Makalah Tafsir Kelompok 2 Semester 1.doc

1

PERENCANAAN BERBASIS NILAI-NILAI KEIMANAN DAN KETAUHIDAN
TAFSIR SURAH HUD AYAT 7

Program Studi : Manajemen Pendidikan Islam

Oleh :
SITI AES SOPIAH
NIM. 2170060024

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2017
LATAR BELAKANG

2

Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama islam. Ia
merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau
amal. Seseorang di pandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung

pada akidahnya. Apabila ia berakidah islam, maka segala sesuatu yang
dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal
sholeh, apabila tidak berakidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti
apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran
manusia. Akidah islam atau iman mengikat seseorang muslim, sehingga ia
terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari islam. Oleh karena itu
menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu
yang diatur dalam ajaran islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran
islam.
Akidah islam dalam Al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti
percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk
berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup
segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut dengan amal
sholeh. Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu,
melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan
melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya
berarti percaya atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri
seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Dalam perencanaan berbasis nilai-nilai keimanan dan ketauhidan yang
penulis pahami dalam tema ini adalah rencana manusia dalam kehidupan

dengan berbasis nilai keimanan dan ketauhidan, apa nilai-nilai keimanan dan
ketauhidan, kenapa manusia harus beriman dan bertauhid, dan apa
perencanaan manusia dalam hal tersebut. Untuk berbicara tentang
keimanan manusia harus percaya akan adanya penciptaan langit dan bumi
yaitu Allah SWT. Dan ketika manusia beriman manusia harus di tuntut untuk
bertauhid berpegang keyakinan dan beribadah kepada Allah SWT. Karena di
tuliskan pada Surah Hud ayat 7 manusia akan di bangkitkan (dihidupkan
kembali) sesudah mati, dan akan dimintai pertanggung jawabannya di
akhirat kelak. Yang artinya Allah mempunyai tujuan atas penciptaan langit
dan bumi begitupun dengan penciptaan makhluk hidup. Dalam tema ini
penulis akan mengambil Surah Hud ayat 7 sebagai jawaban atas tema
perencanaan berbasis nilai-nilai keimanan dan ketauhidan.

RUMUSAN MASALAH

3

1. Bagaimana Tafsir Surah Hud ayat 7 ?
2. Apa Nilai – nilai keimanan dan ketauhidan ?


A.

Surat Hud Ayat 7 Dan Terjemahannya

َ‫ض فِي ِستّ ِة أَي ٍّام َو َكانَ َعرْ ُشهُ َعلَى ْال َمََا ِء لِيَ ْبلُ َ َو ُك ْم أَيك ُُ ْم أَحْ َسَنُ َع َمل َولَئِ ْن قُ ْلتَ إِنّ ُُ ْم َم ْبعُوثََُون‬
َ َ‫َوه َُو الّ ِذي خَ ل‬
َ ْ‫ت َوارأ‬
ِ ‫ق ال ّس َما َوا‬
ٌ ِ‫ت لَيَقُولَ ّن الّ ِذينَ َكفَرُوا إِ ْن هَ َذا إِل ِسحْ ٌر ُمب‬
)٧( ‫ين‬
ِ ْ‫ِم ْن بَ ْع ِد ْال َمو‬
Artinya:
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan
singgasana
pemerintahan-Nya (sebelum itu) terletak di atas air untuk
menguji kamu, agar Dia menguji Siapakah diantara kamu yang lebih baik
amalannya. Sungguh jika kamu bacakan kepada mereka: “ sesungguhya
kamu akan dibangkitkan (dihidupkan kembali) sesudah mati”, tentulah
semua orang kafr menjawab: “ ini tidak lain sebagai sihir yang nyata”.
(Surah Hud: 7)

1. Tafsir dan Penjelasan Surat Hud Ayat 7
‫ض فِي ِستّ ِة أَي ٍّام‬
َ َ‫َوهُ َو الّ ِذي َخل‬
َ ْ‫ت َوارأ‬
ِ ‫ق ال ّس َما َوا‬
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa)”.
Hanya Allah yang telah menjadikan langit dan bumi dalam waktu enam
hari (masa). Dua masa untuk menjadikan bumi, dua masa untuk
menciptakan makanan-makanannya, dan dua masa lagi untuk menciptakan
langit yang tujuh. Hal ini akan dijelaskan nanti dalam surah al-Fushshilat
ayat 9-10. Yang dimaksud dengan “hari” dalam ayat ini adalah masa yang
hanya Allah sendiri yang mengetahui batasnya. Tentu saja pengertian hari
disini tidak sama dengan pengertian hari didunia.
Ulama falak telah menetapkan bahwa hari di planet lain diluar planet
bumi berbeda dengan hari dibumi, terutama tentang jangka waktunya. Harihari Allah menjadikan alam ini berlangsung sejak masih merupakan kabut
dalam waktu beribu-ribu tahun. Seperti yang dijelaskan di dalam surah alhajj: 47: “sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun
menurut perhitungan kamu”.1[1]
Ada perbedaan pendapat ulama tentang makna kata ( sittati ayyam /
enam hari) telah dijelaskan ketika menafsirkan ayat 54 surat al-a’raf.
Dikemukakan bahwa ada ulama yang memahaminya dalam arti enam kali 24

jam walaupun ketika itu matahari bahkan alam ini belum tercipta, dengan
1[1] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid AnNuur jilid 3 (Semarang: pustaka rizki putra) 2000, hlm. 1873.

4

alasan ayat ini ditunjukkan kepada manusia dan menggunakan bahasa
manusia, sedangkan manusia memahami kata sehari sama dengan 24 jam.
Tetapi menurut ulama lain manusia mengenal beraneka perhitungan.
Perhitungan berdasarkan kecepatan cahaya, suara, dan kecepatan detikdetik jam.2[2]
Kata ‫( أأيّام‬bentuk tunggalnya ‫ )يأ ْو ٌم‬di dalam Alquran disebut sebanyak 23
kali dan tidak pernah berdiri sendiri. Kata tersebut selalu berada di dalam
rangkaian kata-kata lainnya yang mengacu pada pengertian yang
bermacam-macam. Empat kali di antaranya dihubungkan dengan kata
ٌ ‫ )ثألأ‬sehingga membentuk kalimat tsalâtsatu ayyâm (‫ )ثألأثأةُ أأيّ ٍام‬yang
tsalâtsun (‫ث‬
berarti ‘tiga hari’. Rangkaian kata ini selanjutnya digunakan untuk
menyebutkan bilangan hari shaum sebagai kafarat bagi orang yang
melakukan pelanggaran (Al-Baqarah (2): 196.
Tujuh kali dihubungkan dengan kata sittatun (ٌ‫ )ستّة‬sehingga membentuk
frasa sittatu ayyâm (‫ستّةُ أأيّ ٍام‬

ِ ), yang berarti “enam hari” seperti pada ayat-ayat
di atas ditambah as-Sajadah (32): 4, dan al-Hadid (57): 4.
Selain itu, ada pula kata ayyâm (‫ )أأيّام‬yang didahului oleh kata arba‘ah (
ٌ‫ )أأ ْربأ أعََة‬sehingga susunan frasanya menjadi arba‘atu ayyâm (‫ )أأ ْربأ أعََةُ أأيّ ٍام‬yang
artinya ‘empat hari’. Di dalam Alquran kata tersebut hanya disebut sekali
dan digunakan untuk menyebutkan bilangan hari di dalam menentukan
kadar makanan (Fushshilat [41]: 10).
Pada bagian lain, terdapat pula kata ayyâm (‫ )أأيّام‬yang didahului oleh
kata tsamâniyah (ٌ‫)ثأ أمانِيأ َة‬, sehingga susunan frasanya menjadi tsamâniyatu
ayyâm (‫ )ث أمانِيأةُ أأيّ ٍام‬yang berarti ‘delapan hari’. Kata ini hanya disebut sekali di
dalam Alquran dan digunakan untuk menerangkan bilangan hari (lamanya
angin topan yang menimpa kaum ‘Ad) (Al-Haqqah [69]: 7). Selain itu, masih
terdapat kata ayyâm (‫ )أأيّام‬yang diberi sifat bermacam-macam.
Bentuk tunggal dari kata ayyâm (‫ )أَيّام‬adalah yaum (‫َو ٌم‬
ْ َ‫ )يأ‬yang berarti
“hari”. Kata yaum (‫ )يأ ْو ٌم‬di dalam Alquran disebut sebanyak 365 kali. 3[3] Kata ini
kadang-kadang digunakan untuk menerangkan perjalanan waktu mulai dari
terbit matahari sampai terbenamnya dan kadang-kadang digunakan untuk
menunjukkan zaman, masa, atau periode.
Sama halnya dengan kata ayyâm (‫)أأيّام‬, kata yaum (‫ََََو ٌم‬

ْ ‫ )يأ‬pun
penggunaannya selalu dirangkaikan dengan kata lain di dalam Alquran.
Misalnya, dirangkaikan dengan kata al-âkhir (‫ )اأ ْل ِخََ ُر‬sehingga susunannya
2[2] M. Quraish Shihab, Al-Lubaab ( Makna, Tujuan dan Pelajaran Surah-Surah
Al-Quran), (Tangerang: Lentera Hati) 2012, hlm. 557.
3[3] Perpustakaan Nasional RI, Ensiklopedia Mukjizat Al-Quran dan Hadits,
(Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009), hlm. 42.

5

menjadi al-yaum ul-âkhir (‫)اأ ْليأ ْو ُم ْال ِخ ُر‬, yang digunakan untuk menerangkan saat
mana tidak ada hari lain setelah hari akhir tersebut. Ada pula kata yaum (‫) أي ْو ٌم‬
yang dirangkaikan dengan kata ad-dîn ( ُ‫ )ال ّديْن‬sehingga menjadi yaum ad-dîn (
‫َََو ُم‬
ْ ‫)الَََ ّد ْي ِن يأ‬, yang digunakan untuk menerangkan hari ketika segala amal
perbuatan manusia sewaktu hidup di dunia diperhitungkan.
Intinya bahwa kata itu dalam Alquran menyatakan waktu yang beraneka
ragam: masa yang abadi dan tidak terhingga panjangnya (Al-Fatihah [1]: 4),
atau 50.000 tahun (Al-Ma`arij [70]: 4), atau 1000 tahun (As-Sajadah [32]: 5,
al-Hajj [22]:4), atau satu zaman (Ali Imran [3]: 140), atau satu hari (AlBaqarah [2]: 184), atau sekejap mata (Al-Qamar [54]: 50), atau masa yang

lebih singkat dari sekejap mata (An-Nahl [16]: 77), atau masa yang tidak
terhingga singkatnya (Ar-Rahman [55]: 29).
Pada kelima ayat di atas ukuran lamanya ‫( أأيّام‬bentuk tunggalnya ‫َو ٌم‬
ْ َ‫)يأ‬
tidak dirinci. Dalam konteks ini, semua ayat-ayat di atas dikategorikan
sebagai bayan ijmali.
Selanjutnya kalimat fi sittati ayyam digunakan di dalam surat lain yang
turun kemudian, yaitu surat as-Sajadah: 4 (urutan ke-75 makiyyah):
“Allahlah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak
ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula)
seorang pemberi syafa’at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?”
Namun pada surat ini disertai dengan penjelasan ukuran “hari”, yaitu
pada ayat selanjutnya (ayat 5): “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi,
kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya
adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Kata yaum (‫ )يَوْ ٌم‬pada ayat ini dihubungkan dengan kalimat kâna
miqdâruhu alfa sanah ( َ‫ = ِم ْقدَا ُأهُ أَ ْلفَ َسنَة َكان‬ukurannya seribu tahun). Kata ini
digunakan untuk menerangkan ukuran hari yang digunakan oleh Allah di
dalam mengatur urusan terkait dengan langit dan bumi yang disebutkan

pada ayat sebelumnya. Maka ayat ini dapat dikategorikan sebagai bayan
tafshili bagi semua ayat-ayat yang menyebut kata sittatu ayyam di atas.
Selain itu, penjelasan ukuran yaum kita dapatkan pula melalui surat
dalam kelompok madaniyyah, yaitu surat al-Hajj [22]:47 (urutan ke-18
madaniyyah)
“Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu, adalah seperti seribu tahun
dari perhitungan kalian.”
Dengan ayat ini, Ibnu Abbas dan lain-lainnya meyakini bahwa
penciptaan langit dan bumi dalam “enam hari” itu ialah hari dalam
perhitungan di sisi Allah dan bukan hari dalam perhitungan kita. Yakni enam

6

hari itu maknanya ialah enam ribu tahun. (Tafsir Ibnu Katsir tentang surat AlHajj 47).
Perbedaan pendapat di atas bukan berarti ada ayat-ayat al-qur’an yang
saling bertentangan tetapi ini adalah isyarat tentang relatiftas waktu. Ada
pelaku yang mampu menempuh jarak tertentu dalam waktu yang lebih cepat
dari pelaku lain misalnya cahaya, memerlukan waktu lebih singkat
dibandingkan dengan suara untuk mencapai suatu sasaran, demikian
seterusnya.

Penciptaan alam dalam enam hari mengisyaratkan tentang qudrah /
kekuasaan / kehendak dan ilmu serta hikmah Allah swt. Jika merujuk kepada
qudrah-Nya, penciptaan alam tidak memerlukan waktu.
Seperti yang
dijelaskan dalam surah yasin (82): “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia
menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘jadilah! ‘ maka
terjadilah ia”. Di dalam surah lain yaitu surah al-qamar (50) : “ Dan perintah
Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata” .
Sedangkan hikmah dan ilmu-Nya menghendaki agar alam tercipta
dalam “enam hari” untuk menunjukkan bahwa ketergesa-gesaan bukanlah
sesuatu yang terpuji tetapi yang terpuji adalah keindahan dan kebaikan
karya, serta penyesuaiannya dengan hikmah dan kemaslahatan.
‫َو َكانَ َعرْ ُشهُ َعلَى ْال َما ِء‬
“Dan singgasana pemerintahan-Nya (sebelum itu) terletak di atas air”
Singgasana pemerintahan-Nya sebelum Allah menciptakan langit dan
bumi adalah berada di atas air. Apakah yang dimaksud dengan “’Arsy Allah”
adalah singgasana pemerintahan-Nya, tempat pengendalian alam, ataukah
suatu makhluk ? hanya Allah yang mengetahuinya. Karena ‘Arsy itu alam
ghaib, yang tidak dapat dicapai dengan pancaindra dan tidak dapat
digambarkan dengan pikiran.4[4]

Dari ayat ini dapat kita ketahui bahwa yang ada sebelum Tuhan
menjadikan langit dan bumi, selain dari ‘Arsy-Nya, adalah air yang pokok
bagi penciptaan semua yang hidup. Maka karenanya, kita memaknai ‘Arsy
di sini bukan dengan tahta kerajaan tempat bersemayamnya raja, tetapi
penciptaan dan hukum. Adapun “air” yang ada sebelum Tuhan menjadikan
langit dan bumi, itulah kabut yang tersebut dalam ayat 9-10 surah
Fushshilat. Teori penciptaan alam yang dikemukakan oleh teori ilmu
pengetahuan sesuai dengan teori al-Qur’an, sebagaimana frman Allah yang
tersebut dalam surah al-Anbiyaa’.
‫لِيَ ْبلُ َو ُك ْم أَيك ُُ ْم أَحْ َسنُ َع َمل‬
4[4] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid AnNuur jilid 3, (Semarang: pustaka rizki putra), 2000, hlm. 1874.

7

“Untuk menguji kamu, mana di antara kamu yang lebih baik
amalannya”.
Allah menjadikan langit dan bumi serta segala isinya untuk menguji
kamu dan supaya jelas di antara kamu, siapa yang lebih baik amalannya.
Allah juga menjadikan untuk kita semua isi bumi dan menundukkannya bagi
kita. Selain itu, juga menjadikan kita mempunyai kemampuan untuk
menggali segala manfaat yang terdapat di bumi, tetapi juga mempunyai
potensi untuk merusaknya. Maka Allah akan memberi pembalasan yang baik
kepada orang yang mensyukuri nikmat-Nya dan akan mengancam orang
yang mengingkari nikmat-Nya.
ٌ ِ‫ت لَيَقُولَ ّن الّ ِذينَ َكفَرُوا إِ ْن هَ َذا إِل ِسحْ ٌر ُمب‬
‫ين‬
ِ ْ‫َولَئِ ْن قُ ْلتَ إِنّ ُُ ْم َم ْبعُوثُونَ ِم ْن بَ ْع ِد ْال َمو‬
“Sungguh jika kamu bacakan kepada mereka: “ sesungguhya kamu
akan dibangkitkan (dihidupkan kembali) sesudah mati”, tentulah semua
orang kafir menjawab: “ ini tidak lain sebagai sihir yang nyata.””
Jika kamu mengatakan, hai Muhammad kepada orang-orang kafr itu:
“sesungguhnya kamu akan dibangkitkan (dihidupkan lagi) sesudah mati
untuk menerima pembalasan dan ganjaran amalan”, tentulah mereka
menjawab: “Apa yang kau datangkan untuk menundukkan kami ke bawah
agamamu itu tidak lain hanyalah sihir yang nyata yang menyihir kami.”5[5]
Menurut penjelasan Tafsir Jalalain, penciptaan alam semesta diawali
pada hari ahad dan berakhir pada hari jum’at. Allah telah menciptakan bumi
dalam dua hari yaitu hari Ahad dan hari Senin. Dan Dia telah menjadikan
gunung-gunung yang kokoh dan kuat denga air yang banyak dan tanamtanaman serta pohon-pohon yang banyak pula. Dan Allah telah enetapkan
kadar-kadar makanan bagi manusia dan fauna. Sesungguhnya masa
penciptaan selama empat hari adalah masa yang paling sempurna. Hal ini
dijadikannya pada hari Selasa dan rabu.
Kemudian menuju pada penciptaan langit yang masih berupa asap yang
membumbung tinggi. Allah menciptakan langit dalam dua hari yaitu hari
Kamis dan Jum’at. Dan pada hari itu juga diciptakan Nabi Adam dan sesuai
dengan makna ayat ini, yaitu ayat-ayat tentang penciptaan langit dan bumi
dalam enam hari. Dan Dia perintahkan kepada penduduk yang ada di
dalamnya, yaitu taat dan beribadah kepada-Nya. Kemudian dihiasilah langit
bintang-bintang yang cemerlang. Dan Allah telah menjaganya dengan
meteor-meteor dari setan-setan yang mau mencuri-curi pembicaraan para
malaikat. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa di dalam kerajaanNya.6[6]
2. Nilai-nilai keimanan dan Ketauhidan
5[5] Ibid., hlm. 1877.

8

Pendidikan tauhid adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai tauhid
kepada masyarakat guna memperkuat keimanan dan ketaatan kepada Allah
SWT. Pengalaman tauhid merupakan pengalaman yang bersifat suci,
maka pengalaman ini dalam kehidupan manusia akan menjadi sumber
inspirasi kehidupan jiwa dan pendidikan kemanusiaan yang tinggi. Hal ini
disebabkan tauhid akan mendidik jiwa setiap manusia untuk mengikhlaskan
seluruh hidup dan kehidupannya hanya kepada Allah semata. Tujuan hidup
hanyalah kepada Allah dan mengharap atas segala keridhaan-Nya, yang
akhirnya akan membawa konsekuensi pembinaan karakter yang agung dan
menjadi manusia yang suci, jujur dan teguh memegang amanah Allah.
Berikut ini adalah nilai-nilai pendidikan tauhid dan implikasinya dalam
kehidupan sehari-hari:

1) Nilai Rububiyah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Dalam kehidupan ini, manusia akan selalu merasakan berbagai manfaat dan
kenikmatan yang tak terhitung dan tidak akan mampu disebutkan satu per
satu. Karena hal ini menunjukkan bahwa luasanya rahmat Allah, benar-benar
adanya Dia serta kebaikannya terhadap makhluknya. Semua itu akan
mendorong kita untuk mengagungkan Yang Maha menciptakan dan
membuatnya, mensyukurinya, senantiasa menggerakkan bibir untuk
berdzikir padanya dan mengikhlaskan agama ini hanya milik Allah. Maka,
implikasi nilai rububiyah dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai
berikut:
 Menjadikan manusia untuk konsisten dalam mengakui keesaan Allah
sebagai Pencipta alam semesta serta mengetahui bukti-bukti tentang
kebenaran seluruh ciptaannya.
 Mengingatkan manusia untuk selalu memikirkan ayat-ayat kauniyah.
 Mengingatkan manusia untuk selalu memikirkan banyak nikmat dan
ciptaan Allah SWT.

2) Nilai Uluhiyah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-Hari
6[6] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo),
2008, hlm. 737-739

9

Tauhid uluhiyah mengandung tauhid rububiyah dan tauhid asma’wa shifat.
Barangsiapa yang hanya beribadah kepada Allah dan beriman bahwa Dia-lah
semata-mata yang berhak untuk disembah, maka itu menunjukkan bahwa ia
beriman kepada rububiyahnya dan asma’ wa shifatnya. Maka, implikasi nilai
uluhiyah dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
 Mampu menata diri dan niat dalam melaksanakan ibadah mahdhah
(ritual) untuk ikhlas hanya kepada Allah serta melaksanakannya sesuai
dengan tata cara yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
 Mampu menerapkan ibadah ‘ammah (sosial) secara adil dan bijak.
3) Nilai Asma’ wa Shifat dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Mengenal dan memahami nama-nama Allah SWT yang maha indah dan sifatsifatnya yang Maha Sempurna merupakan pembahasan yang sangat penting
dalam agama Islam, bahkan termasuk bagian paling penting dan utama
dalam mewujudkan keimanan yang sempurna kepada Allah SWT. Maka,
implikasi nilai asma’ wa shifat dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai
berikut:
 Konsisten dalam mengakui keesaan Allah yang memiliki asma’ (nama)
dan sifat-Nya yang semuanya adalah husna (sangat baik).
 Mengingatkan manusia untuk memperbanyak dzikir disetiap saat.
 Mengajarkan manusia untuk mengenal nama-nama Allah SWT yang
baik.
 Nilai Taat Kepada Allah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari

Ketaatan
kepada
Allah
tidak
hanya
asal
taat
begitu
saja.
Dalam pengimplementasiannya, ketaatan kepada Allah harus benarbenar sesuai dengan kemampuan yang dimiliki tanpa alasan apapun.
Sebagai utusan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW mempunyai tugas
untuk menyampaikan
amanat
kepada
umat
manusia
tanpa
memandang jabatan, suku dan sebagainya. Oleh karena itu bagi setiap
muslim yang taat kepada Allah harus senantiasa melengkapinya dengan

10

menaati segala perintah Rasulullah SAW sebagai utusannya. Maka,
implikasi nilai taat kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari adalah
sebagai berikut:
 Menjadikan manusia semakin dekat dan merasa mendapatkan
pengawasan dari Allah.
 Mengajarkan kepada manusia untuk bersabar dalam menjalani realita
hidup.
4) Nilai Ihsan Kepada Allah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari
Ihsan kepada Allah adalah beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dan berbuat
baik kepada makhluk-makhluknya. Ketika beribadah kepada Allah, dia
berusaha merasakan seolah-olah melihat dan menyaksikannya. Jika
seandainya tidak mampu menghadirkan hati untuk itu maka ia meyakini
bahwa Allah sedang melihat atau menyaksikannya. Maka, implikasi nilai
ihsan kepada Allah adalah sebagai berikut:
 Mengajarkan kepada manusia untuk selalu berhusnuzhon terhadap
apa yang Allah berikan kepadanya.
 Menerima segala kehendak yang Allah berikan baik berupa takdir yang
baik maupun yang buruk.
 Mengajarkan kepada manusia untuk berbuat baik bahkan yang terbaik
dalam mengabdi kepada Allah.
5) Nilai Aqidah Shahihah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Aqidah shahihah memberikan peranan yang besar dalam kehidupan
seseorang, karena tanpa aqidah yang benar, seseorang akan terbenam
dalam keraguan dan berbagai prasangka yang lama-kelamaan akan
menutup
pandangannya
dan
menjauhkan
dirinya
dari
jalan
hidup kebahagiaan.
Tanpa
aqidah
yang
lurus,
seseorang
akan
mudah dipengaruhi
dan
dibuat
ragu
oleh
informasi
yang
menyesatkan keimanan. Maka, implikasi nilai aqidah shahihah dalam
kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
 Menjadikan manusia yang memiliki keyakinan dan komitmen yang
kokoh.
 Menjadikan manusia lebih antisipatif terhadap paham-paham yang
menyimpang dari aqidah shahihah.

11

 Menuntun manusia menuju kehidupan yang lebih terarah.

6) Nilai Shahihul Ibadah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari
Hakikat dan landasan ibadah kepada Allah ialah cinta sempurna dan
ketundukan yang sempurna kepadanya. Barangsiapa mencintai sesuatu
yang tidak dipatuhinya, maka ia tidak menghamba kepadanya.
Demikian pula barangsiapa yang tunduk dan patuh kepada sesuatu
yang tidak dicintainya, maka ia bukan menghamba kepadanya.
Maka, implikasi nilai shahihul ibadah dalam kehidupan sehari-hari
adalah sebagai berikut:
 Mengajarkan manusia untuk senantiasa menjadikan Al-Qur’an dan AsSunnah sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu ibadah.
 Mengikuti tata cara pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan tuntunan
Rasulullah SAW.
7)

Nilai
Konsekuen
Kehidupan Sehari-hari

Syahadatain

dan

Implikasinya

Dalam

Syahadatain
(Asyhadu
anlaa
ilaaha
illallah
wa
asyhadu
anna muhammadarrasuwlullah) bukanlah sesuatu yang asing bagi
setiap muslim. Bahkan lisan mereka seringkali melafalkan dua kalimat
tersebut.
Namun boleh jadi banyak diantara kaum muslimin yang belum
memahami kandungan makna dan hakikat syahadat tersebut. Maka,
implikasi nilai konsekuen syahadatain dalam kehidupan sehari-hari adalah
sebagai berikut:
 Mengajarkan manusia untuk selalu konsekuensi terhadap apa yang
telah ia ikrarkan kepada Allah dan rasulnya.
 Mengajarkan manusia kepada keikhlasan dalam beribadah hanya
untuk Allah dan menjauhkan diri dari kesyirikan.

12

8) Nilai Manhaj Salaf dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat
oleh setiap muslim dalam memahami agamanya. Karena demikianlah yang
dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an dan demikian pula yang dijelaskan
oleh Rasulullah SAW di dalam sunnahnya. Sedangkan Allah telah berwasiat
kepada kita:
Artinya: “…..kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs. An-Nisaa’: 59)
Maka, implikasi nilai manhaj salaf dalam kehidupan sehari-hari adalah
sebagai berikut:
 Menjadikan manusia untuk senantiasa mengikuti pemahaman para
shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in dalam mengambil aqidah yang
berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
 Mengarahkan manusia untuk mengedepankan dalil naqli daripada aqli.
9) Nilai Dakwah Tauhid dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari
Agama Islam bila semakin jauh dari zaman kenabian sebagai
sumber cahayanya, maka akan semakin besar kemungkinan seseorang
akan terkontaminasi dengan berbagai penyimpangan dan syubhat
sebagaimana air yang telah jauh dari sumbernya. Sudah banyak kejadian
yang telah menjadi saksi akan hal ini, berapa banyak penyimpangan yang
menyusup masuk ke dalam Islam dan berapa banyak pemikiran-pemikiran
sesat yang tumbuh subur dan berkembang di negeri ini.
Dengan demikian, dakwah kepada perbaikan aqidah harus senantiasa
diprioritaskan kembali untuk menjaga dan membantah pemikiran-pemikiran
sesat
tersebut
yang
diusung
oleh orang-orang
yang
berusaha
menyelewengkan Islam dari manhajnya untuk menjauhkan manusia dari

13

ftrah penciptaannya. Maka, implikasi nilai dakwah tauhid dalam kehidupan
sehari-hari adalah sebagai berikut:
 Menumbuhkan rasa kepedulian terhadap pengajaran aqidah dan
tauhid.
 Menumbuhkan rasa solid untuk menyeru kepada tauhid sebelum
menyatukan umat dan mengajak manusia kepada agama Islam yang
benar.
 Mewujudkan manusia yang muwahhid (mengesakan Allah).
10)
Nilai Ihsan Kepada
Kehidupan Sehari-hari.

Manusia

dan

Implikasinya

Dalam

Keutamaan
berbuat
baik
kepada
sesama
manusia
merupakan
buah keimanan yang mengantarkannya pada amal shaleh yang dimana
Allah akan membalasnya dengan berbagai macam kebaikan pula. Karena
hal ini akan memperkuat keimanan dan cinta akan kebaikan serta
lebih mendekatkan diri kepadanya dan mengikhlaskan amalan hanya
untuk Allah
SWT.
Maka,
implikasi
nilai
ihsan
kepada
manusia
dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
 Menumbuhkan rasa saling tolong-menolong dalam hal kebaikan.
 Mewujudkan manusia yang cinta akan kebaikan.
11)
Hari.

Nilai Wala’ wal Bara’ dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-

Wala’ wal Bara’ dapat didefnisikan sebagai penyesuaian diri seorang hamba
terhadap apa yang dicintai dan diridhai Allah serta apa yang dibenci dan
dimurkai oleh Allah dalam hal perkataan, perbuatan dan kepercayaan. Maka,
implikasi nilai wala’ wal bara’ dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai
berikut:
 Menumbuhkan rasa respect, solid dan loyal terhadap umat Islam dan
membenci sikap orang-orang kafr yang merusak Islam.
 Mewujudkan persatuan Islam.

14

KESIMPULAN
Dengan adanya nilai-nilai keimanan dan ketauhidan kehidupan manusia
akan terarah sebagai mana mestinya, meskipun dalam surah hud ayat 7
tidak disebutkan manusia harus beriman dan bertauhid tetapi penulis
pahami bahwa surah hud ayat 7 mampu menjawab kenapa manusia harus
mempunyai nilai keimanan dan ketauhidan. Selain itu apabila ia berakidah
islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai
amaliah seorang muslim atau amal sholeh, apabila tidak berakidah, maka
segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang
dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia. Akidah islam atau iman
mengikat seseorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala aturan
hukum yang datang dari islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim
berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran
islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran islam.
Kemudian ada beberapa nilai-nilai keimanan dan ketauhidan yang telah di
sebutkan yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Nilai
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai

Rububiyah
Uluhiyah
Asma’ wa Shifat
Ihsan Kepada Allah
Aqidah Shahihah
Shahihul Ibadah
Konsekuen Syahadatain

15

8) Nilai
9) Nilai
10)
11)

Manhaj Salaf
Dakwah Tauhid
Nilai Ihsan Kepada Manusia
Nilai Wala’ wal Bara’

Masing-masing nilai ada implikasinya dalam kehidupan sehari-hari dan hal tersebut
mengandung nilai pendidikan. Karena dalam perencanaan kehidupan manusia
mempunyai tujuan hidup untuk mengharap atas segala keridhaan-Nya, yang
akhirnya akan membawa konsekuensi pembinaan karakter yang agung dan menjadi
manusia yang suci, jujur, dan teguh memegang amanah Allah.

DAFTAR PUSTAKA
Hasbi, Muhammad, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur jilid 3. Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2000
Shihab, M. Quraish, Al-Lubaab ( Makna, Tujuan dan Pelajaran Surah-Surah AlQuran), Tangerang: Lentera Hati, 2012
Perpustakaan Nasional RI, Ensiklopedia Mukjizat Al-Quran dan Hadits, Jakarta: PT.
Sapta Sentosa, 2009
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir
Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008