SEJARAH ISLAM DI OGAN KOMERING ULU DAN I

Post; Nur Ikhsan D. C. S., Hum. ( ǏQşāŋ ĂĹẃạỹś BĹĭnkẹrž )

Kategori; Islam di Sumbagsel

Masuknya Islam di Daerah Ogan Komering Ulu dan Ogan
Komering Ilir

Dalam

sejarah pengembangan Islam pertama kali di pulau Jawa,

tersebutlah sembilan orang Ulama Islam yang dimasyhurkan dengan Wali
Songo (Wali Sembilan). Di antara Wali Songo tercatatlah nama Fatahillah
(1502-1570), yang disebut Falatehan oleh orang Portugis dan menurut
sejarah namanya sangat panjang yaitu Syekh Nurudin Ibrahim Ibnu
Maulana

Israail,

Syarief


Hidayatullah,

Said

Kamil,

Maulana

Syekh

Machdum Rahmatullah, Abdurrahman Tadjuddin gelar Ratu Sinuhun

Susuhunan Gunung Jati Cirebon, yang sesudah meninggal dimakamkan di
Gunung Jati dekat kota Cirebon populer dengan nama Sunan Gunung Jati.
Istri Fatahillah adalah putri Raden Fatah, sedangkan putra-putra
Raden Fatah yang lain adalah Depati Unus, Pangeran Sedo Lepen dan
Raden Trenggono. Fatahillah mempunyai enam anak, yaitu tertua adalah
Tuan Umar Baginda Saleh, kemudaian Maulana Hasanuddin Banten, tiga
lainnya berada di daerah Jawa Barat, yang bungsu adalah Pangeran
Pasarean yang menikah dengan putri Raden Trenggono Sultan Demak.

Oleh karena Pangeran Pasarean telah meninggal lebih dahulu, maka
Fatahillah menyerahkan kekuasaan Cirebon kepada Panembahan Ratu,
putra dari cucunya yang bernama Pangeran Sawarga atau Depati Cirebon,
anak dari Pangeran Pasarean dan dari keturunan Panembahan Ratu inilah,
menurunkan keturunan Sultan Kasepuhan Cirebon.
Tuan Umar Baginda Saleh atau R. Amar sejak kecilnya terdidik
dalam lingkungan Islam dan beliau meninggalkan Cirebon pergi ke Pasai
Aceh

(tempat

kelahiran

ayahnya,

Fatahillah)

untuk

meneruskan


pelajarannya dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan di sana
beliau bertemu dua orang temannya, yaitu Tuan Tanjung Darussalam dan
Tuan Dipulau (Said Hamimmul Hamiem).
Setelah menyelesaikan pelajarannya, berangkatlah mereka bertiga
ke dari Pasai menuju Palembang-Sumatera Selatan melalui Selat Malaka,
Selat Berhala, Laut Cina Selatan, Selat Bangka, Laut Jawa, Sungai Mesuji,
Sungai Babatan dan Sungai Komering.

Komering
Penduduk dari Skala Borak (Sikala= Paisi, sebangsa buah kecil
berwarna hitam yang manis rasanya; Borak= Lamon, banyak; karena di
daerah itu banyak buah Paisi) di Bukit Pesagi dekat gunung Sminung dan
Danau Ranau, pindah ke dua jurusan yaitu ke arah kiri dan ke arah kanan.
Daerah kiri bernama Komering Nyapah dan daerah Komering kanan
bernama Komering Darat yang akhirnya masing-masing penduduk di
daerah itu bernama Komering dan Lampung. Di antara mereka itu ada
yang bertempat tinggal di sekitar sungai Matjak sebelah Barat di antara
Komering dan Lampung di dekat Rasuan, kemudian mereka pindah ke
Hilir dusun Rasuan yang akhirnya berkembang menjadi dusun Mendayun,

Kotanegara, Surabaya dan Nikan.
Asal nama Mendayun pada mulanya adalah Madang dan Ju, ini
terjadi di mana si Pahit Lidah, di mana penduduk Abung Kota Bumi
Lampung Utara yang datang ke sana bertanya: numpang nanyo
paipun: Api yoda sija tiuh Madang? Pengawal sempat sambil
membengkokkan telunjuknya menjawab: Yu (iya); dan dari Madangju
menjadi

Madayun

kemudian

menjadi

Mandayun

dan

akhirnya


Mendayun.
Pindahnya Mendayun dari hilir Rasuan ke tempat sekarang ini,
dimulai oleh Tuan Penghulu-II (dengan adiknya Tuan Lebai), yang hanya
terdiri dari 21 buah rumah, kemudian bertambah dengan datangnya

penduduk dari Darat Mesir Ilir Pakuan Ratu, Way Kanan Lampung Utara,
dari Ogan Ulu Baturaja dan dari daerah-daerah lain.
Minanga, Cempaka, Gunung Batu pun pada mulanya berasal dari
Rasuan

Madang,

namun

akhirnya

menjadi

Madang


Semendawai.

Komering Ulu di zaman dahulu terdiri dari Madang dan Unggak, di mana
Pasirah Marga Madang berkedudukan di Rasuan dan Cempaka, sedangkan
Pasirah Marga Madang Unggak berkedudukan di Pulau Negara dan Negeri
Ratu Tulang Bawang.
Akhirnya Marga Madang Semendawai menjadi Marga Madang
Semendawai Suku Satu, Marga Madang Semendawai Suku Dua, Marga
Semendawai Suku Tiga; sedangkan Marga Madang menjadi Marga
Madang Suku Satu dan Marga Madang Suku Dua.

Peta Wilayah Oku

Θ Perjuangan Tuan Umar Baginda Saleh dan Kawan-Kawan Θ
Komering Ulu
Ketiga “Tuan” yang menempati Komering Ulu adalah mengambil
tempat

masing-masing Tuan Umur Baginda Saleh di dusun Mendayun,


Marga Madang Suku Satu (beliau mulai dakwah lebih kurang tahun 1575
M – 1600 M, yang di kala itu letaknya di sebelah hilir dusun Rasuan; Tuan
Tanjung Darussalam di dusun Adumanis marga Semendawai Suku Tiga;
Tuan Dipulau (Said Hamimul Hamiem) di dusun Negara Sakti, Marga
Semendawai Suku Dua.
Atas usaha ketiga Tuan itu sebagai Ulama pembawa agama Islam,
diadakan mula-mula tempat-tempat khusus untuk mengajarkan Al-Quran
kepada seluruh penduduk, kemudian diberikan pelajaran dalam berbagai
cabang ilmu pengetahuan Islam. Fakta sejarah sampai sekarang masih
ada di tangan zuriat/ keturunan masing-masing,seperti tongkat untuk naik
ke mimbar, sorban, jubah sejadah, keris dan peninggalan-peninggalan
lainnya.
Data dari Pasai di bidang kebudayaan terdapat di dusun Mendayun
tempat Tuan Umar Baginda Saleh, di sana ada sebuah pulau bernama
Pulau Negeri Pasai dan tiap masa ada orang yang diberi gelar (bila ia
sudah beristri); Raden Pasai, Menteri Pasai, Dalom Pasai, Pendeta Pasai
dan Alim Pasai.
Tuan Umar Baginda Saleh secara tekun dan ikhlas mendidik muridmuridnya yang datang dari berbagai daerah di pengajian (tempat

mengaji= tempat beliau mengajar) dan disinilah letak Mendayun pada

mulanya. Tempat ini dianggap keramat karena amat pentingnya dalam
sejarah, yang akhirnya dibuat oranglah Makam Keramat Pengajian
sebagai tugu penghormatan atas jasa Tuan Umar Baginda Saleh.
Berkat usaha-usaha beliau bertiga itu banyaklah menghasilkan Alim
Ulama di daerah Komering Ulu, yang kaliber kecil, sedang dan besar, dari
dahulu sampai sekarang; kepada ketiga beliau ini semua lapisan muslimin
di daerah di daerah sungai Komering Ulu dan Komering Ilir sangat dikenal
sebagai Waliullah pembawa agama Islam.
Keturunan mereka sampai saat ini selalu memimpin umat Islam
dalam perjuangan mereka dan di setiap generasi keturunan selalu
mempunyai ilmu-ilmu agama Islam (yakni banyak yang menjadi Ulama/
Kyai) antara lain ialah Ki H. Imam Umary ( Muhammad Amin Dja’far) dan
Putera beliau bernama Ki Abdullah Umary gelar Ratu Penghulu Mendayun
dari keturunan Tuan Umar Baginda Saleh yang masing-masing dari
generasi ke sebelas dan kedua belas.
Tuan Umar Baginda Saleh sebagai pembawa, pengajar, penganjur
Islam, selain mendidik murid-muridnya yang datang dari berbagai daerah,
secara aktif pula mendidik dan membentuk kader-kader muda yang
militan yang akan melanjutkan perkembangan dakwah Islam sesudahnya.
Menurut garis keturunan pihak laki-laki, Tuan Umar Baginda Saleh di

Mendayun meninggalkan seorang putra (seterusnya ke bawah, tanpa
disebut keturunan atau anak cucu perempuan) yaitu Raja Montik- Kyai

Djaruan- Tuan Penghulu I- Tuan Kudrat – Tuan Ketip Kulipah I – Tuan Kelip
Kulipah II yang mempunyai dua orang putera, yang tua adalah Tuan
Penghulu II dan yang muda adalah Tuan Lebai (Kyai Lebai Djamal) dan di
masa kedua bersaudara inilah dusun Mendayun pindah dari hilir dusun
Rasuan (lima kilometer ke arah Selatan) ke tempat Mendayun sekarang
ini.

Ogan Ilir
Setelah Islam berakar di daerah Marga Madang Suku Satu, dan di
Komering Ulu dan Ogan Ulu pada umumnya, Tuan Umar Baginda Saleh
pindah ke Ogan Komering Ilir dengan melalui Sungai Komering (Tanjung
Lubuk ), Sungai Ogan (Tanjung Raja), Talang Balai , Lintang dan akhirnya
menetap di Tanjung Atap.
Di masa itu daerah tersebut terdiri dari :
1. Meranjat (Kubu Lintang);
2. Tanjung Pinang (Kubu Paya Kerbau);
3. Tanjung Atap (Kubu Paya Buluh)

4. Tanjung Batu (Kubu Paya Lintah).
Penduduk di sana masih dalam keadaan primitif dan menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme.
Tujuan perpindahan beliau untuk Islamisasi daerah Dataran Penesak
(sekarang meliputi Kecamatan Tanjung Ratu yang terdiri dari Marga
Tanjung Batu – Marga Burai – Marga Meranjat), daerah Kelekar, daerah

Batanghari Kelekar hingga ke Indralaya pun termasuk areal dakwahnya
yaitu Rantau Alai, Lubuk Keliat, Ketiau dan daerah Prabumulih.
Daerah-daerah

yang

dilalui

beliau

dalam

perjalanan


perpindahannya, beliau tetap menggunakan kesempatan untuk bertabligh
menyampaikan seruan Islam di sana.
Dalam daerah dakwahnya yang baru ini, beliau dikenal dengan
nama Said Umar Baginda Sari dan dalam menanamkan benih Islam di
daerah ini, beliau didampingi oleh beberapa pembantunya, antara lain;
1) Tuan Raja Setan;
2) Tuan Teraja Nyawa
3) Said Makdum
4) Matoro Sungging
5) Rio Kenten Bakau
6) Usang Pulau Karam
7) Usang Puno Rajo
8) Kaharuddin Usang Lebih Baru Ketiau
9) Usang Dukun
Said Umar Baginda Sari buat daerah ini adalah pembawa Islam
pertama, yang di dalam perjuangan seringkali menghadapi perlawanan
dari penduduk yang masih dalam keadaan primitif dan menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme. Dengan bijaksana, teliti , sabar
dan ulet, pada akhirya penduduk di daerah ini menganut agama Islam
dan mendapat kemajuan di bidang kebudayaan, berkat usahanya yang
terus menerus.

Dari keturunan anak perempuan beliau serta keturunan dari para
pembantunya, di daerah ini sejak zaman yang lampau sampai sekarang,
banyak sekali Alim Ulama dan madrasah-madrasah yang timbul dan hidup
dengan majunya.
Akhirnya, setelah menunaikan tugasnya sejak akhir abad ke-16 M,
sebagai pembawa, penyebar dan pahlawan Islam, Said Umar Baginda Sari
gelar Ratu Penembahan meninggal dunia dan dimakamkan di sebuah
pulau di seberang dusun Tanjung Atap, yang termasyhur dengan nama
Pulau Said Umar Baginda Sari.

Peta Wilayah Seluruh Sumsel

Abad Ke-16 M ( 1550-1600 M)
Agama Islam mulai masuk dan disiarkan didaerah Marga Madang
Suku Satu oleh Tuan Umar Baginda Saleh ( 1575-1600 M) yang bertempat
tinggal di dusun Mendayun. Sesudah itu beliau menyiarkan agama Islam

di daerah Tanjung Atap Ogan Komering Ilir sejak tahun 1600 M hingga
wafat.
Di daerah Marga Semendawai Suku Tiga, penyiar agama Islam
adalah Tuan Tanjung Daarus (Idrus) Salam atau Sayid Ahmad, dengan
mengambil tempat kedudukan di dusun Adumanis.
Penyiaran agama Islam di daerah Semendawai Suku Dua

dan

Marga Semendawai Suku Satu tahun 1600 M dilakukan oleh Tuan Dipulau
atau Sayyid Hamimmul Hamim, dengan mengambil tempat di dusun
Negara Sakti. Khusus daerah Cempaka penyiaran agama Islam dilakukan
oleh Khotib Jamal bin Ngabihi Abdul Manan yang berasal dari Jawa. Khusus
untuk Semendawai Suku Satu dilakukan oleh Pangeran Mas yang berasal
dari Demak.
Di Marga Bengkulah, pembawa dan penyiar Islam adalah Moyang
Tuan Syarif Ali dan Tuan Murarob yang berasal dari Banten dan dibantu
oleh Tuan Tanjung Daarus (Idrus) Salam.
Pembawa dan Penyiar Islam agama Islam di Marga Ranau adalah:
1. Umpu Sijadi Holau, berasal dari Sikala Borak Batu Borak daerah
Bukit Pesagi.
2. Umpu di Padang, berasal dari Pagaruyung Sumatera Barat. Sejak
tahun 1600 M agama Islam makin berkembang dengan lancar di
daerah Marga Ranau oleh Mubaligh dari Komering, antara lain oleh
Tuan Dipulau atau Sayyid Hamimul Hami, juga oleh Tuan Syekh
Muhammad Saman dari Palembang.

Abad ke- 17 M ( 1601- 1700 dan seterusnya)

Antara tahun 1601- 1800 M perkembangan Islam di daerah Ogan
Komering Ulu dan Ogan Komering Ilir berjalan terus dengan datangnya
para Ulama ke daerah-daerah yang belum menganut Islam.
Pada tahun 1656 M, datanglah H. Juana dari Banten mendirikan
pesantren untuk menyebarkan Islam di daerah Marga Madang Suku Dua.
Pada tahun 1750 M, di dusun Muncak Kabau datang Ulama dari
Palembang bernama Kemas Jambi dan dari Semarang bernama Marto
mengajarkan agama Islam di daerah Marga Buay Pemuka Bangsa Raja.
Pada tahun 1800 M, daerah Marga Buay Pemuka Peliung didatangi
mubaligh dari Kerinci Jambi bernama Khotib menyebarkan agama Islam.
Pada Tahun 1850, di daerah Martapura Marga Paku Sengkunyit dan
sekitarnya, Islam mulai disiarkan oleh H. Jamaludin berasal dari Martapura
Kalimantan Selatan dan dilanjutkan oleh putranya bernama Penghulu
Umar.
Antara tahun 1900—1918 M, Islam mulai masuk ke daerah Margamarga Kisam, Balayan, Tenang dan sekitarnya.

Sumber;

H.

Barnawy

Umary

dalam

‘’

Seminar

Masuk

dan

Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan’’, Pada Tanggal 27
November 1984 di Palembang.

Daftar Rujukan;
 Buchori, S. Ibrahim, Sejarah Masuknya Islam dan Proses Islamisasi
di Indonesia (Jakarta: Publicita, 1971).
 Yacub, Ismail, Sejarah Islam Indonesia
 Panitia

Penyelenggara

MTQ

Pertamina-II

Plaju,

Masuk

dan

Perkembangan Islam di Bumi Sriwijaya (Pertamina Plaju, 1974).
 Saiyed Alwi bin Taher Al-Hadad, Sejarah Perkembangan Islam di
Timur Jauh (Jakarta: Dzija Shahab al-Maktab Addaini, 1957).
 Salim, H. Agus, Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia (Jakarta:
Tinta Mas, 1962).
 Seminar Masuknya Agama Islam di Indonesia, Masuknya Agama

Islam di Indonesia (Medan: MUI Sumatera Utara, 1963).