Tari Saman Gayo Dalam Pembangunan Pariwisata Di Kabupaten Gayo Lues

(1)

TARI SAMAN GAYO

DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA

DI KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Oleh

ENA MALIKUSSALEH

107024040/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Judul : TARI SAMAN GAYO DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN GAYO LUES

Nama : Ena Malikussaleh

Nomor Induk Mahasiswa : 107024040

Program Magister : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Ketua

)

Anggota (Drs. Irfan, M.Si)

Ketua Program Studi Dekan


(3)

Tanggal Lulus : 29 Januari 2013 Telah diuji pada

Tanggal 29 Januari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota : 1. Drs. Irfan, M.Si

2. Drs. Ermansyah , M.Hum 3. Husni Thamrin, S.Sos. MSP 4. Prof. Subhilhar, Ph.D


(4)

TARI SAMAN GAYO

DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA

DI KABUPATEN GAYO LUES

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ENA MALIKUSSALEH

107024040/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(5)

PERNYATAAN

TARI SAMAN GAYO DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN GAYO LUES

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 29 Januari 2013 Penulis,


(6)

TARI SAMAN GAYO

DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN GAYO LUES

ABSTRAK

Tari Saman atau lebih dikenal dengan tarian seribu tangan merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang sudah turun temurun menjadi kebanggaan masyarakat Gayo. Tari Saman Gayo ini telah diakui dan dikukuhkan oleh organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia tidak benda (intangible heritage) pada 24 November 2011 yang lalu di Bali. Tari Saman menjadi salah satu atraksi pariwisata di Kabupaten Gayo Lues. Pemerintah

Kabupaten Gayo Lues memasukkan Tari Saman ke dalam kurikulum sekolah,

membentuk satu grup Saman binaan serta menjadi fasilitator terhadap

peningkatan pembangunan seni budaya sehingga berkembang menjadi ikon budaya dan dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah. Keterlibatan

masyarakat menjadikan Tari Saman sebagai ikon budaya adalah masyarakat

mencintai kesenian ini dan sudah menjadi tradisi turun temurun yang tidak boleh ketinggalan ataupun hilang sama sekali. Kesenian ini dapat disaksikan dalam rangka pertunjukan sebagai hiburan pada waktu perayaan hari besar nasional, keagamaan dan jamuan tamu agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tari Saman dan pembangunan pariwisata berkontribusi terhadap pembangunan daerah di Kabupaten Gayo Lues. Cara mewujudkannya menjadi fasilitator pariwisata yang menciptakan iklim kondusif, membangun sebuah bandar udara ataupun infrastruktur lainnya sehingga memudahkan wisatawan melaksanakan perjalanan serta mempromosikan potensi pariwisata yang ada melalui suatu Tagline. Upaya Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dan masyarakat untuk mendukung implementasi kebijakan pelestarian Tari Saman sebagai potensi wisata adalah melibatkan langsung orang yang berkompeten dalam penyusunan program sehingga hasilnya berkualitas. Perekrutan penari Saman harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dan panitia menghindari praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta menjadi fasilitator pariwisata yang baik segera diwujudkan. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di berbagai sektor, agar para pelaku kebijakan, penari Saman maupun masyarakat Gayo Lues sendiri bisa lebih sinergis dalam mendorong pembangunan pariwisata di Kabupaten Gayo Lues.


(7)

THE SAMAN DANCE GAYO IN DEVELOPMENT OF TOURISM

IN GAYO LUES REGENCY

ABSTRACT

The Saman dance, popularly known as the thousand-hand dance is one of the nation's cultural heritage of Indonesia which has been hereditary became the pride of the community Gayo. The Gayo Saman dance has been recognized and confirmed by the United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) for intangible heritage on November 24th, 2011 in Bali ago. The Saman dance became one of the tourist attraction in Gayo Lues Regency. Gayo Lues Regency Government incorporate the Saman dance into the school curriculum, forming a group facilitator assisted Saman as well as being against an increase in the development of art and culture that evolved into a cultural icon and the original revenue source could be made of the area. The community involvement makes the dance Saman as a cultural icon is love this art community and has become the hereditary tradition not to be missed until missing altogether. This art can be seen in the framework of the show as entertainment in the Grand National Day celebrations, religious and guest meal great. The results showed that the development of tourism and the Saman dance of contributing to regional development in the Gayo Lues Regency. How to make it happen to be a tourism facilitator creates a conducive climate, build an airport or other infrastructure that makes it easy to implement and promote the tourist travel tourism potential that exists through a Tagline. Gayo Lues Regency Government efforts and the community to support the implementation of the policy on the preservation of tourist potential as the Saman dance is directly involved in the preparation of competent programs so that the result quality. Recruitment of Saman dancers must meet the requirements that have been set and the Committee to avoid the practice of Corruption, Collusion and Nepotism (KKN) as well as being a good tourism facilitator is immediately realized. It improves the quality of human resources in various sectors, so that policy makers, dancers Saman community itself could be more synergistic in encouraging the development of tourism in Gayo Lues Regency.


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama dan terutama dengan segala kerendahan hati rasa syukur alhamdulillah kepada allah swt karena berkat dan anugerah-Nya telah menambah keyakinan dan kekuatan penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah

dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Tari Saman Gayo dalam

Pembangunan Pariwisata di Kabupaten Gayo Lues” syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan pada sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A.(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Subhilhar, Ph.D, selaku Sekretaris Dokter Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai dosen tamu.

4. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap , MA., sebagai Sekretaris Program Magister

Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Drs. Irfan, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan

kesabarannya, memberikan bimbingan kepada penulis.

7. Bapak Drs. Ermansyah, M.Hum, dan Bapak Husni Thamrin, S.Sos. MSP,

selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

8. Abdullah Akhyar Nasution, S.Sos. M.Si yang dengan kesabarannya,

memberikan bimbingan kepada penulis demi kesempurnaan tesis ini.

9. Seluruh Dosen dan staf di Program Magister Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu baik di bidang Akademik maupun administratif.

10.Seluruh rekan-rekan seperjuangan angkatan XXI MSP, atas dukungan dan

kerjasamanya, mudah-mudahan kita semua akan sukses, amin.

11.Bapak H. Ibnu Hasim, S.Sos, MM selaku Bupati Gayo Lues yang telah

memberikan tugas belajar kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan pada Program Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan.

12.Seluruh informan yang banyak memberikan bantuan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.


(9)

Teristimewa dengan rasa cinta dan sayang sepenuh hati penulis ucapkan terima kasih kepada istriku Rita Simahate, SE dan buah hatiku tersayang Azra Fakhira ,kedua orang tua penulis yang selalu mengasihi, Ayahanda Ibnu Saleh, AMKdan Ibunda Kelimah, S.Pdserta Ayah Mertua H. Basri Arita, ST dan Ibu

Mertua Hj. Murni BS yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dan

nasihat untuk berbuat sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis, demikian juga kepada kakak-kakak dan adik-adik penulis tercinta, atas motivasi dan doa kalian telah dapat diselesaikan tesis ini.

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga Allah SWT memberkati kita semua. Amin.

Medan, Januari 2013 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Ena Malikussaleh

Tempat/ Tgl. Lahir : Takengon, 27 Januari 1985

Alamat : Desa Bustanussalam Kec. Blangkejeren No. 252

Kab. Gayo Lues , Aceh

Agama : Islam

Jenis kelamin : Laki-Laki

Status : Kawin

II. Orang Tua

Nama Ayah : Ibnu Saleh, AMK

Nama Ibu : Kelimah, S.Pd

III. Keluarga

Nama Istri : Rita Simahate, SE

Nama Anak : Azra Fakhira

III. Pendidikan

1. SD Negeri Nomor 2 Simpang Kelaping Pegasing Kab. Aceh Tengah

Tahun 1991 – 1997

2. MTs. Ulumul Qur’an Langsa Tahun 1997 – 2000

3. MA. Ulumul Qur’an Langsa Tahun 2000 – 2003

4. D-4 IPDN Jatinangor Bandung Tahun 2003 – 2007

5. S-2 Magister Studi Pembangunan FISIP Universitas Sumatera Utara

Tahun 2010 – 2013.

Medan, Januari 2013 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Kebudayaan ... 9

2.1.1. Pengertian Kebudayaan... 9

2.1.2. Unsur -Unsur Kebudayaan ... 11

2.1.3. Wujud dan Komponen ... 12

2.2. Pembangunan dan Pariwisata ... 14

2.2.1. Pengertian Pembangunan ... 14

2.2.2. Pengertian Pariwisata ... 16

2.3. Seni Tari Saman: Folklor dari Kebudayaan Gayo ... 18

2.4. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Pariwisata Kaitannya dengan Tari Saman ... 24

2.5. Keterlibatan Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata Kaitannya dengan Tari Saman ... 26

BAB III.METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Bentuk Penelitian ... 28

3.2. Lokasi Penelitian ... 28

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 29

3.4. Informan Penelitian ... 31

3.5. Data-Data yang Dibutuhkan ... 31

3.6. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34


(12)

4.1.3. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Gayo Lues ... 42

4.1.3.1. Komposisi Penduduk Menurut Wilayah Kecamatan ... 42

4.1.3.2. Gambaran Kondisi Pendidikan di Kabupaten Gayo Lues ... 43

4.1.3.3. Kondisi Perekonomian (PDRB, Sistem Pemenuhan Sembako) ... 46

4.1.4. Kondisi Pemerintahan ... 49

4.2. Filosofi dan Perkembangan Tari Saman ... 52

4.3. Pariwisata dan Tari Saman: Analisis tentang Kebijakan dan Program Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam Mengembangkan Pariwisata dan Melestarikan Tari Saman ... 54

4.3.1. Potensi Pariwisata dan Kontribusinya Secara Ekonomi ... 54

4.3.2. Tari Saman Sebagai Komponen Pariwisata di Kabupaten Gayo Lues ... 59

4.3.3. Kontribusi Pemerintah Kabupaten Gayo Lues Terhadap Pembangunan Pariwisata ... 62

4.3.4. Upaya Pelestarian Tari Saman ... 64

4.3.5. Peran Masyarakat dalam Menjadikan Tari Saman Sebagai Ikon Budaya Kabupaten Gayo Lues ... 66

4.3.6. Arah Pengembangan Tari Saman untuk Mendukung Pembangunan Daerah ... 70

4.4. Analisa ... 73

4.4.1. Kebijakan dan Program Pemerintah Kabupaten Gayo Lues Terhadap Pelestarian dan Pengembangan Tari Saman ... 73

4.4.2. Keterlibatan Masyarakat dalam Melestarikan Tari Saman ... 76

4.4.3. Potensi Tari Saman dalam Mendukung Pembangunan Pariwisata ... 78

BAB V. PENUTUP ... 80

5.1. Kesimpulan ... 80

5.2. Saran ... 82


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Klasifikasi data-data penelitian ... 32

4.1. Jumlah penduduk menurut kecamatan dalam Kabupaten Gayo

Lues ... 41

4.2. Jumlah sarana pendidikan dalam Kabupaten Gayo Lues tahun

2011 ... 42

4.3. Pertumbuhan ekonomi dan PDRB Kabupaten Gayo Lues

Tahun 2007-2011 ... 46 4.4. Struktur ekonomi Kabupaten Gayo Lues ... 48

4.5. Luas kecamatan dan jumlah desa/kelurahan/mukim dalam

Kabupaten Gayo Lues ... 50

4.6. Nama kemukiman dan jumlah kampung/desa dan kelurahan

dalam kecamatan Kabupaten Gayo Lues ... 51

4.7. Daftar objek pariwisata dan kebudayaan di Kabupaten Gayo

Lues ... 56 4.8. Daftar hotel/penginapan potensi ekonomis di Kabupaten Gayo

Lues ... 57

4.9. Daftar restoran/rumah makan potensi ekonomis di Kabupaten


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Pertunjukan Tari Saman ... 21

4.1. Peta Kabupaten Gayo Lues ... 41

4.2. Grafik jumlah murid menurut tingkat pendidikan per


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Realisasi Kegiatan dan Anggaran dalam Pembangunan Budaya

dan Pariwisata Kabupaten Gayo Lues Tahun 2008 ... 90

2. Realisasi Kegiatan dan Anggaran dalam Pembangunan Budaya

dan Pariwisata Kabupaten Gayo Lues Tahun 2009 ... 91

3. Realisasi Kegiatan dan Anggaran dalam Pembangunan Budaya

dan Pariwisata Kabupaten Gayo Lues Tahun 2010 ... 93

4. Realisasi Kegiatan dan Anggaran dalam Pembangunan Budaya


(16)

TARI SAMAN GAYO

DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN GAYO LUES

ABSTRAK

Tari Saman atau lebih dikenal dengan tarian seribu tangan merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang sudah turun temurun menjadi kebanggaan masyarakat Gayo. Tari Saman Gayo ini telah diakui dan dikukuhkan oleh organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia tidak benda (intangible heritage) pada 24 November 2011 yang lalu di Bali. Tari Saman menjadi salah satu atraksi pariwisata di Kabupaten Gayo Lues. Pemerintah

Kabupaten Gayo Lues memasukkan Tari Saman ke dalam kurikulum sekolah,

membentuk satu grup Saman binaan serta menjadi fasilitator terhadap

peningkatan pembangunan seni budaya sehingga berkembang menjadi ikon budaya dan dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah. Keterlibatan

masyarakat menjadikan Tari Saman sebagai ikon budaya adalah masyarakat

mencintai kesenian ini dan sudah menjadi tradisi turun temurun yang tidak boleh ketinggalan ataupun hilang sama sekali. Kesenian ini dapat disaksikan dalam rangka pertunjukan sebagai hiburan pada waktu perayaan hari besar nasional, keagamaan dan jamuan tamu agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tari Saman dan pembangunan pariwisata berkontribusi terhadap pembangunan daerah di Kabupaten Gayo Lues. Cara mewujudkannya menjadi fasilitator pariwisata yang menciptakan iklim kondusif, membangun sebuah bandar udara ataupun infrastruktur lainnya sehingga memudahkan wisatawan melaksanakan perjalanan serta mempromosikan potensi pariwisata yang ada melalui suatu Tagline. Upaya Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dan masyarakat untuk mendukung implementasi kebijakan pelestarian Tari Saman sebagai potensi wisata adalah melibatkan langsung orang yang berkompeten dalam penyusunan program sehingga hasilnya berkualitas. Perekrutan penari Saman harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dan panitia menghindari praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta menjadi fasilitator pariwisata yang baik segera diwujudkan. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di berbagai sektor, agar para pelaku kebijakan, penari Saman maupun masyarakat Gayo Lues sendiri bisa lebih sinergis dalam mendorong pembangunan pariwisata di Kabupaten Gayo Lues.


(17)

THE SAMAN DANCE GAYO IN DEVELOPMENT OF TOURISM

IN GAYO LUES REGENCY

ABSTRACT

The Saman dance, popularly known as the thousand-hand dance is one of the nation's cultural heritage of Indonesia which has been hereditary became the pride of the community Gayo. The Gayo Saman dance has been recognized and confirmed by the United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) for intangible heritage on November 24th, 2011 in Bali ago. The Saman dance became one of the tourist attraction in Gayo Lues Regency. Gayo Lues Regency Government incorporate the Saman dance into the school curriculum, forming a group facilitator assisted Saman as well as being against an increase in the development of art and culture that evolved into a cultural icon and the original revenue source could be made of the area. The community involvement makes the dance Saman as a cultural icon is love this art community and has become the hereditary tradition not to be missed until missing altogether. This art can be seen in the framework of the show as entertainment in the Grand National Day celebrations, religious and guest meal great. The results showed that the development of tourism and the Saman dance of contributing to regional development in the Gayo Lues Regency. How to make it happen to be a tourism facilitator creates a conducive climate, build an airport or other infrastructure that makes it easy to implement and promote the tourist travel tourism potential that exists through a Tagline. Gayo Lues Regency Government efforts and the community to support the implementation of the policy on the preservation of tourist potential as the Saman dance is directly involved in the preparation of competent programs so that the result quality. Recruitment of Saman dancers must meet the requirements that have been set and the Committee to avoid the practice of Corruption, Collusion and Nepotism (KKN) as well as being a good tourism facilitator is immediately realized. It improves the quality of human resources in various sectors, so that policy makers, dancers Saman community itself could be more synergistic in encouraging the development of tourism in Gayo Lues Regency.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tari Saman atau lebih dikenal dengan tarian seribu tangan merupakan

salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang sudah turun temurun menjadi kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Aceh dan lebih khusus lagi masyarakat Gayo. Bercerita tentang Tari Saman terlebih

dahulu mengetahui seluk beluk dan asal usulnya.

Tari Saman merupakan warisan budaya Aceh yang sangat dibanggakan

sampai saat ini, tidak hanya menjadi kebanggaan Aceh saja tetapi salah satu jenis tarian ini sudah menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun sangat ironisnya ketika masyarakat di luar Aceh hanya mengetahui bahwa Saman itu berasal dari Aceh secara umum. Mereka tidak mengerti secara spesifik

dari mana Saman itu berasal, padahal Aceh sendiri terdiri berbagai macam suku

serta berbeda adat istiadat satu sama lain. Seperti Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Singkil, dan yang lainnya di mana masih banyak kemajemukan dan perbedaan budaya adat dan bahasa.

Pada dasarnya Saman berasal dari Gayo, khususnya dari dataran tinggi

seribu bukit di Kabupaten Gayo Lues. Namun kenapa Tarian Saman Gayo ini

menjadi brand Pemerintah Provinsi Aceh tanpa ada keterlibatan masyarakat Gayo

sendiri? Masalah ini perlu dikaji dan ditelaah bagaimana fenomena tersebut sampai terjadi. Lebih tragisnya lagi apabila dianalisa masalah di atas merupakan salah satu masalah eksternal apabila dilihat dengan kacamata masyarakat Gayo.


(19)

Untuk lebih jelasnya peneliti akan memaparkan keberadaan suku Gayo di wilayah Republik Indonesia. Tanah Gayo dibagi ke dalam empat kelompok besar. Daerah ini satu sama lainnya dibatasi oleh sungai-sungai yang sudah merupakan batas alam, sehingga menyebabkan hubungan antar penduduk begitu sulit, akan tetapi harus diakui bahwa keseluruhan Tanah Gayo itu secara etnografis adalah satu (Hurgronje , 1996).

Daerah yang merupakan wilayah tempat tinggal orang Gayo pada umumnya, terletak di tengah-tengah wilayah administratif yang kini disebut dengan Provinsi Aceh. Wilayah tempat tinggal suku bangsa Gayo ini dikenal juga dengan nama Dataran Tinggi Gayo. Dataran tinggi ini merupakan bagian dari rangkaian Bukit Barisan yang melintasi Pulau Sumatera. Lingkungan alam yang berbukit-bukit ini, rupanya telah menyebabkan orang-orang Gayo terbagi menjadi kelompok-kelompok itu sejak waktu yang relatif lama hampir tidak ada kontak satu dengan yang lain, karena tiadanya prasarana perhubungan yang baik (Melalatoa , 1982).

Di tengah lingkungan alam yang sedemikian itu, orang Gayo yang menghuni dataran tinggi Gayo telah terbagi ke dalam lima Kabupaten yaitu : Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang (Ibrahim, 2007). Dari kelima Kabupaten tersebut hampir seluruh penduduknya merupakan suku bangsa Gayo kecuali di Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang, di sini terdapat dua kelompok orang Gayo yang jumlahnya sangat minoritas yaitu orang Gayo Serbajadi berlokasi di Kecamatan Lokop Serbajadi Kabupaten Aceh Timur serta orang Gayo Kalul berlokasi di Kecamatan Pulau Tiga Kabupaten Aceh


(20)

Tamiang. Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah berdiam suku bangsa Gayo yang meliputi kelompok orang Gayo Lut dan orang Gayo Deret, sedangkan Kabupaten Gayo Lues meliputi suku bangsa orang Gayo Lues. Dalam penelitian ini akan dikhususkan membahas Tari Saman di Kabupaten Gayo Lues yang sering

disebut dengan Daerah Seribu Bukit, walaupun ada tautannya dengan kelompok-kelompok orang Gayo lainnya. Sesuai dengan kesepakatan para tokoh adat Gayo bahwa asal Tari Saman adalah dari Kabupaten Gayo Lues yang dijuluki Daerah

Seribu Bukit.

Selain itu masih ada masalah lainnya baik dipandang dari sudut internal maupun eksternalnya. Secara umum masalah internal ada dua, pertama semakin

terkikisnya budaya lokal Tari Saman sendiri, baik dilihat dari antusias masyarakat,

nilai-nilai yang terkandung maupun hilangnya simbol-simbol fisik penunjang eksistensi kebudayaan Saman. Kedua Pemerintah Kabupaten Gayo Lues sendiri

masih belum menemukan kejelasan asal usul keaslian Tari Saman ini berdasarkan

fakta sejarah.

Sedangkan masalah eksternal sendiri apabila ditinjau secara umum bisa dibagi menjadi dua permasalahan. Pertama terjadinya dominansi Pemerintah

Provinsi terhadap kebudayaan asli Gayo yaitu Saman. Selama ini orang di luar

Aceh hanya melihat Aceh sebagai entitas tunggal, bukan entitas jamak. Padahal, di Aceh tidak sebatas dihuni suku Aceh, tetapi ada suku Gayo, Singkil, Tamiang, Kluet, Aneuk Jameuk, Simelue, dan lain-lain dengan identitas dan simbol etnik-historis-kultural yang berbeda satu sama lain. Meski secara tidak langsung, Pemerintah Provinsi jangan lagi melakukan klaim dan pembenaran


(21)

historis-kultural, terlebih terhadap suku Gayo. Kalau ini tetap terjadi, kemungkinan konflik sosial, horizontal, dan komunal akan terjadi di Aceh.

Kedua akibat dari diskriminasi serta pencaplokan budaya di atas,

Pemerintah Kabupaten Gayo Lues semakin sulit untuk membangun kembali nama baik budaya Saman baik di tingkat nasional maupun internasional. Apalagi seni

Tari Saman (bukan Saman asli Gayo Lues) telah masuk ke dalam Museum Rekor

Indonesia (MURI) sebagai penyelenggaran terbesar dengan 3000 orang penari di Banda Aceh tahun 2010 silam. Namun ironisnya, dari segi gerak, metode, penari dan pelaksaaan teknis lainnya sangat jauh dari keaslian Tari Saman yang asli.

Hal ini tentunya akan menimbulkan konflik antar masyarakat Aceh sendiri. Mungkin di satu pihak kita sedikit bangga dengan mencuatnya nama Saman kembali sebagai entitas Aceh. Namun klaimisasi budaya oleh Pemerintah

Provinsi di atas telah menyalahi semangat otonomi daerah sebagai salah satu keunggulan dalam kearifan budaya lokal masyarakat Gayo.

Kemudian dari tinjauan politis juga, kita tidak tahu dengan perkembangan dalam pemekaran daerah nantinya. Contoh kasus dapat kita lihat Kabupaten Gayo Lues beserta enam Kabupaten/ Kotamadya telah berupaya memisahkan diri dari naungan Provinsi Aceh dengan membentuk Provinsi ALA (Aceh Louser Antara) terdiri dari Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tenggara, Singkil dan Kotamadya Subulussalam. Walaupun gagal, untuk sementara keenam Kabupaten/ Kotamadya tersebut terus berjuang agar kesetaraan pembangunan serta marjinalisasi ekonomi dapat terhapuskan. Timbul sebuah pertanyaan di masa yang akan datang, kejelasan entitas Saman yang sangat dibanggakan ini menjadi


(22)

hak dan milik siapa? Oleh karena itu perlu kejelasan kepemilikan dari saat ini sehingga akan mempermudah menjawab permasalahan di masa yang akan datang.

Melihat masalah-masalah di atas, Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Gayo Lues semakin gelisah dan takut akan kehilangan simbol kesenian yang dari dulu dibanggakan ini. Tari Saman adalah salah satu cagar budaya merupakan

kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan Nasional. Oleh karena itu beberapa tahun ini Pemerintah Kabupaten Gayo Lues terus berupaya membangun kembali kejayaan kesenian ini dengan meningkatkan kekuatan internal dan mengekspose ke kancah Internasional serta berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terkait.

Hasilnya pada mulai tahun 2010 usaha tersebut telah mendapat antusias dari organisasi dunia bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Tari Saman yang berasal dari Provinsi

Aceh telah diakui dan dikukuhkan oleh organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia tidak benda (intangible heritage) pada 24 November 2011 yang lalu

di Bali. Untuk mendapatkan pengakuan ini perlu proses verifikasi yang panjang, dan ke masa depan kita targetkan warisan dunia milik Indonesia yang diakui UNESCO akan semakin banyak.

Indonesia memiliki beragam budaya dan tempat wisata yang menyebar keseluruh nusantara dari Sabang sampai Merauke. Beragam budaya tersebut merupakan salah satu kekayaan alam yang menjadikan Indonesia menjadi salah


(23)

satu negara kaya di dunia. Karena parawisata adalah salah satu bidang yang dapat menyumbangkan devisa untuk negara. Berkaitan dengan hal tersebut dilihat Tari Saman yang telah diakui dan dikukuhkan oleh organisasi Pendidikan, Ilmu

Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia tidak benda (Intangible Heritage) dapat dijadikan sebagai

ikon budaya Kabupaten Gayo Lues.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan berbagai permasalahan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana eksistensi Tari Saman

sebagai ikon budaya Kabupaten Gayo Lues dikaitkan dengan pembangunan

pariwisata di Kabupaten Gayo Lues? Untuk membantu mempermudah

pembahasan rumusan masalah yang telah diungkap di atas, maka akan diejawantahkan rumusan tersebut ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Kebijakan dan program apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues

dalam melakukan pelestarian Tari Saman ?

2. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam upaya menjadikan Tari Saman

sebagai ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues?

3. Bagaimana potensi Tari Saman dalam mendukung pembangunan daerah

terutama di bidang pariwisata?

1.3. Tujuan Penelitian


(24)

1. Untuk menjelaskan dalam bentuk deskriptif tentang kebijakan dan program

Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam mengembangkan pembangunan pariwisata.

2. Untuk menjelaskan keterlibatan masyarakat dalam upaya menjadikan Tari

Saman sebagai ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues?

3. Untuk menjelaskan potensi Tari Saman dalam mendukung pembangunan

daerah terutama di bidang pariwisata.

1.4. Manfaat Penelitian

Sementara itu, manfaat yang diharapkan dari Penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini secara teoritis berguna untuk mengembangkan konsep

pengembangan budaya khususnya dalam memahami pelestarian warisan

budaya tak benda (Intangible Heritage) terkait dengan upaya

pembangunan pariwisata daerah.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada teori pembangunan sosial budaya yang mungkin bisa dirujuk untuk kajian-kajian ilmiah selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi

Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam membangun pelestarian Tari Saman sebagai warisan asli budaya bangsa Indonesia pada umumnya dan

masyarakat Gayo Lues pada khususnya agar lebih mencintai budaya bangsa sendiri dari pada budaya bangsa lain.


(25)

b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan oleh Pemerintah Daerah lain dalam mengembangkan kebudayaan daerahnya terutama kesenian berupa tarian untuk memperoleh pengakuan dunia Internasional sebagai bagian dari proses pembangunan pariwisata daerah.

c. Hasil penelitian tentang Tari Saman ini dapat dimanfaatkan untuk sarana

memajukan kebudayaan nasional bangsa Indonesia serta mempertinggi derajat kemanusian bangsa Indonesia di mata dunia Internasional.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengkaji tinjauan kepustakaan secara khusus mengenai permasalahan Tari Saman di Kabupaten Gayo Lues sangatlah rumit. Masalahnya

sangat jarang ada referensi yang valid untuk dijadikan rujukan, baik dari buku maupun referensi lainnya. Namun ada beberapa dokumen yang dapat dijadikan sebagai acuan yang dapat menjelaskan sedikit tentang Tari Saman ini.

2.1. Kebudayaan

2.1.1. Pengertian Kebudayaan

Menurut Mulyana dan Rakhmat (2006) “Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi”. Budayaterbentuk dari banyak unsur yang

rumit, termas

tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha

be


(27)

Menurut Tylor dalam (Ndraha, 1997) Budaya adalah : “culture or

civilization, taken in its wide ethnografic ense, is its wide ethnografic ense, is that

complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and

any other capabilities and habits acquired by man as a member of society”.

Dapat diketahui bahwa terbentuknya budaya pada suatu masyarakat tertentu tidak terlepas dari unsur yang membangunnya. Adapun unsur-unsur tersebut saling terkait satu sama lain sehingga membentuk suatu tatanan yang baik dan berkembang menjadi budaya masyarakat tersebut. Begitu juga dengan Tari Saman yang menjadi salah satu unsur budaya yang ada di masyarakat Gayo Lues.

Sementara itu menurut seorang antropolog, (Koenjaraningrat, 1979) ”kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”. Hal ini sangat berkaitan dengan Tari Saman. Artinya Tari Saman merupakan suatu

kebudayaan yang mencakup keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya masyarakat gayo lues itu sendiri dalam rangka melaksanakan kehidupan bermasyarakat.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Herskovits dan Malinowski mengemukakan ”segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah

untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism”

kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, kemudian disebut sebagai Superorganic. Selanjutnya menurut Andreas


(28)

Eppink ”kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi

ciri khas suatu masyarakat

Menurut Edward Burnett Tylor ”kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat

seseorang sebagai anggota masyarakat

”kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat”

tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia melangsungkan kehidupan.

2.1.2. Unsur-Unsur Kebudayaan

Menurut Koenjaraningrat (1979) unsur-unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia ini ada tujuh yaitu:


(29)

2. Sistem pengetahuan 3. Organisasi sosial

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi 5. Sistem mata pencaharian hidup 6. Sistem religi

7. Kesenian”.

Ada beberapa pendapat ahli lainnya yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan sebagai berikut:

1. ”Melville J. Herskovits menyatakan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:

a) Alat-alat teknologi b) Sistem ekonomi c) Keluarga

d) Kekuasaan politik

2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: a) Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para

anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya

b) Organisasi ekonomi

c) Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)

d) Organisasi kekuatan (politik)”

2.1.3. Wujud dan Komponen

Menurut Koenjaraningrat (1979) kebudayaan itu ada tiga wujudnya yaitu: 1. ”Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola

dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia”.

Sedangkan menurut Hoenigman wujud kebudayaan dibedakan menjadi

tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak


(30)

a. “Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang

berbentuk kumpulan ide-ide, gagasa

dan sebagainya yang sifatnya

Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam

pemikiran

gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

b. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu

tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari

aktivitas-aktivitas manusia yang sali

bergaul denga

berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya

sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

c. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaa

dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia”.

Berdasarkan wujudnya tersebut, budaya memiliki beberapa elemen atau

komponen, menurut ahli antropologi Cateora

a. “Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang

nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit dan mesin cuci.

b. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat dan lagu atau tarian tradisional.

c. Lembaga sosial dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam

kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem sosial yang terbentuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan sosial masyarakat. Contoh di Indonesia pada kota dan desa di beberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan, tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier.

d. Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system


(31)

system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.

e. Estetika berhubungan dengan seni dan kesenian, musik, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari–tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerahan, setiap akan membangun bagunan jenis apa saja harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai symbol yang arti di setiap daerah berbeda, tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.

f. Bahasa merupakan alat pengantar dalam berkomunikasi, bahasa untuk

setiap wilayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sifat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain”.

Pendapat-pendapat para ahli di atas tentang wujud dan komponen budaya sangatlah beragam. Namun kesemuanya itu telah mencakup dari tiga wujud dan komponen budaya yaitu: gagasan, aktivitas, dan artefak. Ketiga wujud inilah yang sangat penting dalam kesempurnaan suatu kebudayaan.

2.2. Pembangunan dan Pariwisata

2.2.1. Pengertian Pembangunan

Todaro menjelaskan pembangunan adalah “merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin-melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi dan institusional-demi mencapai

kehidupan yang serba lebih baik”


(32)

menyatakan “pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia”. Pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dann peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen ekonomi maupun non ekonomi. Dari devinisi di atas memberikan beberapa implikasi bahwa:

1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga

pemerataan.

2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti

peningkatan :

a. Life Sustenance : Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

b. Self-Esteem : Kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki

harga diri, bernilai dan tidak diisap orang lain.

c. Freedom From Servitude : Kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan

dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.

Konsep dasar diatas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang sekarang ini menjadi populer:

1. Capacity, hal ini menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau

produktifitas.

2. Equity, hal ini menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara berbagai

lapisan masyarakat dan daerah.

3. Empowerment, hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat


(33)

4. Sustainable, hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian

pembangunan (Todaro, 2000).

Menurut Rostow dalam (Arief, 1996) “pengertian pembangunan tidak hanya pada lebih banyak output yang dihasilkan, tetapi juga lebih banyak jenis output dari pada yang diproduksi sebelumnya”. Dalam perkembangannya, pembangunan melalui tahapan-tahapan : masyarakat tradisional, pra kondisi lepas landas, lepas landas, gerakan menuju kematangan dan masa konsumsi besar-besaran. Kunci diantara tahapan ini adalah tahap tinggal landas yang didorong oleh satu sektor atau lebih.

Sementara itu (Bryant dan White, 1982) menegaskan bahwa pembangunan mengandung implikasi yaitu, pertama, pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok. Kedua, pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan pemerataan sistem nilai dan kesejahteraan. Ketiga, pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesepakatan yang sama, kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutuskan. Keempat, pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri. Kelima, pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu terhadap negara yang lain dengan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati.


(34)

Sebagai bagian dari kebudayaan, maka keberadaan Tari Saman jelas juga

berpotensi dikembangkan sebagai ikon budaya untuk mendukung pembangunan pariwisata di Kabupaten Gayo Lues secara keseluruhan. Hal ini dapat dimaklumi sebab berdasarkan elemen atau objek yang akan dinikmati terdapat beberapa jenis wisata yaitu : wisata flora, wisata fauna, wisata bahari, wisata sejarah, wisata alam, wisata budaya, wisata museum, wisata daerah, wisata Indonesia, wisata

purbakala, wisata seo, wisata religi, dll

Sementara itu, seorang antropolog yang bernama Smith

Hosts and Guest: The

Anthropology of Tourism mengkategorikan lima jenis kepariwisataan, yakni

kepariwisataan etnik, budaya, sejarah, lingkungan dan rekreasi. Smith mengilustrasikan bahwa pariwisata etnik dipasarkan berkenaan dengan Tari Saman ini. Pemerintah Daerah menjadi fasilitator terhadap peningkatan

pembangunan seni budaya yang bermutu sehingga berkembang menjadi ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues. Mengingat hal ini dapat dijadikan sumber devisa negara maupun pandapatan asli daerah Kabupaten Gayo Lues itu sendiri. Namun pada hakikatnya selama ini Pemerintah Kabupaten Gayo Lues lebih menitikberatkan pembangunan secara fisik semata tetapi tidak terhadap pembangunan secara kebudayaan. Pembangunan secara kebudayaan berarti pembangunan secara intelektualitas, kreativitas, dan kualitas yang terjamin salah satunya melalui jalan pemeliharaan kesenian Tari Saman. Pembangunan secara

intelektual mengacu pada pendidikan sebagai bentuk pemeliharaan kesenian Tari Saman, yang mana hal itu diberikan secara menyeluruh pada setiap jenjang


(35)

kesenian Tari Saman. Pembangunan secara kreativitas dilakukan dengan jalan

memacu para penggerak di balik kesenian tersebut dalam hal ini seniman ataupun penari Saman untuk terus berkarya dan mendidik generasi selanjutnya sebagai

penerusnya. Pembangunan semacam ini tidak semata hanya mendorong para seniman untuk terus berkarya tetapi juga memberikan ruang kepada mereka untuk bergerak lebih leluasa dan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues juga harus mengakui bahwa seniman penari Saman adalah salah satu tonggak penopang dari Budaya

Bangsa Indonesia melalui hasil-hasil karyanya serta memberikan suatu atraksi positif di bidang pariwisata daerah Kabupaten Gayo Lues. Pembangunan secara kualitas adalah lebih menitik beratkan pada tingginya tingkat kualitas yang harus dicapai dan dijamin mutunya sehingga suatu karya seni memiliki nilai filosofis baik secara estetika di dalam bentuk esensi suatu kesenian. Sehingga karya seni yang muncul tidak lagi bersifat dangkal dan lebih mengacu pada pembangunan moral bangsa ini yang muncul dari dasar cita-cita budaya bangsa bukan lagi mengimitasi dari kebudayaan suatu kelompok ataupun suku lain.

2.3. Seni Tari Saman : Folklor dari Kebudayaan Gayo

Sebelum membahas lebih lanjut tentang Tari Saman terlebih dahulu

penulis menjelaskan tentang bentuk-bentuk Folklor Indonesia. Folklor menurut Jan Harold Brunvand seorang ahli Folklor dari Amerika Serikat dapat digolongkan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan tipenya (Danandjaja, 1994) :

1. “Folklor lisan (VerbalVolklore).


(36)

3. Folklor bukan lisan (NonVerbalVolklore)”.

Tari Saman termasuk kedalam Folklor sebagian lisan (Partly Verbal

Volklore) karena bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan

lisan. Tari Saman sendiri merupakan salah satu unsur budaya, keberadaannya

sudah turun temurun ada pada masyarakat Gayo Lues pada umumnya. Tari Saman

juga merupakan termasuk salah satu kebudayaan non material atau sering dikatakan sebagai budaya tak benda. Dokumen yang ditulis oleh seorang cendikiawan Gayo Lues Safarudin S.Sos mengenai ringkasan singkat tentang Tari Saman. Namun dalam pembahasan ini lebih menjelaskan kepada pendekatan

deskripsi secara umum saja dan hanya berbentuk seperti makalah biasa. Penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut: dari sudut pengertian Tari Saman

merupakan salah satu media untuk pencapaian pesa

mencerminkan

kekompakan dan kebersamaan.

Sebelum Tari Saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan,

tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan

penonton. pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara grup tamu dengan grup sepangkalan (dua grup). Penilaian dititikberatkan pada

kemampuan masing-masing grup dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawan.


(37)

Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringa

akan tetapi menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini ditarikan oleh para pria dipandu oleh seorang pemimpin yang disebut Syech. Keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna.

Pada zaman dahulu, tarian ini dipertunjukan dalam acara adat tertentu, diantaranya dalam upacara memperingati hari kelahir Selain itu, khususnya dalam konteks masa kini, tarian ini dipertunjukkan pula pada acara-acara yang bersifat resmi, seperti kunjungan tamu-tamu antar

Nyanyian para penari menambah kedinamisan dari Tari Saman. Cara

menyanyikan lagu-lagu dalam Tari Saman dibagi dalam 5 macam:

1. Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat.

2. Dering, yaitu regnum yang segera diikuti oleh semua penari.

3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang

penari pada bagian tengah tari.

4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang

tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak.

5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan


(38)

Tari Saman dimainkan oleh sekelompok pria. Kaum wanita tidak ada yang

melakukannya, karena kesenian ini melakukan gerakan dengan memukul dada, menggelengkan kepala, membungkukkan badan dan juga kadang-kadang melakukan gerakan yang cepat. Hal ini menjadi faktor penyebab kaum wanita tidak bisa bahkan dilarang melakukan tarian ini karena tidak sesuai dengan kodrat keadaan seorang wanita. Selain itu, secara naluri wanita selalu menunjukkan gerakan yang lemah gemulai yang tidak tercermin dalam Saman.

Pengaturan penari Saman harus teratur sesuai dengan formasinya. Urutan

formasi sesuai dengan kedudukan penari sebagai pemimpin atau anggota. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Pertunjukan Tari Saman

Tari Saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar


(39)

Syeikh Saman mempelajari tarian melayu kuno, kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah Islam demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan pertunjukan-pertunjukan. Tari Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik,

kerena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua gerak ini adala

Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan

laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil. Pendapat lain ada yang mengatakan tarian ini ditarikan oleh 10 orang penari, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyayi.

Pada umumnya Tari Saman banyak mengandung nilai yang mencerminkan

kebersamaan. Secara singkat dijelaskan lagi oleh salah seorang pendiri Kabupaten Gayo Lues Dr. Rajab Bahry, M.Pd mengenai filosofi Tari Saman. Aspek pertama

adalah mengenai Kepemimpinan. Tarian ini diawali oleh teriakan pemimpin, diikuti lagu dan ada atau tidak musik pengiring menjadi tidak masalah. Pemimpin disinilah yang akan membawa irama menjadi cepat dan melambat. Dia harus tahu Power kelompoknya, sehingga kapan harus menaikkan tempo tarian. Dalam

bahasa organisasi ini disebut Emphatic Leadership atau empati seorang

pemimpin.

Kemudian aspek lainnya adalah koordinasi dan komunikasi. Sangat tidak mungkin keserentakan gerak tanpa koordinasi. Komunikasi yang dibangun tidak harus dengan bahasa verbal, namun justru menggunakan bahasa


(40)

isyarat, misal: sentuhan di bahu, tepukan tangan penari lain, dan lirikan mata antar anggota. Selanjutnya bagian lainnya adalah semangat dan antusias. Tari Saman merupakan salah satu tarian yang nge-beat dan tidak mungkin

dilakukan tanpa semangat apalagi tanpa energi yang baik.

Irama dan birama yang begitu cepat dan gerakan yang begitu dinamis sangat membutuhkan konsentrasi luar biasa dan fokus terhadap apa yang sedang dikerjakan. Sekalipun ada anggota yang bersedih atau berduka, maka dia tetap akan memacu (memaksa) diri untuk bergerak cepat dan akhirnya terhanyut dalam semangat akibat ”Virus” antusias yang ada pada orang-orang di sekitarnya.

Feedback juga sangat ditekankan dalam tari ini di mana teriakan dan nyanyian

anggota tim, layaknya sebuah Feedback yang menyemangati. Membangun energi

dan kebersamaan, sekaligus membangun irama kerja yang dinamis namun padu. Membangun sebuah tim dibutuhkan Feedback yang terus menerus, agar arah tetap

terjaga, sekaligus energi tim terus penuh. Siapapun anda yang memiliki tim, maka Feedback adalah wajib hukumnya.

Sehingga dengan adanya Feedback tersebut keterlibatan secara emosi

teriakan, nyanyian dan gerakan yang dilakukan merupakan sinergi energi yang ada di dalam diri penari sebagai sebuah pelepasan emosi. Satu hal, emosi yang diangkat memadukan melodi yang dinyatakan dengan irama gerakan yang dilakukan. Disinilah letak MoodConcruency (kesesuaian suasana hati) para penari

dengan tarian dan nyanyiannya, serta penari lain di dalam grup. Ada kohesivitas

di dalamnya, ikatan ini yang mungkin oleh Le Bon dibilang sebagai The


(41)

Baik hanya sepuluh orang atau ratusan penari, maka kita akan melihat bagaimana cara penari ini bisa melakukan menyamakan tindakan dan gerakan yang sangat perlahan hingga sangat cepat. Awalnya para penari akan melakukan dengan sangat perlahan, kemudian setelah iramanya terbentuk, dan gerak tim sudah mantap, maka mereka mulai melakukan Speed-up. Makin cepat, semakin

cepat, semakin cepat dan semakin memikat. Inilah cara membuat tim menjadi bisa bekerja secara optimal. Formasi yang kuat dan kokoh, dengan skrup yang sudah kuat, maka mulailah menambah kecepatan. Formasi belum terbentuk, irama belum selaras dan anda akan melakukan genjotan untuk Speed-up Team anda,

maka sudah bisa dipastikan, akan ada korban-korban disana.

Kesuksesan tim adalah buah proses belajar/ latihan dan perencanaannya anda percaya Tari Saman ini tercipta atau ada seketika. Tentu saja tidak,

masing-masing anggota harus paham gerakan dasar dan keseluruhan gerakan sebagai totalitas, dirinya juga harus belajar nyanyian dan bagaimana irama/ hentakan yang dilakukan. Belum termasuk bagaimana menyamakan gerakan dan nyanyian. Semua tim butuh proses belajar untuk berpadu dalam Actionnya.

Selanjutnya filosofi lainnya adalah

tertib dan teratur seperti rukun shalat yang terakhir: tertib dan teratur. Tarian ini juga sebuah tarian yang tidak bisa diimprovisasi masing-masing anggota tim, apalagi yang sifatnya spontan. Tarian harus dilakukan sesuai aturan yang disepakati. Sekali ada anggota yang egois dan mencoba ingin menonjol sendiri dengan improvisasi, maka sudah pasti akan terjadi benturan kepala atau gesekan lainnya.


(42)

2.4. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Pariwisata Kaitannya dengan Tari Saman

Berdasarkan banyak kajian, pemerintah terutama pemerintah daerah memiliki banyak peran terkait dengan penyelenggaraan kegiatan masyarakat. Namun demikian, peran Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam pembangunan seni termasuk Tari Saman dapat disederhanakan sebagai berikut:

1. Pemerintah Kabupaten Gayo Lues mengeluarkan kebijakan untuk membangun

seni seperti Tari Saman selama ini dengan menjadikan kesenian terutama Tari

Saman ke dalam pendidikan ekstrakulikuler di setiap jenjang pendidikan

mulai tingkat dasar sampai tingkat lanjutan atas.

2. Program Pemerintah Kabupaten Gayo Lues terhadap pembangunan seni Tari

Saman adalah pembentukan grup Saman binaan Dinas Kebudayaan dan

Parawisata Kabupaten Gayo Lues yang diseleksi dari seluruh grup Saman

yang ada di 144 Desa di Kabupaten Gayo Lues dan menyelenggarakan pertunjukan Tari Saman sebagai hiburan pada waktu perayaan hari besar

nasional dan keagamaan dan jamuan tamu agung. Program ini juga berupa

perlombaan dan festival Tari Saman. Even kegiatan Tari Saman yang

ditampilkan selama ini lebih kepada kebiasaan yang sudah menjadi turun temurun di kalangan masayarakat Gayo Lues seperti penyambutan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, pesta pernikahan, pesta khittan, pesta-pesta rakyat lainnya. Namun demikian pemerintah Kabupaten Gayo Lues berupaya

mengikutsertakan Tari Saman pada setiap even-even penting yang

diselenggarakan baik oleh Pemerintah Kabupaten Gayo Lues sendiri maupun pihak-pihak lainnya seperti kegiatan expo, festival kesenian dan sebagainya.


(43)

3. Menjadi fasilitator agar kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh swasta dapat berkembang lebih pesat. Peran fasilitator disini dapat diartikan sebagai menciptakan iklim yang nyaman agar para pelaku kegiatan kebudayaan dan pariwisata dapat berkembang secara efisien dan efektif.

Pencatatan warisan budaya tak benda (WBTB) oleh UNESCO bertujuan untuk melakukan pencatatan terhadap semua ragam gerak dan syair yang digunakan untuk Saman, terutama dari guru/ pelatih Saman yang berusia lanjut,

untuk digunakan sebagai bahan dasar untuk pelestarian, khususnya untuk ditransmisikan kepada generasi penerus, yang kurang mendapatkan budaya Saman. Pencatatan tertulis dan berupa dokumentasi foto, video, buku/ karya tulis

dan lain-lain agar saman Preserved by Record. Data akan disimpan di Direktorat

Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film dan juga oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gayo Lues.

2.5. Keterlibatan Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata Kaitannya dengan Tari Saman

Untuk mencapai keberhasilan pembangunan, maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, yang diantaranya adalah keterlibatan masyarakat di dalam pembangunan. Sanit dalam (Suryono, 2001) menjelaskan bahwa pembangunan dimulai dari pelibatan partisipasi masyarakat. Ada beberapa keuntungan ketika partisipasi masyarakat dilibatkan dalam pembangunan yaitu, pertama, pembangunan akan berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Artinya bahwa jika masyarakat dilibatkan dalam perencanaan pembangunan maka


(44)

akan tercipta kontrol terhadap pembangunan tersebut. Kedua, pembangunan yang berorientasi pada masyarakat akan menciptakan stabilitas politik. Oleh karena masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan sehingga masyarakat bisa menjadi kontrol terhadap pembangunan yang sedang terjadi.

Berkaitan dengan Tari Saman keterlibatan masyarakat disini meliputi

beberapa hal yaitu:

1. Masyarakat Gayo Lues selama ini menjadikan Tari Saman berfungsi sebagai

hiburan atau media komunikasi sehingga mendapat manfaat yang sangat besar.

2. Masyarakat Gayo Lues selalu mempertunjukkan Tari Saman dalam kegiatan

penyambutan pada peringatan hari nasional, keagamaan, penyambutan tamu agung ataupun festival-festifal seperti: Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW serta acara-acara peresmian lainnya.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan teknik deskriptif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan dan mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan yang ada, sikap dan pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dari suatu fenomena sosial. Alasannya permasalahan yang diteliti merupakan suatu fenomena yang terjadi sebagaimana adanya fakta-fakta yang ada di lapangan.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh dengan alasan berdasarkan sidang verivikasi berkas nominasi Saman yang telah

dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 2010 lalu di Bale Musara Kabupaten Gayo Lues oleh Pemerintah Kabupaten Gayo Lues beserta tokoh adat dan seniman yang menyepakati bahwa daerah asal Tari Saman adalah Kabupaten Gayo Lues serta

telah diakui dan dikukuhkan Tari Saman asli berasal dari Kabupaten Gayo Lues

oleh organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia tidak benda (intangible heritage) pada 24 November 2011 yang lalu di Bali. Sehingga menjadi


(46)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, ada 2 jenis data yang akan digunakan, yaitu data

primer dan data sekunder. Pertama, data primer yaitu data yang diperoleh

langsung dari lapangan melalui hasil wawancara dengan informan/narasumber. Kedua, data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada

melalui kajian pustaka, teori-teori, dan dokumentasi serta peraturan perundang-undangan sehingga diperlukan studi dokumentasi dan literatur. Tujuannya, sebagai upaya untuk mendapatkan informasi yang penting, tajam, mumpuni, dan mendukung keakuratan penelitian ini. Studi dokumentasi dan literatur yang terdapat dalam fenomena yang diteliti merupakan basis data yang dapat dijadikan sebagai informasi penting, seperti majalah, jurnal-jurnal ilmiah, data media massa dari koran, internet dan data pendukung lainnya.

Adapun teknik pengumpulan data bertujuan mengumpulkan data atau informasi yang dapat menjelaskan permasalahan atau penelitian secara obyektif. Dalam usahanya untuk memperoleh data secara diskriptif, peneliti menggunakan berbagai macam instrumen yang biasa dipakai dalam penelitian kualitatif yaitu: 1. Pengamatan terlibat/ berperan serta (participant observation)

Pengamatan terlibat adalah pengamatan yang dilakukan sambil sedikit banyak berperan serta dalam objek yang kita teliti. Pengamatan berperan serta adalah strategi lapangan yang secara simultan memadukan analisis dokumen. Wawancara dengan responden dan informan, partisipasi dan observasi langsung dan introspeksi, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang nyata dan aktual.


(47)

a. Kebijakan dan program apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam melakukan pelestarian Tari Saman ?

b. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam upaya menjadikan Tari Saman

sebagai ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues?

c. Bagaimana potensi Tari saman dalam mendukung pembangunan daerah

terutama di bidang pariwisata?

2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam merupakan suatu cara yang dilakukan untuk

mengungkap dan mengolaborasi sebanyak mungkin informasi melalui tanya jawab langsung dengan responden sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara akan dilakukan pada orang-orang yang memiliki pengetahuan atau kapabilitas terhadap permasalahan dalam penelitian ini, seperti para pengambil kebijakan, ahli sejarah Gayo Lues, tokoh adat, peneliti tentang Saman, serta beberapa pakar

lain yang berkepentingan tentang permasalahan tentang tari Saman ini. Teknik

penentuan informan yang diwawancarai adalah teknis Snow Balls. Ini artinya

jumlah informan bisa berkembang sesuai dengan kebutuhan data.

Adapun hal-hal yang peneliti wawancarai kepada informan adalah sebagai berikut:

a. Kebijakan dan program apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam melakukan pelestarian Tari Saman ?

b. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam upaya menjadikan Tari Saman

sebagai ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues?

c. Bagaimana potensi Tari saman dalam mendukung pembangunan daerah


(48)

3.4. Informan Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi yang sangat diperlukan bagi penelitian kualitatif ini, maka diperlukan adanya informan penelitian. Adapun informan penelitian ini adalah orang-orang yang memiliki kewenangan dan mengerti tentang keberadaan Tari Saman yang meliputi dari beberapa unsur

sebagai berikut:

1. Syech Saman sejumlah 144 orang karena setiap Desa memiliki 1 Grup Tari

Saman, tetapi pada penelitian ini peneliti hanya mewawancarai 5 orang saja

dengan alasan bahwa 5 orang syech saman ini dipandang cukup memadai untuk memberikan informasi yang dibutuhkan tentang penelitian ini.

2. Tokoh adat yang bernaung dalam Majelis Adat Aceh Kabupaten Gayo Lues

yang merupakan lembaga atau pun wadah yang menangani semua tentang kebudayaan masyarakat Aceh pada umumnya khususnya kebudayaan masyarakat Gayo Lues.

3. Tokoh Agama Kabupaten Gayo Lues meliputi alim ulama yang bernaung pada

lembaga Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Gayo Lues.

4. Tokoh Masyarakat Kabupaten Gayo Lues meliputi orang-orang mengerti

tentang seluk beluk kehidupan masyarakat pada masa dahulu hingga sekarang. 5. Bupati Gayo Lues.

6. Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Gayo Lues dan stafnya.

3.5. Data-Data yang Dibutuhkan

Adapun data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(49)

Tabel 3.1. Klasifikasi data-data penelitian

Isu/ tema Kelompok data Jenis

data Sumber data

Teknik pengumpulan data Kondisi umum lokasi penelitian

Sejarah lokasi Skunder

dan primer Dokumen BPS dan tokoh masyarakat Studi dokumentasi dan wawancara Kondisi geografi dan lingkungan lokasi

Skunder Dokumen BPS Studi

dokumentasi, Dinamika sosial, budaya dan ekonomi masyarakat di lokasi penelitian

Skunder Dokumen BPS

dan tokoh masyarakat Studi dokumentasi dan wawancara

Tari Saman Filosofi Tari

Saman

Primer Telaahan

UNESCO,

dokumen Saman, tokoh

masyarakat, syech Saman dan tokoh adat

Wawancara

Sejarah

perkembangan Tari Saman

Primer Telaahan

UNESCO dan tokoh adat Studi dokumentasi dan wawancara Nilai yang dikandung dalam Tari Saman

Skunder dan primer

Literatur Tari Saman, tokoh adat, tokoh masyarakat dan syech Saman

Studi dokumentasi dan wawancara Dinamika apresiasi masyarakat terhadap Tari Saman

Primer Tokoh adat,

tokoh masyarakat, tokoh agama dan syech Saman

Wawancara Pembangunan pariwisata di Kebijakan dan program pembangunan pariwisata di Kabupaten Gayo Skunder dan Primer Bupati, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Dokumen APBK Studi dokumentasi dan wawancara


(50)

Kabupaten Gayo Lues

Lues Gayo Lues

Kontribusi pemerintah

daerah terhadap pengembangan Tari Saman

Skunder dan primer Bupati, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Bappeda serta dokumen APBK Gayo Lues Studi dokumentasi, observasi dan wawancara Potensi Tari Saman sebagai objek wisata dalam pembangunan pariwisata di Kabupaten Gayo Lues

Primer Bupati, Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata,

Bappeda, tokoh masyarakat,

syech Saman dan tokoh adat Studi dokumentasi, observasi dan wawancara Peran serta masyarakat dalam pelestarian dan pengembangan tari saman serta pembangunan pariwisata

Primer Tokoh

masyarakat, tokoh agama dan syech Saman

Studi

dokumentasi, observasi dan wawancara

Sumber : Data yang diolah

Tabel diatas menjelaskan data-data yang diperoleh berasal dari berbagai sumber sehingga diperlukan teknik pengumpulan data melalui wawancara, studi dokumentasi, observasi ataupun dengan cara lainnya. Untuk mempermudah dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data-data atau informasi secara obyektif seperti yang tercantum pada tabel diatas.

3.6. Teknik Analisis Data

Analisis dalam kegiatan penelitian merupakan hal yang penting, sebab melalui kegiatan analisis data yang diperoleh, diberi makna atau arti sehingga


(51)

bermanfaat dalam menemukan masalah-masalah yang kemudian akan dicari alternatif penyelesaiannya.

Analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara historistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005).

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing, yaitu pengecekan data dimana data yang diperoleh dipisah-pisahkan antara data yang diperlukan dengan data yang tidak diperlukan untuk mendapatkan kebenaran dan kesesuaiannya dengan masalah yang ada.

2. Klasifikasi, yaitu penggolongan data sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

3. Cek silang antara data hasil wawancara dengan hasil observasi dan

dokumentasi, maupun hasil wawancara responden lainnya.

4. Interpretasi, yaitu menganalisa dan mencari arti yang lebih luas dari data yang ada dan menghubungkan dengan ilmu pengetahuan dan teori yang ada.

Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dalam tesis ini untuk memperoleh kedalaman penghayatan terhadap interaksi atau konsep yang sedang dikaji secara empiris.


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Kabupaten Gayo Lues

Secara umum dalam uraian deskripsi daerah dan lokasi penelitian, sejauh mungkin penulis menggambarkan beberapa hal atau aspek yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diamati. Adapun tujuan pemaparan obyek penelitian, agar pembaca mengetahui secara sekilas tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan obyek penelitian. Mengingat lokasi penelitian ini bertempat di Kabupaten Gayo Lues, alangkah baiknya penulis memaparkan bagaimana sejarah Gayo Lues.

Untuk mengetahui asal nama suku Gayo perlu penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam lagi karena setiap pemberian identitas, pengenal atau nama dari sesuatu selalu dihubungkan dengan kronologi peristiwa yang berlatar belakang sejarah. Demikian pula halnya dengan nama yang disandang suku Gayo. Rentang sejarah yang amat panjang jika dikaji dengan seksama dan mendasar, terkadang dijumpai silang pendapat atau perbedaan pendapat dalam menemukan sisi kebenarannya. Hal ini disadari karena rentang waktu sejarah yang amat panjang, referensi yang terbatas ditambah keragaman keterangan oleh para nara sumber yang sifatnya turun-temurun.

Mengenai pendapat tentang asal nama Gayo terdapat keragaman, dengan demikian belum ada data pasti dan penelitian khusus untuk mendapatkan keterangannya, ada beberapa pendapat (Abidin, 1969) sebagai berikut:


(53)

Pertama, kata Gayo ,berarti kepiting dalam bahasa batak Karo. Pada zaman

dahulu terdapat serombongan pendatang suku batak Karo ke Blangkejeren, mereka melintasi sebuah desa bernama Porang, tidak jauh dari perkampungan tersebut dijumpai telaga yang dihuni seekor kepiting besar, lantas para pendatang ini melihat binatang tersebut dan berteriak “gayo...gayo...” konon dari sinilah kemudian daerah tersebut dinamai dengan Gayo. Kedua, dalam buku The Travel

of Marcopolo karya Marcopolo seorang pengembara bangsa Italia. Dalam buku

ini dijumpai kata Drang-Gayu yang artinya orang Gayu/ Gayo. Ketiga, kata Kayo

dalam bahasa Aceh, Ka berarti sudah dan Yo berarti lari/ takut, Kayo berarti sudah

takut/ lari. Keempat, kata Gayo berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu: Gayo berarti

gunung. Maksudnya orang yang tinggal di daerah pegunungan. Kelima, dalam

buku Busatanussalatin yang dikarang oleh Nuruddin Ar-Raniry, pada tahun 1637 Masehi yang tertulis dengan huruf Arab. Nama Gayo di atas ada juga disebutkan kata Gayor. Hal ini terjadi karena orang-orang tertentu tidak mengerti, bahwa

yang sebenarnya adalah kata Gayo. SukuGayo adalah sebuah suku bangsa yang

mendiami

Kabupate

seorang Ahli Geologi asal Bali yang melakukan penelitian di Aceh Tengah suku

Gayo merupakan suku primitif. Suku Gayo beragama

taat dalam agamanya. Suku Gayo menggunakan bahasa yang disebut

Kabupaten Gayo Lues saja yang akan dibahas.

Gayo Lues pada zaman Kerajaan Aceh pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda daerah Gayo dan Alas secara resmi dimasukkan ke dalam


(54)

Kerajaan Aceh. Gayo dan Alas dibagi atas beberapa daerah yang disebut Kejurun.

Kepada Kejurun diberikan sebuah Bawar, pedang (semacam tongkat komando)

sebagai pengganti surat keputusan. Daerah Gayo dan Alas dibagi atas delapan Kejurun. Enam Kejurun di Gayo dan dua Kejurun di tanah Alas. Di Gayo yaitu :

Kejurun Bukit, Linge, Syiah Utama, Patiambang, Bebesen dan Abuk di tanah

Alas Batu Mbulan dan Bambel. Kejurun Patiambang berkedudukan di Penampaan

dengan luas daerah seluruh Gayo Lues dengan 55 kampung. Kepala pemerintahan dipegang kejurun dengan dibantu 4 orang Reje Cik yaitu : Porang, Kutelintang,

Tampeng, Kemala Derna, Peparik, Penosan, Gegarang dan Padang. Tugas utama Reje dan Reje Cik adalah membangun daerahnya masing-masing dan memungut

pajak dari rakyat serta memilih kejurun. Kejurun setiap tahun menyetor upeti

kepada Sultan Aceh.

Gayo Lues pada zaman kemerdekaan gema Proklamasi memakan waktu lama sehingga sampai ke Gayo Lues. Kepastiannya didapatkan pada akhir bulan September 1945. Pada tanggal 04 Oktober 1945 teks Proklamasi dibacakan di Blangkejeren oleh Kolonel. Muhammad Din. Pada tahun 1946 Pemerintah Aceh menetapkan daerah pedalaman menjadi satu Kabupaten (Keluhakan) yang bernama Keluhakan Aceh Tengah. Luhak (Bupati) dan ibu kota Kabupaten dimusyawarahkan antara pemimpin dari Takengon, Blangkejeren dan Kutacane. Setelah diadakan musyawarah terpilih Raja Abdul Wahab sebagai Luhak Aceh Tengah sedangkan Takengon dipilih menjadi ibu kota. A.R Hajat menjadi Patih, Mude Sedang menjadi Wedana Takengon, M. Saleh Aman Sari menjadi Wedana Gayo Lues dan Khabar Ginting menjadi Wedana Tanah Alas. Setelah susunan pemerintahan terbentuk dan berjalan beberapa bulan mulailah terasa kesulitan


(55)

menjalankan roda pemerintahan mengingat hubungan Takengon-Blangkejeren-Kutacane sangat jauh. Kesulitan diatas menjadi asal mula perjuangan, maka sejak tahun 1957 mulailah Gayo Lues dan Alas berjuang untuk membentuk Kabupaten sendiri. Setelah melalui perjuangan penuh liku-liku akhirnya pada tahun 1974 Gayo Lues dan Alas terbentuk menjadi Kabupaten yang dinamakan Aceh Tenggara dengan dasar hukumnya yaitu: Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1974 tertanggal 26 Juni 1974 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3034);

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1974 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3034); maka status Kewedanaan diganti dengan sebutan Pembantu Bupati. Namun sejak tahun 1975 s.d 1981 status Gayo Lues masih dalam transisi karena Gayo Lues dijadikan Daerah Koordinator Pemerintahan untuk 4 Kecamatan. Baru pada tahun 1982 Kewedanaan Gayo Lues dijadikan Wilayah Pembantu Bupati Gayo Lues yang dipimpin oleh Pembantu Bupati. Berhubung karena keterbatasan wewenang ditambah lagi luasnya daerah yang yang harus dikoordinir dan lagi pula minimnya Pendapatan Asli Daerah Aceh Tenggara dan kesan kemajuan pembangunan Gayo Lues dinonaktifkan. Pada pertengahan Tahun 90-an transportasi Gayo Lues agak mendekati titik terang dengan berfungsinya sarana jalan, sehingga menjadikan kota Blangkejeren sebagai simpang empat, yaitu: Blangkejeren-Takengon, Blangkejeren-Aceh Selatan, Blangkejeren-Kutacane, Blangkejeren-Aceh Timur. Hal ini memicu percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah Gayo Lues yang


(1)

potensi wisata dan peta rute menuju objek wisata di Kabupaten Gayo Lues

Lues

19 insentif peserta PKA (tim kesenian, adat dan budaya) 1.040 orang

78.000.000 100 % Banda Aceh

20 Insentif peserta latihan tim kesenian PKA-V 1.512 orang

15.120.000 100 % Banda Aceh

21 Insentif tim kesenian 234 orang

4.680.000 100 % Banda Aceh 22 Belanja rumah adat gayo

lues di Banda Aceh 1 paket

860.482.000 100 % Banda Aceh

23 Pembangunan pagar tmgi (dikontrakkan) 1 paket

61.813.500 100 % Kabupaten Gayo Lues 24 Belanja cetak kamus

bahasa gayo

224.951.400 100 % Kabupaten Gayo Lues 25 Belanja modal pengadaan

barang bercorak kesenian, kebudayaan (baju saman lengkap 13 pasang, baju bines 15 stel dan pengadaan dalung 2 buah)

66.610.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

Total 4.733.169.607 100 % -


(2)

Lampiran 3.

Realisasi kegiatan dan anggaran dalam pembangunan budaya dan pariwisata Kabupaten Gayo Lues tahun 2010

No Kegiatan Besaran dana

(Rupiah)

Target Keterangan 1 Fasilitasi partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan kekayaan budaya

155.425.880 100 % Kabupaten Gayo Lues

2 Pengelolaan dan

pengembangan

pelestarian peninggalan sejarah purbakala, museum dan peninggalan

bawah air (dpal)

96.548.000 100 % Banda Aceh

3 Pengembangan

kebudayaan dan pariwisata

326.240.750 100 % Jakarta

4 Pendukungan

pengelolaan museum dan taman budaya di daerah

25.860.000 100 % Banda Aceh

5 Penyusunan tata bahasa gayo

120.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 6 Peningkatan

pembangunan sarana dan prasarana pariwisata

71.942.740 100 % Kabupaten Gayo Lues 7 Pengembangan kesenian

dan kebudayaan daerah

554.850.320 100 % Kabupaten Aceh Tengah (Takengon) 8 Fasilitasi perkembangan

keragaman budaya daerah (dpal) 1 judul buku

222.000.000 100 % Blangkejeren

9 Seminar dalam rangka

revitalisasi dan reaktualisasi budaya lokal

33.799.940 100 % Kabupaten Gayo Lues

10 Peningkatan dan

pembangunan sarana dan prasarana pariwisata 1 unit

5.227.500 100 % Kabupaten Gayo Lues

11 Biaya perawatan wisma kedah 24 orang

12.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 12 Biaya perawatan tmgi 12

orang

6.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

13 Insentif petugas

kebersihan wisma pemda keudah 12 orang

7.200.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 14 Insentif perawat anjungan 14.100.000 100 % Kabupaten Gayo

Lues 15 Insentif peserta kesenian

expo budaya louser (saman, bines, tari kreasi)

17.850.000 100 % Kabupaten Gayo Lues


(3)

grup kesenian 25 grup Lues

17 Belanja dokumen/

administrasi tender pembangunan rumah adat gayo lues di banda aceh

53.750.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

18 Kontribusi kepada panitia penyelenggara expo budaya louser

230.000.000 100 % Banda Aceh

19 Belanja sewa gedung/ kantor/ tempat bagi para peserta seminar dalam rangka revitalisasi dan reaktualisasi budaya lokal

88.700.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

20 Belanja sewa sarana mobilitas darat bagi peserta expo

56.445.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 21 Belanja sewa sarana

mobilitas udara bagi peserta expo

52.500.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 22 Belanja sewa pakaian

adat /tradisional (bines, pakaian tari kreasi, pakaian pengantin, pelaminan adat gayo)

30.500.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

23 Belanja modal pengadaan konstruksi/ pembelian bangunan rumah adat gayo lues di banda aceh

48.025.500 100 % Banda Aceh

24 Belanja modal pengadaan buku/ kepustakaan untuk kamus bahasa gayo dan hak cipta kamus umum bahasa gayo

222.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

25 Belanja rehabilitasi pagar wisma pemda keudah

38.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

Total 2.526.465.600 100 % -


(4)

Lampiran 4.

Realisasi kegiatan dan anggaran dalam pembangunan budaya dan pariwisata Kabupaten Gayo Lues tahun 2011

No Kegiatan Besaran dana

(Rupiah)

Target Keterangan 1 Fasilitasi partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan kekayaan budaya

12.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

2 Fasilitasi

penyelenggaraan festival budaya daerah 1 even

94.880.537 100 % Kabupaten Gayo Lues 3 Pengembangan

kebudayaan dan pariwisata 1 even

282.516.720 100 % Jakarta 4 Pendukungan

pengelolaan museum dan taman budaya di daerah 1 tahun

15.000.000 100 % Banda aceh

5 Penyusunan tata bahasa gayo (DPAL)

120.000.000 100 % Banda aceh

6 Pengelolaan dan

pengembangan

pelestarian peninggalan sejarah purbakala, museum dan peninggalan

bawah air

9.750.000 100 % Banda aceh

7 Pengembangan objek pariwisata unggulan 3 objek

71.500.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 8 Peningkatan

pembangunan sarana dan prasarana pariwisata 1 unit

200.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

9 Pengembangan jenis dan paket wisata unggulan 1 unit

60.500.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 10 Pelaksanaan koordinasi

pembangunan objek pariwisata dengan lembaga/dunia usaha 3 bulan

25.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

11 Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pengembangan destinasi pemasaran pariwisata 6 lokasi

26.300.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

12 Pengembangan daerah tujuan wisata 1 lokasi

31.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues


(5)

sosialisasi dan penerapan swera pengawasan standarisasi 12 bulan

Lues

14 Pengembangan kesenian dan kebudayaan daerah 1 even

278.150.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 15 Fasilitasi perkembangan

keragaman budaya daerah 1 even

278.425.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 16 Honor latihan peserta

keseniaan 150 orang

11.250.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 17 Honor peserta kesenian

gebyar wisata dan budaya nusantara 176 orang

13.200.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 18 Honor penjaga keamanan

anjungan di banda aceh 12 orang

6.000.000 100 % Banda aceh

19 Honor petugas kebersihan anjungan di banda aceh 12 orang

6.000.000 100 % Banda aceh

20 Petugas perawatan wisma keudah 24 orang

12.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 21 Petugas kebersihan

wisma keudah 12 orang

6.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 22 Petugas perawatan tmgi

12 orang

6.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 23 Petugas kebersihan tmgi

12 orang

6.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

24 Petugas perawatan

stadion pacuan kuda 12 orang

6.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 25 Petugas kebersihan

stadion pacuan kuda 12 orang

6.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 26 Insentif anggota saman

binaan pemda 360 orang

54.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 27 Insentif grup kesenian 56

grup

84.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 28 Insentif grup didong laut

2 grup

30.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 29 Penghargaan kepada

pelaku seni yang berjasa 20 orang

20.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 30 Insentif latihan saman

kolaborasi dabus 230org

11.500.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 31 Pengawasan

pembangunan rumah adat gayo lues di banda aceh (DPAL)

9.750.000 100 % Banda aceh

32 Belanja air anjungan kabupaten gayo lues di banda aceh 12 bulan


(6)

33 Belanja listrik wisma keudah 12 bulan

1.800.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 34 Belanja listrik anjungan

di banda aceh 12 bulan

1.800.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 35 Belanja dana pembinaan

saman 24 kampung

12.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 36 Perbaikan saluran air

wisma keudah 1 paket

4.500.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 37 Perbaikan instalasi listrik

wisma keudah 1 paket

5.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 38 Biaya penyusunan buku

tata bahasa gayo (dpal)

120.000.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 39 Biaya survey ke danau

marpunge 1 paket

3.600.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 40 Belanja pakaian adat

pemenang duta wisata 4 stel

3.200.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 41 Belanja modal pengadaan

pemandian wisma keudah

199.150.000 100 % Kabupaten Gayo Lues 42 Belanja modal pengadaan

barang bercorak kesenian, kebudayaan (baju saman lengkap, baju pengantin pria dan baju pengantin wanita)

30.600.000 100 % Kabupaten Gayo Lues

Total 1.913.342.307 100 % -