HUBUNGAN MEDIA DALAM SEJARAH PUBLIC RELA

HUBUNGAN MEDIA DALAM SEJARAH PUBLIC RELATIONS,
PERKEMBANGAN DAN IMPLIKASINYA PADA PRAKTEK
PUBLIC RELATIONS

Jumlah 1639 kata

Disusun Oleh :
Vita Madya Rina
130904886

Fakultas Ilmu Sosial Politik

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2014
HUBUNGAN MEDIA DALAM SEJARAH PUBLIC RELATIONS, PERKEMBANGAN DAN
IMPLIKASINYA PADA PRAKTEK PUBLIC RELATIONS

Public relations merupakan suatu aktivitas yang menyangkut niat baik, rasa
simpati, saling mengerti, untuk mendapatkan pengakuan, penerimaan dan dukungan publik
lewat komunikasi dan sarana penunjang seperti media massa untuk mencapai manfaat dan
kesepakatan bersama (dalam, Fajar, 2012, hal. 14). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa

terdapat suatu hubungan antara public relations dengan media. Hubungan tersebut
dijelaskan sebagai suatu hubungan yang digunakan untuk membangun perantara dengan
publik, perantara antara public relations dan media merupakan sebuah alat digunakan
sebagai jembatan yang menghubungkan antar dua pihak terkait. Media sebagai alat atau
jembatan public relations dalam menyampaikan pesan yang berisi informasi, persuasi, dan
penyesuaian, untuk menghidupkan dukungan publik akan suatu kegiatan atau suatu
permasalahan (E.L. Berneys, dalam Rumanti, 2005).
Dalam menyampaikan pesannya public relations membutuhkan media untuk
menjangkau stakeholders yang luas dan banyak jumlahnya [CITATION Dar12 \l 1057 ].
Media yang digunakan seperti naskah press realease yang dimuat di surat kabar,
pemberitaan di media, dan berbagai pesan komunikasi akan suatu organisasi yang
disampaikan ke khalayak. Untuk menjangkau khalayak secara luas inilah public relations
membutuhkan media sebagai sarana yang membantu dalam menjangkau seluruh lapisan
khalayak. Hubungan ini dipelajari public realtions dalam menjalin hubungannya dengan
media. Hubungan media adalah suatu aktivitas komunikasi yang dilakukan baik individu
ataupun public relations untuk menjalin sebuah hubungan yang baik dalam mencapai
publikasi organisasi yang maksimal dan seimbang (Nova, 2009, hal. 208). Dalam
sejarahnya dengan public relations, hubungan media sudah berlangsung lama semenjak
pertama kali ditemukannya public relations pada sebuah buletin pertanian di Irak, yang
isinya memberitahukan kepada publik bahwa cara petani pada tahun 1800 SM melakukan


pertanian dengan cara menanam, mengatur irigasi, dan memanen ladang mereka
[CITATION Cut11 \l 1057 ].
Posisi media pada masa sebelum revolusi hingga masa kemerdekaan di Amerika,
media digunakan public relations sebagai alat untuk menarik opini publik ketika terjadi
propaganda yang dibentuk oleh para tokoh revolusioner. Tidak hanya digunakan sebagai
alat menarik opini publik, media yang digunakan mampu menjalin hubungan media
dengan public relations pada masanya. Penggunaan media sebagai alat propaganda ini
merupakan salah satu bentuk praktek public relations. Cutlip, Center, & Broom (2011)
menjelaskan tentang sejarah perkembangan public relations di Amerika yang lahir di
tengah gejolak dan perubahan. Kemunculan public relations di Amerika terjadi saat
perebutan kekuasaan antara gerakan rakyat dengan kelompok kaya Tories. Perebutan
kekuasaan ini dilakukan untuk meraih dukungan publik. Pada masa sebelum revolusi,
publisitas sudah ada di Amerika Serikat, publisitas dilakukan untuk menggalang dana
dengan media brosur yang diusulkan ke Harvard oleh Inggris untuk usaha menyelesaikan
masalah East-Coast pada abad ke -17. Permohon tersebut dikabulkan dan muncul New
England’s First Fruits, yang ditulis di Massachusetts namun dicetak di London pada tahun
1643, ini merupakan pamflet dan brosur pertama di bidang public relations [CITATION
Cut11 \l 1057 ].
Tidak hanya berhenti di situ saja, pada masa kemerdekaan Samuel Adams seorang

tokoh revolusioner membentuk dan menggerakkan opini publik dengan cara yang inovatif
untuk menarik opini publik. Namun para tokoh propagandis kesulitan terhadap mobilisasi
opini publik agar mau melakukan peran dan membentuk pemerintahan. Propaganda ini
semakin mengejutkan ketika terbit pamflet kecil yang bertajuk common sense. Cutlip,
Center, & Broom (2011) menyebutkan bahwa seorang ahli sejarah menyebutkan pamflet
common sense yang dibuat ini merupakan kegiatan public relations terbesar di masa

Revolusi. Hal ini berarti membuktikan bahwa media masssa mampu menciptakan sebuah
rasa simpati, saling mengerti, dan mendapatkan penerimaan dan dukungan publik
(Muntahar, 1985, dalam Fajar 2012). Media massa yang digunakan oleh public relations
sebagai bentuk publisitas ini mampu menarik opini massa yang lebih banyak. Media
publisitas yang disebarkan secara masal ini mampu menarik perhatian publik dengan isi
publisitas yang dibagikan kepada publik. Pernyataan tersebut diperkuat dimana, media
massa sangat berperan dalam perkembangan dan perubahan perilaku dan sikap di
masyarakat [CITATION Set13 \l 1057 ]. Praktek public relations yang didukung oleh
media di Amerika selanjutnya adalah terbitnya publikasi the Federalist Paper. Sebanyak
85 surat ditulis untuk koran-koran antara tahun 1787 hingga 1788 oleh Alexander
Hamilton, James Madison, dan John Jay [CITATION Cut11 \l 1057 ].
Awalnya praktek public relations yang hanya dilakukan hanya sebagai propaganda
saja, seiring munculnya media cetak pertama dan mampu memberikan efek yang

signifikan, praktek public relations kemudian berubah menjadi publisitas yang
menyampaikan pesan untuk kepentingan pribadi/golongan, hal ini menimbulkan
kekecewaan pada buruh perkerja di Amerika Serikat karena mereka merasa dibohongi
[CITATION Dia10 \l 1057 ]. Ketika muncul ketidakpuasan inilah, praktek public relations
menjadi evaluasi bahwa perlu adanya komunikasi yang berimbang sekaligus terbuka yang
mampu memberikan penjelasan tentang hal-hal yang dibutuhkan masyarakatnya.
Pada Masa Perkembangan dan Perubahan, terjadi reformasi politik dimana muncul
kebutuhan dan dukungan politik atas praktek public relations. Public relations tumbuh saat
ada kebutuan untuk mendapatkan penerimaan publik dan utilisasi teknologi baru. Praktek
public realtions kembali muncul ketika demokrasi bangkit di Amerika, dimana orang dari
kalangan biasa dapat memenangkan pemilihan dan sekolah publik dapat berdiri secara
bebas [CITATION Cut11 \l 1057 ]. Hubungan dengan media yang terlihat pada massa ini

adalah tingkat melek huruf, dan perhatian terhadap politik betambah karena adanya liputan
pers. Hal ini menandai bangkitnya demokrasi di Amerika dimana pemerintah tidak lagi
didominasi oleh kaum bangsawan melainkan rakyat biasa juga bisa ada di kalangan politik.
(Cutlip, Center, & Broom, 2011) menyebutkan jika pergulatan kekuasaan ini
memunculkan seorang public relations yang merintis public relations di balik layar.
Garis perkembangam public relations mulai tampak pada periode definitif mulai
tahun 1900, ketika dunia memasuki abad ke 20 yang semakin terlihat dimana media juga

tumbuh dan berkembang bersama public relations. Cutlip, Center, & Broom (2011)
membagi perkembangan public relations ke dalam tujuh periode utama : (1) pada era
persemaian (1900-1916) dimana pada masanya jurnalisme gencar membongkar
ketidakberesan melawan publisitas defensif dari reformasi politk yang luas. Lagi-lagi
media berperan dalam praktek public relations yang tercermin dari praktek pemburuan
berita meoleh para jurnalis. (2) Periode perang dunia I (1917-1918) merupakan era dimana
kekuasaan hebat dalam membentuk semangat pratiotisme, menjual obligasi perang,
merekrut tentara, dan mengumpulkan juataan dollar untuk kesejahteraan. (3) Ledakan era
dua puluhan (1919-1929) pada masa ini praktek public relations dimanfaatkan untuk
promosi produk dan mendapatkan penerimaan publik. (4) Era Roosevelt dan perang dunia
II (1930-1945) merupakan era yang didominasi oleh Franklin D. Roosevelt dan
penasihatnya, dimana praktek public relations pemerintah mengalami perubahan yang
pesat. Perang dunia banyak memperhatikan segi advertising sebagai alat public relations.
(5) Era pasca perang (1946-1964) pada masa ini, public relations diterima secara luas dan
munculnya asosiasi profesional yang kuat. Media komunikasi yang modern juga mulai
muncul yaitu televisi. (6) Periode protes dan pemberdayaan (1965-1985) pada masa ini
peran public relations tidak lagi seperti jurnalis yang disewa untuk menceritakan
pandangan suatu organisasi. (7) Abad digital dan globalisasi (1986- sekarang) merupakan

masa dimana munculnya teknologi yang serba canggih, dibarengi kemudahan

menggunakan media oleh semua lapisan, dan adanya akses “self-publishing” yang
membuat berkurangnya kontrol terhadap media tradisional.
Hubungan media dalam public relations dan implikasinya dalam beberapa negara
dapat terlihat di Korea Selatan. Perbedaan teknologi yang cepat dengan hampir 52% dari
total populasi pada tahun 2002 pengguna internet di Korea mencapai 28.5 users
(berdasarkan Korea Network Information Center, (dalam Sriramesh, 2004). Praktisi Public
relations di Korea Selatan menggunakan online public relations yang secara cepat
membangun sebuah komunitas untuk berbagi materi, ide, taktik dan informasi antar
profesional public relations. Jenis internet online public relations yang ada di Korea
Selatan seperti www.koreapr.org; www.sabonara.org; dan www.adic.com [CITATION
Kri04 \l 1057 ]. Internet memang menjadi media baru yang tercepat dalam mengirimkan
informasi namun televisi dan suratkabar masih menjadi media yang dominan di
masyarakat [ CITATION Kri04 \l 1057 ]. Media suratkabar mengambil peran penting
dalam mengatur opini publik dan agenda setting. Dalam West&Turner (2008) dijelaskan
bahawa teori agenda setting merupakan pembentukan pola pikir yang dibentuk oleh media,
dimana publik akan cenderung menilai suatu isu penting, seperti media massa yang
menganggap isu tersebut penting. Terdapat 10 harian nasional dan 5 harian ekonomi. Top
three dari ketiganya adalah Chonsum Ilbo, Joongang Ilbo, dan Donga Ilbo. Ketiga
suratkabar ini secara umum mudah dikenal oleh publik. Dalam media broadcast Korea
Selatan terdapat dua stasiun nasioal untuk publik KBS dan MBC, satu privat national

network SBS, dan delapan televisi lokal KBC, TBC, TJB, UBC, ITV, JTV, dan CJB.
Pemerintah mengatur sistem penyiaran dengan KBC (Korean Broadcasting Commision)
dimana terdiri dari anggota yang ditetapkan oleh Presiden. Ketiga statiun dominan (SBS,
KBS, MBC) mendominasi opini publik [ CITATION Kri04 \l 1057 ].

Selain Korea Selatan perkembangan media di Indonesia lebih berimplikasi pada
ranah jurnalistik dimana ada asosiasi Jurnalis yang bernama Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI). PWI Didirikan di Solo, 9 Februari 1946. Pada era liberalisme di tahun 1950 PWI
masih merasakan kemerdekaan mereka. Tahun 1966-1969 Jurnalis Indonesia masih
menikmati kebebasan dalam hal editorial. Namun tahun 1970 menjadi tahun dimana PWI
berada dibawah pemerintah hingga akhir 1996. Pada masa Soeharto, tidak ada ruang untuk
opini publik, yang berimplikasi besar pada profesi public relations [CITATION Eli04 \l
1057 ]. Hampir selama 50 tahun public relations dibatasi pada informasi satu arah.
Kemudian tahun 1998 ketika era reformasi dimulai PWI menjadi institusi yang berdiri
sendiri (independen) dan memulai untuk mengembangkan profesional jurnalis yang
bermula pada tahun 1999 ketika kemerdekaan berbicara dan berekspresi di lindungi hukum
[CITATION Eli04 \l 1057 ].
Kesimpulannya adalah terdapat hubungan yang saling mendukug antara public
relation dan media. Dalam menyampaikan pesannya public relations membutuhkan media
massa untuk menjangkau stakeholders yang luas dan banyak jumlahnya. Posisi media

berada sebagai media dalam menghubungkan public relations dengan publik sekaligus
sebagai alat yang digunakan public relations dalam hubungannya dengan publik atau
stakeholder. Seiring berjalannya waktu, media yang awalnya hanya sebuah piktogram
(gambar yang bermakna) perlahan berubah menjadi media yang mampu berimplikasi
merubah dan mempengaruhi opini publik. Praktek public relations yang berhasil dengan
media seperti brosur, pamflet dalam sejarahnya mendorong penggunaan media oleh public
relations dalam praktek kerjanya. Media dianggap membantu dan mampu memberikan
kemudahan kepada public relations. Tidak hanya sebagai jembatan yang menjadi media
pengubung. Public relations juga menjadi orang dibalik layar sebuah kesuksesan media di
masyarakat. Ketika sebuah media itu muncul dan beredar di antara masyarakat, orang

dibalik layar yang menkonsep dan membentuk sebuah media adalah seorang public
relations. Penggunaan media yang mampu berhasil dan memiliki daya mempengaruhi dan
membentuk opini merupakan keberhasilan yang dimiliki oleh seorang public relations.

DAFTAR PUSTAKA
Ananto, E. G. (2004). The Development of Public Relations in Indonesia. Dalam K.
Sriramesh, Public Relations in Asia An Anthology (hal. 279-280). Singapura:
Thomsom Learning.
Cutlip, S. M., Center, A. H., & Broom, G. M. (2011). Effective Public Relations (9 ed.). (B.

Tri Wibowo, Penerj.) Jakarta: Kencana.
Darmastuti, R. (2012). Media relations: konsep, strategi, dan aplikasi. Jurnal Ilmiah, iii.
Diambil kembali dari https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CC8QFjAD
&url=http%3A%2F%2Frepository.uksw.edu%2Fbitstream%2Fhandle
%2F123456789%2F1265%2FBOOK_Rini%2520D_Media%2520relations_Kata
%2520Pengantar.pdf%3Fsequence%3D2&ei=6YaRVL
Fajar, W. (2012). Peran Humas dalam Membangun Citra Bagi Sekolah. Jurnal Ilmiah.
Diambil kembali dari eprints.uny.ac.id/8583/3/BAB%20II%20%2008402241023.pdf
Gregory, A. (2004). Public Relations in Practice. (A. Gregory, Penyunt., & S. P. S.S.,
Penerj.) London/Jakarta: Kogan Page LTD/ Penerbit Erlangga.
Jo, S., & Kim, J. (2004). Public Relations in Asia. Dalam K. Sriramesh, In Search of
Professional Public Relations Hong Bo and Public Relations in South Korea (hal.
253-254). Singapura: Thomson Learning.
Nova, F. (2009). Crisis Public Relations : Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan.
Jakarta: Grasindo.
Rumanti, S. M. (2005). Dasar-Dasar Public Relations. Jakarta: Grasiondo.
Setiawan, A. A. (2013). Peran Media Massa Dalam Meningkatkan Kualitas
Kepemerintahan Lokal Berbasis Human Security di Kota Jayapura. E-Journal, hal
1.

Wardhani, D. (2010). Perkembangan Public Relations. hal 2.
West, R., & Turner, L. H. (2008). Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi (3rd
ed., Vol. II). Jakarta: Salemba Humanika.