STRATEGI PEMBANGUNAN PASCA BENCANA STUDI

DINAMIKA KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
MASA OTONOMI DAERAH (2003-2008)
A. Masa Transisi (2003-2005)
Masa transisi ditandai dengan keluarnya UU No. 32 Tahun 2004 dapat digunakan
sebagai upaya mengatur hubungan kekuasaan dan pembagian kewenangan serta
kelembagaan Pemerintah Daerah sebagai hasil revisi Undang-Undang otonomi daerah
sebelumnya. Substansi Undang-undang ini pada hakikatnya menentukan 16 urusan wajib
untuk provinsi dan kabupaten/ kota dan selain itu provinsi maupun kabupaten/ kota
mendapat “kewenangan” untuk menangani urusan yang bersifat pilihan, meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pengelolaan sumberdaya yang dimilikinya. Dalam konteks
pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, UU No. 32 Tahun 2004 juga mengatur
batas-batas kewenangan daerah dalam mengelola sumber daya di wilayah laut. UU No.
32 Tahun 2004 menyatakan bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan
kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut. Daerah mendapatkan bagi
hasil atas pengelolaan sumberdaya alam di bawah dasar dan/ atau di dasar laut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan Daerah untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut sesuai dengan
UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 18 ayat (1) meliputi:
(a) eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
(b) pengaturan administratif

(c) pengaturan tata ruang
(d) penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi
(e) ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
(f) ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. Kewenangan untuk mengelola
sumberdaya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 mil
laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/ atau ke arah perairan kepulauan
untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk
kabupaten/kota.

Pada UU No. 32 Tahun 2004 yang membuat pengaturan tentang yurisdiksi laut
provinsi (12 mil) dan kabupaten/ kota (empat mil) mengindikasikan bahwa produk
hukum itu menganut konsep pengkavlingan laut. Dalam UU No. 31 /2004 tentang
Perikanan yang terdiri dari 17 bab dan 111 pasal. Undang-undang tentang Perikanan ini
mempunyai beberapa substansi pokok meliputi aspek pengelolaan perikanan, usaha
perikanan serta penyerahan sebagian urusan dan tugas pembantuan sektor perikanan dari
Pemerintah Pusat dan Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten sekaligus penarikannya
kembali yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam undang-undang ini, aspek
pengelolaan perikanan mendapat penekanan cukup kuat yang diatur kurang lebih dalam
19 pasal.

Pasal-pasal tersebut mengatur sistem pengelolaan sumberdaya perikanan yang
berdasar atas pendekatan hak-hak memanfaatkan sumberdaya perikanan (fishing right)
yang implementasinya diwujudkan dalam regulasi akses terkontrol agar tecapai manfaat
yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan termasuk
aturan tentang pembatasan. Pada pasal 7 menjelaskan mengenai regulasi akses terkontrol
yang dapat berupa (1) pembatasan input (input restriction), yaitu membatasi jumlah
pelaku, jumlah jenis kapal dan jenis alat tangkap, (2) pembatasan output (output
restriction), yaitu membatasi berupa jumlah tangkapan bagi setiap pelaku berdasarkan
kuota.
Dengan dilatarbelakangi berbagai perubahan regulasi tersebut, pada tahun 2004
Pemerintah Kabupaten Rembang merespon dengan melaksanakan perubahan Struktur
Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) perangkat daerah untuk kedua kalinya. Perubahan
SOTK pada tahun 2004 dilaksanakan sebagai penyesuaian atas revisi pelimpahan
kewenangan daerah sebagaimana amanat UU No. 32 Tahun 2004 serta memperhatikan
regulasi sektoral seperti UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Kasubag
Kelembagaan Bagian Organisasi dan Kepegawaian Setda Kabupaten Rembang tahun
2004-2007).
Selama periode transisi ini tidak banyak kegiatan strategis yang direalisasikan di
sektor perikanan dan kelautan. Lebih dari 70 persen alokasi kegiatan yang dilaksanakan
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang pada tahun 2005 merupakan tugas

pembantuan dari Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan melalui Dana Alokasi

Khusus (DAK) untuk perbaikan sarana prasarana TPI (Tempat Pelelangan Ikan) di
Tasikagung dan Pandangan. (Rembang: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Rembang, 2009 dalam Moch. Salim, 2010).
Sementara itu dana APBD Kabupaten Rembang pada tahun 2005 hanya berkisar
Rp. 279 Miliyar yang tidak terlalu signifikan untuk membiayai seluruh kewenangan
daerah termasuk sektor perikanan dan kelautan. Kondisi tersebut sesuai dengan
keterbatasan anggaran, sehingga kegiatan APBD di sektor perikanan dan kelautan lebih
ditujukan pada bidang pengelolaan perikanan budidaya baik air tawar, payau dan laut
serta peningkatan SDM, lembaga petani nelayan dan pengembangan perikanan. (Kabid
Usaha dan Pengolahan Hasil Dislutkan Kabupaten Rembang dalam Moch. Salim, 2010)
B. Kebijakan Kelautan dan Perikanan (2005-2006)
Kabupaten Rembang yang merupakan kabupaten pantai secara keseluruhan harus
diperlakukan sebagai sebuah kawasan bahari terpadu. Dengan demikian seluruh kawasan
pantai Rembang dengan segala potensi perikanan dan kelautannya merupakan suatu
kawasan bahari yang secara utuh terintegrasi dan bersinergi dengan kawasan pedalaman
baik yang termasuk wilayah Kabupaten Rembang sendiri maupun wilayah kabupaten di
sekitarnya.
Pembangunan sektor kelautan dan perikanan bukan hanya ditujukan untuk

mengembangkan sektor kelautan dan perikanan itu sendiri, tetapi juga untuk disinergikan
dengan pembangunan di sektor-sektor lain seperti industri, tambang, pertanian,
perkebunan, dan sebagainya.
Tujuan Pembangunan Kawasan di Kabupaten Rembang dalam hal ini adalah:
1. Membangun masyarakat pedesaan, beserta sarana dan prasarana yang
mendukungnya;
2. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan;
3. Mengurangi tingkat kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat;
4. Mendorong pemerataan pertumbuhan dengan mengurangi disparitas antar daerah;
5. Meningkatkan kualitas SDM dan konservasi SDA demi kesinambungan
pembanguna daerah;
6. Lebih mempercepat kelangsungan sinergi antarsektor antarwilayah;
7. Mendorong pemanfaatan ruang wilayah yang efisien dan berkelanjutan.

Menyadari bahwa Rembang memiliki potensi bahari yang sangat signifikan, maka
pembangunan Rembang perlu memperhitungkan potensi itu. Namun demikian bukan
berarti bahwa sektor nonkelautan harus diabaikan. Keduanya dapat dikembangkan secara
sinergis dengan pembangunan Integrated Maritime Zone dengan perpektif baru yaitu
kawasan yang mampu mengintegrasikan potensi kelautan dan sekaligus potensi daerah
belakangnya (hinterland).

Tersusunnya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Kabupaten Rembang Tahun 2006-2010 yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah No. 1
Tahun 2006 yang disempurnakan dengan Validasi Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Rembang Tahun 2006-2010 yang ditetapkan
melalui Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2008 merupakan landasan legal formal yang
menunjukkan adanya komitmen baru Pemerintah Daerah dalam mencapai visi
pembangunan daerah termasuk di sektor Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Rembang.
Substansi pokok dari RPJMD tersebut dalam implementasinya diwujudkan dalam
gebrakan ”Progam Empat Pilar Percepatan Pembangunan Kabupaten Rembang”.
Program Empat Pilar sebagai langkah akselerasi pembangunan tersebut mencakup
program-program penyediaan infrastruktur publik (peningkatan jalan, jembatan, irigasi,
perumahan dan pemukiman), pelayanan kesehatan dan pendidikan serta pengembangan
ekonomi Rembang (PER).
Penyediaan infrastruktur di samping membenahi prasarana ekonomi seperti jalan
transportasi dan pengelolaan sumberdaya air, langkah strategis Pemerintah Daerah yang
cukup penting diambil dalam masa ini adalah upaya mengoptimalkan infrastruktur
pendukung sektor maritim yaitu peningkatan fungsi PPI Tasikagung serta rencana
merelokasi pelabuhan niaga Rembang, dengan cita-cita membangun pelabuhan niaga
nasional di Kabupaten Rembang sebagai penajaman konsep KBT. Komitmen Pemerintah
Kabupaten Rembang untuk mewujudkan gagasan ini telah tersebut dalam Validasi

RPJMD Kabupaten Rembang 2006-2010 melalui kerangka program dan kegiatan lintas
sektoralpada urusan perhubungan serta kelautan dan perikanan
Pembangunan Pelabuhan Niaga di wilayah timur Kabupaten Rembang didasari
oleh pertimbangan yang cukup matang. Dinilai dari perspektif sejarah, rencana relokasi
pelabuhan merupakan langkah yang tepat mengingat wilayah timur Rembang pernah

menjadi lokasi dermaga-dermaga niaga yang sangat ramai pada zaman dahulu, seperti
pelabuhan teluk Regol dan Kairingan di wilayah Lasem. berdasarkan pertimbangan
teknis keberadaan pelabuhan niaga Tanjung Agung yang berlokasi di Desa Tasikagung
Kecamatan Rembang dirasakan kurang memadai untuk dikembangkan menjadi
pelabuhan niaga nasional dan apalagi kalau ingin dikembangkan sebagai pelabuhan
internasional. Kawasan ini menghadapi kendala sedimentasi yang cukup menimbulkan
persoalan sebagai sebuah pelabuhan niaga.
Rencana pengembangan dan pembangunan pelabuhan baru akan menjadi kawasan
andalan di Kabupaten Rembang. Pelabuhan Rembang yang terletakdi Desa Tasikagung
Kecamatan Rembang akan ditingkatkan fungsinya sebagai Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) serta pelabuhan penumpang di sebelah baratnya. Sedangkan pelabuhan
baru untuk fungsi arus barang curah kering dan kontainer akan dibangun di Kecamatan
Sluke. (Kepala Bappeda Kabupaten Rembang dan Kabid Fispra Bappeda Kabupaten
Rembang tahun 2004-2007 dalam Moch. Salim, 2010).

Kebijakan sektor kelautan dan perikanan yang dilakukan Moch. Salim ini
tampaknya mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. Kondisi ini ditunjukkan
dengan dukungan DPRD yang menyetujui rencana pembangunan daerah di sektor
kelautan dan perikanan untuk dapat direalisasikan melalui pembiayaan APBD Kabupaten
Rembang. Bahkan rencana pemerintah daerah untuk membangun pelabuhan dan
merehabilitasi TPI-TPI yang berada di wilayah Rembang juga mendapat dukungan
anggaran dari pemerintah provinsi maupun pusat.
C. Pengembangan Kebijakan Kelautan dan Perikanan (2006-2008)
Pengembangan KBT masih merupakan kesinambungan kebijakan yang
dilaksanakan oleh Moch. Salim pada sektor kelautan dan perikanan selama periode 20062008. Sampai dengan akhir tahun 2008 fokus pengembangan KBT adalah optimalisasi
fungsi Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) diseluruh
wilayah Kabupaten Rembang terutama PPI/TPI Tasikagung yang sudah meningkat
stastusnya menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dengan proyek penambahan
panjang jetty. Dengan penambahan fasilitas PPI dan TPI Tasikagung hingga tahun 2008
telah dapat meningkatkan kapasitas pelabuhan untuk bersandar kapal ikan bermuatan
lebih besar yang berdampak meningkatkan efisiensi biaya bongkar muat ikan dan

perbekalan. Kegiatan-kegiatan penunjang lain adalah rehabilitasi TPI dan pembangunan
kios-kios KBT. Adapun total pembiayaan untuk pengembangan KBT pada tahun 20062008 bersumber dari pembiayaan ABPN dan APBD Kabupaten.


Total Anggaran Pembangunan KBT Tahun 2006-2008
Sumber: “Laporan Realisasi Keterpaduan Daerah” (Rembang: Bappeda kabupaten
Rembang, 2009)
Kenaikan APBD Kabupaten Rembang secara signifikan mulai tahun 2006 hingga
2008 dengan besaran yang mendekati dua kali lipat dari kondisi tahun 2005 dan tahuntahun sebelumnya, memberikan “darah segar” bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan
termasuk meningkatnya alokasi anggaran untuk Dinas Perikanan dan Kelautan. Dengan
memahami situasi sektor Perikanan dan Kelautan pada masa-masa ini, beberapa isu
strategis yang menjadi acuan penyusunan kebijakan di sektor ini meliputi pengembangan
perikanan laut, budidaya perikanan air payau, budidaya perikanan air tawar, serta
pengembangan pengolahan ikan.
a. Kebijakan Pengembangan Perikanan Laut/ Tangkap
Pengembangan perikanan laut ini ditempuh melalui beberapa aspek seperti
peningkatan sumberdaya manusia yang bergerak di sektor perikanan. Seperti
diketahui bahwa kualitas sumberdaya manusia perikanan dan kelautan di Kabupaten
Rembang masih rendah. Tantangan dalam persaingan untuk memanfaatkan daerah
penangkapan ikan pada jalur 4 mil dan 12 mil sebagai akibat adanya anggapan bahwa
sumberdaya ikan dan habitatnya merupakan common property yaitu sumberdaya

dengan akses terbuka dan menjadi milik bersama dan tidak memiliki batas nyata pada
wilayah penangkapannya (fishing ground dan fishing area).

Selain itu, pembinaan perikanan tangkap juga ditempuh melalui pengembangan
armada dan alat tangkap untuk meningkatkan kapasitas jumlah armada dan alat
tangkap yang masih didominasi oleh armada dan alat tangkap yang berskala kecil
sementara kemajuan teknologi yang telah memodernisasi armada dan alat tangkap di
daerah lain.
Sepanjang tahun 2006-2008, pemerintah daerah berupaya pula meningkatkan
penyediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap yang memadai terkait dengan
masih adanya keterbatasan pangkalan pendaratan ikan yang belum mempunyai
dermaga sebagai tempat sandar untuk membongkar dan memuat perbekalan melaut
bagi nelayan dan belum adanya rambu atau navigasi laut sebagai lampu penunjuk
bagi kapal yang akan medaratkan hasil tangkapannya. Upaya pemerintah daerah juga
menyangkut pembinaan kepada stakeholderperikanan tangkap dengan adanya
tantangan ketidaksiapan nelayan dalam memanfaatkan serta memelihara sarana dan
prasarana perikanan yang dibangun.
Dalam rangka optimalisasi produksi perikanan laut serta upaya penangkapan ikan,
Pemerintah Kabupaten Rembang mengambil berbagai kebijakan perikanan tangkap
antara lain: a) melakukan program peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik
dari segi pengetahuan maupun ketrampilan; b) melakukan program modernisasi
penangkapan ikan, sehingga nelayan dapat menangkap ikan pada jalur yang lebih
jauh; c) melakukan program peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan

pantai yang memadai; d) melakukan penyuluhan tentang peluang dan tantangan
ekspor komoditas hasil perikanan; e) melakukan program penataan lingkungan,
sehingga produktivitas sumberdaya ikan dapat ditingkatkan.
b. Kebijakan Pengembangan Budidaya Perikanan Air Payau
Pengembangan budidaya perikanan air payau juga menyentuh peningkatan
sumberdaya manusia perikanan budidaya ikan air payau mengingat pengetahuan dan
ketrampilan sebagian petani budidaya masih rendah. Kondisi ini meyebabkan para
pelaku kegiatan pembudidaya ikan air payau tersebut kurang mampu mengadopsi
teknologi yang lebih maju untuk meningkatkan usahanya. Dalam aspek sarana

prasarana budidaya ikan air payau, Pemerintah Kabupaten Rembang memberikan
bantuan fasilitasi kepada para petambak ikan untuk pemenuhan kebutuhan dalam
proses budidaya mengingat risiko dalam pembudidayaan ikan di air payau cukup
tinggi.
Upaya peningkatan produksi perikanan ikan air payau dan pendapatan petani ikan
dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi secara optimal dilaksanakan dengan
melakukan beberapa kebijakan meliputi: a) melakukan program peningkatan SDM
baik dari segi pengetahuan maupun ketrampilan; b) melakukan program modernisasi
usaha budidaya ikan air payau dengan program intensifikasi pertambakan; c)
meningkatkan prasarana dan sarana tambak terutama saluran tambak; d) melakukan

program penataan lingkungan sehingga produktivitas lahan pertambakan dapat
ditingkatkan; e) melakukan program penyuluhan terhadap petani tambak tentang
peluang dan tantangan ekspor perikanan; f) melakukan program untuk mengatasi
masalah permodalan yang dihadapi oleh pelaku usaha pertambakan.
Khusus mengenai pengembangan wilayah pesisir, Pemerintah Pusat telah
mengeluarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau–Pulau Kecil. Undang–undang ini dalam aspek konservasi
memberikan ruang untuk dilakukan dan dipeliharanya kelestarian ekosistem pesisir
dan pulau-pulau kecil, melindungi alur migrasi ikan dan biota laut, melindungi habitat
biota laut dan melindungi situs budaya tradisional. Pada tahun 2007 Pemerintah
Kabupaten Rembang menetapkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kabupaten Rembang
sebagai ratifikasi Undang-Undang No. 27 Tahun 2007. Pada hakikatnya Perda No. 8
Tahun 2007 merupakan penegasan kewenangan Kabupaten untuk mengatur
ketentuan-ketentuan dalam pengelolaan ekosistem kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil dalam perspektif daerah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa tujuan
pengelolaan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di Rembang adalah untuk
memperbaiki kualitas hidup masyarakat yang bergantung pada sumberdaya pesisir
dan laut, dan sekaligus menjaminkeanekaramanan hayati dan produktivitas ekosistem
wilayah pesisir dan laut.
c. Kebijakan Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar

Pengembangan budidaya ikan air tawar telah lama diupayakan Pemerintah
Kabupaten Rembang di beberapa wilayah Kecamatan yang mempunyai sumbersumber air yang Memadai. Keseriusan Pemerintah Daerah, diwujudkan dengan
optimasi fungsi Balai Benih Ikan (BBI) di Kecamatan Pamotan dengan menambah
bangunan kolam pemijahan serta penyediaan indukan berkualitas untuk melayani
kebutuhan benih baik ikan tawar maupun ikan hias. Pembinaan terhadap SDM
perikanan air tawar merupakan kesinambungan kebijakan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, mengingat kualitas SDM
perikanan budidaya ikan air tawar masih rendah baik dari segi pengetahuan maupun
ketrampilan.
Dalam upaya meningkatkan produksi perikanan ikan air tawar dan pendapatan
petani ikan dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi, Pemerintah Kabupaten
Rembang menempuh langkah-langkah yang dirangkum dalam beberapa kebijakan,
yaitu: a) melakukan program peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik dari segi
pengetahuan maupun ketrampilan; b) melakukan program modernisasi dan
diversifikasi komoditas perikanan ikan air tawar; c) melakukan program peningkatan
peranan balai benih ikan dan usaha pembenihan rakyat; d) meningkatkan prasarana
dan sarana perikanan air tawar; e) melakukan program penataan lingkungan untuk
meminimalisasi fluktuasi genangan air guna menunjang perikanan air tawar.
Dengan adanya intervensi kebijakan-kebijakan tersebut terjadi peningkatan
produksi ikan air tawar di Kabupaten Rembang yang cukup signifikan. Data dari
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang mencatat sepanjang tahun 20062008 terjadi peningkatan produksi dan nilai produksi ikan tawar. Bahkan pada tahun
2007 terjadi peningkatan total produksi ikan tawar mencapai lima kali lipat dari
keadaan tahun 2003-2005 yang hanya berkisar 8 ton menjadi 41,9 ton.
d. Kebijakan Pengembangan Pengolahan Ikan
Pengembangan usaha pengolahan ikan merupakan sektor usaha yang sangat
potensial di Kabupaten Rembang. Sebagai penghasil produksi perikanan terbesar
kedua di Jawa tengah, usaha pengolahan hasil perikanan logikanya tidak akan
kesulitan memperoleh bahan baku. Sementara pada aspek pasar produk olahan ikan
sangat terbuka untuk pemenuhan konsumsi masyarakat lingkup lokal bahkan pasar

ekspor. Dalam upaya meningkatkan mutu produk olahan dan peningkatan pendapatan
pengolahan ikan tersebut ditempuh antara lain melalui: a) melakukan program
peningkatan kualitas SDM baik dari segi pengetahuan dan ketrampilan; b) melakukan
program penyuluhan yang dapat meningkatkan mutu serta kebersihan produk
perikanan; c) melakukan penyuluhan tentang pengelolaan limbah agar usaha
pengolahan tidak mencemari lingkungan, dan d) melakukan program untuk mengatasi
masalah permodalan yang dihadapi oleh pelaku usaha pengolahan ikan.
Di samping melaksanakan empat kebijakan utama di atas, dalam rangka
pengelolaan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan pemberdayaan, serta perlindungan
nelayan untuk memperoleh manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya
kelestarian sumberdaya ikan, Pemerintah Kabupaten Rembang mengeluarkan regulasi
untuk pendataan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian yang dijabarkan melalui
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2006 tentang Perizinan Usaha Perikanan.
pengusahaan sumberdaya perikanan harus seimbang dengan daya dukung dan
potensinya, sehingga dapat memberikan manfaatsecara terus-menerus dan lestari. Jadi
pemanfaatannya

harus

memenuhi

azas

keberlanjutan.

Menjaga

kelestarian

sumberdaya perikanan dan memberikan fungsi ekonomi bagi rakyat, peraturan ini
juga dimaksudkan untuk menjadi dasar bagi pembinaan usaha rakyat di bidang
perikanan baik berupa usaha perorangan maupun usaha yang berbadan hukum.
Dengan adanya peraturan ini maka semua usaha perikanan dipermudah melalui
mekanisme pembayaran retribusi. Dengan demikian rakyat juga dapat mengakses
sumberdaya perikanan yang dimiliki oleh Rembang dan sebaliknya Pemerintah
Kabupaten Rembang juga mendapatkan kemanfaatan yang berupa pendapatan daerah
dari retribusi di sektor usaha perikanan, sehingga terjalin prinsip simbiosis
mutualisme. Didalam dinamika kebijakan kelautan dan perikanan pada masa otonomi
daerah sepanjang tahun 2003-2008, ditandai dengan adanya suksesi kepemimpinan
daerah pada tahun 2005 yang cukup mengubah arah kebijakan pembangunan daerah
termasuk di sektor kelautan dan perikanan.
Laporan Penelitian Konteks Historis Perubahan Undang-Undang

Pemerintahan Daerah”, (online), (http://yappika.or.id/index.php?, diakses pada tanggal 5 Mei
2014
Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang 31/2004 tentang Perikanan Pasal 6 sampai dengan pasal 24
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau–Pulau
Kecil
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulaupulau Kecil
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2006 tentang Perizinan Usaha Perikanan
Rinaldi, Yanis, et al. 2007. Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Nias Propinsi Sumatra Utara. Bogor: WetlandsInternational

Dokumen yang terkait

STUDI KANDUNGAN BORAKS DALAM BAKSO DAGING SAPI DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN BANGIL – PASURUAN

15 183 17

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN SEPEDA MOTOR HONDA MELALUI PENDEKATAN BOSTON CONSULTING GROUP PADA PT. MPM MOTOR DI JEMBER

7 89 18