PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN DAN

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Disusun oleh :
1. Latifah Ardiana

( 6411411022 )

2. Mei Devi Anjarsari ( 6411413046 )
3. Meliana Latifah

( 6411413079 )

ROMBEL 96

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2013

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan, seseorang pasti akan melakukan hal yang
paling mendasar untuk mewujudkan cita-citanya. Membuat rancangan serta rincian yang
mendetail tentang apapun yang diperlukan untuk memenuhi itu semua. Sama halnya dengan
sebuah suatu negara yang memiliki cita-cita. Di negara berkembang tentunya masih banyak citacita yang belum bisa diraih. Seperti negara Indonesia. Dalam mewujudkan cita-cita yang
termaktub dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia melakukan beberapa hal yang bisa
membangun negara dan juga bangsanya.
Pembangunan yang dilakukan sebuah negara Indonesia tidak hanya melalui sebuah
rancangan saja, namun juga telah melewati sebuah pemikiran yang serius untuk tercapainya
negara sesuai dengan pancasila sebagai dasar negara. Pembangunan yang tidak semena-mena ini
membutuhkan berbagai macam usaha yang serius. Pembangunan tidak hanya berupa materi saja,
namun juga sebuah moral dan spiritual bangsa. Dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan
mengenai pembangunan nasional dan dalam bidang bidang tertentu yang menyeluruh.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari paradigma
2. Mengetahui pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional
3. Mengetahui pancasila sebagai paradigma reformasi
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan paradigma?
2. Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional?


3. Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai paradigma reformasi?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Paradigma
Paradigma diartikan sebagai asumsi dasar atau asumsi teoritis yang umum sehingga
paradigma dinilai sebagai sumber nilai, hukum dan metodologi. Sesuai dengan kedudukannya,
paaradigma memiliki fungsi yang strategis dalam membangun kerangka berpikir dan
penerapannya sehingga setiap ilmu pengetahuan memiliki sifat, siri dan karakter yang khas
berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya.
Teori memiliki sifat yang sangat dinamis. Artinya teori yang telah dibangun mapan dan
diakui eksitensinya dapat mengalami perubahan sebagai akibat adanya temuan-temuan baru yang
diperoleh melalui penelitian. Maka para ilmuan harus bisa mengkaji kembali dasar ontologism
dari ilmu tersebut. Oleh karena itu, para ilmuan social boleh mengkaji kembali paradigma ilmu
tersebut berdasarkan hakikat manusia. Dalam kenyataannya manusia bersifat ganda bahkan
multidimensi. Berdasrkan pemikiran tersebut para ilmuan social mampu mengembangkan
paradigm baru yang dibangun atas dasar metode kualitatif.
Dalam kehidupan sehari-hari, paradigm berkembang menjadi terminology yang
mengandung pengertian sebagai : sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas,
tolok ukur, parameter, serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan,perubahan, dan proses

tertentu termasuk dalam pembangunan, gerakan, reformasi maupun proses pendidikan. Dengan
demikian paradigm menempati posisi dan fungsi yang strategis dalam setiap proses kegiatan.
Perencanaan, pelaksanaan dan hasil-hasilnya dapat diukur dengan paradigm tertentu yang
diyakini kebenarannya.
B. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil yang
berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan. Dalam pembukaan UUD 1945 disebutan bahwa
tujuan

negara

adalah



melindungi

segenap


bangsa

dan

seluruh

tumpah

darah

Indonesia,memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kepada kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social”. Tujuna pertama merupakan manifestasi dari negara hokum formal, sedangkan
tujuan kedua dan ketiga merupakan manifestasi dari pengertian negara hukum material, yang
secara keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khusus. Sementara tujuan yang terakhir adalah
perwujudan dari kesadaran suatu bangsa yang hidup di tengah-tengah pergaulan masyarakat
internasional.
Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam sila pancasila dikembangkan atas dasar
ontomologis manusia, baik sebagai makhluk individu atau social. Nilai-nilai Pancasila harus
dikembalikan kepada kondisi objektif masyarakat Indonesia. Maka dari itu,pancasila harus

menjadi paradigm perilaku manusia Indonesia, termasuk dalam pembanguan nasionalnya.
Berdasarkan pemikiran diatas,maka pembangunan nasional sebagai sarana untuk
mewujudkan tujuan nasional harus dikembalikan pada hakitkat manusia yang monopluralis yang
memiliki cirri-ciri yaitu : (1) terdiri dari jiwa dan raga, (2)sebagai makhluk individual dan
social,serta (3) sebagai pribadi dan makhluk Allah.
Sebagai konsekuensi pemikiran diatas, maka pembangunan nasional harus meliputi aspek
jiwa seperti akal, kehendak ;raga (jasmani);pribadi;social; dan ketuhanan yang terkristalisasi
dalam nilai-nilai pancasila. Dengan demikina pancasila dapat dijadikan tolak ukur atau paradigm
pembanguna nasional diberbagai bidang.
1. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Politik Dan Hukum
Pembangunan politik memilki dimensi yang strategis karena hampir semua kebijakan
public tidak dapat dipisahkan darinya. Hal ini juga banyak menimbulkan kekecewaan
masyarakat, antara lain : (1) kebijakan hanya dibangun atas dasar kebijakan politik tertentu; (2)
kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian; (3)pemerintah dan elite politik kurang
berpihak pada masyarakat;(4)adanya tujuan tertentu untuk melanggengkan kekuasaan elite
politik.

Persoalan mengenai kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik menjadi
prioritas pembangunan bidang politik. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa manusia
adalah subjek negara dan karena pembangunan politik harus dapat meningkatkan hrakat dan

martabat manusia. namun cita-cita ini sulit diwujudkan karena tidak ada kemauan dari para elite
politik sebagai pemegang kebijakan politik.
Pembangunan politik semakin tidak jelas arahnya ketika terjadi banyak penyelewengan
dan tidak dapat ditegakkan oleh hukum. Apabila dianalisis, kegagalan tersebut dapat dijabarkan
yaitu :
1. Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik dan hokum karena tidak adanya
blue print
2. Penggunaan pancasilasebagai paradigm pembangunan masih bersifat parsial
3. Kurang berpihak pada hakikat pembangunan politik dan hukum
Prinsi-prinsip yang kurang sesuai dengan nilai-nilai panasila telah membawa implikasi
yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia. Pembangunan bidang hokum yang
didasari pada nilai-nilai moral baru sebatas pada tataran filosofis dan konseptual. Hokum
nasional yang dikembangkan secara realistis jarang dapat terwujud karena setiap upaya
penegakan hokum dipengaruhi oleh keputusan politik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pembangunan dibidang politik telah mengalami kegagalan.
2. Pancasila Sebagai Paradigama Pembangunan Ekonomi
Hampir semua pakar ekonomi Indonesia memiliki kesadaran akan pentingnya moralitas
kemanusiaan dan ketuhanan sebagai landasan pembangunan ekonomi. Namun dalam praktiknya,
mereka tidak mampu meyakinkan permerintah tentang konsep dan konsep yang sesuai dengan
kondisi Indonesia. bahkan tidak sedikit pakar ekonomi Indonesia yang mengikuti pendapat pakar

barat tentang pembangunan ekonomi Indonesia.
Pandangan tentang merkantilisme melahirkan system ekonomi kapitalis pada akhir abad
18. Sedangkan pada abad 19 di Eropa lahir pemikiran baru sebagai reaksi dari system ekonomi

kapitalis yang dikenla dengan system ekonomi sosialis yang juga memperjuangkan nasib kaum
proletar yang ditindas oleh kaum kapitalis.
System pertama mengutamakan individu, system kedua mengutamakan kepentingan
orang banyak. Manakah yang lebih penting?
Apabila dikaji secara kritis, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada suatu sistempun
yang paling sempurna. Oleh karena itu menjadi sangat penting dan mendesak untuk
mengembangkan system ekonomi yang mendasarkan ada system moralitas dan humanistic
sehingga lahirlah system ekonomi yang berperikemanusiaan.
System ini mendasarkan pada tercapainya kesejahteraan rakyat secara luas. Pembangunan
ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja, melainkan untuk tujuan kemanusiaan yaitu
terciptanya kesejahteraan seluruh bangsa. Pemikiran ini melahirkan system ekonomi Indonesia
yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dengan demikian, pembangunan ekonomi harus
mampu menghindarkan diri dari persaingan bebas, monopoli, dan bentuk lainnya yang dapat
menimbulkan penindasan, penderitaan dan kesengsaraan rakyat kecil.
Sesuai dengan paraddigma pancasila,pengelolaan ekonomi Indonesia diserahkan kepada
tiga bentuk badan usaha yaitu :

1. Koperasi sebagai soko guru ekonomi indonesia merupakan badan usaha nonprofit
yang berpihak pada kepentingan rakyat kecil.
2. BUMN atau BUMD sebagai badan usaha yang berwenang mengelola sectorsektor ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
3. Badan Usaha Swasta sebagai badan usaha profit millik perseroan atau kelompok
yangmengelola sector ekonomi yang belum mampu ditangani oleh koperasi dan
atau BUMN/BUMD.
Apabila ketiga lembaga ini mampu melaksanakan tugasnya, maka bangsa Indoensia
masih memilki harapan bahwa ekonomi Indonesia akan mengalami kemajuan dan tingkat
stabilitas yang mantap.namun kenyataannya ketiga pengelola ekonomi ini tidak berkembang.
3. Pacasila sebagai Paradigma Pembangunan HANKAM

Salah satu tujuan dibentuknya pemerintah Negara Indonesia adalah untuk “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia”. Untuk itu, pemerintah

berkewajiban membangun sistem pertahanan dan keamanan yang mampu mewujudkan tujuan
dan cita-cita tersebut. Atas dasar pemikiran tersebut, pemerintah menyusun dan memperkenalkan
sistem “pertahanan dan keamanan rakyat semesta” (hankamrata). Sistem ini pada dasarnya sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, dimana pemerintah dan rakyat memiliki hak dan kewajiban yang

sama dalam usaha bela negara. Disamping itu, Pancasila menganjurkan agar bangsa Indonesia
dapat hidup berdampingan secara damai.
Meskipun demikian, sistem hankamrata tidak mungkin dilaksanakan secara absolut karena
melibatkan seluruh rakyat dalam praktik bela negara.Terlebih, dengan persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi, meliputi persyaratan fisik, teoritis, dan strategis. Bertolak dari pemikiran
tersebut, TNI memiliki kedudukan dan fungsi yang strategis. Pembangunan TNI secara modern
bukan semata-mata untuk kepentingan militer, melainkan untuk kepentingan sosial dan
ekonomis. oleh karena itu, dibentuklah sistem pertahanan dan keamanan yang profesional
dengan TNI sebagai pengamannya.
4. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pembangunan sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan nasional yaitu
terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, tentram, aman, dan damai. Pemikiran
tersebut bukan berarti bangsa Indonesia harus steril dari pengaruh budaya asing. Artinya,
pengaruh budaya asing harus diterima apabila diperlukan dalam membangun masyarakat
Indonesia yang modern. Namun, perlu diingat bahwa masyarakat modern bukan berarti
masyarakat yang berbudaya Barat (westernisasi), melainkan masyarakat yang tetap berpijak pada
akar budayanya.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka tidak berlebihan apabila Pancasila merupakan satusatunya paradima pembangunan bidang sosial budaya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari
kesepakatan bangsa Indonesia bahwa Pancasila merupakan kristlisasi nilai-nilai kehidupan
masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa penggunaan Pancasila

sebagai paradigma pembangunan sosial budaya bukan satu-satunya jaminan mencapai
keberhasilan optimal.

Argumen di atas dapat dilihat dari keberhasilan masa Orde Baru dalam melaksanakan
pembangunan pada umumnya, bidang sosial budaya pada khususnya. Sekilas kita dapat
menyaksikan masyarakat yang tertib, aman, dan damai. Namun sebenarnya pemerintah Orde
Baru menanam bom yang siap meledak, serta menghancurkan masyarakat Indsonesia.
Kegagalan pembangunan bidang sosial budaya hampir serupa dengan kegagalan
pembangunan bidang politik. Orde Baru yang belum berhasil mewujudkan cita-citanya berganti
dengan masa reformasi. Akan tetapi, nyatanya perjuangan masa reformasi sering dimanfaatkan
oleh kepentingan politik tertentu, sehingga masa reformasi yang diharapkan dapat memperbaiki
bidang sosial budayapun belum dapat mencapai cita-citanya. Pertikaian antar kelompok yang
terjadi di berbagai wilayah Indonesia merupakan bukti kegagalan dalam membangun sistem
sosial budaya yang sesuai ddengan nilai-nilai kebenaran, serta harkat dan martabat manusia.
Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila harus dihayati dan diamalkan kembali agar dapat
menjadi dasar pembangunan bidang sosial budaya. Menurut Koentowijoyo, Pancasila sebagai
paradigma mempunyai ciri khas, seperti:
1. Universal karena mampu melepas simbol-simbol dari keterkaitan struktur
2. Transedental karena mampu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan
spiritual.

Atas dasar argumen di atas semua masyarakat dapat berpartisipasi secara rasional, proporsional
dan realistis dalam membangun tatanan sosial budaya. Akhirnya dalam rangka mewujudkan
tatanan kehidupan yang demokratis, aman, tentram, damai, adil, dan makmur menuntut
partisipasi dari seluruh komponen bangsa yang dilaksanakan atas nilai-nilai kebenaran.
5. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ipteks
Pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) merupakan
salah satu persyaratan menuju terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa yang maju dan
modern. Namun demikian, pengembangan ipteks bukan semata-mata untuk mengejar kemajuan
material, melainkan harus memperhatikan aspek spiritual. Artinya, pengembangan ipteks
diarahkan untuk mencapai kebahagian lahr dan batin.
Dengan kemampuan akalnya, manusia dapat mengembangkan kreativitasnya guna
menguasai ipteks sehingga mampu mengelola kekayaan alam yang diberikan oleh Tuhan.

Namun, di sisi lain, teknologi dapat sangat berbahaya apabila salah penggunaannya, seperti
halnya teknologi nuklir yang dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia.
Atas dasar kenyataan di atas, maka perkembangan ipteks harus memperhatikan aspek nilai.
Sebagai bangsa yang telah memiliki pandangan hidup Pancasila, maka tidak berlebihan apabila
pengembangan ipteks didasarkan atas paradigma Pancasila. Oleh karena itu, pengembangan
ipteks harus didasarkan pada nilai-nilai moral yang tekandung dalam sila-sila Pancasila.
Pertama, sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengkomplementasikan ipteks dalam
perimbangan rasional, irasional, antara akal, rasa, dan kehendak.
Kedua, sila Kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan dasar-dasar moralitas bahwa
mengembangkan ipteks harus mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
Ketiga,

sila

Persatuan

Indonesia

mengkomplementasikan

sifat

universal

dan

internasionalisme (kemanusiaan) dalam kaitan dengan sila-sila yang lain.
Keempat,

sila

Kerakyatan

yang

dipempin

oleh

hikmat

kebijaksanaan

dalm

permusyawaratan/perwakilan merupak landasan bahwa pengembangan ipteks harus dilakukan
secara demokratis.
Kelima, sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi landasan bahwa
pengembangan ipteks harus dapat mendatangkan keadilan bagi kehidupan manusia
Dari pemikiran tersebut, maka pengembangan ipteks yang didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila diharapkan dapat membawa perbaikan kualitas kehidupan mausia.
6. Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
Setiap orang bebas memilih dan memeluk agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Kita semua sependapat bahwa semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang paling luhur bagi umat manusia, baik dalam
hubungan secara vertikal maupun horizontal. Tujuan pengembangan kehidupan beragama adalah
terciptanya kehidupan sosial yang aman dan tentram, serta saling menghargai dan menghormati
satu sama lain. Pengembangan kehidupan beragama harus di laksanakan atas dasar paradigma
yang jelas dan dapat diterima oleh semua penganut agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Dan pancasila menjadi paradigma pengembangan kehidupan beragama. Dengan
paradigma pancasila, kiranya cukup jelas langkah-langkah dan strategi apa yang harus di lakukan
guna membangun kehidupan beragama yang paling menguntungkan bagi seluruh masyarakat.

C. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Gerakan Revormasi
Mulai bergulir sekitar tahun 1997 yang pada dasarnya memiliki tujuan yaitu memperbaiki
kinerja pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Suharto. Dengan panji-panji Orde Baru,
Suharto di anggap cukup berhasil dalam membangun pemerintah yang stabil. Kehidupan sosial
politik yang baik telah menjadi landasan utama bagi pembangunan dibidang lain. Dalam rangka
menyelamatkan kekuasaannya, pemerintah Orde Baru tidak segan-segan menggunakan kekuatan
militer sehingga terjadi perubahan tugas dan fungsinya. Militer yang seharusnya bertugas sebagai
pengawal bangsa dan negara menuju ke kehidupan yang tertip, aman, damai, dan demokratis
telah berubah menjadi pengawal kekuasaan kelompok tertentu. Militer bukan lagi sebagai
pelindung rakyat, melainkan sebagai musuh rakyat. Sedang keberhasilan pembangunan yang di
capai pemerintah Orde Baru hanya dapat dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat Indonesia.
Sementara, sebagian besar masyarakat Indonesia justru hidup di bawah standard yang
seharusnya. Kondisi kehidupan yang memprihantinkan itu telah menggungah semangat para
mahasiswa untuk melakukan gerakan yang dikenal dengan “gerakan reformasi”. Sampai saat ini
gerakan ini terus menggelinding untuk mencapai sasaran yang di cita-citakan sesuai dengan
nilai-nilai moral bangsa Indonesia. Gerakan yang di pelopori oleh para mahasiswa ini telah
melahirkan berbagai implikasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Amandemen terhadap UUD 1945 merupakan sebuah implikasi dari gerakan
reformasiyang menginginkan adanya sistem kehidupan sosial yang lebih baik. Oleh karena itu
berbagai amandemen yang di lakukan oleh MPR merupakan upaya penyempurnaan UUD 1945
agar kehidupan ketatanegaraan Indonesia menjadi lebih baik sesuai dengan nilai-nilai dasar yang
termuat dalam pancasila. Kehidupan sosial politik yang demokratis pada akhir masa Orde Baru
semakin jauh dari kenyataan. Para elite politik kurang peduli terhadap kepentingan rakyat dan
pendidikan politik, serta lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Kondisi
seperti ini membawa akibat yang sangat menyakitkan bagi rakyat, terutama lapissan masyarakat
menengah ke bawah. Terjadilah krisis multidimensional di Indonesia. Pancasila sebagai
kristalisasi nilai-nilai dasar yang di yakini kebenarannya dan dapat diterima oleh bangsa
Indonesia dapat di pergunakan sebagai tolok ukur atau paradigma dalam setiap aktivitasnya.
Artinya setiap perbuatan ( ucapan dan tindakan ) bangsa dapat dibenarkan selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Sejalan dengan pemikiran ini, maka pembangunan dan

gerakan reformasi harus menggunakan pancasila sebagai paradigmanya. Oleh karena itu setiap
rakyat Indonesia tidak perlu merasa kecewa apabila cita-citanya untuk melaksanakan
pembangunan tidak tercapai.

Sumber Pustaka
Sugito AT dkk.2010.Pendidikan Pancasila.Semarang;Pusat Pengembangan MKUUNNES.

MKDK