The results using percentage and displayed through tables and graphs.
Based on the analysis of data, it showed an increases in the fine motor skills after the child is given
the intervention. It can be conclude that the media used in the training of fine motor skills, especially
for fingers have influence in finger flexibility and muscle strength of the fingers, although it is not
significant. The implementation media origami can be applied to train the fine motor skills for hand.
This is because with origami, the children can flex and strengthen the muscles of the fingers, in
addition that the media is very fun for children.
Keywords: Blindness, origami skills, fine motor skills children with low vision.
PENDAHULUAN
Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih
Perkembangan fisik tidak lepas dari
menulis,
menggambar,
otot-otot yang mempengaruhi kemampuan
bergaris-garis.
motorik. Namun tidak cukup hanya otot
Apabila
dilihat
melukis,
dari
dan
fungsi
yang dapat mempengaruhi kemampuan
perkembangan motorik yang disebutkan
motorik. Kematangan syaraf otak juga
di atas dapat disimpulkan bahwa motorik
dapat
kemampuan
merupakan tugas perkembangan yang
motorik, yakni dengan sistem syaraf yang
penting. Terutama pada motorik halus
mengatur otot untuk mengembangkan
yang memegang peran penting saat anak
keterampilan motorik.
akan
mempengaruhi
memasuki
lingkungan
Sekolah
dibagi
(school adjusment), pada saat pra sekolah
menjadi dua yakni keterampil motorik
anak telah diajarkan untuk menulis untuk
kasar (gross motor) dan keretampilan
mengasah keterampilan motorik halus.
Keterampilan
motorik
ini
motorik halus (fine motor). Keterampilan
motorik
kasar
menggunakan
Penglihatan merupakan salah satu
(gross
motor)
akan
indera yang penting untuk kehidupan
gerakan
kasar
yang
sehari-hari.
Setiap
individu
memiliki
melibatkan seluruh otot untuk bergerak,
ketajaman penglihatan (visus) dan lantang
seperti berjalan, berlari, melompat, dan
pandang yang berbeda. Apabila individu
sebagainya. Pada keterampilan motorik
mengalami pengurangan visus dan derajat
halus (fine motor) lebih menggunakan
lantang pandang, maka individu tersebut
otot-otot kecil yang melakukan gerakan
akan
yang lebih kompleks, seperti menulis,
penglihatan.
melipat,
khusus,
menggambar,
dan
lain
mengalami
kesulitan
sebagainya.
Hurlock (dalam Syamsu Yusuf LN,
2012, hlm.104) menyebutkan “salah satu
Dalam
individu
kesulitan
dalam
dunia
pendidikan
yang
mengalami
penglihatan
seperti
yang
disebutkan di atas disebut dengan low
vision.
fungsi dari perkembangan keterampilan
Pada umumnya anak yang mengalami
motorik bagi konstelasi perkembangan
hambatan dalam penglihatan biasa disebut
individu, yaitu melalui perkembangan
dengan
motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya
(2006, hlm. 65) menyebutkan “tunanetra
dengan
(school
tidak saja mereka yang buta, tetapi
adjusment)”. Pada usia prasekolah (taman
mencakup juga mereka yang mampu
kanak-kanak) atau usia kelas-kelas awal
melihat tetapi terbatas sekali dan kurang
lingkungan
sekolah
tunanetra.
Menurut
Somantri
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
hidup sehari-hari terutama dalam belajar”.
kemampuan motorik halus. Namun tidak
Jadi,
menutup
anak-anak
dengan
kondisi
termasuk
“setengah
mengalami hambatan pada visual tidak
melihat”, “low vision”, atau rabun adalah
dapat menggunakan kemampuan motorik
bagian dari kelompok tunanetra.
halus. Pada anak tunanetra kategori low
penglihatan
yang
kemungkinan
anak
yang
Selain pengertian yang disebutkan di
vision, anak masih mampu untuk dilatih
atas, Somantri (2006, hlm. 66) juga
kemampuan motorik halus. Hanya saja
mendefinisikan tunanetra dengan cara
dalam pelatihan motorik halus, harus
dikelompokan
disesuaikan
Berdasarkan
menjadi
dua
dengan
kategori.
ketajaman
penglihatan (visus), yaitu :
dengan
kemampuan
dan
kebutuhan anak.
Namun pada observasi yang telah
1. Buta
Dikatakan buta jika sama sekali tidak
mampu menerima rangsangan cahaya
dari luar (visusnya = 0)
2. Low vision
Bila anak masih mampu menerima
rangsang cahaya dari luar, tetapi
ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika
anak hanya mampu membaca
headline pada surat kabar.
dilakukan di SLB Negeri A Citeureup kota
Beberapa definisi mengenai Low vision
dan menulis tulisan awas. Selain itu anak
(kurang awas) di atas dapat disimpulkan
juga tidak dilatih dalam penggunaan
bahwa low vision termasuk tunanetra yang
motorik halus. Oleh karena itu anak tidak
mengalami pengurangan penglihatan, yaitu
mampu dalam memegang pensil dan
memiliki visus kurang (lebih buruk) dari
menggunakan gunting dengan benar.
6/18 pada mata yang terbaik atau luas
penglihatan
kurang
dari
20
derajat
Cimahi. Terdapat anak yang mengalami
hambatan pada kemampuan motorik halus.
Terutama pada kemampuan life skill
akademik
Pada pemaparan mengenai pengertian
yakni
kemampuan
menulis. Hal ini dikarenakan tidak adanya
pembelajaran kepada anak untuk membaca
Berdasarkan
permasalahan
yang
dikemukakan, peneliti bermaksud meneliti
media
diameter.
anak,
pembelajaran
yang
dapat
meningkatkan kemampuan motorik halus
motorik halus dan pengertian low vision di
anak
atas, yang menjelaskan bagaimana fungsi
keterampilan origami atau kertas lipat.
penglihatan
hubungannya
Dengan pembelajaran tersebut diharapkan
dengan kemampuan motorik halus anak.
anak mampu melatih motorik halus.
Penglihatan
merupakan
Keterampilan origami dalam penelitian ini
persyaratan
dalam
masih
erat
salah
satu
penggunaan
sebagai
yaitu
media
dengan
memberikan
pembelajaran
yang
bertujuan untuk membantu anak dalam
melatih motorik halus anak terutama pada
otot-otot
jemari
keterampilan
tangan.
origami
Selain
juga
itu
dapat
Seni kreasi melipat kertas dari jepang
atau lebih dikenal dengan istilah origami.
Hirai
(2014,
hlm
iii)
menyebutkan
meningkatkan konsentrasi, ketelitian dan
“origami atau seni melipat kertas adalah
melatih
saat
seni mengubah selembar kertas yang
membentuk origami menjadi bentuk yang
semula tidak berbentuk menjadi bermacam
sederhana. Sebagai pertimbangan lain
bentuk atau model dengan menggunakan
origami yang memiliki dua sisi dengan
sentuhan seni melipat kertas”. Namun
perbedaan warna setiap sisinya. Warna
Ichigo (hlm i)menyebutkan origami adalah
origami yang kontras satu sama lain, akan
seni kreasi yang sangat bermanfaaat untuk
mempermudah anak untuk melipat dan
melatih daya imajinasi, kreasi, kesabaran,
membentuk origami menjadi bentuk yang
keuletan, dan kecerdasan otak kanan pada
sederhana.
anak.
kesabaran
anak
pada
Menggunakan media origami yang
Origami memiliki banyak manfaat
mengharuskan anak menggunakan motorik
yakni,
halus dengan melipat kertas diharapkan
mengaktifkan
anak dapat menggunakan kedua tangannya
menjadi sarana komunikasi anak dengan
dalam membuat suatu bentuk dan dapat
sekitarnya.
berkonsentrasi dengan baik saat melipat,
bermanfaat meningkatkan motorik halus
dengan
penelitian
anak, dengan menekan kertas dengan
untuk mengetahui sejauh mana media
ujung-ujung jari. Cara ini merupakan
origami
latihan yang afektif untuk melatih motorik
demikian
ini
diadakan
mampu
meningkatkan
kemampuan motorik halus anak dalam
kemampuaan menulis permulaan pada
anak SDLB negeri A Citeureup.
meningkatkan
otak
Selain
kreatifitas
anak,
itu
dan
anak,
dapat
origami
juga
halus.
Media origami yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu keterampilan dalam
melipat
kertas
warna warni
menjadi
berbagai macam lipatan dan membentuk
METODE PENELITIAN
menjadi bunga atau hewan. Media origami
Variabel bebas merupakan variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab
perubahannya
atau
timbulnya
variabel terikat. Variabel bebas atau
variabel
yang
mempengaruhi
dalam
penelitian ini adalah keterampilan origami.
merupakan media yang dapat melatih
motorik halus anak dikarenakan saat
melipat origami membutuhkan otot-otot
jemari tangan anak. Adapun langkahlangkah dalam pelatihan motorik halus
yang menggunakan keterampilan origami
yang baik. Adapun aspek-aspek yang
sebagai berikut:
diukur
a. Melipat
kertas
dengan
berbagai
dalam
penelitian
ini
sebagai
berikut:
macam ukuran origami. Mulai dari
a. Kelenturan otot-otot jemari tangan
ukuran 14×14 cm, 16×16cm, dan
b. Kekuatan otot-otot jemari tangan
20×20 cm.
Adapun indikator-indikator yang telah
b. Anak diminta untuk meremas kertas
sebelum diminta untuk melipat
disusun sesuai target behavior yang ingin
dicapai dalam penelitian ini yaitu:
c. Melipat kertas dengan berbagai lipatan
1) Menggerakan alat tulis
dasar, seperti melipat origami menjadi
Penilaian yang dilakukan berdasarkan
dua bagian menjadi persegi panjang,
indikator menggerakan alat tulis sebagai
dan segitiga.
berikut:
d. Melipat origami menjadi berbagai
-
Nilai 3 : jika anak mampu mengikuti
bentuk dari yang sederhana sampai ke
pola sesuai dengan bentuknya dan
bentuk yang lebih komplek, seperti
tidak keluar dari garis.
pohon cemara; bunga; kumbang dan
-
Nilai 2 : jika anak mampu mengikuti
ikan.
pola tetapi keluar dari garis.
Variabel terikat biasa disebut juga
-
Nilai 1 : jika anak hanya mampu
dengan variabel dependen adalah variabel
membuat
yang dipengaruhi oleh variabel bebas, atau
membentuk
merupakan variabel yang menjadi akibat
disediakan.
dari variabel terikat. Adapun variabel
-
Soendari
(dalam
Ulfah
Saefatul Mustaqimah, 2013, hlm 25)
menyebutkan “motorik halus ialah gerak
yang
hanya
menggunakan
telah
indikator menebalkan huruf dan kata
sebagai berikut:
-
Nilai 3 : jika anak mampu menebalkan
huruf sesuai dengan bentuknya dan
tidak keluar dari garis.
-
dan daya konsentrasi yang baik”. Motorik
koordinasi gerak dan daya konsentrasi
yang
Penilaian yang dilakukan berdasarkan
tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot
pada penelitian ini lebih menekankan pada
pola
2) Menebalkan huruf dan kata
otot-otot
kecil yang membutuhkan koordinasi gerak
tidak
membuat coretan.
vision pada aspek menulis permulaan.
Menurut
tapi
Nilai 0 : jika anak tidak mampu
terikat (target behavior) pada penelitian ini
yakni kemampuan motorik halus anak low
coretan
Nilai 2 : jika anak mampu menebalkan
huruf tetapi keluar dari gaaris.
-
Nilai 1 : jika anak hanya mampu
membuat
coretan
taapi
tidak
membentuk
huruf
yang
telah
disediakan.
-
Nilai 0 : jika anak tidak mampu
membuat coretan.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Tunanetra merupakan suatu kondisi
seseorang yang mengalami hambatan
3) Menyalin huruf dan kata
atau memburuknya fungsi penglihatan,
Penilaian yang dilakukan berdasarkan
maupun
yang
masih
memiliki
sisa
indikator menyalin alat tulis sebagai
pengliahatan
berikut:
dengan alat bantu. Seseorang yang
-
-
-
harus
dikoreksi
Nilai 3 : jika anak mampu menyalin
memiliki
huruf sesuai dengan kata yang telah
sangat terbatas dan harus dikoreksi
disediakan.
dengan alat bantu biasanyanya disebut
Nilai 2 : jika anak tidak mampu
dengan low vision.
menyalin kata dengan lengkap.
-
namun
sisa
penglihatan
walaupun
Menurut The American Medical
Nilai 1: jika anak hanya mampu
Association proposed this definition in
membuat coretan tapi tidak mampu
1934, dan sekarang disetujui oleh the
menyalin huruf yang disediakan.
American Foundation for the Blind
Nilai 0 : jika anak tidak mampu
(dalam Hallahan dan Kauffman, 1980,
membuat coretan.
hlm. 310) mendefinisikan:
Metode Penelitian yang digunakan
dalam
penelitian
eksperimen
ini
pendekatan
adalah
metode
SSR
(Single
Subjek Research). Penelitian SSR ini
mengunakan pola desain A-B-A, yang
terdiri dari tiga tahapan kondisi A1
(Baseline 1), B (Perlakuan), A2 (baseline
2) yang termasuk salah satu desain dasar
SSR. Subjek dalam penelitian ini yaitu
anak tunanetra kategori low vision, siswa
kelas VI SDLB Negeri A Citeureup.
A legally blind person is said to be
one who has visual acuity of 20/200
or less in the better eye even with
correction (e.g., glasses) or whose
field of vision is so narrowed that its
widest diameter subtends an angular
distance no greater than 20 degrees.
Dijelaskan
bahwa
seseorang
dikatakan tunanetra apabila ketajaman
penglihatannya 20/200 atau kurang pada
mata yang terbaik setelah dikoreksi, atau
sudut pandangnya tidak lebih besar dari
20 derajat.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
membuktikan adanya akibat dari suatu
perlakuan yang diberikan kepada subjek,
yaitu adanya pengaruh dari penggunaan
media keterampilan origami sebagai
dapat meniru setiap gerakan yang ada di
variabel
lingkungan sekitarnya.
bebas
yang
mempengaruhi
peningkatan motorik halus anak low
vision
sebagai
variabel
Pemaparan di atas telah menjelaskan
bebas.
bahwa anak tunanetra tanpa terkecuali
Pembuktian ini dilakukan dengan melihat
anak low vision mengalami hambatan
hasil Baseline-1 (A1), intervensi (B), dan
keterlambatan
Baseline-2 (A2). Adapun kaitan antara
terutama pada motorik halus. Hal ini
pengaruh lahihan keterampilan Origami
dikarenakan motorik halus memerlukan
dengan
keterampilan
meningkatkan
kemampuan
pada
aspek
koordinasi
yang
menulis,
lebih
motorik halus terhadap jemari tangan
rumit,
anak adalah dengan berdasarkan kepada
menyusun kubus dan lain sebagainya.
hasil analis sebagai berikut.
seperti
motorik,
melipat,
Namun keterampilan motorik halus
Fase baseline-1 (A-1) pengambilan
dapat di tingkatkan, dengan cara melatih
data dilakukan sebanyak empat sesi. Pada
anak supaya lebih terampil. Salah satu
fase ini telah dianalis di atas bahwa
caranya melatih motorik halus yakni
subjek masih cenderung kaku dalam
dengan media keterampilan origami.
menggerakan alat tulis, cenderung tidak
Keterampilan origami banyak dipilih
mengikuti pola yang diberikan. Pada
dikarenakan origami merupakan media
aspek kekutan otot jemari tangan subjek
yang lebih dekat dengan dunia anak,
mudah lelah dalam mengerjakan soal
selain itu warna-warna kertas origami
yang diberikan.
yang mencolok memudahkan anak low
Ketunanetra
tentunya
berdampak
vision dalam melihat objek tersebut.
pada beberapa aspek, salah satunya yaitu
Fase intervensi (B) dilakukan setelah
motorik. Sebagaimana Tarsidi (2008)
fase baseline-1 dirasa telah stabil. Pada
menyebutkan
yang
fase ini dilakukan sebanyak lima sesi.
biasanya
menunjukan
Adapun hal-hal yang ditemukan pada
dalam
perkembangan
fase ini yaitu, keterampilan origami
motoriknya’. Hal ini dikarenakan anak
merupakan media yang menyenangkan
yang
dalam
tunanetra
keterlambatan
bahwa
memiliki
‘anak
hambatan
pada
proses
pembelajarannya;
penglihatan memiliki kesulitan dalam
keterampilan origami bisa menjadi media
menciptakan konsep pada lingkungan
dalam melatihan motorik halus terutama
sekitarnya,
dalam aspek kelenturan dan kekuatan
yang
menyebabkan
anak
menjadi tidak termotivasi atau tidak
otot jemari tangan subjek.
Mulyana
(2012,
menyebutkan
hlm
“keterampilan
32)
that
for
the
(nonmotorically)
origami
handicapped, fine motor skills may
memiliki tujuan, yaitu untuk melatih dan
receive the greatest emphasis in training
mengembangkan
motorik
programs since they are important not
halus anak melalui latihan kelenturan,
only to academic success (writing) but
koordinasi dan kekuatan otot tangan
also to vocational success (use of tools
selama
and utensils)”.
anak
kemampuan
melakukan
kegiatan
pembelajaran origami.” Melalui kegiatan
Berdasarkan hasil analisis data yang
melipat berbagi bentuk origami dengan
telah dilakukan dan diperlihatkan melalui
berbagai teknik diharapkan kelenturan
tabel dan grafik dengan menggunakan
jemari tangan dan kekuatan otot tangan
desain
semakin baik.
pelaksanaan latihan keterampilan origami
Tahap
setelah
terakhir
fase
yang
intervensi
dilakukan
yaitu
fase
baseline-2 (A-2). Diharapkan pada fase
A-B-A,
diketahui
bahwa
dapat meningkatkan kemampuan motorik
halus anak, dalam kemampuan menulis
permulaan pada subjek DA.
ini akan terjadinya perubahan yang lebih
baik. Fase baseline-2 terjadi sebanyak 4
sesi. Hasil analisis yang dilakukan pada
fase ini ditemukan bahwa subjek tidak
lagi kaku dalam menggerkan alat tulis.
Kekuatan otot tangan subjek lebih kuat,
hal ini terbukti dari subjek tidak mudah
lelah
saat
mengerjakan
soal
yang
diberikan. Hal ini dikarenakan subjek
dilatih dahulu otot jemari tangannya
dengan
memanfaatkan
keterampilan
origami sebagai media pembeljaran.
Dengan
berjalannya
waktu
keterampilan yang lebih rumit akan
menjadi life skill yang dimanfaatkan
dalam aktivitas sehari-hari dan dalam
kegiatan belajar di sekolah. Bunner
(dalam Mulliken dan Buckley, 1983,
hlm. 147) mengingatkan “practitioners
SIMPULAN
Penggunaan
media
yang
tepat
dalam melatih keterampilan motorik
halus dapat membantu anak dalam
mengoptimalkan
kemampuannya.
Pengoptimalan ini dapat dilakukan
dengan
memanfaatkan
sisa
penglihatan anak low vision, dan
dengan
pemanfaatan
media
keterampilan origami yang memiliki
warna
yang
kontras
dapat
memudahkan anak dalam melihat
objek. Latihan dengan kelipat origami
menjadi
berbagai
bentuk
yang
diinginkan, dapat melatih otot-otot
jemari tangannya.
Dapat disimpulkan bahwa media
yang
digunakan
dalam
keterampilan
melatih
memiliki
pengaruh
dalam
dalam
proses melatih motorik halus
motorik halus terutama pada jemari
tangan
origami
anak.
2. Rekomendasi
bagi
penelitian
kelenturan jemari dan kekuatan otot
selanjutnya.
jemari
Penelitian selanjutnya diharapkan
tangan,
walaupun
tidak
signifikan. Penerapan media origami
dapat
dapat
melatih
mengenai latihan motorik halus
motorik halus pada tangan. Hal ini
menggunakan media keterampilan
dikarenakan dengan origami anak dapat
origami kembali dengan target
melenturkan dan memperkuat otot jemari
behavior yang berbeda, sehingga
tangan, selain itu media ini sangat
dapat
diterapkan
untuk
menyenangkan bagi anak.
mengadakan
penelitian
memberikan
gambaran
yang lebih baik lagi dan dapat
menemukan penemuan-penemuan
REKOMENDASI
baru
kekurangan
Berdasarkan kesimpulan yang telah
dikemukakan,
maka
yang
melengkapi
penelitian
yang
dilakukan.
penelitian
memberikan rekomendasi penelitian
ini
kepada
dipandang
pihak-pihak
perlu
untuk
menindak
lanjuti hasil penelitian ini. Seperti
yang telah diketahui bahwa penerapan
keterampilan
origami
DAFTAR PUSTAKA
yang
dapat
Hallahan, D. P. & Kauffman, J. M. (1980).
Exceptional Children Introduction
to Special Education. Virginia:
Prentice Hall Internasional
meningkatkan kemampuan motorik
Hirai, M. (2013). Origami Kreatif. Jakarta:
Indria Pustaka
halus anak low vision. Terutama pada
Ichigo.
otot tangan, maka dari itu peneliti
menyarankan
beberapa
hal
diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Rekomendasi bagi para pendidik
Penelitian ini sekiranya dapat
dijadikan sebagai masukan dan
pertimbangan bagi para pendidik
untuk
menggunakan
media
(2013). Aku Cepat Pintar
Membuat Origami. Jakarta: Niaga
Swadaya
Mulyana,
R.
(2012).
Penerapan
Pembelajaran Origami dengan
Teknik Pemberian Simbol untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Motorik Halus Anak. UPI: Tidaak
Diterbitkan
Mustaqimah, U. S. (2013). Efektivitass
Penggunaan Media Fondant Untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Motorik Halus dalam Menulis
Permulaan siswa Cerebral Palsy
Sedang di SLB D YPAC Bandung.
UPI: Tidak Diterbitkan
Somantri, T. S. (2006). Psikologi Anak
Luar Biasa. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Yusuf, S (2011). Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.