MAKALAH TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN (1)

MAKALAH TEKNOLOGI DAN
FORMULASI SEDIAAN STERIL

DI SUSUN OLEH :
NAMA
: FITRA PARAMITA
STAMBUK : G 701 15 149
KELAS
: FARMASI B

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sediaan parental yang diberikan secara penyuntikan intravena, subkutan, dan
intramuscular merupakan rute pemberian obat yang kritis jika dibandingkan dengan

pemberian obat-obatan secara oral. Semakin meningkatnya perkembangan ilmu bioteknologi
telah meningkat pula jumlah yang diproduksi secara bioteknologi seperti obat peptide dan
atau produk gen. pada abad mendatang (sekarang sudah mulai) beberapa obat peptide dan
obat lainnya akan dihasilkan menurut prinsip bioteknologi.
Penyuntikan yang diperlukan, baik untuk respon terapeutik yang cepat maupun untuk
obat yang tidak tersedia untuk rute non-injeksi. Penggunaan awal sediaan parental
menimbulkan banyak masalah dan berkembang relative lambat. Padahal Pasteur dan Lister
telah mengetahui pentingnya melakukan sterilisasi untuk mengeliminasi mikroorganisme
pathogen sejak tahun 1860-an. Tetapi, teknologi sterilisasi tidak berkembang secara
signifikan. Sebagai contoh, autoklaf sudah ditemukan sejak tahun 1884, filtrasi membrane
pada tahun 1918, etilenoksida pada tahun 1944, penyaring udara berefisiensi tinggi ( HEPA,
high effiency particulate air ) pada tahun 1952, dan sungkup aliran udara laminar ( LAF )
pada tahun 1961.
Peningkatan suhu tubuh dan dingin menggigil pada pasien yang menerima penyuntikan
obat sudah teramati sejak tahun 1911, dan pada tahun 1923 diketahui penyebabnya yaitu
pirogen yang dihasilkan bakteri.
Produksi injeksi mempunyai beberapa karakteristik khusus, seperti :
 Aman secara toksikologi :



tetapi beberapa bahan tambahan formulasi tidak cukup aman jika diberikan dengan cara
penyuntikan

 Steril :


bebas dari kontaminasi bahan pirogen ( termasuk endotoksin )



bebas dari partikel partikulat asing

 Stabil :


tidak hanya secara fisika dan kimia tetapi juga secara mikrobiologi



dapat dicampur (kompatibel) dengan obat lain jika diberikan dalam bentuk campuran

(admikur) untuk pemberian obat secara intravena (jika diindikasikan dan diperlukan

 Isotonis
Setiap karakteristik menimbulkan tantangan unik selama proses pengembangan,
manufaktur, pengujian, dan penggunaan sediaan steril ini.
Adapun beberapa tantangan yang akan muncul di antaranya sebagai berikut :
 Tantangan umum
 Petimbangan keamanan
 Tantangan mikroba dan kontaminasi lain
 Tantangan stabilitas
 Tantangan kelarutan
 Tantangan kemasan
 Tantangan manufacturing
 Tantangan pemberian injeksi
1.2 Permasalahan
 Apa yang dimaksud dengan sterilisasi ?
 Bagaimana bentuk dan jenis sediaan steril ?
 Factor-faktor apa saja yang akan mempengaruhi sediaan steril ?
 Apa syarat-syarat pembuatan sediaan steril ?
 Bagaimana rute/jalannya pemberian sediaan steril berdasarkan tempat pemberiaannya ?



Intravena



Subkutis (Subkutan)



Intramuskuler



intrathekal-intraspinal



Intraperitoneal




Intradermal



Intratekal

 Bagaimana proses sterilisasi sediaan steril ?
1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui definisi sterilisasi.
 Untuk mengetahui bentuk dan jenis sediaan steril.
 Untuk mengetahui factor-faktor yang akan mempengaruhi sediaan steril.
 Untuk mengetahui syarat-syarat pembuatan sediaan steril.
 Untuk mengetahui rute/jalannya pemberian sediaan steril berdasarkan tempat pemberiaannya :



Intravena




Subkutis (Subkutan)



Intramuskuler



intrathekal-intraspinal



Intraperitoneal



Intradermal




Intratekal

 Untuk mengetahui proses sterilisasi sediaan steril.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara
tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran
dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah
istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan menciptakan kondisi
mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka
kematian mikroba.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk
obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa
kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh
yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari
kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan

tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini
harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia
atau mikrobiologi.
Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental bisa
diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena, intramuskular,
subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan
bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak
dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima
pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain.

Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke
dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis
tunggal atau wadah dosis ganda.
Sediaan steril dapat berwujud:
1.

Padat

steril


:

merupakan

obat

untuk

injeksi,

yaitu

obat

kering

yang

disuspensikan bila akan digunakan. Contoh: sodium ampisilin. Karena ampisilin
tidak stabil dalam cairan, maka dibuat padat. Cara pembuatannya yaitu dengaa

liofilisasi pada suhu rendah dengan pengeringan steril, kemudian didinginkan
sampai -60oC untuk pembekuan. Selanutnya dilakukan sublimasi (dengan
pengurangan tekanan secra bertahap), cairan menguap, sodium ampisilin padat
tertinggal.
2.

Semi padat, misal salep mata.

3.

Cair, misal injeksi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sediaan:
1.


Terapi, meliputi:
Dosis efektif obat. Obat dibuat dalam dosiss yang disesuaikan dengan dosis
terapi efektif obat tersebut.




Lama penggunaan obat. Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bentuk
sediaan obat yang akan dibuat dan besarnya dosis obat, sehingga pasien tetap
merasa nyaman selama terapi.

2.

Farmakokinetka obat. Meliputi waktu paruh, absorpsi, t ½ eliminasi, Vd, Cl, dan
lain-lain.

3.

Sifat fisika-kimia meliputi:



Ukuran partikel



Sifat alir



Kompaktibilitas



Ketahanan terhadap kelembapan
Sifat fisika kimia inilah yang menetukan formulasi dan pemilihan metode
pembuatan sediaan obat.

2.2 Syarat Sediaan Steril
1.

Efikasi mencakup kemanjuran suatu obat yang dalam terapi termasuk
efektivitas obat dalam terapi.

2.

Safety : keamanan ini antara lain meliputi: eamanan dosis obat dalam terapi,
memberikan efek terapi sesuai dengan yang diinginkan dan tidak memberikan
efek toksik atau efek samping yang tidak diinginkan.

3.

Aceeptable : maksudnya disukai oleh pasien. Jadi obat perlu dibuat sedemikian
menarik dan mudah dipakai konsumen.
4. Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak larut dalam

sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berearna, tetap terlihat jernih (tidak keruh).
5. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna larutan

sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada campuran warna lain dalam
sediaan itu.
6. Bebas dari partikel asing. Partikel asing; partikel yang bukan penyusun obat. Sumber

partikel bisa berasal dari: air, bahan kimia, personil yang bekerja, seratr dari
alat/pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).
7. Keseragaman volume/berat. Terutama untuk sediaan solid steril.
8. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul. Uji

kebocoran dapat dilakukan dengan:


Uji dengan larutan warna (dye bath test)



Metode penarikan vakum ganda (the double vacuum pull method)

9. Stabil. Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Misal jika bentuk sediaan larutan
maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan suspensi). Sifat stabil ini
berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan dapat dilihat dari:


Terjadi perubahan warna. Contoh: larutan adrenalin yang awalnya berwarna jernih karena
teroksidasi akan menjadi merah karena terbentuk adenokrom.



Terjadi pengendapan. Contoh: injeksi aminophilin dibuat dengan air bebas CO 2, karena
jika tidak bebas CO2 maka akan terbewntuk theopilin yang kelarutannya kecil dalam air
sehingga kanmengendap. Akibatnya dosis menjadi berkurang.
.Persyaratan dalam larutan injeksi :

1. Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya
akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi
2. Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada dalam
sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat perusakan obat secara
kimia dan sebagainya.
3. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril tetapi
juga mencegah terjadinya antaraksi antarbahan obat dan material dinding wadah.

4. Tersatukan tanpa terjadinya reaksi. Untuk beberapa faktor yang paling menentukan: bebas
kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis, isotonis , isohidris, bebas bahan
melayang.
2.2 Rute Pemberian
1. Intravena
Merupakan larutan yang dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang
dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan ini biasanya isotonis dan
hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikkan perlahan-lahan. Larutan injeksi intravena
harus jernih betul, bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler
dan menyebabkan kematian. Penggunaan injeksi intravena tidak boleh mengandung
bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen.
Pemberian obat intramuscular menghasilkan efek obat yang kurang cepat, tetapi biasanya
efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemerian lewat IV.
Syarat pemerian obat secara IM :


Dapat berupa larutan, air, minyak, atau suspensi. Biasanya dalam bentuk air lebih cepat
diabsorbsi dari pada bentuk suspensi dan minyak.



Dilakukan dengan cara memasukkan ke dalam otot rangka



Tempat penyuntikan sebaiknya sejauh mungkin dari syaraf- syaraf utama dan pembuluhpembuluh darah utama.



Pada orang dewasa, tempat yang paling sering digunakan utnuk suntik IM, adalah
seperempat bagian atas luar otot gluteus max. pada bayi, daerah glutel sempit dan komponen
utama adalah lemak, Bukan otot



Tempat suntikan lebih baik dibagian atas atau bawah deltoid, karena lebih jauh dari syaraf
radial.



Volume yang umum diberikan IM, sebaiknya dibatasi maximal 5 mili, bila disuntuikan
didaerah glutel dan 2 ml bila di deltoid.
Beberapa contoh Injeksi:



Injeksi Antibiotik untuk Meningitis
Meningitis merupakan peradangan meningen biasanya disebabkan bakteri atau
virus.Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit ini adalah antara lain : Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis.

Sedangkan virus yang dapat menyebabkan meningitis antara lain: virus coxsackie, virus
gondongan dan virus koriomeningitis limfositik.
Ampisilin merupakan salah satu antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati
meningitis. Penggunaanya biasa dikombinasi dengan sulbaktam untuk meningkatkan
aktivitas nya. Dosis lazim yang digunakan adalah: 1,5 gr – 3gr kombinasi antara ampisilin
dengan sulbaktam dengan perbandingan 2:1. berdasarkan literatur 375 mg kombinasi tersebut
larut dalam 1 ml air. Sehingga bentuk sediaan yang dipakai adalah ampul rekonstitusi karena
ampisilin tidak stabil pada air pada waktu yang lama.


Injeksi Antibiotik Golongan Beta Laktam
Suspensi kering adalah sediaan khusus dengan preparat berbentuk serbuk kering yang
baru dirubah menjadi suspensi dengan penambahan airr sesaat sebelum digunakan.
Kebanyakan dari obat-obat yang dibuat dari campuran kering untuk suspensi oral adalah
obat-obat anatibiotik karena obat-obat seperti antibiotik tidak stabil untuk disimpan dalam
periode tertentu dengan adanya cairan pembawa air maka lebih sering diberikan sebagai
campuran serbuk keringuntuk dibuat suspensi pada waktu pada waktu akan diberikan. Alasan
pembuatan suspensi kering salah satunya adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara
kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila disuspensi.
Suspensi kering dibuat dengan granulasi maupun tanpa granukasi. Granulasi adalah suatu
metode yang memperbesar ukuran partikel serbuk guna memperbaiki sifat alir serbuk.
Persyaratan pada sebuah granulat sebaiknya :



Dalam bentuk dan warana yang sedapat mungkin teratur



Memiliki sifat alir yang baik



Tidak terlalu kering



Hancur baik dalam air



Menunjukkan kekompakan mekanis yang memuaskan



Injeksi Oxytocin (Intramuskular)
Oksitosin (ŏk'sĭ-tō'sĭn) (bahasa Yunani: "kelahiran cepat") adalah hormon pada manusia
yang berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding rahim/uterus sehingga
mempermudah dalam membantu proses kelahiran.
Injeksi oksitosin adalah larutan steril dalam pelarut yang sesuai, bahan yang mengandung
hormon polipeptida yang mempunyai sifat yang menyebabkan kontraksi otot rahim, otot

vaskular, dan otot halus lain, yang dibuat dengan sintesis atau diperoleh dari globus posterior
kelenjar pituitaria hewan peliharaan sehat yang biasa dimakan.


Injeksi Vitamin C
Vitamin C tidak boleh diberikan secara oral kepada pasien dalam kondisi tertentu seperti
pasien penderita maag. Namun pada keaadaan defisiensi vitamin C pasien tersebut harus
segera diberikan suplemen vitamin C. Oleh sebab itu vitamin c dibuat dalam bentuk sediaan
injeksi. Injeksi intravena vitamin C dapat menyebabkan pusing dan pingsan, oleh sebab itu
vitamin C dibuat dalam bentuk injeksi intra muscular, walaupun pemmberian secara IM akan
meninggalkan rasa sakit ditempat suntikan. Pemerian obat IM memberikan efek obat yang
kurang tepat, tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan
Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :



Efek terapi lebih cepat didapat.



Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan .



Cocok untuk keadaan darurat



Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.

2. Pemberian Subkutis (Subkutan)
Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipoid) yang dapat
digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin, skopolamin, dan epinefrin atau
obat lainnya. Injeksi subkutis biasanya diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM
membatasi tak boleh lebih dari 1 ml) jarum suntik yang digunakan yang panjangnya samapi
½ sampai 1 inci (1 inchi = 2,35 cm)
Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan (produk) mendekati
kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978) mensyaratkan larutannya isotoni dan dapat
ditambahkan bahan vasokontriktor seperti Epinefrin untuk molekulisasi obat (efek obat)
Cara pemberian subkutis lebih lambat apabila dibandingkan cara intramuskuler atau
intravena. Namun apabila cara intravena volume besar tidak dimungkinkan cara ini seringkali
digunakan untuk pemberian elektrolit atau larutan infuse i.v sejenisnya. Cara ini disebut
hipodermoklisis, dalam hal ini vena sulit ditemukan. Karena pasti terjadi iritasi maka
pemberiannya harus hati-hati. Cara ini dpata dimanfaatkan untuk pemberian dalam jumlah
250 ml sampai 1 liter.

3. Pemberian Intramuskuler
Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan absorbsinya terhitung
nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan langsung pada serabut otot yang
letaknya dibawah lapisan subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume
injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM—volume injeksi tetap dijaga kecil,
biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik digunakan 1 samai 1 ½ inci. Problem klinik yang
biasa terjadi adalah kerusakan otot atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik
pemberian (ini penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan bagi
Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan intramuskuler, yaitu bentuk
larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril.
Pemberian intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam
darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot
(im) anatar lain : rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa,
bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk. Persyaratan
pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau
bentuk suspensi ukuran partikel kurang
4. Pemberian intrathekal-intraspinal
Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa temapt. Cara ini
berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini mensyaratkan sediaan dengan
kemurniaannya yang sangat tinggi, karena dearah ini ada barier (sawar) darah sehingga
daerahnya tertutup.
Sediaan intraspinal anastesi biasanya dibuat hiperbarik yaitu cairannya mempunyai
tekanan barik lebih tinggi dari tekanan barometer. Cairan sediaan akan bergerak turun karena
gravitasi, oleh sebab itu harus pada posisi pasien tegak.
5. Intraperitoneal
Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara cepat diabsorbsi. Sediaan
intraperitoneal dapat juga diberikan secara intraspinal, im,sc, dan intradermal
6. Intradermal
Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume pemberian lebih kecil dan
sc, absorbsinya sangat lambat sehingga onset yang dapat dicapai sangat lambat.

7. Intratekal
Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan serebrospinal.
Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anestesi spinal. Intratekal
umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau ventrikel sehingga sediaan
dapat berpenetrasi masuk ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.

2.2 Wadah
2.2.1 Vial
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan
pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran
tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi
dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan
sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan
injeksi. (R. Voight hal 464).
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak dengan
lingkungan luar yang ada mikroorganismenya
2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis (0,6% –
0,2%) (FI IV hal. 13)
3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya
4. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang
dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat
secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet.
2.2.2 Ampul
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung
runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadangkadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah
cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi.
Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka
cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini
sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia

Ampul merupakan wadah takaran tunggal sehingga penggunaannya untuk satu kali
injeksi. Ampul dibuat dari bahan gelas tidak berwarna akan tetapi untuk bahan obat yang
peka terhadap cahaya, dapat digunakan ampul yang terbuat dari bahan gelas berwarna coklat
tua.

2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk Sediaan Steril
Prinsip dari CPOB adalah memperkecil pencemaran mikroba, partikulat,
dan pirogen. Hal-hal yang perlu diperhatikan:


Keberadaan ruang penyangga untuk personil dan /atau peralatan dan bahan



Pembuatan produk dan proses pengisian dilakukan pada ruangan terpisah



Kondisi “operasional dan non operasional” hendaklah ditetapkan untuk tiap
ruang bersih.
4 kelas kebersihan pada pembuatan produk steril:
1. Kelas A. Untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya pengisian wadah tutup karet,

ampul, dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik. Umumnya kondisi ini dicapai
dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) dengan kecpatan 0,360,54 m/detik. Contoh kegiatan: pembuatan dan pengisian aseptik
2. Kelas B. Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah lingkungan

latar belakang untuk zona kelas A
3. Kelas C .Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih

rendah.Contoh kegiatan: Pembuatan larutan
4. Kelas D. Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih

rendah. Contoh kegiatan: penanganan komponen setelah pencucian

2.4 Sterilisasi
Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen,
nonpatogen, vegetative, nonvegetativ dari suatu objek atau material.. Suatu bahan dinyatakan
steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak,
baik dalam bentuk vegetatip maupun dalam bentuk tidak vegetatip (spora).
Ada 3 alasan utama untuk melakukan sterilisasi dan desinfeksi.

1. Untuk mencegah transmisi penyakit
2. Untuk mencegah pembusukan material oleh mikroorganisme
3. Untuk

mencegah

kompetisi

nutrien

dalam

media

pertumbuhan

sehingga

memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri (seperti
produksi ragi) atau untuk metabolitnya (seperti untuk memproduksi minuman dan
antibiotika).
Lima metode yang umum digunakan untuk mensterilkan produk farmasi :
1. Sterilisasi uap (lembab panas) :
Sterilisasi uap dilakukan dalam autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan. Cara
ini dilakukan sebagai cara yang terpillih pada hampir semua keadaan di mana produk mampu
diperlakukan seperti itu. Tekanan uap air yang lazim, temperatur yang dapat dicapai dengan
tekanan tersebut, dan penetapan waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi sesudah sistem
mencapai temperatur yang ditentukan, adalah sebagai berikut :


Tekanan 10 pound (115,5oC), untuk 30 menit



Tekanan 15 pound (121,5oC), untuk 20 menit



Tekanan 20 pound (126,5oC), untuk 15 menit

Dapat dilihat, makin besar tekanan yang dipergunakan makin tinggi temperatur yang
dicapa dan makin pendek waktu yang diutuhkan untuk sterilisasi. Suatu siklus otoklaf yang
ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu
121oC kecuali dinyatakan lain.
Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah kerena terjadinya denaturasi
dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut.
1. Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan –

bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap
air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.metode ini
juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas, pembalut
operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak – minyak,
minyak lemak, dan sediaan – sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau
pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh.
2. Sterilisasi panas kering:
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan oven pensteril yang dirancang khusus
untuk tujuan itu. Sterilisasi panas kering, biasanya ditetapkan pada temperatur 160o – 170oC

dengan waktu tidak kurang dari 2 jam. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejan
sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15oC, jika alat strilisasi beroperasi pada suhu tidak
kurang dari 250oC. (Anonim, 1995).
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa – senyawa yang tidak efektif
disterilkan dengan uap air panas. Senyawa – senyawa tersebut meliputi minyak lemak,
gliserin, berbagai produk minyak tanah seperti petrolatum, petrolatum cair (minyak mineral),
paraffin dan berbagai serbuk yang stabil oleh pemanasan seperti ZnO.(Ansel, 1989).
3. Sterilisasi dengan penyaringan

Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara fisik dengan
adsorbsi pada media penyaring atau dengan makanisme penyaringan, digunakan untuk
sterilisasi larutan yang tidak tahan panas.
Penyaringan – penyaringan yang ada meliputi :
1. Penyaring berbentuk tabung reaksi disebut sebagai ”lilin penyaring” yang dibuat dari

tanah infusoria yang dikempa (penyaring Berkefeld dan Mandler).
2. Lilin penyaring dibuat dari porselen yang tidak dilapisi (penyaring Pasteur

Chamberland, Doulton, dan Selas).
3. Piringan asbes yang dikempa dipasang ditempat khusus dalam peralatan saringan

(penyaring Seitz dan Swinney).
4. GelasBuchner-jenis corong dengan pegangan gelas yang menjadi satu.

Ukuran penyaring. Pengukuran porositas membran penyaring dilakukan dengan
pengukuran nominal yang menggambarkan kemampuan membran penyaring untuk menahan
mikroba dari galur tertentu dengan ukuran yang sesuai, bukan dengan penetapan suatu ukuran
rata – rata pori dan pernyataan tentang distribusi ukuran. (Anonim, 1995).

4. Sterilisasi gas

Beberapa senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat disterilkan dengan baik
dengan memaparkan gas etilen oksida tau propilen oksida bila dibandingkan dengan cara –
cara lain. Keburukan dari etilen oksida adalah sifatnya yang sangat mudah terbakar,
walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai, bersifat mutagenik, dan
kemungkinan adanya residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang
mengandung ion klorida.

5. Sterilisasi dengan radiasi pengionan

Teknik – teknik yang disediakan untuk sterilisasi beberapa jenis sediaan – sediaan farmasi
dengan sinar gama dan sinar – sinar katoda, tetap penggunaan tehnik – tehnik ini terbatas
karena memerlukan peralatan yang sangat khusus dan pengaruh – pengaruh radiasi pada
produk – produk dan wadah – wadah. Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas
kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur, dan kenyataan yang membuktikan bahwa
variabel yang dikendalikan lebih sedikit. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan, yaitu
disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. (Anonim,
1995).
2.3.1 Proses aseptik
Tidak termasuk salah satu cara penyeterilan secara mutlak, merupakan cara penanganan
bahan steril dengan tehnik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran bakteri
( kontaminsi bakteri ) hingga seminimum mungkin.
Persyaratan untuk fasilitas pengisian atau proses aseptik lainnya yang didesain, divalidasi
dan dipelihara dengan benar, terutama ditunjukan pada :
1. Lingkungan udaran yang bebas dari mikroba viabel yang dirancang dengan benar

untuk memungkinkan pemeliharaan yang efektif dari unit alat pemasok udara.
2. Tersedianya tenaga pekerja terlatih, yang dilengkapi dan mengenakan pakaian kerja

yang memadai.
2.3.2 Metode Sterilisasi
Sumber pencemaran produk adalah
1.

Manusia

2.

Bahan awal. Untuk masuk ruangan steril harus dibungkus rangkap tiga:



Lapisan 1 (terluar): dilepas sebelum masuk ruangan penyangga



Lapisan 2: dilepas diruang penyangga



Lapisan 3: masuk ruangan steril

3.

Produk sendiri (pencemaran sendiri). Untuk kontrol kebersihan, kotoran
maksimal 10 ppm.

4.

Air di pabrik

5.

Udara atau lingkungan pabrik

6.

Makanan dan minuman

7.

Sisa bahan pembersih

8.

Limbah pabrik (harus diproses dengan baik)

9.

Instalasi pembuangan

10. Serangga dan hewan lain (pengerat), atau hewan percobaan.
11. Macam limbah: cair, padat, cair semipadat, suara dalam desibel, gas. Limbah
lain dapat diproses dulu seperti beta-laktam, sepalosporin baru boleh dicampur
bahan lain. Di gudang dipasang alat penangkap serangga dan tikus.
12. Bila suatu mesin akan digunkan untuk proses suatu zat,mak mesin harus dibilas
dulu dan bilasan terakhir tidak boleh mengandung lebih dari 10 ppm zat
sebelumnya.
13. Pengecekan limbah:


Fisika: diaduk, pengenapan, dilihat kejernihan



Kimia. Parameter: Biologycal Oxygen Demand (BOD0, Chemical Oxygen Deand
(COD, dan Dissolve Oxygen (DO).



Biologi: dengan ikan mas, jika tidak ada yang mati berate kotoran inimal. Ikan
mas digunakan karena ikan mas sensitif terhadap air kotor.

14. Uji sterilitas : Ada beberapa metode:


Direct inoculation of culture medium : Meliputi pengujian langsung dari sampel
dalam media pertumbuhan. Menurut British Farmakope: media tioglikolat cair
yang mengandung glukosa dan Na Tioglikolat cocok untuk pembiakan aerob.
Suhu inkubasi 30-35oC.



Soya bean casein digest medium : Media ini membantu pertumbuhan bakteri
anaerob dan fungsi. Suhu inkubasi 30-35 oC, sedang fungi 20-25oC.



Membran filtrasi: Teknik yang banyak direkomendasikan farmakope, meliputi
filtrasi cairan melalui membran steril. Filter lalu ditanam dalam media. Masa
inkubasi 7-14 hari karena mungkin organisme perlu adaptasi dulu.



Introduction od concentrate culture medium: Medium yang pekat langsung
dimasukkan dalam wadah sampel yang akan ditumbuhkan. Tidak banyak
digunakan, hanya dipakai bila ada kecurigaan akan adanya bakteri.

15. Uji pirogen


Secara kualitatif: Rabbit test : Berdasarkan respon demam pada kelinci.
Digunakan kelinci karena kelinci menunjukkan respon terhadap pirogen sesuai
dengan keadaan manusia. Kenaikan suhu diukur melalui rektal.



Secara kuantitatif: LAL test: Cara uji in vitro dengan menggunakan sifat
membentuk gel dari lisat amebasit dari limulus polifemus. Uji ini 5-10 kali lebih
sensitif dari Rabbit test.

16. Kondisi LAL-test:

a. pH larutan 6-7
b. suhu 37oC
c. kontrol negatif: aquadest (pelarut)
d. kontrol positif (pirogen/endotoksin)
e. keuntungan: cepat, mudah, praktis

2.4 Pembuatan Sediaan Steril
Gambaran umum pembuatan sediaan steril ada 2 macam, yaitu :
1. Aseptic processing: Pada pembuatannya, setiap proses dari awal persiapan hingga sudah
dikemas selalu dilakukan secara aseptik, sehingga hasil yang diperoleh steril
2. Terminal sterilization: pada pembuatannya tidak terlalu aseptik seperti aseptic processing,
tapi di akhir proses, dilakukan sterilisasi secara menyeluruh.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sterilisasi merupakan proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Steril
ini sendiri memiliki makna yang berarti suatu keadaan di mana terjadi pada kondisi konotasi
relative,ataupun pada kondisi mutlak bebas dari organisme. Sediaan steril dapat berbentuk
padat steril,semi padat,cair. Selain itu factor factor yang mempengaruhi sediaan steril yakni
farmakokinetika obat, terapi ( dosis efektif obat, lama penggunaan obat),sifat fisika kimia
( ukuran partikel, sifat alir, kompaktibilitas, ketahanann terhadap kelembaban). Kemudian
syarat sediaan steril juga meliputi efektivitas obat untuk mencapai terapi, keamanan obat,
ketertarika pasien, sediaann harus jernih, keseragaman bobot, memenuhi uji kebocoran, dan
stabil. Untuk rute/jalannya pemberian sediaan steril berdasarkan tempatnya yakni
meliputi Intravena,Subkutis

(Subkutan),

Intramuskuler,

intrathekal-intraspinal,

Intraperitoneal, Intradermal, Intratekal.
Metode yang umum digunakan untuk proses sterilisasi dan disinfeksi dapat di
kelompokkan dalam 3 kelompok :
1. Deskruksi mikroorganisme.
2. Pembunuhan atau inaktivasi
3. Penghilangan seca fisikal.
SARAN

Untuk pembuatan sediaan steril ada bebarapa hal yang harus di perhatikan dalam
sediaannya,di antaranya :


Keamanan sediaan



Kontaminasi terhadap mikroba,



Stabilitas



Kelarutan



Kemasan sediaan



Manufacturing