ISLAM DI ANDALUSIA DAN SPANYOL

ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL)

A. PENDAHULUAN
Ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran di daerah Semenanjung Arab, bangsabangsa Eropa justru mulai bangkit dari “tidurnya yang panjang” yang kemudian dikenal dengan
Renaisans. Kebangkitan tersebut bukan hanya dalam bidang politik, yaitu dengan keberhasilan
Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, melainkan juga dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Harus diakui bahwa bidang ilmu dan teknologi itulah
yang mendukung keberhasilan Negara-negara baru di Eropa. Akan tetapi, kemajuan Eropa tidak
dapat dipisahkan dari peran Islam saat menguasai Spanyol.1
Dari Spanyol Islam, Eropa banyak menimba ilmu pengetahuan. Ketika Islam mencapai
masa keemasannya, Kota Cordova dan Granada di Spanyol merupakan pusat-pusat peradaban
Islam yang sangat penting dan dianggap menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu, orang-orang
Eropa Kristen, Katolik, dan Yahudi dari berbagai wilayah dan Negara banyak belajar di
perguruan-perguruan tinggi Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang-orang Eropa.2 Di sini
pula mereka dapat hidup dengan aman penuh dengan kedamaian dan toleransi yang tinggi,
kebebasan untuk berimajinasi, serta adanya ruang yang luas untuk mengekspresikan jiwa-jiwa
seni dan sastra.
Penduduk keturunan Spanyol dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori. Pertama,
kelompok yang telah memeluk Islam. Kedua, kelompok yang tetap pada keyakinannya, tetapi
meniru adat dan kebiasaan bangsa Arab, baik dalam bertingkah laku maupun bertutur kata.
Mereka kemudian dikenal dengan sebutan Musta’ribah. Ketiga, kelompok yang tetap perpegang

teguh pada agama semula dan warisan budaya nenek moyangnya. Tidak sedikit dari mereka yang
non-Muslim menjadi pejabat sipil dan militer di dalam kekuasaan Islam Spanyol. Mereka pun
mendapat keleluasaan dalam menjalankan ibadah tanpa diganggu atau mendapat rintangan dari
penguasa Muslim saat itu, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya saat penguasa Kristen
memerintah Spanyol.
Sebelum Islam masuk ke Spanyol, sekitar abad ke 5 Masehi, bangsa Jerman mendatangi
Semenanjung Iberia. Theodoric, Raja Ostogoth, mendirikan istananya di Toledo sekitar tahun
513 M. Kemudian, pada tahun 569 M Leovigildo, seorang Raja Visigoth menjadikan Toledo

1
2

Suwito. Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 109.
Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Grafindo Persada, 2003) hal. 87.

1

sebagai ibukota Kerajaan Visigoth Spanyol. Sejak itulah, Toledo mengalami kejayaannya yang
pertama. Pada tahun 689 M, Raja Recaredo menjadikan Katholik sebagai agama resmi di
Spanyol.

Pada awal abad ke 8 Masehi, para pendatang baru berdatangan ke daratan Eropa (Spanyol).
Pendatang tersebut adalah bangsa Arab yang membawa agama Islam. Sejak espansi Bani
Umayyah Spanyol pada tahun 711 M yang dipimpin oleh Thariq bin Ziyad, Spanyol menjadi
bagian wilayah kekuasaan Islam. Umat Islam pun berkuasa di Spanyol hampir delapan abad,
yaitu dari tahun 711 – 1492 M.
B. SEJARAH SINGKAT PENGUASAAN ISLAM ATAS SPANYOL
Sebelum menaklukan Spanyol, umat Islam terlebih dahulu menguasai Afrika Utara dan
menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya
atas Afrika Utara terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik (685 – 705 M). Afrika Utara
dipimpin oleh seorang Gubernur, yaitu Husna Ibn Nu’man, kemudian diganti oleh Musa bin
Nusyair. Tampaknya tujuan umat Islam menguasai Afrika Utara adalah membuka jalan untuk
mengadakan ekspedisi lebih besar ke Spanyol karena dari Afrika Utara itulah ekspedisi ke
Spanyol lebih mudah dilakukan.
Ekspedisi umat Islam ke Spanyol terjadi masa Al-Walid menjabat khalifah (705 – 715 M)
(Syalabi, IV, 1979: 26). Al-Walid mengizinkan gubernurnya untuk mengirimkan pasukan militer
ke Spanyol. Pada awalnya, Musa bin Nusyair mengutus Tharif bin Malik untuk memimpin
pasukan ekspedisi yang bertujuan menjajagi daerah-daerah sasaran. Musa bin Nusyair
menugaskan Thariq bin Ziyad untuk memimpin pasukan tentara sebanyak 7.000 orang. Tentara
tersebut sebagian besar terdiri atas orang Barbar. Pada tahun 711 M, Thariq bin Ziyad berlayar
melalui Laut Tengah menuju daratan Spanyol dan berhasil mendarat di sebuah bukit yang

kemudian diberi nama Gibraltar (Jabal Thariq) (Ibn Al-Atsir, IV, 1965: 56).
Ketika Raja Roderick mengetahui bahwa Thariq bin Ziyad dengan pasukannya telah
memasuki negeri Spanyol, ia mengumpulkan pasukan penangkal sejumlah 25.000 tentara.
Menyadari jumlah musuh yang jauh berbeda, Thariq meminta bantuan kepada Musa bin Nusyair,
akhirnya Thariq mendapat tambahan pasukan sebanyak 12.000 tentara (Ibn Al-Atsir, IV, 1965:
56).
Pada hari Minggu tanggal 18 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu di Danau Janda dekat
mulut sungai Barbate. Pertemuan berlangsung selama 8 hari dan kemenangan berada di pihak
Thariq. Tentara Thariq dalam pertempuran itu mendapat bantuan dari pasukan Roderick yang

2

membelot, Thariq kemudian meneruskan penaklukan ke Toledo. Kemudian Archidona dan
Granada dapat ditundukan dan satu detasemen yang dipimpin oleh Mughitr Ar-Rumi dapat
menaklukan kota Cordova yang kemudian dijadikan ibukota pemerintahan Islam (Hitti, 1970:
494).
Kedatangan Islam sudah tentu membawa kultur baru yang memperkaya Spanyol pada
umumnya. Oleh karena itu, akhirnya Spanyol (Andalusia) menjadi salah satu pusat peradaban
dunia, mengimbangi kejayaan Dinasti Umayyah di Damsyik (Damaskus) dan Dinasti Abbasiyah
di Baghdad. Tak salah apabila dikatakan Andalusia turut berperan merintis jalan menuju zaman

Renaisans di Eropa.
Setelah Spanyol dengan kota-kota pentingnya jatuh ke tangan umat Islam, sejak saat itu
secara politik Spanyol berada di bawah kekuasaan khalifah Bani Umayyah, dan untuk memimpin
wilayah baru tersebut, pemerintah pusat yang berpusat di Damaskus mengangkat seorang wali
(gubernur).
Dalam melakukan ekspansi di Spanyol, umat Islam dengan mudah dapat meraih berbagai
kemenangan sehingga dalam waktu yang relatif singkat, umat Islam dapat menguasai Spanyol.
Ada beberapa faktor yang mendukung proses penguasaan umat Islam atas Spanyol, di antaranya:
1. Sikap penguasa Ghotic (sebutan lazim kerajaan Visighotie) yang tidak toleran terhadap
aliran agama yang berkembang saat itu. Penguasa Visighotie memaksakan aliran agamanya
kepada masyarakat. Penganut agama Yahudi yang merupakan komunitas terbesar dari
penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen, dan mereka yang tidak bersedia
akan disiksa dan dibunuh (Syed Mahmudunnasir, 1981: 213). Dalam kondisi tertindas secara
teologis, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas. Dan juru pembebas tersebut
mereka temukan dari orang-orang Islam. Demi kepentingan mempertahankan keyakinan,
mereka bersekutu dengan tentara Islam melawan penguasa.
2. Perselisihan antara Raja Roderick dengan Witiza (Walikota Toledo) di satu pihak dan Ratu
Julian di pihak lain. Oppas dan Achila, kakek dan anak Witiza menghimpun kekuatan untuk
menjatuhkan Roderick, bahkan berkoalisi dengan kaum muslimin di Afrika Utara. Demikian
pula Ratu Julian, ia bahkan memberikan pinjaman 4 buah kapal yang dipakai oleh Tharif,

Thariq, dan Musa (Ahmad Syalabi III, 1965: 30)
3. Tentara Roderick tidak mempunyai semangat perang (Ahmad Syalabi III, 1965: 30)

3

C. PROSES KEHIDUPAN SOSIAL-POLITIK DI SPANYOL
Sejak kemenangan Pasukan Islam di bawah kekuasaan Dinasti Amawiyyah I Damaskus
berhasil merebut dan mengintervensi berbagai kekuatan politik lainnya di Afrika Utara, Spanyol
dengan serta merta telah ikut menyempurnakan keberhasilan mereka. Penaklukan ke wilayah ini
oleh Thariq bin Ziyad pada tahun 710 M sepertinya tidak mendapatkan perlawanan yang berarti
dari penguasa mereka karena secara politis kekuatan pemerintahan mereka pada kondisi yang
lemah, di mana posisi rakyatnya sedang bersebrangan dengan penguasanya. Sejak pertama kali
berkembangnya kekuasaan dan kepemimpinan Islam di Spanyol, tampaknya telah memainkan
peranan yang sangat besar dalam membangun citra budaya dan peradaban kemanusiaan di
wilayah ini. Masa ini berlangsung selama hampir delapan abad (711 – 1492 M).
Setelah menjadi bagian dari wilayah Islam, Spanyol diperintah oleh wali-wali Gubernur
yang diangkat langsung oleh pemerintahan pusat Bani Umayyah I di Damaskus, sebagai bentuk
pengakuan keberhasilan mereka. Pada periode awal, secara umum pertumbuhan penduduk di
wilayah ini rupanya masih diwarnai oleh berbagai gangguan dari luar (raja-raja Kristen) dan
konflik-konflik kecil di dalam akibat munculnya berbagai kepentingan dari masing-masing wali

gubernurnya. Konflik-konflik kelompok ini tampaknya berhubungan erat dengan efek dari
kebijakan awal pemerintahan Amawiyah I Damaskus mengatur kependudukan baru umat Islam
dalam menempati wilayah baru di Spanyol ini. Saat proses migrasi, terutama antara abad ke 8
sampai awal abad ke 9 M, aktivitas multietnis dan golongan dari penduduk Islam yang berasal
dari masing-masing Jazirah Arab dan Afrika Utara, terus dibiarkan begitu saja tanpa ada
penanganan khusus yang bisa menertibkan dan menyatukannya. Mereka hidup dalam kolonikoloni kelompok imigran asal daerah masing-masing. Seperti halnya para imigran dari Syiria,
Yaman, Mesir, Maroko dan sebagainya, yang untuk selanjutnya mereka memilih dan menempati
lokasi-lokasi baru di wilayah ini pun, berjalan sesuai dengan kondisi dan tradisi kelompoknya
masing-masing asal mereka.
Secara umum tampak sekali persaingan antara koloni-koloni asal Afrika Utara dan kolonikoloni asal Arab. Pada tahun 714 M, orang-orang Berber mulai memainkan peran politiknya
dengan melakukan pemberontakan umum terhadap orang-orang Arab. Khalifah Damaskus
akhirnya mengirim komandonya Balj bin Bishr untuk menertibkan para imigran ini. Sebagai
hadiahnya, ia memperoleh wilayah pantai Spanyol dan Mediterania. Selanjutnya, pasukan asal
Syiria ini berikut sejumlah koloninya akhirnya menempati distrik-distrik yang disesuaikan
dengan sistem dan pola-pola ketentaraannya, mereka tidak mau melakukan pembauran dengan
kelompok lainnya. Penempatan itu meliputi orang-orang Damaskus di Elvira, Jordan di Malaya,

4

Palestina di Sedonia, Hims di Sevilla, Qinasrin di Jaen. Sedangkan angkatan perang asal Mesir

menetap di Beja dan Murcia.
Kebiasaan imigran asal Maroko yang biasa hidup di daerah-daerah pegunungan, tampak
juga lebih senang memilih lokasi-lokasi yang sama, sebagaimana wilayah asalnya, misalnya
mereka lebih senang memilih lokasi di Sevilla atau Toledo. Begitu juga seluruh Imigran asal
suku-suku Arab Yaman, selalu menunjukan gejala yang sama sesuai dengan kecenderungan
mereka masing-masing, dengan memilih lokasi atas dasar nurani koloninya. Kenyataan ini
akhirnya diperkuat lagi dengan munculnya sejumlah amir-amir mereka yang seolah-olah semakin
mengukuhkan komunalitas kepemimpinan kelompok tersebut. Ternyata kenyataan seperti ini
kelak pada abad ke 11 di mana saat penguasa Dinasti Amawiyah II mulai melemah, sangat besar
dalam melahirkan dan menumbuh suburkan munculnya kerajaan-kerajaan kecil di kawasan
Spanyol yang biasa disebut muluk al-thawaif. Secara umum, Dinasti Amawiyah II Spanyol
terbagi kedalam lima tahap perkembangan:
1. Masa migrasi penduduk dan konsolidasi politik, tahun 711 – 755 M.
2. Masa pertumbuhan dan pembinaan sekitar tahun 756 – 852 M.
3. Masa krisis dan masa pemberontakan 852 – 912 M.
4. Masa kegemilagan 912 -976 M.
5. Masa kelemahan dan kejatuhan 976 – 1031 M.3
D. PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL
Sejak pertama kali menginjakan kakinya di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam
terakhir, sekitar tujuh setengah abad lamanya Islam memainkan peranan yang besar, baik dalam

bidang kemajuan intelektual (filsafat, sains, fiqih, musik dan kesenian, serta bahasa dan sastra)
maupun kemegahan bangunan fisik (Cordova dan Granada).4 Sejarah panjang yang dilalui umat
Islam di Spanyol dapat dibagi menjadi enam periode berikut:5
1. Periode pertama (711-755 M)
Pada periode ini Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh
Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri
Spanyol belum tercapai secara sempurna dan gangguan-gangguan masih terjadi baik dari dalam
maupun dari luar. Gangguan dari dalam berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama
3

Ajid Thohir. Perkembangan Peradaban Dunia Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hal. 58-60.
Suwito. Op.Cit., hal. 111.
5
Sulasman, Suparman. Sejarah Islam di Asia & Eropa (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hal. 247.

4

5

akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara

Khalifah Damaskus dan Gubernur Afrika Utara yang berpusat di Khairawan. Masing-masing
mengaku paling berhak menguasai daerah Spanyol. Oleh karena itu terjadi dua puluh kali
pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang sangat singkat.
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di
pegunungan yang tidak pernah tunduk pada pemerintahan Islam. Karena seringnya terjadi konflik
maka dalam periode ini Islam Spanyol belum melakukan pembangunan di bidang peradaban dan
kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya abd Rahman al-Dakhil ke Spanyol tahun 755
M.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir
(panglima atau gubernur), tetapi tidak tunduk pada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu
dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang
memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia
berhasil mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada
periode ini adalah Abdurrahman Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman Al-Ausath,
Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini umat Islam Spanyol memperoleh kemajuan, baik di bidang politik maupun
peradaban. Abdurrahman Al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kotakota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang
memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Adapun Abdul Rahman Al-Ausath dikenal sebagai
penguasa yang cinta ilmu.6 Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama pada zaman

Abdurrahman Al-Ausath.
Pada pertengahan abad ke-9 masehi, stabilitas Negara terganggu dengan munculnya
gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom).7 Gangguan politik yang paling
serius pada periode ini datang dari umat Islam. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852
M membentuk Negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu, sejumlah orang
yang tidak puas membangkitkan revolusi. Salah satunya adalah pemberontakan yang dipimpin
oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu,

Ahmad Syalabi. Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah Jilid 4 (Kairo: Maktabah AlMishriyah, 1979) hal. 41-50.
7
Jurji Zaidan. Tarikh al-Tamaddun al-Islami juz III (Kairo: Dar Al-Hilal) hal. 200.

6

6

perselisihan antara orang-orang Barbar dengan orang-orang Arab masih sering terjadi.8 Ada yang
berpendapat pada periode ini dibagi menjadi dua, yaitu masa keamiran (755-912 M) dan masa
kekhalifahan (912-1013).9
3. Periode Ketiga (912-1013 M)

Periode ini berlangsung dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir”
sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif. Pada
periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, Penggunaan gelar Khalifah
tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III bahwa Muktadir, Khalifah
Daulah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia karena dibunuh oleh pengawalnya.
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi
kejayaan Daulah Abbasiyah di Baghdad. Abdurahman Al-Nasir mendirikan Universitas Cordova.
Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Ia mendahului Al-Azhar Kairo dan
Nizhamiyah Baghdad, juga menarik minat para siswa Kristen dan Muslim, baik di Spanyol
mupun wilayah-wilayah lain di Eropa, Afrika, dan Asia.10
Awal kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta
dalam usia 11 tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Tahun 1013
M, Dewan Menteri yang memimpin Cordova menghapuskan jabatan Khalifah. Ketika itu,
Spanyol terpecah ke dalam banyak negara-negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.11
4. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti
Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Negara kecil yang terbesar diantaranya adalah
Abbadiyah di Seville. Pada periode ini ummat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian
intern. Ironisnya, jika terjadi perang saudara, pihak-pihak yang bertikai meminta bantuan kepada
raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam, untuk
pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan.
Meskipun kehidupan politik tidak stabil, pada masa itu kehidupan intelektual terus berkembang.

8

Badri Yatim. Op.Cit., hal. 96.
Musyrifah Sunarto. Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Penada Media, 2003) hal. 119.
10
Phillip K. Hitti. History of The Arab (London: Macmillan Press, 1970) hal. 26.
11
W. Montgomery Watt. Kejayaan Islam: Kajian Kritis Dari Tokoh Orientalis (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990)
hal. 217-218.

9

7

Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu
istana ke istana lain.12
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun terpecah dalam beberapa negara tetapi ada
kekuatan dominan yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun
(1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah gerakan agama yang didirikan Yusuf
ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M, ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang
berpusat di Marakesy. Pada masa Dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya
tahun 1118 M.
Dinasti Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumazi (w.1128 M). Dinasti ini
datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abdul Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen
memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami
Muwahiddun menyebabkan penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika
Utara pada tahun 1235 M. Pada tahun 1238 M, Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan
Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol, kecuali Granada, lepas dari kekuasaan
Islam.13
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah Dinasti Bani Ahmar
(1235-1492M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti pada zaman Abdurrahman AnNasir, akan tetapi secara politik Dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan
Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orangorang istana dalam perebutan kekuasaan.
Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang terhadap ayahnya karena menunjuk
anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Ia memberontak dan berusaha merampas
kekuasaannya. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad Ibn
Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan Isabella untuk
menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu
Abdullah naik takhta.14
Ferdinand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui
perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Kedua-duanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat

12

Badri Yatim. Op.Cit., hal. 98.
Ahmad Syalabi. Op.Cit., hal. 76.
14
Ibid.

13

8

Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen dan pada
akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella, kemudian
hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasan Islam di Spanyol tahun 1492 M.
Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan
Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.15

E. LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAHAN DI SPANYOL
Pemerintahan pusat di Andalusia dalam menjalankan roda pemerintahannya dibantu oleh
beberapa lembaga, dan secara substansif lembaga-lembaga ini tidak jauh berbeda dengan
lembaga-lembaga yang pernah ada di pemerintahan sebelumnya, ketika masih di bawah
kekuasaan pusat Amawiyah I di Damaskus. Tetapi sejak Al-Dakhil berkuasa dan mengubah
wilayah ini menjadi marah, ia juga melakukan perubahan fungsi dan status kelembagaan yang
ada sesuai dengan kebutuhan penataan wilayah dan masyarakatnya, yang utama karena untuk
diselaraskan dengan kepentingan penataan politiknya. Sejak dulu, ketika Andalus sebagai bagian
provinsi dari wilayah Afrika Utara yang berpusat di Kairawan, wilayah ini telah memiliki
lembaga-lembaga formal yang mengatur jalannya kehidupan sosial-politik dan keagamaan.
Sehingga sejak saat itu, ruang lingkup dan tingkat kewenangan lembaga-lembaga yang ada
semakin diperluas dan menjadi lembaga yang cukup kompleks.
Amir Andalus sebagai pemerintah pusat di Spanyol yang berkedudukan di Istana Cordova
adalah sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan yang memiliki kewenangan sangat besar
dan luas. Ia dibantu oleh seorang hajib yang diangkatnya sebagai orang kepercayaan utama, dan
ia bertanggung jawab penuh kepada Amir Andalus ini. Pada masa-masa awal pemerintahannya,
seluruh persoalan Negara ditangani oleh hajib, tetapi pada periode-periode berikutnya di bawah
hajib ada lagi majelis wazir yang berfungsi untuk menangani seluruh urusan teknis
kelembagaan/departemen. Dalam hal ini, Hajib pada akhirnya hanya berfungsi sebagai
penghubung antara amir pusat dengan majelis wazir ini. Majelis wazir ini yang sekarang disebut
sebagai Menteri Negara, sedangkan Hajib berfungsi sebagai Perdana Menterinya. Wazir-wazir
inilah yang berfungsi sebagai tiang-tiang penyangga penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Adapun pembagian bidang-bidang tugas para wazir pada saat ini adalah:
1. Wazir yang mengurusi keharta bendaan Negara;
2. Wazir yang mengurusi administrasi Negara/surat-menyurat;

15

Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1985) hal. 82.

9

3. Wazir yang mengurusi pengaduan tindakan madzalim/hukum;
4. Wazir yang mengurusi pelabuhan; sekarang syahbandar pelabuhan dan perhubungan laut.16

F. KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DI SPANYOL
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol umat Islam telah mencapai
kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa
Eropa dan dunia pada kemajuan yang lebih kompleks.
1. Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan ini mendatangkan penghasilan ekonomi
yang tinggi dan banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas
Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar
(umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), as-Shaqalibah (penduduk daerah antara
Konstantinopel dengan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam
untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab dan Kristen
yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir,
memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang
melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra dan pembangunan fisik di Spanyol.17
Adapun kemajuan-kemajuan intelektual yang telah dicapai oleh Islam di Spanyol antara
lain:
a. Filsafat
Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke 9 M, yaitu
selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke 5 dan Muhammad ibn Abdul Rahman
(832-886 M). Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor
dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitasuniversitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di Dunia
Islam.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad
ibn al-Sayigh atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajjah. Seperti Al-Farabi dan Ibn Sina di
Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opus-nya adalah
Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Tufail, penduduk asli Wadi
16
17

Ajid Thohir. Op.Cit., hal. 67- 68.
Lutfi Abdul Badi’. Al-Islam fi Isbaniya (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyyah, 1969) hal. 38.

10

Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada. Ia banyak menulis masalah kedokteran,
astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Akhir abad ke 12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar
di gelanggang filsafat Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. Ia lahir pada tahun 1126 M dan
meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah
Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian
filsafat dan agama. Ibnu Rusyd juga seorang ahli fiqh. Salah satu karyanya adalah Bidayatul
Mujtahid.
b. Sains
Spanyol Islam banyak melahirkan tokoh dalam lapangan sains. Ilmu-ilmu kedokteran,
matematika, fisika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Dalam bidang
matematika, pakar yang sangat terkenal adalah Ibnu Sina. Selain ahli dalam bidang tersebut, ia
juga dikenal sebagai seorang teknorat dan ahli ekologi. Bidang matematika juga melahirkan
nama Ibnu Saffat dan Al-Kimmy, yang mana keduanya juga ahli dalam bidang teknik.18
Dalam bidang fisika dikenal seorang tokoh yang bernama Ar-Razi. Dialah yang meletakan
dasar ilmu kimia dan menolak kegunaan yang bersifat takhayul. Dia jugalah yang menemukan
rumusan klasifikasi binatang, tumbuhan, dan numerial.
Dalam bidang kimia dan astronomi, dikenal nama Abbas Ibn Farmas dan Ibrahim Ibn
Yahya An-Naqqosh. Abbas Ibn Farmas adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca
dari batu19 dan Ibrahim Ibn Yahya An-Naqqosh adalah orang yang dapat menentukan waktu
terjadinya gerhana matahari.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir
terkenal. Dalam bidang sejarah, Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negerinegeri muslim Mediterania dan Sisilia, Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai
Samudera Pasai dan Cina, Ibn Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn
Khaldun dari Tunisia adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal
di Spanyol yang kemudian pindah ke Afrika. Sedangkan dalam bidang geografi, Zamakhsyari
(w. 1144 M) seorang Persia menulis Kitabul Amkina wal Jibal wal Miyah (The Book of Places,
Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The Persian Book of Places) tahun
1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan (The Wonders of Lands) tahun 1262, Muhammad
Ibnu Ali Az-Zuhri dari Spanyol menulis satu risalah teori geografi setelah tahun 1140, Al-Idrisi
18
19

Phillip K. Hitti. Op.Cit., hal. 570.
Ahmad Syalabi. Op.Cit., hal. 76.

11

dari Sisilia menulis untuk Raja Normandia, Roger II, yang kemudian diketahui sebagai sebuah
deskripsi geografi yang paling teliti di dunia. Ia juga mengubah ensiklopedia geografi antara
tahun 1154 sampai 1166 untuk William I, Al-Mazini di Granada menulis geografi Islam Timur
dan daerah Volga. Kedua-duanya didasarkan atas perjalanannya.20
c. Fikih
Umat Islam Spanyol dikenal sebagai penganut madzhab Maliki. Madzhab ini
diperkenalkan oleh Ziyad ibn Abdul Rahman yang selanjutnya dikembagkan oleh Ibn Yahya
yang menjadi Qadi pada masa Hisyam Ibn Abdul Rahman. Fuqaha lain yang terkenal pada masa
itu antara lain Abu Baki, Ibn Al-Qitiyah, Munzir Ibn Sa’id Al-Batuthi, dan Ibn Hazm. 21
Sebuah kitab fiqh monumental yang masih menjadi salah satu rujukan dalam lapangan
hukum Islam sampai saat ini, khususnya di Indonesia adalah Bidayatul Mujtahid. Kitab tersebut
buah karya Ibn Rusyd, filosof dan fuqoha Spanyol Islam.
d. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab dengan dengan ketinggian sastra dan tata bahasanya telah mendorong
lahirnya minat yang besar bagi masyarakat Spanyol. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya
bahasa ini menjadi bahasa resmi, bahasa pengantar, bahasa ilmu pengetahuan, dan administrasi.22
Ini dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non Islam. Bahkan penduduk asli Spanyol
menomoduakan bahasa asli mereka.23 Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa
Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Diantaranya adalah Ibn Sayyidih, Ibn
Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur,
dan lain-lain.
e. Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan
tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan
jamuan, ia selalu tampil mempertunjukan kebolehannya. Ia mendirikan sekolah musik di
Cordova. Zaryab adalah artis terbesar di zamannya, siswa sekolah musik Ishak Al-Mausuli dari
Baghdad. Sekolah tersebut kemudian menjadi model sekolah musik lainnya yang bermunculan
belakangan di Villa, Toledo, Valencia, dan Granada.

20

Mehdi Nakosteen. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat (Surabaya: Risalah Gusti, 1996) hal. 243.
Badri Yatim. Op.Cit., hal. 103.
22
Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2016) hal. 121.
23
Sulasman dan Suparman. Op.Cit., hal. 256.

21

12

2. Kemajuan pembangunan fisik
Disamping kemajuan intelektual, Spanyol Islam juga mencapai kemajuan di bidang
pembangunan fisik. Pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak,
antara lain dalam perdangangan, jalan-jalan dan pasar-pasar, bidang pertanian dan lain-lainya.
Dalam bidang pertanian, sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol
yang tidak mengenal sebelumnya. Dam, kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan air
didirikan. Dengan pembangunan irigasi yang baik mereka dapat membangun kebun-kebun tebu,
kapas, padi, jeruk, dan anggur. Di samping pertanian dan perdagangan, industri juga merupakan
tulang punggung ekonomi Spanyol Islam, di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan
industry barang-barang tembikar.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah
pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman dan tamantaman. Di antara pembangunan yang megah adalah Masjid Cordova, kota al-Zahra, Istana
Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun, Masjid Seville dan Istana al-Hamra di
Granada.
a. Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani
Umayyah pada masa Khalifah Abdurrahman Ad-Dakhil (822- 852 M). Cordova mencapai
puncak keindahannya pada masa Abdurrahman An-Nasir (911-961 M). Penguasa Muslim
membangun dan memperindah kota ini. Jembatan besar dibangaun di atas sungai yang mengalir
di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi kota ini. Pohon-pohon dan bunga-bunga
diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana megah yang semakin mempercantik
pemandangan. Setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana
Damsyik.
Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah terdapat masjid Cordova. Menurut Ibn
Ad-Dala’i, terdapat 491 masjid di sana. Menurut Philip K. Hitti di Cordova terdapat 700 masjid
dan 300 buah pemandian umum. Kemudian terdapat istana Raja Az-Zahra yang mempunyai 400
buah ruangan. Istana megah itu sengaja dibangun di kaki gunung dan menghadap sungai
Quadalquiurr yang di atasnya terdapat jembatan yang melintasi sungai tersebut dengan
konstruksi lengkung sebagai penyangga.24

24

Phillip K. Hitti. Op.Cit., hal. 162.

13

b. Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul
sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada pada masamasa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Granada memiliki tanah yang subur, banyak
pegunungan dan sungai-sungai. Pada sebuah bukit kecil yang tingginya 150 meter di atas kota
Granada terdapat sebuah istana yang indah yang dibuat oleh raja Bani Ahmar dan diberi nama
Al-Hamra. Al-Hamra adalah istana yang permai dan megah yang merupakan puncak ketinggian
arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.

G. KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN ISLAM DI SPANYOL
Suatu kebudayaan tentu akan mengalami pasang surut sebagaimana berputarnya sebuah
roda, kadang di atas dan kadang ada di bawah. Hal ini tentu telah menjadi hukum alam.
Demikian juga dengan kekuasaan sebuah imperium, suatu saat dia muncul, berkembang pesat,
lalu jatuh dan hilang.25
Kekuasaan Islam di Spanyol telah banyak memberikan sumbangan yang tak ternilai
harganya bagi peradaban dunia saat ini. Tetapi imperium yang begitu besar akhirnya mengalami
nasib yang sangat memilukan. Ada beberapa faktor penyebab kemunduran yang akhirnya
membawa kehancuran Islam di Spanyol, di antaranya:
1. Munculnya Khalifah-Khalifah yang Lemah
Masa kejayaan Islam di Spanyol dimulai dari periode Abdul Rahman III yang kemudian
dilanjutkan oleh puteranya, yaitu Hakam, sang penguasa yang cinta ilmu pengetahuan dan
kolektor buku serta pendiri perpustakaan (K. Ali, 1981: 311). Pada masa kedua pasangan
tersebut, keadaan politik dan ekonomi mengalami puncak kejayaan dan kestabilan.
Keadaan Negara yang stabil dan penuh kemajuan ini tidak dapat bertahan lagi setelah
Hakam II wafat dan digantikan Hisyam II yang baru berusia 11 tahun (K. Ali, 1981: 311). Dalam
usia yang sangat muda ini, ia diharuskan memikul tanggung jawab yang amat besar. Karena tidak
mempu mengendalikan roda pemerintahan, jalannya pemerintahan dikendalikan oleh ibunya
dengan dibantu oleh Muhammad Ibn Abi Umar yang bergelar Hajib Al-Mansur yang ambisius
dan haus kekuasaan. Sejak saat itu Khalifah hanya dijadikan sebagai boneka oleh Al-Mansur dan
para penggantinya. Ketika Al-Mansur wafat, ia diganti oleh anaknya yaitu Abdul Malik AlMuzaffar dan pengganti Al-Muzaffar adalah Abdul Rahman, penguasa yang tidak punya

25

Dedi Supriyadi. Op.Cit., hal. 123.

14

kecakapan, gemar berfoya-foya, ia tidak disenangi rakyatnya, sehingga Negara menjadi tidak
stabil dan lambat laun mengalami kemunduran.
2. Konflik antara Islam dan Kristen
Setelah menaklukan Spanyol, para penguasa muslim tidak menjalankan kebijakan
Islamisasi secara sempurna. Penduduk Spanyol dibiarkan memeluk agamanya, mempertahankan
hukum dan tradisi mereka. Penguasa Islam hanya mewajibkan mereka membayar upeti, dan tidak
memberontak. Kebijakan ini ternyata menjadi bumerang. Penduduk Spanyol menggalang
kekuatan untuk melawan penguasa Islam. Pertentangan Islam dan Kristen tak pernah berhenti
sampai jatuhnya kekuasaan Islam. Orang-Orang Kristen selalu merasa bahwa kehadiran umat
Islam merupakan ancaman bagi mereka. Setelah kekuasaan Islam melemah, satu persatu kotakota yang dikuasai Islam jatuh ke tangan orang Kristen.
3. Munculnya Muluk Al-Thawaif
Munculnya Muluk Al-Thawaif (dinasti-dinasti kecil) secara politis telah menjadi indikasi
akan kemunduran Islam di Spanyol, karena dengan terpecahnya kekuasaan khalifah menjadi
dinasti-dinasti kecil, kekuatan pun tepecah-pecah dan lemah. Keadaan ini membuka peluang bagi
penguasa provinsi pusat untuk mempertahankan eksistensinya. Masing-masing dinasti
menggerakan segala daya upaya termasuk meminta bantuan orang-orang Kristen.26
Melemahnya kekuasaan Islam secara politis telah dibaca oleh orang-orang Kristen dan
tidak disia-siakan oleh pihak musuh untuk menyerang imperium tersebut. Pada tahun 1080 M,
Al-Fonso dengan tiga kerajaan Kristen (Galicia, Leon, Castile) berhasil menguasai Toledo dan
Bani Dzu An-Nur. 27 Demikian juga kerajaan Kristen Aragon berhasil merebut Huessa (1096 M),
Saragosa (1118 M), Tyortosa (1148 M), dan Kenida (1149 M)28
Pada tahun 1212 M, penaklukan Las Navas de Tolesa oleh koalisi raja-raja Kristen
mengakibatkan Dinasti Al-Muwahiddun yang selama beberapa waktu telah memulihkan
keamanan Negara, stabilitas politik, dan lain-lain harus menarik diri dari Spanyol. Sebagian besar
kota penting yang dikuasai Islam satu per satu jatuh ke pihak Kristen. Cordova jatuh tahun 1236
M dan Seville pada tahun 1248 M.
Pada pertengahan abad ke 13, satu-satunya kota penting yang masih dikuasai Islam adalah
Granada di bawah pemerintahan Bani Ahmar. Awalnya, orang-orang Kristen membiarkan
Dinasti Ahmar di Granada tetap eksis dengan persetujuan bahwa orang muslim harus membayar

26

Ahmad Syalabi. Op.Cit., hal. 67.
Phillip K. Hitti. Op.Cit., hal. 555 .
28
Ira M. Lapidus. History of Islamic Societies (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993) hal. 384.

27

15

pajak pada penguasa Kristen. Akan tetapi setelah terjadi perselisihan antara mereka dan telah
bersatunya orang-orang Kristen, proyek kekuasaan Dinansti Ahmar menjadi gelap. Di pihak lain
terjadi konflik internal tubuh Ahmar, yakni perebutan kekuasaan yang berakhir perang saudara
dan dinasti menjadi terpecah. Sejak saat itu kekuasaan Islam semakin melemah dan semakin
mempercepat tamatnya riwayat umat Islam Spanyol. Pada tahun 1492, satu-satunya wilayah
Islam di Spanyol akhirnya jatuh ke tangan orang Kristen.29
Setelah penaklukan Granada, orang-orang Islam mengalami nasib yang sangat
menyedihkan. Pada tahun 1556, penguasa Kristen melarang pakaian Arab dan Islam di seluruh
wilayah Spanyol, bahkan pada tahun 1566, bahasa Arab tidak boleh digunakan di wilayah ini.30

4. Kemerosotan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa memntingkan pembangunan fisik
dengan mendirikan bangunan-bangunan megah dan monumental. Demikian juga dalam bidang
IPTEK, pemerintah dengan giat mengembangkan bidang ini sehingga bidang perekonomian
kurang mendapat perhatian. Selain itu, banyak anggaran Negara yang terserap untuk membiayai
tentara bayaran demi keamanan Negara.31

5. Sistem Peralihan Kekuasaan yang Tidak Jelas
Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan menyebabkan perebutan kekuasaan di antara
ahli waris. Bahkan karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif
muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan
Ferdinand dan Isabella, yang salah satunya disebabkan oleh permasalahan ini.32

6. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Spanyol Islam selalu berjuan
sendiri, tanpa mendapat bantuan, kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan
alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.33

29

Ibid.
Ibid., hal. 389.
31
Dedi Supriyadi. Op.Cit., hal. 126.
32
Ahmad Al-Usayri. Sejarah Islam (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004) hal. 345.
33
Ibid., hal. 346.
30

16

H. KESIMPULAN
Andalusia, sebuah negeri yang meninggalkan jejak begitu besar di sepanjang sejarah umat
Islam pada awal perkembangan Islam di dunia Eropa. Tentu hal ini menyita banyak perhatian
besar dari berbagai khalayak umat Islam. Dikatakan demikian, karena penguasaan Islam
terhadap semenanjung Iberia lebih khusus Andalusia, telah menunjukkan bahwa Islam
telah tersebar ke negara Eropa.
Mulai dari tahapan awal proses masuknya Islam, dimana wilayah Spanyol diduduki oleh
khalifah-khalifah dalam setiap dinasti-dinasti yang didirikan dalam setiap periodenya. Tentu, hal
ini banyak memiliki peranan yang sangat penting dan besar dalam perkembangan umat Islam.
Dimana pada akhirnya Islam pernah berjaya di Spanyol dan berkuasa selama tujuh setengah
abad. Suatu masa kekuasaan dalam waktu yang sangat lama untuk mengembangkan Islam.
Namun, di balik usaha keras umat Islam mempertahankan kejayaan pada masa sekian abad
itu, umat Islam menghadapi kesulitan yang amat berat. Dimana pada suatu ketika, umat Islam
diterpa serangan-serangan penguasa Kristen yang sampai-sampai umat Islam tidak kuasa
menahan serangan-serangan penguasa Kristen yang semakin kuat itu. Sehingga pada akhirnya
Islam menyerahkan kekuasaannya dan semenjak itu berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol.
Demikianlah Islam di Andalusia, walaupun pada akhirnya berakhir dengan kekalahan,
namun islam muncul sebagai suatu kekuatan budaya dan sekaligus menghasilkan cabang-cabang
kebudayaan dalam segala ragam dan jenisnya. Banyak sekali kontribusi Islam bagi bangunan
peradaban dan kebudayaan baru Barat. Sumbangan Islam itu telah menjadi dasar kemajuan Barat
terutama dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sains dan teknologi, astronomi, filsafat,
kedokteran, sastra, sejarah dan hukum.

17

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syalabi. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Ahmad Al-Usayri. 2004. Sejarah Islam; Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta:
Akbar Media Eka Sarana.
Ajid Thohir. 2009. Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Badri Yatim. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dedi Supriyadi. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Ira M. Lapidus. 1993. History of Islamic Societies. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Philip K. Hitti. 1970. History of The Arab. London: Macmillan Press.
Sulasman dan Suparman. 2013. Sejarah Islam di Asia & Eropa. Bandung: Pustaka Setia.
Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
W. Montgomery Watt. 1990. Kemajuan Islam; Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
https://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-di-spanyol.pdf Diakses 4 November 2016.
https://harkaman01.wordpress.com/2013/01/08/sejarah-peradaban-islam-di-andalusia/
Diakses 4 November 2016.

18

19