ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TYPHUS AB

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
TYPHUS ABDOMINALIS
Posted Februari 25, 2009 by vietha2008 in Asuhan Keperawatan. Ditandai:AsKep. 20 Komentar

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS
A. DEFINISI
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai
saluran pencernaan. Gejala yang biasa ditimbulkan adalah demam yang tinggi
lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan
kesadaran (FKUI, 1985).
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa
tunas 6 – 14 hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut
pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi
klinis yang sama dengan enteritis akut.
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus.
Namun, dalam dunia kedokteran disebut tyfoid fever.
Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 –
810 kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada
anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh
sendiri lalu menjadi kebal. Insiden penderita berumur 12 tahun keatas adalah

70 – 80%, penderita umur antara 12 dan 30 tahun adalah 10 – 20%, penderita
antara 30 – 40 tahun adalah 5 – 10%, dan hanya 5 – 10% diatas 40 tahun.
C. ETIOLOGI
Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii
A, dan Salmonella paratyphiiB. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut
getar, tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen
H, dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap
ketiga macam antigen tersebut.
Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15
– 41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6 – 8.
D. TANDA DAN GEJALA
Masa inkubasi rata-rata 2 minggu gejalanya: cepat lelah, malaise,
anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, dan nyeri seluruh badan.
Demam berangsur-angsur naik selama minggu pertama. Demam terjadi
terutama pada sore dan malam hari (febris remitten). Pada minggu 2 dan 3
demam terus menerus tinggi (febris kontinue) dan kemudian turun
berangsur-angsur.
Gangguan gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotorberselaput putih dan pinggirnya hiperemis, perut agak kembung dan mungkin
nyeri tekan, bradikardi relatif, kenaikan denyut nadi tidak sesuai dengan
kenaikan suhu badan (Junadi, 1982).


E. PATOFISIOLOGI
Infeksi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi,
infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil di usus halus melalui pembuluh
limfe masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati
dan limfa sehingga membesar dan disertai nyeri. Basil masuk kembali ke
dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama kedalam
kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada
mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Jika
kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi.
Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsurangsur sembuh.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan
pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium:
1. Darah tepi
- Terdapat gambaran leukopenia
- limfositosis relatif dan
- ameosinofila pada permulaan sakit
- mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan

cepat.
2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih
dari 1/80, 1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat
penyakitnya.
3. Darah untuk kultur (biakan empedu)
H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
a. Kloramfenikol
b. Kotrimoksasol
c. Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi
dengan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4
dosis.
2. Perawatan
a. Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan
pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas
demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan
usus atau perforasi usus.
b. Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi
berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan

dekubitus.
3. Diet
a. Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar
untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.

b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara
dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran
dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.
I. KOMPLIKASI
1. Pada usus halus:
Perdarahan usus. Hanya sedikit ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, terjadi
melena, dapat disertai nyeri perut.
Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya
dan terjadi pada bagian distal ileum.
Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi. Ditemukan gejala
abdomen akut yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang dan
nyeri tekan.
2. Di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterinya) yaitu

meningitis, kolesistisis, enselovati, dll.
J. PROGNOSIS
Umumnya prognosis typhus abdominalis pada anak adalah baik, asal klien
cepat berobat. Mortalitas pada klien yang dirawat adalah 6%. Prognosis
menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti:
Demam tinggi (hipertireksia) atau febris continue
Kesadaran sangat menurun
Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis,
perforasi.
K. PENCEGAHAN
Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit, maka dapat dilakukan
pengendalian.
Menerapkan dasar2 hygiene dan kesehatan masyarakat, yaitu
melakukan deteksi dan isolasi terhadap sumber infeksi. Perlu
diperhatikan faktor kebersihan lingkungan.
Pembuangan sampah dan klorinasi air minum, perlindungan terhadap
suplai makanan dan minuman, peningkatan ekonomi dan peningkatan
kebiasaan hidup sehat serta mengurangi populasi lalat (reservoir).
Memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan
(pemeriksaan tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan baik

pada industri makanan maupun restoran.
Sterilisasi pakaian, bahan, dan alat-alat yang digunakan klien dengan
menggunakan antiseptik. Mencuci tangan dengan sabun.
Deteksi karier dilakukan dengan tes darah dan diikuti dengan
pemeriksaan tinja dan urin yang dilakukan berulang-ulang. Klien yang
karier positif dilakukan pengawasan yang lebih ketat yaitu dengan
memberikan informasi tentang kebersihan personal.
L. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang
bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa
inkubasi).
c. Data Fokus
Mata : konjungtiva anemis
Mulut : lidah khas (selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan),
nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.
Hidung : kadang terjadi epistaksis

Abdomen: perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali,
nyeri tekan.
Sirkulasi: bradikardi, gangguan kesadaran
Kulit : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.
d. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
SGOT SGPT meningkat, leukopenia, leuukositosis relatif pada
fase akut; mungkin terdapat anemia dan trombositopenia.
Uji serologis asidal (titer O, H)
Biakan kuman (darah, feses, urin, empedu)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b.d proses inflamasi
Tujuan:
Suhu tubuh klien kembali normal
Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan
kemampuan
Intervensi:
Identifikasi penyebab atau faktor yang dapat
menimbulkan hipertermi
Observasi cairan masuk dan keluar, hitung

keseimbangan cairan
Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak ada
kontraindikasi
Beri kompres air hangat
Anjurkan klien untuk mengurangi aktivitas yang
berlebihan saat suhu tubuh naik
Kolaborasi: pemberian antipiretik, pemberian
antibiotik, pemeriksaan penunjang=hasil laboratorium.
Evaluasi:
Suhu tubuh klien kembali normal
Frekuensi pernafasan kembali normal
Kulit klien tidak teraba panas
Klien dapat beraktivitas

b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
yang tidak adekuat
Tujuan:
Asupan nutrisi klien tercukupi
Peningkatan nafsu makan klien
Intervensi:

Kaji pola makan klien
Observasi mual dan muntah
Identifikasi faktor pencetus mual, muntah, dan
nyeri abdomen
Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai
klien
Sajikaan makanan dalam kedaan hangat dan
menarik
Beri posisi semi fowler saat makan
Bantu klien untuk makan, catat masukan
makanan.
Evaluasi:
Klien mengatakan sudah tidak mual dan muntah
Nafsu makan meningkat
c. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
Tujuan:
Nyeri klien berkurang
Klien merasa nyaman
Intervensi:
Kaji karakteristik nyeri dan skala nyeri

Kaji faktor yang dapat menurunkan/menaikkan
nyeri
Ajarkan dan bantu klien melakukan relaksasi dan
distraksi
Beri posisi yang nyaman
Ciptakan lingkungan yang tenang
Evaluasi
Klien mengatakan nyeri abdomen berkurang
Klien mengatakan sudah merasa nyaman.
M. BIBLIOGRAFI
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1992. Asuhan Kesehatan Anak dalam
Konteks Keluarga. Departemen Kesehatan: Jakarta.
Wahidiyat, Iskandar. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Bagian
Kesehatan Anak FKUI: Jakarta.
NIC & NOC
www.google.com. Agus Waluyo. Thypus Abdominalis tanggal 17 November
2008.

http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/25/asuhan-keperawatan-anakdengan-typhus-abdominalis/