BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Bantuan Operasional Sekolah di SD Negeri Mojosari Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung Tahun Anggaran 2014

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

  Teori yang akan dikaji dalam penelitian ini diuraikan di bawah ini.

2.1.1 Manajemen

  Slameto (2009:2) mendefinisikan manajemen sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien. Sejalan dengan Slameto, Pidarta (2004:4) berpendapat bahwa manajemen diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Stoner (dalam Handoko, 2011:8

  ) mengemukakan bahwa: “Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. Secara khusus dalam konteks pendidikan, Mulyono (2008:18) memberikan pengertian manajemen dalam kegiatan pendidikan yang diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan evaluasi dalam kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh pengelola pendidikan untuk membentuk peserta didik yang berkualitas sesuai dengan tujuan. Amtu (2011:1) mendefinisikan manajemen sebagai proses kerjasama dua orang atau lebih dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Terdapat persamaan pendapat para ahli bahwa manajemen mengacu pada proses. Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa manajemen adalah proses yang lebih mengacu pada pengelolaan. Sejak aktivitas perencanaan, sampai pada pelaksanaan, semuanya mengacu pada pengelolaan yang ditujukan pada sumber-sumber yang ada, baik manusia dan materi. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat dikatakan bahwa manajemen sekolah merupakan proses pengelolaan sumber daya dalam sekolah untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

2.1.2 Fungsi Manajemen

  Banyak ahli berpendapat bahwa manajemen memiliki fungsi yang sama. Fungsi-fungsi tersebut mengacu pada rangkaian aktifitas yang seharusnya dilakukan oleh seorang manajer atau sebuah manajemen. G.R. Terry dalam Daryanto dan Mohammad Farid (2013:161) mengklarifikasi fungsi manajemen yang mencakup 4 hal yaitu: planning,

  

organizing, actuating, dan controlling. Sejalan dengan

  hal itu, Slameto (2009:26-35) mengemukakan empat fungsi utama dari manajemen yaitu: planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (penggerakan), dan controlling (pengawasan). Sedangkan Harold Koontz dalamMulyono (2008:24) mengklarifikasi 5 hal dari fungsi manajerial, yaitu:

  planning, organizing, staffing, leading, dan controlling.

  Fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut mengacu pada sebuah rangkaian aktifitas yang dilakukan oleh sebuah manajemen. Aktifitas tersebut pada dasarnya mengandung poin yang sama, dan bertujuan agar target yang diharapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

  Berdasarkan klasifikasi dari fungsi-fungsi manajerial yang dikemukakan oleh para ahli dapat dinyatakan bahwa kegiatan manajemen atau manajerial mencakup empat hal yang paling mendasar, yaitu:

  a) Planning (perencanaan)

  Planning atau perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. b) Organizing (pengorganisasian)

  Organizing atau pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang, dan sumber daya untuk mencapai sasaran organisasi.

  c) Actuating (penggerakan)

  Actuating merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai peran, tugas dan tanggungjawabnya.

  d) Controlling (pengawasan)

  Controlling atau pengawasan adalah tindakan manajerial yang mengusahakan agar pekerjaan- pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang telah disiapkan.

2.1.3 Bidang-Bidang Manajemen Sekolah

  Umaedi (2008:5.5) menjabarkan 6 bidang menajemen yang ada dalam sebuah sekolah yang meliputi: bidang teknis edukatif, bidang ketenagaan, bidang keuangan, bidang sarana prasarana, bidang kesiswaan, dan bidang administrasi ketatalaksanaan sekolah. Enam bidang tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mencantumkan enam substansi tersebut dalam pembahasannya.

  a) Bidang Teknis Edukatif

  Manajemen bidang teknis edukatif di sekolah yang sangat penting adalah aspek kurikulum dan implementasinya.Dalam manajemen kurikulum dititikberatkan kepada kelancaran pembinaan situasi belajar mengajar. Mulyono (2008:168) menyebutkan bahwa manajemen kurikulum meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan tentang pendataan mata pelajaran/mata kuliah yang diajarkan/dipasarkan, waktu jam yang tersedia, jumlah guru beserta pembagian jam pelajaran, jumlah kelas, penjadwalan, kegiatan belajar mengajar, buku-buku yang dibutuhkan, program semester, evaluasi, program tahunan, kalender pendidikan, perubahan kurikulum maupun inovasi-inovasi dalam pengembangan kurikulum.

  b) Bidang Ketenagaan

  Bidang ketenagaan membutuhkan personal untuk melaksanakannya.Pada prinsipnya yang dimaksud “personal” di sini ialah orang-orang yang melaksanakan sesuatu tugas untuk mencapai tujuan.Dalam hal ini di sekolah dibatasi dengan sebutan pegawai.Karena itu, personal di sekolah tentu saja meliputi unsur guru yang disebut tenaga edukatif dan unsur karyawan yang disebut tenaga administrative. Secara terperinci dapat disebut keseluruhan personel sekolah adalah: kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha dan pesuruh/penjaga sekolah.

  Fungsi-fungsi manajemen dalam urusan ketenagaan diantaranya mencakup perencanaan kebutuhan, seleksi, pengangkatan, penempatan, pengembangan, dan pemberhentian.Umaedi (2008:5.8) menambahkan bahwa bagi sekolah negeri, fungsi yang menjadi kewenangan kepala sekolah tidak sekompleks tersebut.Selama ini kepala sekolah hanya sebatas mengusulkan kebutuhan tenaga (guru dan non guru), memproses/mengusulkan angka kredit, mengusulkan pensiun atau usul pindah.

  Dalam manajemen di sekolah, dapat dimaknai bahwa bidang ketenagaan atau personalia bertanggung jawab terhadap kebutuhan pegawai di instansi tersebut beserta penempatannya masing-masing.

  c) Bidang Keuangan

  Umaedi (2008:5.10) berpendapat bahwa bidang keuangan merupakan salah satu elemen yang sangan penting di sekolah. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia mendanai sekolah dengan dengan dana BOS. Kebutuhan pembelanjaan keuangan sekolah telah diatur dalam juknis BOS yang meliputi 13 komponen pembiayaan.Pada sekolah dasar, keuangan sekolah sebaiknya memperhatikan komponen-komponen tersebut untuk memenuhi kebutuhan sekolah. d) Bidang Sarana Prasarana

  Sekolah-sekolah banyak yang membangun tambahan ruang kelas, membeli buku perpustakaan, membeli keperluan pembelajaran secara mandiri.Dalam hal ini, Umaedi(2008:5.12) menegaskan bahwa belum ada ketegasan di dalam kebijakan pelaksanaan pengadaan/penyediaan sarana dan prasarana pendidikan.

  Pemerintah menjawabnya dengan Program BOS yang telah diatur dalam Permendiknas Nomor 76 Tahun 2012, dan Permendiknas Nomor 101 Tahun 2013 telah mengatur dan menegaskan tentang tata laksana kebutuhan dan pengelolaan sarana dan prasarana sekolah yang dimasukan dalam

  13 komponen pembiayaan program BOS. Dana untuk pembelian buku perpustakaan, perlengkapan dan sarana pembelajaran (kapur, papan tulis, buku tulis, LCD projektor, dll), alat-alat kebutuhan rumah tangga sekolah, serta saran untuk mengelola sekolah juga telah diatur dan disediakan oleh BOS. Oleh karena itu, tim manajemen keuangan sekolah hanya perlu mengelola dana yang diterima untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan.

  e) Bidang Kesiswaan

  Kegiatan manajemen bidang kesiswaan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan penggalangan penerimaan siswa baru, pelaksanaan tes penerimaan siswa baru, penempatan dan pembagian kelas, kegiatan-kegiatan kesiswaan, motivasi dan upaya peningkatan kualitas lulusan dan sebagainya (Mulyono, 2008:169).

  f) Bidang Administrasi Ketatalaksanaan Sekolah

  Administrasi ketatalaksanaan sekolah meru- pakan bidang yang berkaitan secara langsung dan tidak langsung dengan bidang-bidang tersebut di atas. Oleh karena itu, bidang ini secara teknis dilakukan oleh bagian tata usaha sekolah, namun tidak dapat terlepas dari kewenangan kepala sekolah (Umaedi, 2008:5.15). Pada prakteknya, manajemen tatalaksana berfokus pada beberapa kegiatan surat-menyurat dan penataan pada arsip sekolah. Hal ini meliputi surat dinas, buku agenda, pemeliharaan perlengkapan sekolah, dan lainnya agar semua tatalaksana dapat digunakan semestinya.

2.1.4 Manajemen Keuangan Sekolah

2.1.4.1 Pengertian Manajemen Keuangan Sekolah

  Mulyono (2010:181) berpendapat bahwa manajemen keuangan sekolah adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan/ diusahakan secara sengaja dan sungguh-sungguh, serta pembinaan secara kontinu terhadap biaya operasional sekolah sehingga kegiatan pendidikan lebih efektif dan efisien serta membantu pencapaian tujuan pendidikan. Sedangkan Umbu Tagela (2013:41) menyebutkan bahwa dalam arti luas manajemen keuangan mencakup tiga kegiatan pokok yaitu: (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) mengawasi/mengendalikan keuangan. Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajemen sekolah yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Keuangan di sekolah merupakan bagian yang terpenting karena setiap kegiatan yang ada memerlukan uang. Oleh karena itu, manajemen keuangan yang baik akan berbuah pada hasil dan proses kegiatan menjadi baik, begitu pula sebaliknya. Setiap kegiatan perlu diatur agar kegiatan berjalan tertib, lancar, efektif dan efisien (Depdiknas, 2007). Termasuk juga pengaturan keuangan yang diterapkan pada setiap kegiatan merupakan salah satu pengaturan yang signifikan dalam kegiatan tersebut.

  Beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana pelaporan, pemeriksaan dan pertanggungjawaban (Depdiknas, 2007). Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian.

  Beberapa pendapat tentang manajemen keuangan sekolah dari beberapa ahli tersebut memiliki garis besar yang sama. Dari uraian diatas dapat didefinisikan bahwa manajemen keuangan adalah seluruh proses kegiatan yang meliputi merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi/mengendalikan ke- uangan yang dilaksanakan secara sengaja dan sungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinu terhadap biaya operasional sekolah sehingga kegiatan pendidikan lebih efektif dan efisien serta membantu dalam pencapaian tujuan pendidikan

  2.1.4.2 Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan Sekolah

  Manajemen keuangan sekolah perlu memper- hatikan sejumlah prinsip. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat penekanan.

  1. Transparansi Pengelolaan dana yang transparan terjadi manakala aspek-aspek administrasi dari pengelolaan dana itu dapat diketahui oleh pihak-pihak yang terkait, misalnya internal audit, eksternal audit, petugas audit dari pemerintah, pejabat yang terkait, dan pihak lain yang terkait (Harsono, 2007:89-90). Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan yang transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggung-jawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berke- pentingan untuk mengetahuinya.

  2. Akuntabilitas Pengelolaan yang akuntabel merupakan kondisi dimana setiap aspek pengelolaan dana (penerimaan, pengeluaran, dan administrasinya) dapat diper- tanggungjawabkan di depan hokum(Harsono, 2007:89).Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertanggung- jawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.Pihak sekolah membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah, (2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat.

  3. Efektivitas Suatu program kerja dikatakan efektif apabila program kerjatersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Bafadal, 2009:50). Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif hasil.Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif hasilnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

  4. Efisiensi Efisiensi merupakan suatu konsepsi perbanding- an antar pelaksanaan satu program dengan hasil akhir yang diraih atau dicapai (Bafadal, 2009:50).Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan.

  Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil.Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:

  a) Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya

  Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan. b) Dilihat dari segi hasil

  Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.

2.1.4.3 Tujuan Manajemen Keuangan Sekolah

  Kegiatan manajemen keuangan sekolah merupakan salah satu upaya agar tujuan dari sebuah program dapat tercapai. Depdiknas (2007) mengklarifikasi tentang tujuan umum dari manajemen keuangan adalah agar pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai program secara efektif dan efisien. Secara lebih jelas, tujuan manajemen keuangan sekolah yang dipaparkan oleh Ulbert Silalahi (2002:27) adalah sebagai berikut: 1.

  Meningkatkan efektivitas dan efisiensi peng- gunaan keuangan sekolah

  2. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah.

  3. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.

  Depdiknas berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggung-jawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

  Dalam hal ini, beberapa hal diatas memang sangat diperlukan, ironisnya kreativitas kepala sekolah atau pihak lain untuk mencari sumber dana sudah tidak dapat dipergunakan lagi, karena satu-satunya sumber dana bagi sekolah adalah dana BOS (PP Nomor

  76 Tahun 2012). Dengan adanya BOS sekolah tidak dapat memungut atau mencari dana sekolah dari sumber manapun kecuali dana BOS itu sendiri. Jadi, yang diperlukan pihak sekolah hanyalah bagaimana mengatur keuangan yang berkaitan dengan pengalokasian dana BOS saja.

  Definisi Depdiknas dan Ulbert Silalahi mengenai tujuan manajemen keuangan sekolah terdapat persamaan pendapat.Namun terdapat pertentangan antara pendapat Depdiknas dengan PP Nomor 76 tahun 2012. Depdiknas menyebutkan bahwa kepala sekolah diminta kreatif mencari dana tambahan, sedangkan dalam PP Nomor 76 tahun 2012 menyebutkan bahwa dana sekolah hanya bersumber dari BOS saja. Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik benang merah bahwa tujuan manajemen keuangan sekolah adalah agar pendanaan keuangan sekolah senantiasa terencana dan terlaksana secara transparan, akuntabel, efektif dan efisien.

2.1.5 Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

  Permendiknas Nomor

  69 Tahun 2009, menegaskan bahwa biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama satu tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan.

  BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar (Permendagri, 2011). Sementara itu Dirjen Mandikdasmen (2009) menerangkan bahwa BOS merupakan program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksanaan program wajib belajar.

  Menurut juknis tahun 2013 (Permendikbud Nomor 76 tahun 2012) dan juknis tahun 2014 (Permendikbud Nomor 101 Tahun 2013) BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksanan program wajib belajar.Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.Jadi, program BOS dicanangkan oleh pemerintah untuk pembiayaan pendidikan dasar 9 tahun. Dana BOS dapat digunakan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama satu tahun.

  Berdasarkan PP

  48 Tahun 2008 (dalam Permendikbud Nomor 76 Tahun 2012 dan Nomor 101 Tahun 2013) Tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non personalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak dll. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS. Adapun komponen kegiatan sekolah baik personalia dan nonpersonalia yang diperbolehkan untuk didanai oleh BOS mencakup 13 komponen pembiayaan.

  Permendikbud Nomor 76 Tahun 2012 dan Nomor 101 Tahun 2013 menegaskan bahwa penggunaan dana BOS di sekolah harus didasarkan pada keputusan bersama antara tim manajemen BOS sekolah, Dewan Guru dan Komite Sekolah. Dalam rapat, pihak-pihak tersebut harus memperhatikan juknis yang menyebutkan bahwa penggunaan dana BOS harus memperhatikan empat hal, yaitu: (1) Prioritas utama penggunaan dana BOS adalah untuk kegiatan operasional sekolah; (2) Bagi sekolah yang telah menerima DAK, tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama. Sebaliknya jika dana BOS tidak mencukupi untuk pembelanjaan yang diperbolehkan (13 komponen pembiayaan) maka sekolah dapat mempertimbangkan sumber pendapatan lain yang diterima oleh sekolah, yaitu pendapatan hibah (misalnya DAK) dan pendapatan sekolah lainnya yang sah dengan tetap memperhatikan peraturan terkait; (3) Biaya transportasi dan uang lelah guru PNS yang bertugas di luar jam mengajar harus mengikuti batas kewajaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah; (4) Bunga bank/jasa giro akibat adanya dana di rekening sekolah menjadi milik sekolah dan digunakan untuk keperluan sekolah.

  Pengalokasiandana BOS yang diterima sekolah dapat digunakan untuk membiayai 13 komponen pembiayaan (Permendikbud Nomor 101 Tahun 2013), yaitu:

  1. Pengembangan pustaka: Dana BOS yang diterima

dapat digunakan untuk mengganti buku teks yang

rusak /menambah kekurangan untuk memenuhi

rasio satu siswa satu buku, langganan publikasi

berkala, akses informasi online, pemeliharaan

buku/koleksi perpustakaan, peningkatan

kompetensi tenaga pustakawan, pengembangan

database perpustakaan, dan pemeliharaan perabot

perpustakaan. Dana BOS yang digunakan

minimal 5%.

  2. Penerimaan siswa baru: Dana BOS yang diterima

dapat digunakan untuk biaya pendaftaran,

penggandaan formulir, administrasi pendaftaran,

pendaftaran ulang, biaya pendataan data pokok

pendidikan, dan pembuatan spanduk sekolah

bebas pungutan. Dana BOS dapat pula digunakan

untuk konsumsi panitia dan uang lembur dalam

rangka penerimaan siswa baru. Standar

pembiayaan mengacu kepada batas kewajaran

setempat atau batas yang telah ditetapkan Pemda.

  3. Kegiatan pembelajaran dan ektra kurikuler siswa:

Dana BOS dapat digunakan untuk membiayai

PAKEM (SD), pembelajaran kontekstual (SMP),

pengembangan pendidikan karakter,

pembelajaran remidial, pengayaan, pemantapan

persiapan ujian dan olahraga, kesenian, karya

ilmiah remaja, pramuka dan palang merah

remaja, dan pembiayaan UKS. Dalam hal ini,

honor tambahan guru, semua keperluan yang

berkaitan dengan kegiatan tersebut, dan

transportasi dapat pula di penuhi dengan dana

BOS.

  4. Kegiatan ulangan dan ujian: Dana BOS dapat juga

digunakan untuk membiayai keperluan ulangan

harian, ulangan umum, dan ujian sekolah.

Secara lebih rinci, dana BOS dapat dapat juga

digunakan untuk fotocopy, penggandaan soal, honor koreksi ujian, dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa.

  5. Pembelian bahan-bahan habis pakai: Dana BOS yang diterima dapat juga digunakan untuk membiayai keperluan sekolah yang habis pakai, seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, dan pengadaan suku cadang alat kantor.

  6. Langganan daya dan jasa: Dana BOS dapat digunakan untuk membiayai daya dan jasa yang bersifat langganan, seperti listrik, air, dan telepon, internet (fixed/mobilemodem) baik dengan cara berlangganan maupun prabayar, pembiayaan penggunaan internet termasuk untuk pemasangan baru, dan membeli genset atau jenis lainnya yang lebih cocok di daerah tertentu misalnya panel surya, jika di sekolah tidak ada jaringan listrik. Juknis 2013 dan 2014 menentukan bahwa sekolah dapat menggunakan dana BOS untuk membiayai internet dengan mobile modem dengan biaya langganan maksimal Rp. 250.000,- per bulan.

  7. Perawatan sekolah: Dana BOS dapat digunakan untuk merawat sekolah. Dalam ini perawatan yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan fisik, seperti pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah (kamar mandi dan WC), perbaikan lantai ubin/keramik, dan perawatan fasilitas sekolah lainnya.

  8. Pembayaran honorarium bulanan: Sekolah dapat menggunakan dana BOS untuk membayar insentif guru dan karyawan tiap bulannya. Selanjutnya, pemerintah telah menentukan bahwa batas maksimum penggunaan dana BOS untuk belanja pegawai (honor guru/tenaga kependidikan honorer dan honor-honor kegiatan) di sekolah negeri sebesar 20% dari total dana BOS yang diterima oleh sekolah dalam satu tahun.

  9. Pengembangan profesi guru: Selanjutnya, untuk mewujudkan guru yang lebih profesional, dana BOS dapat pula digunakan untuk berbagai kegiatan peningkatan profesionalisme guru, seperti KKG/MGMP, KKKS/MKKS, atau menghadiri seminar yang terkait langsung dengan peningkatan mutu pendidik dan ditugaskan oleh sekolah.

  10. Membantu siswa miskin: Dana BOS dapat

digunakan untuk pemberian tambahan bantuan

biaya transportasi bagi siswa miskin yang

menghadapi masalah biaya transport dari dan ke

sekolah, pembelian alat transportasi sederhana

bagi siswa miskin yang akan menjadi barang

inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu

penyeberangan, dll), membeli seragam, sepatu dan

alat tulis bagi siswa penerima bantuan siswa

miskin (BSM) sebanyak penerima BSM, baik dari

pusat, provinsi maupun kabupaten/kota di sekolah

tersebut.

  11. Pembiayaan pengelolaan BOS: Kebutuhan untuk

sistem operasional BOS, menyusun anggaran

belanja, dll memerlukan beberapa perangkat

seperti komputer, kertas, tinta, flashdisk. Dari

segi administrasi, kegiatan surat menyurat juga

memerlukan dana untuk pembuatan surat dan

pendistribusiannya. Selain itu, tim pengelola

BOS yang sudah bersusah payah menyusun dan

mengelola dana BOS sudah sepantasnya

mendapatkan imbalan dari kerja keras mereka.

  12. Pembelian perangkat komputer: Penggunaan

dana BOS dapat dialokasikan untuk membeli

dekstop/workstation atau printer plus scanner.

Dalam juknis 2013 penggunaan dana ini

dibatasi dengan ketentuan bahwa printer 1

unit/tahun desktop/work station maksimum 5

unit untuk SMP dan 3 unit untuk SD. Peralatan

komputer tersebut harus dicatat sebagai inventaris

sekolah.

  13. Biaya lainnya jika seluruh komponen 1 s.d 12 telah

terpenuhi pendanaannya dari BOS: Alat

peraga/media pembelajaran, mesin ketik, peralatan

UKS, pembelian meja dan kursi siswa jika meja

dan kursi yang ada sudah rusak berat.

  13 komponen pembiayaan yang tertuang dalam juknis 2013 dan 2014 sudah mencakup seluruh aspek yang perlukan oleh sekolah untuk setiap tahunnya. Aspek satu dan yang lain saling terkait, sehingga apabila pemenuhan anggaran untuk salah satu poin terganggu, maka akan berimbas ke poin yang yang lain pula. Jadi tim manajamen BOS, komite, dan guru harus benar-benar bijaksana dalam pengelolaan dana BOS.

  Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Selain itu, program BOS dapat ikut berperan dalam mempercepat pencapaian standar pelayanan minimal di sekolah (Permendikbud Nomor 76 Tahun 2012 dan Nomor 101 Tahun 2013).

  Tujuan khusus program BOS adalah: (1) Membebaskan pungutan bagi seluruh peserta didik SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SD-SMP SATAP/SMPT negeri terhadap biaya operasi sekolah: (2) Membebaskan pungutan seluruh peserta didik miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; (3) Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi peserta didik di sekolah swasta.

  Terlihat jelas bahwa program BOS bertujuan untuk menciptakan pendidikan dasar 9 tahun gratis. Siswa atau orang tua siswa tidak perlu lagi untuk memikirkan biaya pendidikan dasar 9 tahun.Selain itu, dengan program BOS ini mempercepat pencapaian standar pelayanan minimal di setiap sekilah dasar. Pembiayaan pendidikan di sekilah negeri atau swasta sudah terbiayai oleh program BOS. Jadi, sekolah tidak perlu mencari sumber dana untuk mencapai standar pelayanan tersebut, melainkan hanya mengelola dana BOS yang diterima tiap tahunnya. Namun demikian, Permendikbud Nomor 76 Tahun 2012 dan Nomor 101 Tahun 2013 tetap mengizinkan sekolah untuk mencari sumber dana selain dari BOS.

  Selanjtnya Permendikbud Nomor 76 Tahun 2012 dan Nomor 101 Tahun 2013 menyebutkan bahwa sasaran program BOS adalah sama yaitu SD/SDLB dan SMP/ SMPLB/SMPT, termasuk SD-SMP Satu Atap (SATAP) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKB Mandiri) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Permendikbud Nomor 76 Tahun 2012 (Juknis BOS 2013) dan Permendikbud Nomor 101 Tahun 2013 (Juknis BOS 2014) menegaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan dana BOS. Terdapat banyak persamaan yang terdapat dari kedua juknis tersebut, baik dari segi pengertian, tujuan, sasaran, organisasi pelaksanaan, prosedur pelaksanaan, penyaluran dana, penggunaan dana BOS, pertanggung jawaban, sampai pada pengawasan, pemeriksaan dan sanksi. Hanya ada satu perbedaan mendasar yang terdapat pada kedua juknis tersebut, yaitu pada besaran dana BOS yang diterima oleh SD/SDLB dengan jumlah siswa kurang dari 80 dan SMP/SMPLB/Satap dengan jumlah siswa kurang dari 120.

  Permendikbud Nomor 76 Tahun 2012 menegaskan bahwa besaran dan BOS yang diterima setiap sekolah berdasarkan jumlah siswa. Sedangkan jumlah penerimaan dana BOS/siswa/tahun adalah Rp. 580.000,- untuk SD/SDLB dan Rp. 710.000,- untuk SMP/SMPLB/Satap.

  Berdasarkan Permendikbud tersebut, penerimaan dana BOS cenderung tidak merata. Besaran dana BOS yang diterima tiap sekolah cenderung berbeda tergantung dari jumlah siswa dalam sekolah tersebut. Sebuah sekolah SD/SMP (sederajat) dengan jumlah siswa sedikit akan merima dana relatif lebih sedikit dibandingkan dengan sekolah besar dengan jumlah siswa yang banyak. Hal ini mengakibatkan jumlah perkalian dana yang berbeda dari masing-masing sekolah. Apabila jumlah besaran yang diterima sedikit, maka biaya tersebut belum tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan belanja sekolah tiap tahunnya. Sebaliknya, apabila jumlah siswa banyak, besaran yang diterima relatif lebih banyak, dan akan memudahkan sekolah untuk mencukupi kebutuhan belanja tiap tahunnya.

  Dampak inilah, yang mendasari perubahan kebijakan pemerintah terkait penerimaan dana BOS tiap sekolah/tahunnya.

  “Agar pelayanan pendidikan di sekolah

dapat berjalan dengan baik, maka pemerintah

akan memberikan dana BOS bagi sekolah

setingkat SD dengan jumlah peserta didik

kurang dari 80 peserta didik sebanyak 80

peserta didik dan SMP yang kurang dari 120

peserta didik sebanyak 120 peserta didik ….

  

Jadi jumlah dana BOS yang diterima

sekolah dalam kelompok ini adalah: a. = 80 x Rp.580.000,- SD sebesar

  /tahun = Rp 46.400.000,-/tahun b.

SMP/Satap sebesar = 120 x Rp 710.000,-

/tahun = Rp 85.200.000,-

  /tahun”. (Permendikbud Nomor 101 Tahun 2013)

  Dalam Permendikbud Nomor 101 Tahun 2013, terdapat perbedaan jumlah besaran yang diterima sekolah tiap tahunnya. Bagi sekolah SD/SDLB dengan jumlah siswa lebih dari 80 dan SMP/SMPLB dengan jumlah siswa lebih dari 120, maka jumlah penerimaan dana BOS tetap akan dikalikan dengan jumlah siswa pada sekolah tersebut. Sedangkan bagi SD/SDLB dengan jumlah siswa kurang dari 80, maka jumlah besaran dana BOS yang diterima tiap tahunnya tetap akan dikalikan 80. Sedangkan untuk SMP/SMPLB dengan jumlah siswa kurang dari 120, maka jumlah besaran dana BOS yang diterima tiap tahunnya tetap akan dikalikan 120.

  Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa BOS merupakan program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan secara umum program BOSbertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar sembilan tahun yang bermutu.

2.1.6 Evaluasi

  Wirawan (2011:9) mendefinisikan bahwa evaluasi pada dasarnya adalah melakukan penilaian kualitas

  

(merit) mengenai baik buruknya atau tinggi rendahnya

  kualitas program yang dievaluasi, dan penilaian manfaat (worth), bermanfaat tinggi atau rendahnya program, dalam kaitan dengan tujuan atau standar tertentu. Chelimsky (dalam Sukmadinata 2006:112), mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Selan- jutnya Stufflebeam (dalam Arikunto, 2010:2) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Definisi evaluasi juga dikemukakan oleh Arikunto (2010:18) yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.

  Beberapa ahli tersebut memandang sebuah evaluasi dengan cara yang berbeda. Adapun persamaan dari definisi-definisi tersebut adalah evaluasi merupakan sebuah penilaian, penelitian/investigasi dan penyajian data secara sistematis, dan evaluasi digunakan untuk menentukan alternatif-alternatif kebijakan yang akan diputuskan selanjutnya (setelah evaluasi selesai). Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap suatu program terutama tentang pelaksanaannya dan hasil yang diperolah karena proses tersebut.

  Dari uraian evaluasi di atas dapat didefinisikan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap implementasi dan efektifitas suatu program.

2.1.7Program

  Menurut Widoyoko (2013:8) program diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan seksama dan dalam pelaksanaanya berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan banyak orang. Sedangkan Joan L. Herman & Cs dalam Tayibnapis (2008:9) program ialah segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Suharsimi Arikunto (2010:4) mendefinisikan program sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjasi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

  Dari pendapat Widoyoko (2013:8) bahwa program merupakan serangkaian rencana yang berkesi- nambungan. Pendapat Joan L. Herman & Cs dalam Tayibnapis (2008:9) mengemukakan bahwa Program adalah segala yang dicoba untuk mendapatkan hasil, sedangkan definisi Arikunto (2010:4) tersebut menganggap program sebagai suatu rencana.Dapat dikatakan berdasarkan ketiga definisi tersebut bahwa program BOS merupakan suatu rencana yang disusun dalam sebuah manajemen BOS demi membuat pelaksanaan rencana tersebut lebih sistematis.

2.1.8 Evaluasi Program

  Stufflebeam (dalam Arikunto, 2010:5) berpendapat bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Di sisi lainCommittee on Standards for Educational Evaluation dalam Widoyoko (2013:9) mendefinisikan evaluasi program merupakan evaluasi yang menilai aktivitas di bidang pendidikan dengan menyediakan data yang berkelanjutan.

  Evaluasi program menurut Stufflebeam cakupannya lebih luas dari definisi yang dikemukanakan oleh Widoyoko. Widoyoko mendefinisikan evaluasi program lebih spesifik. Dari dua pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa evaluasi program adalah upaya yang dilakukan dalam menilai aktivitas dengan menyediakan data yang berkelanjutan untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.

  Hal terpenting dan perlu ditekankan dalam menentukan program, yaitu: (1) Realisasi atau implementasi suatu kebijakan, (2) Terjadi dalam waktu yang relatif lama, karena merupakan kegia- tan berkesinambungan, (3) Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Adapun kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi suatu program, keputusan yang diambil diantaranya: Menghentikan program, karena dipandang program tersebut tidak ada manfaatnya atau tidak dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan segala sesuatunya sudah berjalan dengan harapan. Menyebarluaskan program, karena program tersebut sudah berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat waktu yang lain.

2.1.8.1 Tujuan Evaluasi Program

  Arikunto (2010:18) menjelaskan bahwa tujuan diadakannya evaluasi adalah untuk menegetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya. Secara umum penelitian evaluasi diperlukan untuk merancang, menyempurnakan, dan menguji pelaksanaan suatu praktik pendidikan (Sukmadinata,2010:121). Secara lebih rinci tujuan evaluasi program adalah: 1)

  Membantu perencanaan untuk melaksanakan program. 2)

  Membantu dalam penentuan keputusan penyem- purnaan atau perubahan program. 3)

  Membantu dalam penentuan keputusan keber- lanjutan atau penghentian program. 4)

  Menemukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap program. 5)

  Memberikan sumbangan dalam pemahaman proses psikologis, sosial, politik, dalam pelaksanaan program serta faktor yang mempengaruhi program.

  Dari teori tersebut dapat didefinisikan bahwa tujuan evaluasi program adalah untuk membantu menemukan kendala dan dukungan terkait proses pelaksanaan program hingga membuat kebijakan dan keputusan.

2.1.8.2 Manfaat Evaluasi Program

  Evaluasi program sangat penting dan bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan. Alasannya adalah dengan masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan.

  Arifin (2009:4) menguraikan manfaat evaluasi program yaitu dapat memberikan informasi yang akurat dan objektif bagi pembuat kebijakan untuk mengambil keputusan. Keputusan yang diambil yaitu: 1) menghentikan program, 2) merevisi program, 3) melanjutkan program, 4) menyebarluaskan program. Pendapat senada juga dikemukakan Arikunto (2010:22) menyebutkan bahwa kegiatan evaluasi program dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian program, merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program.

  Dua pendapat tersebut bermuara pada satu titik yang dapat nyatakan bahwa manfaat evaluasi program adalah: 1.

  Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.

  2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tapi hanya sedikit).

  3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.

  4. Menyebarluaskan program (melaksanakan program ditempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.

2.1.9 Model Evaluasi CIPP

  Stufflebeam (dalam Wirawan, 2011:92) mengem- bangkan model evaluasi pendidikan yang bersifat komprehensif yang mencakup konteks (context), masukan (input), proses (process), dan hasil (product), yang disingkat menjadi CIPP.

  Arikunto dan Cepi (2010:46-48) mengklarifikasi definisi dari masing-masing poin CIPP. Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. Evaluasi input/masukan merupakan evaluasi yang bertujuan menyediakan informasi untuk menentukan bagaimana menggunakan sumberdaya yang tersedia dalam mencapai tujuan program. Evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai rencana. Evaluasi produk jadi pada masukan mentah.

  Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi dengan sebuah sistem. Dengan demikian, jika tim evaluator sudah menentukan model CIPP sebagai model yang akan digunakan untuk mengevaluasi program yang akan ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponen-komponennya.

  Evaluasi konteks (context evaluation) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah, asset, dan peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas, serta membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang, dan hasilnya.

  Evaluasi masukan (input evaluation) dilaksanakan untuk menilai alternatif pendekatan, rencana tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi kebutuhan kelompok sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumber daya, pelaksana dan jadwal kegiatan yang paling sesuai bagi kelangsungan program.

  Evaluasi proses (process evaluation) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian akan dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui kinerja program dan memperkirakan hasilnya.

  Evaluasi hasil (product evaluation) dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai yang diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang baik bagi pelaksanan kegiatan agar dapat memfokuskan diri dalam mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Menurut Stufflebeam (dalam Wirawan, 2011:92), evaluasi hasil ini dapat dibagi ke dalam penilaian terhadap dampak (impact), efektivitas (effectiveness), keberlanjutan (sustainability), dan daya adaptasi (transportability).

2.2 Kajian Riset Terdahulu

  Banyak peneliti yang telah mengadakan penelitian tentang dana pendidikan terutama dalam hubungannya dengan kualitas pendidikan. Kacey Guin, et al (2011) telah mengadakan penelitian tentang kesenjangan dana di sekolah-sekolah di daerah kota. Kesenjangan dana pendidikan yang diterima sekolah relatif berbeda tergantung usaha sekolah tersebut untuk meningkatkan mutunya. Guin mengadakan penelitian di beberapa sekolah besar dengan jumlah siswa lebih dari 25.000 di daerah Texas. Hasil penelitian yang ditemukan adalah bahwa perbedaan dana yang diterima oleh tiap sekolah sangat jauh berbeda tergantung dari seberapa besar sekolah tersebut ingin memajukan dirinya.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Pembelajaran Di Kalangan Guru SD Negeri Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Gunungpati Kota Semarang

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Pembelajaran Di Kalangan Guru SD Negeri Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Gunungpati Kota Semarang

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program BOS Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di Sekolah Dasar Negeri Srondol Wetan 02 Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Tahun 2014

0 0 14

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 16

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SD Negeri Kemirirejo 3 Kota Magelang

0 0 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SD Negeri Kemirirejo 3 Kota Magelang

0 1 44

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SD Negeri Kemirirejo 3 Kota Magelang

0 1 33

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Bantuan Operasional Sekolah di SD Negeri Mojosari Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung Tahun Anggaran 2014

0 0 6