UPAYA PENDAMPINGAN PENGRAJIN BATU MERAH DALAM MENINGKATKAN USAHA EKONOMI MANDIRI DI DUSUN PELEM DESA TEMON KECAMATAN TROWULAN KABUPATEN MOJOKERTO.
UPAYA PENDAMPINGAN PENGRAJIN BATU MERAH DALAM MENINGKATKAN USAHA EKONOMI MANDIRI DI DUSUN PELEM
DESA TEMON KECAMATAN TROWULAN KABUPATEN MOJOKERTO
Skripsi
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh :
ELOK ANDRIYANI B02212004
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
RED STONE CRAFTSMEN ASSISTANCE EFFORTS IN IMPROVING BUSINESS
ECONOMY SELF IN DUSUN PELEM TEMON VILLAGE DISTRICT TROWULAN DISTRICT MOJOKERTO.
ABSTRACT
This mentoring research illustrates how social and economic condition of artisans bricks in Hamlet Pelem. This study is to answer the problem formulation of the first, How to parse the shackles of dependency patterns red stone craftsmen of contract skipper, second, how the process of assistance to bring empowerment red stone craftsmen. shackle occurrence is in because of economic factors and their ignorance of the shackles that had been ensnared red stone craftsmen.
To uncover these issues thoroughly and deeply, the research approach is used PAR
(Participatory Action Research). Step-by-step problem-solving process, among others: preliminary research, inculturation, formulate problems, designing strategies, community organizing, staged, evaluation and reflection.
The mentoring process to bring empowerment red stone craftsmen. By reviving the bank waste as alternative bid to boost economic business independently through thrift. This mentoring is done as a step towards the red stone craftsmen from being constantly in debt to local investors.
From the results of the assistance expected to be used as a reference for the government or related installations in the construction of a society to be more concerned again towards the empowerment of the weak and helpless.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ……….……….......i
PERNYATAAN KEASLIAN.……….………...ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ………....iii
MOTTO ………......iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………...…....v
KATA PENGANTAR ………....vi
DAFTAR ISI ……….....viii
DAFTAR TABEL ………..…..…....xi
DAFTAR GAMBAR ………...….…...xii
ABSTRAK ………....xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Realitas Problematika....………..……..….1
B. Fokus Masalah...………..……….9
C. Tujuan Penelitian...………..………...9
D. Manfaat Penelitian...………..….. 10
E. Definisi Konsep...………..…...11
F. Sistematika Penelitian...……....………..……..13
(8)
A. Hegemoni...………..……….15
B. Teori Kelas...18
C. Pemberdayaan...20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan...…………..………..38
B. Ruang Lingkup...……….……… 39 C. Prosedur dan Langkah-langkah....……….………… 40
D. Strategi Mencapai Tujuan dalam Pendampingan...53
E. Subjek Pendampingan...54
F. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data...55
G. Teknik Analisis Data………..58 BAB IV MENELUSURI WILAYAH DAN MASYARAKAT DUSUN PELEM A. Kondisi Geografis Dusun Pelem...……….55
B. Demografis…...………..58
C. Pendidikan...………....58
D. Kesehatan...……….……..59
E. Ekonomi...………..62
F. Politik...………..64
G. Sosial...65
BAB V DISKUSI, BEKERJASAMA DAN BERAKSI BERSAMA MASYARAKAT (Dinamika pendampingan bersama masyarakat) A. Membangun Komunitas Melalui Kearifan Lokal...……....……..67
B. Membangun Kepercayaan dengan Masyarakat (Trust Buildang)..68
(9)
D. Menentukan Fokus Masalah Bersama Masyarakat……...74
E. Mendiskusikan Strategi Penyelesaian Masalah Bersama
Masyarakat………...89
BAB VI REFLEKSI PENDAMPINGAN
A. Melepas Belenggu Monopoli Modal Juragan...………...95
B. Memunculkan Kesadaran Melalui Perubahan...…………..98
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan ……....………..102
B. Rekomendasi ………...103
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN- LAMPIRAN
(10)
1
BAB I PENDAHULUAN A.Realitas Problematik
Kabupaten Mojokerto terdiri atas 18 Kecamatan, 299 Desa, dan 5 Kelurahan.
Satu diantaranya adalah Kecamatan Trowulan. Trowulan terletak di bagian barat
Kabupaten Mojokerto, yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Jombang. Luas
wilayah Trowulan 3.704.320 Ha, sedangkan Desa Trowulan mempunyai luas 457.520
Ha, Didalamnya terdapat desa sebanyak 16 desa dengan suhu rata-rata 24-31°,
topografi Trowulan dataran 457,52 dan tinggi tempat dari permukaan laut 45 Meter,
Trowulan juga memiliki curah hujan 1.872 mm/ tahun, dan kesuburan tanah di
Trowulan terdapat beberapa macam sangat subur 28 ha, subur 23 ha, dan sedang 12
ha.1
Berdasarkan data monografi diatas tentunya sangat berpengaruh bagi
masyarakat Trowulan khususnya pada mata pencaharian masyarakat. Kondisi tanah
yang subur membuat masyarakat kebanyakan berprofesi sebagai petani. Beberapa
masyarakat yang tidak memiliki keahlian bertani mereka memanfaatkan tanah untuk
berprofesi lain yakni sebagai pengrajin batu merah.
Keterampilan membuat batu merah bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika terlau
tebal batu merah akan basah meski sudah dibakar sedangkan jika terlalu tipis maka
batu merah akan mudah patah. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang
1
http//data monografi Trowulan, 2016 diakses pada 19 April 2016
(11)
2
membutuhkan ketelatenan, ketekunan dan keterampilan tangan. Kerampilan yang
sudah turun temurun ini terus dilestarikan oleh masyarakat.
Batu merah sendiri merupakan bahan bangunan yang harus ada dalam
mendirikan suatu bangunan. Baik itu rumah, sekolah, candi bahkan kerajaan. Batu
merah sudah digunakan sejak abad Xlll-XIV atau masa kerajaan Mojopahit. Hal ini
dibuktikan dengan beberapa temuan- temuan yang ada di Trowulan yakni berupa
candi, makam, petirtaan (pemandian) dan sisa-sisa dari kerajaan Mojopahit. Semua
itu berbahan bangunan batu merah. Sehingga daerah trowulan dikenal sebagai daerah
wisata dengan bercirikan batu merah sebagai dinding- dinding disekeliling
bangunannya.
Tidak lepas dari peninggalan zaman kerajaan Mojopahit, selain meninggalkan
berbagai peninggalan berupa barang atau bangunan, leluhur juga mewariskan
keterampilan yakni keterampilan membuat batu merah seperti ulasan diatas tadi.
Daerah Trowulan khususnya Dusun Pelem Desa Temon salah satu yang melestarikan
keterampilan leluhurnya. Hampir 32% kepala keluarga di dusun ini berprofesi
sebagai pengrajin batu merah.2
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat sangat menggantungkan
pada penghasilan sebagai pengrajin batu merah. Terbatasnya keterampilan
masyarakat menjadi penyebab mereka hanya bergantung pada keterampilan membuat
batu merah tersebut. Masyarakat Dusun Pelem ini kebanyakan termsuk dari tingkat
menengah kebawah dalam bidang ekonomi, karena masyarakat kebanyakan adalah
2
hasil wawancara dengan bapak Karen (45 tahun) pada 19 Maret 2016
(12)
3
pengrajin batu merah. Namun lebih tepatnya sebagai buruh pengrajin batu merah.
Banyak diantara mereka yang kini bekerja kepada juragan. Maka dari itu masyarakat
Pelem yang bekerja menjadi buruh itu menginginkan memiliki usaha sendiri sehingga
dapat membuat perekonomian keluarga mereka meningkat daripada sebelumnya.
Pekerjaan sebagai pengrajin batu merah bukanlah pekerjaan yang bermodalkan
sedikit. Profesi ini sangatlah membutuhkan modal yang cukup besar. Hal inilah yang
membuat mereka bergantung pada juragan untuk menghutangi modal kepada
masyarakat agar mereka bisa terus bekerja,mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga
dan tentunya bisa melestarikan keahlian merka sebagai pengrajin batu merah. Hal ini
dijelaskan dalam tabel berikut pengeluaran pengrajin batu merah untuk sekali
pembakaran yakni selama 2-3 bulan sekali.
Tabel 1.1
Pengeluaran Pengrajin Batu Merah Untuk Sekali Pembakaran
NO. PENGRAJIN NETRAL KONTRAK JURAGAN
1. Lokasi : lahan pribadi (bebas) Lokasi : sewa
2. Biaya produksi Rp.5.000.000 Biaya bahan baku Rp. 6.500.000
3. Harga : ditentukan sendiri Harga : tetap (tergantung juragan)
4. Pemasaran : dijual ke juragan Pemasaran : dijual ke juragan
Sumber : hasil wawancara dengan bapak Wari (56 tahun) pada 14 Maret 2016
Berdasarkan tabel diatas jika pengrajin tersebut netral dalam artian
menggunakan biaya sendiri maka akan sangat berbeda pengeluarannya dengan yang
(13)
4
Pertama, jika pengrajin netral dia akan memanfaatkan lahan pekaranganya
untuk memproduksi batu merah. Beberapa pengrajin memanfaatkan pekarangan
rumah untuk memproduksi batu merah. Dusun Pelem ini masih tergolong wilayah
yang memiliki pekarangan yang cukup luas di sekitar pemukiman mereka. Sehingga
adanya pekarangan tersebut memudahkan pengrajin dalam memproduksi batu merah.
Dan tidak hanya itu, ada juga memanfaatkan lahan pekarangannya untuk ditanami
tumbuhan musiman atau lahan peternakan.
Sedangkan bagi pengrajin yang kontrak juragan (berhutang) maka juragan akan
menyewakan lahan untuk membuat memproduksi batu merah. Kebanyakan pengrajin
yang kontrak juragan adalah mereka yang tidak memiliki lahan untuk produksi batu
merah. Lahan yang digunakan untuk proses produksi cukup luas. Tidak hanya untuk
mencetak batu merah tapi juga untuk pembakaran diperkirakan ± 45 meter. Sehingga
mereka yang tidak memiliki lahan atau lahannya kurang mencukupi untuk proses
pembuatan batu merah mereka akan menyewa tanah yakni senilai Rp. 1.500.000.
Jumlah yang cukup besar terutama untuk mereka yang hanya berpenghasilan Rp.
45.000 perharinya. Ketidakmampuan pengrajin dalam menyediakan lokasi untuk
produksi, membuat pengrajin akhirnya menghutang pada juragan.3
Kedua, dalam biaya produksi pembuatan batu merah,bagi pengrajin yang netral
maupun yang kontrak juragan pengeluarannya sangatlah berbeda. Berikut
Perinciannya biaya produksi dalam setiap kali pembakaran batu merah :
3
Hasil wawancara dengan ibu Eni (52 tahun) pada 23 Maret 2016
(14)
5
Tabel 1.2
Biaya Produksi Batu Merah.
No Bahan Baku Harga
1. Tanah Rp. 2.500.000
2. Dedak (kulit padi) Rp. 950.000
3. Sampah Rp. 400.000
4. Ban Rp. 400.000
5. Batu Bara Rp. 400.000
6. Remi'an 4 Rp. 350.000
Total Rp. 5.000.000
Sumber : Hasil wawancara dengan bapak Wari (56 tahun) pada 14 Maret 2016
Untuk pengrajin netral dia akan mengeluarkan biaya produksi sebanyak Rp.
5.000.000 seperti yang tertera pada tabel diatas. Sedangkan bagi pengrajin dengan
kontak juragan, dia akan mengeluarkan biaya produksi senilai Rp. 8.500.000 atau
Rp.1.500.000 lebih mahal dari pengrajin netral. Hal ini dikarenakan mereka yang
kontrak dengan juragan adalah mereka yang tidak memiliki lahan pribadi untuk
produksi batu merah sehingga harus menyewa lahan dan berhutang pada juragan.5
Kontak yang mereka setujui dengan juragan bukanah kontrak untuk sekali
pembakaran melainkan untuk 3 tahun. Jadi sudah bisa dilihat berapa jumlah
pengeluaran tersebut jika dikalikan selama 3 tahun. 3 tahun : 2 bulan (sekali
pembakaran) = 15 . 15 x 1.500.000 = 22.500.000. jadi selama 3 tahun masa kontrak
4
Remi.an adalah potongan besi- besi bekas yang biasa digunakan sebagai bahan campuran saat pembakaran batu merah.
5
Hasil wawancara dengan bapak Wari (56 tahun) pada 14 Maret 2016
(15)
6
pengrajin mengalami kerugian hingga 22.500.000 dan sebaliknya juragan akan
menerima keuntungan sebanyak 22.500.000 setiap kontrak atau 1.500.000 untuk
sekali pembakaran.
Ketiga, perbedaan ini terlihat dari harga.Pengrajin netral lebih bisa menentukan
harga jual batu merahnya sendiri. Harga yang ditawarkan pengrajin netral pun sangat
berbeda- beda tergantung musimnya. Jika musim kemarau harga batu bata merah
mencapai 250.000 per 1000 batu merah.Namun jika di musim hujan harga batu bata
merah bisa mencapai 350.000 - 400.000 per 1000 batu bata merah.
Lain halnya dengan kontrak juragan, pengrajin tidak memiiki wewenang
sedikitpun dalam penentuan harga. Batu bata yang sudah siap jual akan langsung
diambil juragan dengan harga yang sama. Jika musim kemarau harga mencapai
250.000 namun jika musim penghujan hanya naik sekitar 100.000 saja. Belum lagi
jika pengrajin itu memiliki hutang pada juragan maka akan langsung dipotong dengan
hasil yang mereka dapatkan. Jadi sekalipun harganya dinaikkan sama saja dengan
harga tetap karena tetap akan dipotong untuk membayar hutangnya. 6
Dalam memaknai hal ini, Gramsci menjelaskan adanya hegemoni. Hegemoni
sendiri merupakan sebuah proses penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan
kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan. Di sini penguasaan
dilakukan tidak dengan kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan
masyarakat yang dikuasai.
6
Hasil wawancara dengan bu In (43 tahun) pada 11 Mei 2016.
(16)
7
Bentuk-bentuk persetujuan masyarakat atas nilai-nilai masyarakat dominan
dilakukan dengan penguasaan basis-basis pikiran, kemampuan kritis, dan
kemampuan-kemampuan afektif masyarakat melalui konsensus yang menggiring
kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka yang
ditentukan lewat birokrasi (masyarakat dominan). Di sini terlihat adanya usaha untuk
menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa .7
Yang terakhir masalah pemasaran. Dalam memasarkan batu merah, baik
pengrajin netral maupun pengrajin dengan kontrak juragan hasilnya akan dijual
kepada juragan. Jadi meskipun pengrajin netral mereka masih menggantungkan
juragan untuk memasarkan batu merah mereka. Hanya saja mereka harus membayar
sekitar 45.000 untuk biaya buruh bongkar muat batu merah. Biasanya buruh bongkar
muat ini sebanyak 2 atau 3 orang jadi tinggal mengalikan saja biayanya.8
Keberadaan juragan di Dusun Pelem sangatlah berpengaruh bagi kehidupan
masyarakatnya terutama bagi keluarga pengrajin batu merah.Dalam menghidupi
keluarganya tidaklah cukup hanya dengan keterampilan yang mereka miliki.
Dorongan berupa modal sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat.
Ketergantungan masyarakat terhadap juragan ini merupakan hasil dari
penaturalan kelompok penguasa atau pemilik modal. Masyarakat secara terus
menerus diberikan bantuan- bantuan dan hutang- hutang untuk memenuhi
kebutuhannya. Jika mereka tidak bisa membayarnya mereka akan terlilit hutang
7
Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim dan Weber,terjemahan oleh Soeheba Kramadibrata (Jakarta: UI-Press, 2007), hal.,13
8
Hasil wawancara dengan bapak Wari (56 tahun) pada 14 Maret 2016
(17)
8
kepada juragan. Tentunya masyarakat akan terus bekerja untuk juragan. Lingkaran
system ketergantungan inilah yang akhirnya membuat masyarakat tidak bisa mandiri.
Kebutuhan akan bahan baku yang semakin lama semakin meningkat ditambah lagi
biaya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Membuat masyarakat terus
bergantung kepada juragan.
Bahkan karena sulitnya memenuhi kebutuhan sehari- harinya masyarakat
akhirnya melibatkan anaknya untuk membantu memproduksi batu merah. Masa muda
yang seharusnya dimanfaatkan untuk belajar kini mereka harus bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 9 (1), UU 23/2002
yang mengatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
minat dan bakatnya.9
Kenyataannya yang terjadi masyarakat Dusun Pelem Desa Temon Kecamatan
Trowulan Kabupaten Mojokerto justru melibatkan anaknya yang seharusnya sekolah
untuk bekerja. Pendidikan bukan menjadi prioritas utama di Dusun Pelem. Sehingga
generasi penerusnya pun banyak yang putus sekolah dan memilih untuk bekerja.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan anak sering kali
menjadikan masyarakat lupa jika mereka telah mengorbankan anaknya untuk bekerja.
Selain itu pendidikan masyarakat yang rendah membuat masyarakat mudah
diperbudak oleh system yang sengaja dibuat oleh para pemilik modal atau juragan.
Realitas tersebut menarik bagi peneliti untuk diteliti lebih lanjut dengan pendekatan
9
Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak.
(18)
9
penelitian pendampingan yang berorientasi pada perubahan kondisi masyarakat yang
lenah diatas.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti menyimpulkan beberapa rumusan
masalah terkait pola belenggu ketergantungan pengrajin batu merah terhadap kontrak
juragan di Dusun Pelem Desa Temon Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto
sebagai berikut :
1. Bagaimana mengurai pola belenggu ketergantungan pengrajin batu merah dari
kontrak juragan yang ada di Dusun Pelem Desa Temon Kecamatan Trowulan
Kabupaten Mojokerto?
2. Bagaimana proses pendampingan untuk memunculkan keberdayaan pengrajin batu
bata merah di Dusun Pelem Desa Temon Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto?
C.Tujuan Peneitian
Tujuan dari program pemberdayaan kali ini adalah agar masyarakat di Dusun
Pelem Desa Temon Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto bisa lebih produktif
dan bisa memanfaatkan SDA yang ada di desa tersebut.
1. Untuk mengurai pola belenggu ketergantungan pengrajin batu merah dari kontrak
juragan yang ada di Dusun Pelem Desa Temon Kecamatan Trowulan Kabupaten
(19)
10
2. Untuk mengetahui proses pendampingan tersebut untuk memunculkan
keberdayaan pengrajin batu merah di Dusun Pelem Desa Temon Kecamatan
Trowulan Kabupaten Mojokerto.
D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis
Setelah melakukan penelitian ini diharapan akan bermanfaat bagi peneliti dan
masyarakat Dusun Pelem, terutama bagi pengrajin batu merah yang mempunyai
masalah dalam ketergantungan pada juragan. Hasil penelitian ini bisa membantu
dan memberi solusi dalam mengatasi atau mengurangi ketergantungan para
pengrajin batu merah kepada juragan yang ada di Dusun Pelem Desa Temon
Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto.
2. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas ilmu
pengetahuan tentang memasarkan dan ketrampilan dalam mengorganisir
masyarakat, dan bisa penambah pengetahuan peneliti akan pentingnya cara
memasarkan dan ketrampilan dalam mengorganisir masyarakat agar dapat
mengurangi ketergantungan pengrajin batu bata merah terhadap juragan di Dusun
(20)
11
E. Definisi Konsep
1. Pendampingan Masyarakat
Pendampingan dapat dipahami sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat
dengan menempatkan tenaga pendamping sebagai fasilitator, motivator, dan
komunikator. Pendampingan merupakan upaya untuk menciptakan atau
mengembangkan berbagai potensi baik itu kemajuan ekonomi dan sosial bagi
masyarakat sehingga mampu mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Dengan
berperan aktif segala perubahan yang ada. Bukan hanya itu, menumbuhkan
kembali kuasa masyarakat atas aset yang mereka miliki agar dapat memanfaatkan
sendiri.10
Pendampingan masyarakat yang dilakukan ini, bukan serta merta
mendampingi tanpa melihat masalah maupun potensi yang dimiliki. Fasilitator
akan melihat terlebih dahulu dengan cara pendekatan kepada masyarakat atau
biasa disebut dengan teknik inkulturasi, kemudian memetakan gambaran umum
masyarakat yang akan di dampingi. Dari beberapa teknik yang dipakai merupakan
cara yang tepat untuk memulai pendampingan tersebut.
Ada beberapa prinsip pendampingan, diantaranya :
a. Pemahaman terhadap lokasi dan kondisi dampingan
b. Saling bekerjasama antar kelompok
10
Lihat tulisan yang berjudul “Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat”, “Pelaku dan Praktek Pengembangan Masyarakat”,dan “Paradigma dan Ideologi LSM di Indonesia”.
(21)
12
c. Prinsip keberlanjutan. Berbagai kegiatan memiliki potensi untuk berlanjut
di kemudian hari
d. Prinsip kemandirian. Masyarakat diajarkan untuk berbuat semaunya sesuai
kemampuan, sehingga mereka dapat berjalan sendiri tanpa bergantung
dari pihak luar
e. Menciptakan rasa saling memiliki antar kelompok, sebagai satu keluarga
yang utuh dan memiliki tujuan yang sama.11
Pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan kreatif, inovatif, dan energik
yang diprakarsai oleh masyarakat. Kata prakarsai ini merujuk pada kata tindakan
atau aksi yang telah dilakukan oleh masyarakat demi perubahan yang terjadi,
tanpa adanya campur tangan dari pihak luar. Dengan demikian tujuan utama dari
pendampingan adalah menciptakan kemandirian masyarakat agar tidak
bergantung dengan orang lain.
2. Pengrajin Batu Merah
Pengrajin adalah beberapa orang yang mahir dalam membuat suatu
keterampilan. Sedangkat batu merah adalah bahan material bangunan yang sangat
penting saat mendirikan bangunan. Batu merah terbuat dari tanah liat yang
dicetak dengan balok- balok berjumlah 5-6 dan dijemur. Setelah kering barulah
dibakar dan Nampak warnanya yang berubah menjadi kemerah-merahan.
Sehingga dinamakan batu merah.
11 Ibid,
(22)
13
3. Usaha Kecil Mandiri
Usaha Kecil Mandiri adalah bagian dari Usaha Kecil dan Menengah disingkat
UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan
Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan
ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas
merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari
persaingan usaha yang tidak sehat.”12
F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
BAB I, di dalam bab ini peneliti menjelaskan tentang latar belakang dan subyek yang
didampingi serta analisis historisnya. Bukan hanya situasi problem yang akan
diulas di bab pertama, namun di bab pertama juga memunculkan fokus
pendampingan. Fokus apa yang akan peneliti dampingi. Serta dimana
peneliti akan dampingi. Setelah fokus pendampingan, di bab I juga
memunculkan tujuan pendampingan, manfaat pendampingan, definisi konsep
dan sistematika pembahasan. Tujuan dibuat peneliti agar pendampingan ini
tetap terarah dan mengikuti fokus yang dituju.
12
Pandji Anoraga, & Djoko Sudantoko, Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2002)
(23)
14
BAB II, akan menjelaskan tentang kajian teori yang akan dipakai peneliti. Dalam
penelitian ini, peneliti bukan untuk menguji teori tetapi peneliti mencoba
menemukan teori baru dari realitas yang ada. Teori yang akan dipakai oleh
peneliti yakni hegemoni, kelas sosial (power dan ketergantungan) serta teori
pendampingan atau pemberdayaan Ketiga teori ini saling berhubungan satu
sama lain. Ketika ada permasalahan tentang keterbelengguan maka
pemberdayaan yang berbasis dakwah sangat diharapkan.
BAB III, pada bab III peneliti menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan
untuk pendampingan yang berpihak. Bab ketiga akan menjelaskan secara
rinci metode PAR yang digunakan untuk mencari data dan teknik
pendampingan.
BAB IV, menjelaskan tentang kondisi geografis, demografis, pendidikan, kesehatan,
ekonomi, politik dan sosial yang ada di Dusun Pelem.
BAB V, pada bab ini menjelaskan tentang dinamika proses pendampingan pengrajin
batu merah di Dusun Pelem.
BAB VI, pada bab ini menjelaskan refleksi dinamika proses pendampingan yang
didialogkan dengan teori yang digunakan.
BAB VII, berisikan tentang maksud dan isi dari kesimpulan dan apa maksud dan isi
(24)
15
BAB II
KAJIAN TEORI
A.Kerangka Teoritik 1. Hegemoni
Sosiolog Antonio Gramsci, sebagaimana dikutip oleh Nur Syam dalam
bukunya yang berjudul Model Analisis Teori Sosial mengajukan teori
hegemoni untuk menjelaskan fenomena usaha mempertahankan kekuasaan oleh
pihak penguasa dan kelas kapitalis.13
Dalam bukunya Anthony Giddens yang berjudul Kapitalisme dan teori
sosial modern, suatu analisis hasil karya tulis Marx, Durhem dan Weber
Gramsci menjelaskan adanya hegemoni. Hegemoni sendiri merupakan sebuah
proses penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan kelas bawah juga
aktif mendukung ide-ide kelas dominan. Di sini penguasaan dilakukan tidak
dengan kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat
yang dikuasai. Bentuk-bentuk persetujuan masyarakat atas nilai-nilai
masyarakat dominan dilakukan dengan penguasaan basis-basis pikiran,
kemampuan kritis, dan kemampuan-kemampuan afektif masyarakat melalui
konsensus yang menggiring kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah
sosial ke dalam pola kerangka yang ditentukan lewat birokrasi (masyarakat
13
Nur Syam.Model Analisis Teori Sosial,(Surabaya: PMN,2009),hal.,311.
(25)
16
dominan). Di sini terlihat adanya usaha untuk menaturalkan suatu bentuk dan
makna kelompok yang berkuasa .14
Bentuk Hegemoni menurut Rene Descartes ada dua bentuk hegemoni,
antara lain:
1. Modernitas
Modernitas memang ditakdirkan lahir sebagai penakluk.
Semangat kelahirannya adalah semangat pemberontakan,
pemberontakan terhadap kekuasaan alam dan hegemoni agama.
Dengan teknologi sebagai tulang punggung modernitas, alam pun
meleleh dari keagungan misteriusnya selama berabad-abad.
Contoh hegemoni modernitas yaitu ketika seorang anak
dengan usia 7-8 tahun main internet atau pergi ke warnet pada masa
sekarang dianggap wajar dan dibiarkan sesukanya untuk mengakses
internet. Padahal di internet banyak hal yang seharusnya tidak anak
usia 7-8 tahun ketahui. Memang anak-anak tersebut tidak sengaja
mencari hal-hal yang diluar pengetahuan mereka, akan tetapi hal-hal
tersebutlah yang menampakkan diri mereka di internet. Sehingga
menarik perhatian anak-anak ini untuk membuka dan mengetahui apa
sesungguhnya hal tersebut. Nah, pada contoh ini orangtua telah
terhegemoni terhadap teknologi baru yang canggih. Tanpa mereka
14
Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim dan Weber, terjemahan oleh Soeheba Kramadibrata, Jakarta: UI-Press, 2007), hal.,13
(26)
17
sadari bahwa ada hal-hal lain yang dapat diakibatkan oleh bebasnya
anak-anak mereka mengakses internet. Mereka hanya mengetahui
bahwa internet bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.
2. Tradisi
Tradisi sebagai penjaga gawang nilai dan gaya hidup komunitas
target tidak terima dengan gaya sapu bersih ini. Dengan segala
kekuatan, tradisi bangkit melancarkan perlawanan. Hegemoni tradisi
akan mempertahankan budaya dan nilai-nilai yang mereka percayai
tanpa harus mengikuti kemajuan jaman yang jauh dari budaya dan
nilai-nilai yang telah mereka anut.
Contoh hegemoni tradisi yaitu adanya pihak-pihak yang
menentang akan bebasnya menggunakan pakaian yang hanya
menutupi bagian dada sampai perut. Pihak-pihak yang memiliki
hegemoni tradisi, mereka akan menyampaikan bahwa berpakaian
yang hanya menutupi bagian dada sampai perut itu tidak sopan,
menentang syariat ajaran agama, mudah sakit karena masuk angin,
dan merendahkan diri sendiri. Mereka akan mengatakan apalah
artinya mengikuti trend kalau nyatanya kita harus meninggalkan
ajaran syariat agama kita15.
15
Patria, Nezar dan Andi Arief. Antonio Gramsci, Negara Dan Hegemoni.( Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset 1999)
(27)
18
2. Teori Kelas
Dalam hal ini Marx membagi tiga kelas utama dlam struktur masyarakat
kapitalis, yaitu kelas buruh upahan (Wage Labourers), kelas kapitalis, dan
kelas pemilik tanah (Landowner). Namun dalam perkembangan struktu
industry kapitalisme hanya memperkenalkan dua kelas saja yakni borjuis dan
proletar.16
Dari dua kelas diatas masing- masing memiliki peran dan fungsi yang
berbeda. Kelas borjuis memiliki dan menguasai alat- alat produksi serta
menguasai seluruh rangkaian system produksi. Sedangkan kelas proletar
dijadikan sebagai tenaga kerja yang bekerja untuk kelas borjuis dalam
rangkaian proses produksi.
Kelas proletar sering kali dianggap sebagai kelasnya orang- orang yang
hanya memiliki tenaga kerja dan keterampilan saja. Mereka tidak memiliki
apapun selain tenaga dan keterampilan untuk bekerja. Sebagai imbalannya,
mereka akan menerima gaji dari kaum borjuis dengan jumlah yang sangat
rendah. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum
borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi.
Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false
16
Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto, Pemberdayaan Masyrakat dalam PRespektif Kebijakan Publik,(Bandung, ALFABETA, 2013,hal., 160
(28)
19
consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima
keadaan apa adanya tetap terjaga.17
Dalam paham liberal, rakyatlah yang menentukan segalanya. Dan dalam
sistem kapitalisme, untuk bisa membawa masyarakat menuju kemajuan
dibutuhkan pemodal (pemilik uang) yang haus akan kekayaan. Globalisasi
pada hakikatnya sosialisme bagi si kaya, kapitalisme bagi si miskin. Ciri
konkrit kemakmuran: tersedianya barang atau komoditas dalam jumlah besar
dan terjangkau dari segi harga beli. Tujuan kapitalis adalah keuntungan bukan
amal. Marx menyalahkan semua proses ini. Dalam proses ini, Marx melihat
adanya penindasan kaum borjuis terhadap kaum buruh dalam rangka
memperbesar modalnya.18
Teori kelas ini juga dikaitkan dengan teori ketergantungan. Menurut
Frank teori ketergantungan bertolak belakang dengan teori modernisasi, teori
modernisasi menjelaskan mengenai keterbelakangan karena tidak adanya
sesuatu sedangkan teori ketergantungan menjelaskan karena adanya sesuatu.
Teori keterbelakangan menurut teori ketergantungan tidak dipahami sebagai
keadaan asli, ataupun sebagai masyarakat tradisional, melainkan
keterbelakangan adalah suatu yang tercipta oleh masyarakat pra- kapitalis yang
17
Indriaty Ismail dan Moch Zuhaili Kamal Bashir, Karl Marx dan Konsep Perjuangan Kelas Social, Internasional Journal Of Islamic Thought, 2012, vol., 1,p.28.
18
Ibid,106.
(29)
20
berhubungan melalui ekonomi dan politik tertentu dengan individu atau lebih
masyarakat kapitalis. 19
Akar penyebab keterbelakangan dalam prespektif ketergantungan adalah
adanya ketergantungan ekonomi. Ketergantungan ekonomi ada ketika suatu
masyarakat jauh dibawah kekuasaan sistem ekonomi kapitalis atau kelompok
pemilik modal.20
3. Pemberdayaan
Istilah “keberdayaan” dalam pustaka teori sosial disebut power atau
kuasa. Masyarakat yang berdaya berarti masyarakat yang memiliki power atau
kuasa atas segala hak yang melekat pada dirinya sebagai manusia. Tuhan telah
memberikan setiap manusia kekuasaan atas dirinya yang dibekali dengan akal
dan nuraninya. Oleh karena itu, jika terdapat manusia yang tidak memiliki
kuasa atas haknya sebagai manusia maka, dia telah mengalami
ketidakberdayaan.
Terdapat tiga jenis kekuasaan atau power yang sesungguhnya dimiliki
oleh setiap individu maupun kelompok. Kuasa atau keberdayaan itu adalah:
1. Keberdayaan/ power/ kuasa atas milik
2. Keberdayaan/ power/ kuasa atas kelola
3. Keberdayaan/ power/ kuasa atas manfaat.
19
Stephen K. Sanderson, Makro Sosiologi, (Jakarta: Rajawali,2003), hal., 248 20
Ibid, hal., 248
(30)
21
Keberdayaan/ power/ kuasa tersebut dalam kehidupan sosial sehari- hari
mewujud dalam bentuk “ aset masyarakat”. Bisa berupa aset ekonomi, aset
sosial, aset lingkungan, aset politik, aset sumberdaya alam, dan aset spiritual
lainnya. 21
Menurut Sulistiyani secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata
dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian
tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju
berdaya atau proses pemberian daya (kekuatan/kemampuan) kepada pihak
yang belum berdaya22.
Sedangkan menurut Moh. Ali Aziz, Pemberdayaan masyarakat
merupakan suatu proses di mana masyarakat, khususnya mereka yang kurang
memiliki akses ke sumber daya pembangunan, didorong untuk meningkatkan
kemandiriannya di dalam mengembangkan perikehidupan mereka.
Pemberdayaan masyarakat juga merupakan proses siklus terus-menerus,
proses partisipatif di mana anggota masyarakat bekerja sama dalam kelompok
formal maupun informal untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman serta
berusaha mencapai tujuan bersama. Jadi, pemberdayaan masyarakat lebih
merupakan suatu proses23
21
Wahyu ilahi dkk, Dasar- Dasar Pengembangan Masyarakat Islam,(Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, 2013),hal., 136
22
Sulistiyani, Ambar Teguh, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2003.).hal 77
23
Moh. Ali Aziz ,dkk, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat : Paradigma Aksi Metodologi, (Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Nusantara. , 2005), hal., 136.
(31)
22
Madekhan Ali memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah
bentuk partisipasi untuk membebaskan diri mereka sendiri dari ketergantungan
mental maupun fisik. Partisipasi masyarakat menjadi satu elemen pokok dalam
strategi pemberdayaan dan pembangunan masyarakat, dengan alasan; pertama,
partisipasi masyarakat merupakan satu perangkat ampuh untuk memobilisasi
sumber daya lokal, mengorganisir serta membuka tenaga, kearifan, dan
kreativitas masyarakat. Kedua, partisipasi masyarakat juga membantu upaya
identifikasi dini terhadap kebutuhan masyarakat”.24
Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment)
berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya ide utama
pemberdayaan bersentuhan mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali
dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa
yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu social
tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan
control. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang
tidak berubah dan tidak dapat dirubah. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi.
Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi social antar manusia.25
24
Ali, Madekhan,Orang Desa Anak Tiri Perubahan, (Lamongan: Prakarsa, 2007),hal., 86. 25
Edi Suharto,Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (cetakan1, Bandung : PT Refika Aditama, 2005), hal., 58
(32)
23
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok
rentan dan lemah26. Sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan
dalam:
1) Memenuhi kebutuhan dasarnya , sehingga mereka memiliki kebebasan
(freedom) dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebeas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari
kesakitan.
2) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka
dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa
yang mereka perlukan.
3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan keputusan
yang mempengaruhi mereka.27
Mengacu pada pengertian dan teori para ahli di atas, dalam penelitian ini
pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya sehingga
masyarakat dapat mencapai kemandirian. Kemudian dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan daya atau
kekuatan pada masyarakat dengan cara memberi dorongan, peluang,
kesempatan, dan perlindungan dengan tidak mengatur dan mengendalikan
kegiatan masyarakat yang diberdayakan untuk mengembangkan potensinya
26
Ibid, 58 27
Suharto, Edi ,Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (cetakan1, Bandung : PT Refika Aditama, 2005), hal., 58.
(33)
24
sehingga masyarakat tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan
mengaktualisasikan diri atau berpartisipasi melalui berbagai aktivitas.
a.Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat menurut
Sulistiyani adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi
mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan
mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai
kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar
maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya
dari waktu ke waktu.28
Tujuan pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan
masyarakat terutama dari kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan, dan
ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan
kebutuhan dasar yang belum mencukupi/layak. Kebutuhan dasar itu,
mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi.
Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah,
sumberdaya manusia yang lemah, kesempatan pengambilan keputusan yang
terbatas.29
Kemudian ketidakberdayaan adalah melemahnya kapital sosial yang
ada di masyarakat (gotong royong, kepedulian, musyawarah, dan
28
Sulistiyani, Ambar Teguh, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2003.),hal., 80.
29
Ibid, hal.,80
(34)
25
kswadayaan) yang pada gilirannya dapat mendorong pergeseran perilaku
masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan,
dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.30
b. Strategi dan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Berdasarkan pendapat Sunyoto Usman ada beberapa strategi yang
dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam
pemberdayaan masyarakat, yaitu menciptakan iklim, memperkuat daya, dan
melindungi.31
Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi,
yaitu ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah
pengenalan bahwa setiap manusia memiliki potensi atau daya yang dapat
dikembangkan. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
masyarakat (empowering), upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf
pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber
kemajuan ekonomi seperti modal, lapangan kerja, dan pasar. Ketiga,
memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah. 32
30
Ibid,80-81. 31
Sunyoto Usman,Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003),hal., 40.
32
Ibid,hal.,41.
(35)
26
Berbicara tentang pendekatan, bila dilihat dari proses dan mekanisme
perumusan program pembangunan masyarakat, pendekatan pemberdayaan
cenderung mengutamakan alur dari bawah ke atas atau lebih dikenal
pendekatan bottom-up. Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan semua
pihak sejak awal, sehingga setiap keputusan yang diambil dalam
perencanaan adalah keputusan mereka bersama, dan mendorong keterlibatan
dan komitmen sepenuhnya untuk melaksanakannya.33
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka perencanaan
dan penentuan kebijakan, atau dalam pengambilan keputusan. Model
pendekatan dari bawah mencoba melibatkan masyarakat dalam setiap tahap
pembangunan. Pendekatan yang dilakukan tidak berangkat dari luar
melainkan dari dalam. Seperangkat masalah dan kebutuhan dirumuskan
bersama, sejumlah nilai dan sistem dipahami bersama.
Model bottom up memulai dengan situasi dan kondisi serta potensi
lokal. Dengan kata lain model kedua ini menampatkan manusia sebagai
subyek. Pendekatan “bottom up” lebih memungkinkan penggalian dana
masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena
masyarakat lebih merasa “memiliki”, dan merasa turut bertanggung jawab
terhadap keberhasilan pembangunan, yang nota bene memang untuk
kepentingan mereka sendiri. Betapa pun pendekatan bottom-up memberikan
33
Sunyoto Usman, Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003),hal., 42.
(36)
27
kesan lebih manusiawi dan memberikan harapan yang lebih baik, namun
tidak lepas dari kekurangannya, model ini membutuhkan waktu yang lama
dan belum menemukan bentuknya yang mapan. 34
c. Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat
diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan
masyarakat, sebagai berikut 35
1) Belajar Dari Masyarakat
Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk
melakukan pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk
masyarakat. Ini berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan
akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta
kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya
sendiri.
2) Pendamping sebagai Fasilitator
Masyarakat sebagai Pelaku Konsekuensi dari prinsip pertama
adalah perlunya pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator
dan bukannya sebagai pelaku atau guru.Untuk itu perlu sikap
rendah hati serta ketersediaan untuk belajar dari masyarakat dan
34
Sunyoto, Usman, Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003),hal., 43-47.
35
Zubaedi,, Pengembangan Masyarakat, Wacana dan Praktik,(Jakarta, Kencana,2013),hal.,41.
(37)
28
menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam
memahami keadaan masyarakat itu.Bahkan dalam penerapannya
masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan.Kalaupun pada
awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan agar
secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan
prakarsa kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.36
3)Saling Belajar
Saling Berbagi Pengalaman Salah satu prinsip dasar
pendampingan JOIJuntuk pemberdayaan masyarakat adalah
pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional
masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya
benar dan harus dibiarkan tidak berubah. Kenyataan objektif telah
membuktikan bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman
dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar
perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan
masalah-masalah yang berkembang. Namun sebaliknya, telah
terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi dari luar yang
diperkenalkan oleh orang luar tidak juga memecahkan masalah
mereka.37
36
Zubaedi, Pengembangan Masyarakat, Wacana dan Praktik,(Jakarta, Kencana,2013),hal.,41.
37
Ibid ,hal.,42.
(38)
29
d. Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam
1). Konsep Dakwah dalam Agama Islam
Dalam pengertian luas dakwah bil-hal, dimaksudkan sebagai
keseluruhan upaya mengajak orang secara sendiri-sendiri maupun
kelompok untuk mengembangkan diri dan masyarakat dalam rangka
mewujudkan tatanan sosial ekonomi dan kebutuhan yang lebih baik
menurut tuntunan Islam, yang berarti banyak menekankan pada masalah
kemasyarakatan seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan
dengan wujud amal nyata terhadap sasaran dakwah.38
Sementara itu ada juga yang menyebut dakwah bil-hal dengan
istilah dakwah bil-Qudwah yang berarti dakwah praktis dengan cara
menampilkan akhlaq karimah. Sejalan dengan ini seperti apa yang
dikatakan oleh Buya Hamka bahwa akhlaq sebagai alat dakwah, yakni
budi pekerti yang dapat dilihat orang, bukan pada ucapan lisan yang
manis serta tulisan yang memikat tetapi dengan budi pekerti yang
luhur.39
Berpijak dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa dakwah
hal mempunyai peran dan kedudukan penting dalam dakwah
bil-lisan. Dakwah bil-hal bukan bermaksud mengganti maupun menjadi
38
. Harun Al-Rasyid dkk, Pedoman Pengertian Dakwah Bil-Hal, (Jakarta: Depag RI, 1989), hal :10
39
. Hamka, Prinsip dan Kebijakan Dakwah Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1981), hal. 159.
(39)
30
perpanjangan dari dakwah bil-lisan, keduanya mempunyai peran penting
dalam proses penyampaian ajaran Islam, hanya saja tetap dijaga isi
dakwah yang disampaikan secara lisan itu harus seimbang dengan
perbuatan nyata da'i.40
Dalam hal ini peran da'i akan menjadi sangat penting, sebab da'i
yang menyampaikan pesan dakwah kepada umat (jama'ah) akan disorot
oleh umat sebagai panutan. Apa yang ia katakan dan ia lakukan akan
ditiru oleh jama'ahnya. Dai dalam pengembangan masyarakat adlah dai
yang telah melakukan dakwah bil hal untuk memperbaiki kerusakan
tidak hanya dalam konteks surge dan neraka, dosa dan tidak berdosa,
tetapi juga dalam bidang sosial- kemasyarakatan, pendidikan,
lingkungan kesehatan, hukum, ekonomi dan lain-lainnya. 41
Da’I dalam pengembangan masyarakat merupakan penggerak,
pelopor, pionir, fasilitator dan advokat untuk senantiasa berjuang dan
bekerja tidak hanya dengan pikiran dan berbicara tetapi dengan
perbuatan nyata untuk mengubah masyarakat kearah lebih baik untuk
satu bidang atau semua bidang. Da’I dalam pengembangan masyarakat
adalah mereka yang bekerja di tengah- tengah masyarakat dengan penuh
40
. Soetjipto Wirosardjono, "Dakwah: Potensi dalam Kesenjangan" dalam Majalah Pesantren, No. 4 Vol. IV (Jakarta: P3M, 1987), hal. 5
41
Muhtadi dan Tantan Hermansyah,Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam,(Jakarta,UIN Jakarta Press,2013),hal., 101.
(40)
31
komitmen tinggi, kepedulian dan pelayanan yang ikhlas bagi kemajuan
masyarakat tersebut.42
Dakwah bil-hal merupakan upaya dakwah dengan melakukan
perbuatan nyata, tentunya wujudnya beraneka ragam, dapat berupa
bantuan yang diberikan pada orang lain baik bantuan moril maupun
materiil sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An Nisa’: 75
Artinya : "Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah Kami penolong dari sisi Engkau!". (QS. An- Nisa’: 75)43
Dalam ayat ini terdapat dorongan yang kuat agar kaum muslimin
membela (rnembantu) saudara-saudaranya yang lemah (mempunyai
beban masalah) dengan cara mengetuk pintu hati setiap orang yang
memiliki perasaan dan berkeinginan baik.44
42
Ibid, hal., 102 43
. Q. S. An Nisaa': 75, Depag. RI, Al-Qur'an... 44
. Lihat, Al-Qur'an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1991), hal. 229
(41)
32
Pernyataan ini diperkuat dengan pemyataan Rasulullah dalam
sebuah hadits yang artinya "Orang Islam itu bersaudara, maka janganlah
seorang Islam menganiaya saudaranya dan jangan membiarkannya
tersiksa. Barang siapa memenuhi hajat saudaranya, maka Allah akan
memenuhi hajatnya. Barang siapa yang membantu mengatasi kesulitan
orang lain maka Allah akan melepaskan kesulitan-kesulitan di hari
kiamat dan siapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah
menutupinya di hari kiamat".45
Dalam hadits ini jelas sekali bahwa membiarkan sesama muslim
teraniaya adalah berdosa dan membantu mereka keluar dari persoalan
adalah ibadah yang bernilai dakwah, Termasuk membantu saudara kita
dalam mengatasi kesulitan juga mempunyai nilai ibadah yang
berkonotasi dakwah. Dalam surat al-Isra'
Artinya : "Katakanlah Tiap- tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya" (QS. Al-Isra’: 84)46
Dalam firman tersebut ada kata Syakilatih yang berarti
keadaannya masing-masing. Oleh Hamka kata "Syakilatih" diartikan
bakat atau bawaan. Jika dipahami secara mendalam dan dikaitkan
45
. Muhammad Jamaludin Al Qosimi, Tafsir Al-Qosimi, (tkt: Dar Ihya' Kutub al-Arabiyah, 1957).
46
. Q. S.. Al-Isra': 84, Depag. RI, Al Qur'an ..
(42)
33
dengan kondisi sekarang, bakat bawaan seseorang yang didukung
dengan situasi lingkungan dan dikembangkan maka akan berubah
menjadi kemampuan profesional.
Jika dihubungkan dengan dakwah bil-hal maka masing-masing
muslim hendaknya berdakwah menurut kemampuan dan profesi mereka.
Seperti dikatakan Muhammad Abu Zahroh, sebagai contoh, seorang
dokter berdakwah dengan keahliannya dalam masalah pengobatan
medis. Seorang fasilitator berdakwah dengan melakukan pendampingan
masyarakat. Dalam ayat lain masih banyak yang memberi kontribusi
pelaksanaan dakwah bil-hal.
Di samping ayat al-Qur'an dalam hadits Rasulullah banyak yang
memberikan dasar bagi dakwah bil-hal seperti hadits di bawah ini :
"Dari Anas ra. Berkata : Tidak pemah Rasulullah saw. dimintai sesuatu
melainkan pasti ia membelikannya. Sungguh telah datang seorang
peminta kepada- nya, maka diberinya kambing yang berada di antara
dua bukit, maka ia kembali kepada kaumnya dan mengajak mereka "Hai
kaumku, segeralah kamu masuk Islam, karena Muhammad memberi
kepada seseorang yang sama sekali tidak khawatir habis atau menjadi
(43)
34
tetapi tidak lama kemudian tumbuh kecintaannya Islam melebihi semua
kekayaan dunia.47
Dari hadits di atas terlihat betapa gerakan dakwah Rasul
mengembangkan isu antara kelas masyarakat kuat dan masyarakat
lemah, antara kaya dan miskin (yang kaya membantu yang miskin).
Itulah sebabnya mengapa pertanyaan evaluatif pada sebuah ayat
al-Qur'an tentang orang yang mendustakan agama simbol yang diurai
justru orang yang tidak mempunyai kepedulian sosial yang
mengabaikan anak yatim dan orang miskin, sebagai satu contoh
persoalan kehidupan sosial yang ada.
Karena itu pula Rasulullah selalu memberikan bantuan yang
dibutuhkan oleh seseorang sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh
umatnya sekalipun masalah materi, dalam hal ini banyak hadits
memberikan petunjuk untuk melakukan dakwah bil-hal. Misalnya
sebuah hadits yang menyatakan, "Tangan di atas lebih baik daripada
tangan di bawah" Maksud hadits di atas adalah orang yang memberi
bantuan kepada orang lebih baik dari pada menerima bantuan, ini dapat
47
. Husen Madhal, Hadits II, (Yogyakarta: Fakullas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga, 1995), hal. 216.
(44)
35
dipahami pemberian dapat berupa materiil (bantuan materi maupun non
materi yang berupa gagasan/ pemikiran).48
2).Dakwah Bil-Hal: Suatu Upaya Untuk Berubah dan Mengembangkan
Potensi Masyarakat
Masyarakat atau sekelompok masyarakat dikatakan lemah dan
tidak berdaya bila mereka tidak memiliki tiga power atau kuasa atas
asset yang seharusnya mereka kuasai, mereka miliki dan mereka kelola.
Ketidakberdayaan ini karena adanya pihak yang menguasai, mengelola,
memiliki dan memanfaatkan untuk kepentingan lain. Sehingga dengan
demikian semakin hari kuasa mereka semakin hilang karena diambil
atau dirampas kelompok sosial lain.
Oleh karena itu, untuk menciptakan kuasa masyarakat atas milik,
kelola dan manfaat asset mereka harus dilakukan pemberdayaan atau
proses perubahan. Hal ini juga tercantum dalam al-Qur’an surat Ar-Ra’d
ayat 11 yang berbunyi :
48Suisyanto, Dakwah Bil – Hal “ Suatu Upaya Menumbuhkan Kesadaran dan Mengembangkan Kemampuan Jama’ah”,Jurnal Aplikasi Ilmu- Ilmu Agama,Vol. III, No. 2 Desember 2002, hal., 187.
(45)
36
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.49
Perubahan yang terjadi diinformasikan oleh Allah Swt. hanya akan
terjadi jika dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, baik ke arah baik
maupun ke arah buruk. Ketika suatu masyarakat hendak berubah maka
masyarakat itu sendirilah yang harus memperjuangkan dan melakukan
perubahan, bukan yang lain.
Di samping itu, bukan hanya mereka sendiri yang harus melakukan
perubahan, apa yang harus diubah pun dijelaskan dalam ayat ini. Allah
Yang Maha tahu menegaskan bahwa yang harus diubah itu adalah
segala sesuatu yang terkait dengan apa yang hendak diubah tersebut dan
yang meniscayakan terjadinya perubahan. Pangkal dari semua itu adalah
pemahaman (mafâhim). Artinya, untuk mengubah suatu keadaan harus
dilakukan perubahan mafâhim.
Jika suatu masyarakat hendak mengubah sistem ekonomi kapitalis
menjadi ekonomi Islam haruslah dilakukan perubahan pemahaman
dalam diri mereka tentang kebobrokan ekonomi kapitalis sekaligus
pemahaman tentang kewajiban menerapkan ekonomi Islam dan
49
Q.S. Ar- Ra’d ayat 11, Depag. RI, Al- Qur’an.
(46)
37
pemahaman tentang apa dan bagaimana sistem ekonomi Islam.
Demikian juga untuk mengubah masyarakat jahiliah menjadi
masyarakat Islam; pemahaman jahiliah yang berkaitan dengan
pemikiran, perasaan, dan sistem aturan sebagai pembentuk masyarakat
(47)
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Pendekatan
Dalam penyusunan penelitian ini, dilaksanakan dengan menggunakan
strategi atau metode pendekatan Participatory Action Research (PAR). Pada
dasarnya, PAR merupakan penelitian yang melibatkan secara aktif semua
pihak-pihak yang relevan (stakeholders) dalam mengkaji tindakan yang sedang
berlangsung (dimana pengamalan mereka sendiri sebagai persoalan) dalam rangka
melakukan perubahan dan perbaikan ke arah yang lebih baik.50Melalui pendekatan
partisipatif ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
menganalisis permasalahan yang dihadapinya dan merencanakan pemecahannya.
Dengan demikian masyarakat dengan kekuatannya sendiri mampu mengupayakan
dirinya sendiri yang berkelanjutan dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Menurut Agusta partisipasi adalah proses bersama saling memahami,
menganalsis, merencanakan, dan melakukan tindakan oleh sejumlah
anggota.51Menurut Yoland Wardwort, yang dikutip oleh Agus Afandi dan kawan-
kawan dalam buku Modul Paticipatory Action Research mengatakan PAR adalah
istilah yang memuat seperangkat asumsi yang mendasari paradigma baru ilmu
pengetahuan dan bertentangan dengan paradigma pengetahuan tradisional atau
50
Agus Afandi, dkk, Modul Paticipatory Action Research, (Surabaya: LPPM UIN Sunan Ampel, 2014), hal.90
51
Britha, Mikkelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan, (Yogyakarta: Yayasan Obor, 2003), hal.,45
(48)
39
kuno. Sedangkan menurut Hawort Hall, yang dikutip oleh Britha Mikkelsen dalam
bukunya yang berjudul Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan mengatakan PAR merupakan pendekatan dalam penelitian yang
mendorong peneliti dan orang-orang yang mengambil manfaat dari penelitian.52
Hal yang mendasari dilakukannya PAR adalah kebutuhan untuk mendapatkan
perubahan yang diinginkan.
PAR memiliki tiga kata yang selalu berhubungan satu sama lain, yaitu
pertisipasi, riset dan aksi. Dalam melakukan riset yang baik harus dibangun
dengan partisipasi bersama masyarakat. Sehingga masyarakat di posisikan sebagai
subjek perubahan ;pada perekonomian masyarakat, sedangkan peneliti hanya
sebagai pendamping masyarakat yang akan melakukan sebuah perubahan.53
B.Ruang Lingkup
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifiksi masalah, maka peneliti
memfokuskan dengan mengambil ruang lingkup permasalahan sebagai berikut :
Karena terbatasnya penelitian dan juga waktu selama pendampingan, maka
peneliti membatasi ruang lingkupnya. Adapun untuk pendampingan ini dilakukan
di Dusun Pelem Desa Temon Kecamatan Trowulan Kabuaten Mojokerto. Di
Dusun Pelem ini terdapat 3 RT dan yang menjadi fokus dalam penelitian ini
adalah para buruh pengrajin batu merah. Selain itu, peneliti dalam memberi
52
Agus Afandi, dkk, Modul Paticipatory Action Research,…,hal.,93 53
Agus Afandi, dkk, Modul Paticipatory Action Research, (Surabaya: LPPM UIN Sunan Ampel, 2014), hal.,91
(49)
40
batasan ruang lingkup ini untuk lebih efektif dalam mengkaji bagaimana proses
pendampingan masyarakat dalam mengentas belenggu ketergantungan pengrajin
batu merah terhadap kontrak juragan di Dusun Pelem Desa Temon Kecamatan
Trowulan Kabupaten Mojokerto. Diantaranya sebagai berikut :
1. Mengurai pola belenggu ketergantungan pengrajin batu merah dari kontrak
juragan yang ada di Dusun Pelem.
2. Proses pendampingan untuk memunculkan keberdayaan pengrajin batu bata
merah di Dusun Pelem.
C. Prosedur dan Langkah- Langkah
Landasan dalam cara kerja PAR adalah gagasan-gagasan yang datang dari
rakyat. Untuk lebih mudahnya ketika peneliti dilapangan, peneliti atau
pendamping mempunyai rancangan kerja diantaranya adalah sebagai berikut54;
a. Pemetaan awal (preliminary mapping), yaitu pemetaan awal sebagai alat
untuk memahami komunitas, sehingga peneliti akan mudah memahami
realitas problem dan relasi social yang terjadi. Pemetaan awal disini adalah
survey pertama kali untuk melakukan fokus pendampingan desa.
Pemetaan awal tersebut sudah peneliti lakukan sebelum pengajuan
proposal. Dalam memahami realitas kehiduan masyarakat di Dusun Pelem,
peneliti masuk melalui Izin kepala desa atau PJS peneliti. Untuk
54
Agus Afandi, dkk, Modul Paticipatory Action Research, (Surabaya: LPPM UIN Sunan Ampel, 2014),hal., 91
(50)
41
mengetahui kedaan desa tersebut, peneliti melakukan keliling desa terlebih
dahulu. Dari kegiatan ini peneliti menemukan beberapa kejanggalan
diantaranya banyaknya truk-truk besar berdatangan dan mengambil batu
merah milik pengrajin. Disisi lain justru pengrajin tidak bisa menikmati
hasil jerih payahnya karena batu mereh mereka tidak lansung dibayar oleh
pemungut batu merah.
Setelah itu, peneliti mendatangi rumah kepala Dusun Pelem untuk
meminta izin tinggal disana selama penelitian berlangsung. Dari
kedatangannya di kepala dusun tersebut peneliti memperoleh cukup banyak
informasi gambaran secara umum Dusun Pelem. Dari sinilah merupakan
jalan untuk mengenal lokasi penelitian lebih dekat. Kepala dusun juga
mulai mengenalkan peneliti dengan salah satu warganya yakni seorang
pengrajin batu merah yang sudah berumur 56 tahun. Peneliti banyak
memperoleh informasi dari pengrajin tersebut.
b. Membangun hubungan kemanusian. Peneliti melakukan inkulturasi dan
membangun kepercayaan (trust building) dengan masyarakat, sehingga
terjalin hubungan yang setara dan saling mendukung. Peneliti dan
masyarakat bisa menyatu menjadi sebuah simbiosis mutualisme untuk
melakukan riset, belajar memahami masalahnya, dan memecahkan
persoalan secara bersama-sama (partisipasi). Peneliti akan melakukan
(51)
42
berkumpul di samping rumah dan kegiatan masyarakat. Baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam berkomunikasi membangun
hubungan kemanusiaan dapat saling memberikan informasi.
Respon masyarakat terhadap peneliti dirasa kurang baik merespon
kedatangan peneliti. Hal ini dikarenakan Dusun Pelem belum pernah
dilakukan penelitian sebelumnya. Akan tetapi, peneliti sedikit terbantu
karena adanya saudara yang tinggal disana dan menyakinkan kepada
masyarakat terhadap peneliti.
Berawal dari pengenalan seorang pengrajin batu merah kepada
peneliti barulah peneliti mulai mengikuti segala kegiatan pengrajin. karena
sikap terbuka pengrajin kepada peneliti, tidak hanya pada kegiatan
membuat kerajinan bahkan kegiatan lainnya seperti kegiatan keagamaan
(tahlil dan jamiyah), kegiatan biodo55, bahkan kegiatan hiburan masyarakat
seperti patrol. Dari sinilah proses inkulturasi berawal dan menjadi awal
proses pendampingan pengrajin batu merah.
c. Penetuan agenda riset untuk perubahan sosial. Bersama komunitas, peneliti
mengagendakan program riset melalui teknik Partisipatory Rural
Appraisal (PRA) untuk memahami persoalan yang selanjutnya menjadi alat perubahan social. Sambil merintis membangun kelompok-kelompok
komunitas sesuai dengan potensi dan keragaman yang ada.
55
Biodo adalah kegiatan saling membantu saat salah satu warga memiliki hajad.
(52)
43
Karena dalam keseharian peneliti juga ikut kegiatan pengrajin batu
merah hal ini cukup memudahkan peneliti untuk berkumpul dan berdikusi
bersama komunitas pengrajin batu merah. Dalam jeda waktu istirahat
peneliti memanfaatkannya untuk berdiskusi dengan pengrajin. diskusi ini
dilakukan bersama Wari, Suwarno, Sining, Is, Suminah,dan Enik. Diskusi
berawal dari bertukar pengalaman antara peneliti dengan masyarakat
namun setelah beberapa jam berlalu mulailah terbentuk suatu kesepakatan
tujuan yang sama. Hal tersebut merupakan langkah awal ntuk menyusun
aksi bersama pengrajin selanjutnya.
Pada tanggal 4 Mei 2016 dilakukan diskusi atau FGD pertama yang
mana dihadiri oleh 13 orang. Daftar terlampir dibawah ini :
Tabel 3.1
Daftar Peserta FGD
No. Nama Peserta FGD
1. Bu Is (pengrajin)
2. Bu Sining (pengrajin)
3. Bu Kolipah ( pengrajin + petani)
4. Bu Lis (Pengrajin Patung)
5. Bu Suminah (janda)
6. Bu Kastin (guru TPQ)
7. Bu Nanik (Petani)
8. Bapak Suwarno ( pengrajin )
9. Bapak Wari (pengrajin)
10. Bu In (ibu PJS + Juragan)
11. Bu Saripah (pedagang )
12. Bu windi
(53)
44
Dalam FGD ini diperoleh beberapa data diantaranya adalah mapping
atau gambaran lokasi, transect, kalender musim, dan kegiatan sehari- hari
pengrajin.
d. Pemetaan partisipatif (partisipatory mapping). Bersama komunitas
pengrajin batu merah melakukan pemetaan wilayah, maupun persoalan
yang dialami masyarakat. Pemetaan partisipatif sebagai bagian
emansipatori mencari data secara langsung bersama pengrajin batu merah.
Pada tanggal 4 Mei 2016, peneliti bersama komunitas mulai
melakukan transek pembagian lahan sekaligus pemetaan wilayah Dusun
Pelem. Hal ini dilakukan di rumah ibu Suminah. Lanjut pada tanggal 8 Mei
2016 untuk melengapi data yang kurang lengkap peneliti bersama
pengrajin dan dibantu anak- anak pengrajin (Windi, Faris, Feri dan Retno)
menelusuri wilayah untuk mengetahui kondisi pemukiman, sawah, linggan,
dan bank sampah di Dusun Pelem.
Dari penelusuran diatas kemudian dilakukan diskusi terkait problem
yang ada. Semua yang menjadi potensi, masalah, hal yang pernah
dilakukan dalam mengatasi problem tersebut. Namun dalam pemetaaan in
belum ditentukan masalah intinya. Hanya sebatas analisis dari berbagai
permasalahan yang ada.
e. Merumuskan masalah kemanusiaan. Komunitas merumuskan masalah
(54)
45
pendampingan ini rumusan kemanusiaannya adalah mengenai kondisi pola
keterbelengguan pengrajin batu merah terhadap kontrak juragan.
Dari masalah- masalah yang ditemukan, peneliti melanjutkan proses
penggalian melalui wawancara semi terstruktur kepada komunitas yang
dituju. Pada tanggal 17 Mei 2016 dilakukan FGD kedua yang dihadiri oleh
18 orang diantaranya peneliti, pengrajin, perwakilan masyarakat dan anak-
anak.
Banyaknya masalah yang terdapat di Dusun Pelem serta
keterkaitannya kontrak pengrajin dengan juragan menjadi focus utama atau
masalah inti dalam pendampingan ini. Pola- pola keterbelengguan yang
dihasilkan dari hutang- hutang kecil kepada juragan yang menjadikan
semakin lemahnya pengrajin dalam memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya. Kemunculan permasalah inti tersebut berdasarkan kesadaran
dari masyarakat terutama pengrajin batu merah untuk berubah.
Masalah yang sudah dipetakan tersebut kemudian dianalisis dengan
analisis pohon masalah. Selain itu peneliti bersam komunitas juga
melakukan analisis kuasa, analisis diagram alur dan analisis diagram venn
untuk menjelaskan melalui gambar agar masyarakat lebih mengetahui
permaslahan yang dihadapinya.
f. Menyusun strategi gerakan, yaitu komunitas bersama peneliti menyusun
(55)
46
dirumuskan. Menentukan langkah sistematik, menentukan pihak yang
terlibat, dan merumuskan kemungkinan keberhasilan dan kendla- kendala
yang direncanakan dalam proses pendampingan.
Setelah analisis pohon masalah diselesaikan, selanjutnya adalah
analisis pohon harapan. Analisis pohon harapan ini dilakukan untuk
menyusun strategi pencapaiannya tujuan agar tepat sasaran sesuai dengan
maslah yang mereka hadapi. Analisis pohon masalah ini dilaksanakan
setelah pohon masalah selesai dibuat yakni pada tanggal 17 Mei 2016.
g. Pengorganisasian masyarakat, komunitas didampingi oleh peneliti
membangun pranata-pranata social. Dalam hal ini adalah memaksimalkan
kinerja kerja bakti yang biasa dilakukan 2-3 bulan sekali.
Agar program kegiatan yang direncanakan bersama masyarakat atau
pengrajin terus berjalan maka dibentuklah kelompok- kelompok atau
pengurus baru bank sampah. Program kegiatan berupa penghidupan
kembali bank sampah sebagai usaha untuk meningkatkan ekonomi
masyarakat mendapatkan respon positif dari masyarakat.
Masyarakat sangat antusias dalam menjalankan program ini.
Sehingga semangat untuk menghidupkan kembali bank sampah banyak
mendapatkan dukungan dari berbagai pihak diantaranya PKK dan kepala
(56)
47
h. Melancarkan aksi perubahan, aksi memecahkan problem dilakukan secara
simultan dan partisipatif. Program pemecahan persoalan kemanusiaan
bukan sekedar untuk memcahkan persoalan itu sendiri, tetapi juga
merupakan proses pembelajaran masyarakat untuk kedepannya. Sehingga
membangun pranata baru dalam komunitas sekaligus memunculkan
pengorganisiran dan akhirnya akan memunculkan local laeder untuk
keberlanjutan program yang direncanakan.
Akhirnya pada tanggal 29 Mei 2016 diluncurkanlah sebuah aksi
bersama masyarakat. Aksi tersebut berupa pelatihan keterampilan membuat
tas cantik dari kardus. Dalam pelaksanaan aksi tersebut peneliti di bantu
dengan ibu- ibu PKK sebagai narasumber pelatihan tersebut.
Pelatihan tersebut mendapat respon positif dari masyarakat karena tas
cantik buatan masyarakat mampu meningkatkan perekonomian
masyarakat. Di dukung dengan adanya acara- acara seperti pernikahan dan
sunatan yang sangat membutuhkan tas tadi untuk tempat songgong.56
i. Membangun pusat-pusat belajar masyarakat, pusat-pusat pembelajaran
masyarakat dibangun atas dasar kebutuhan kelompok-kelompok komunitas
yang sudah bergerak dalam melakukan aksi perubahan.
j. Refkleksi, peneliti bersama komunitas di dampingi oleh dosen pembimbing
merumuskan teoritisasi perubahan social. Berdasarkan atas hasil riset,
proses pembelajaran masyarakat dan program-program aksi yang sudah
56
Songgong : cindera mata atau oleh- oleh acara.
(57)
48
terlaksana, peneliti dan komunitas merefleksikan semua proses hasil yang
diperoleh dari awal hingga akhir.
k. Meluaskan sekala gerakan dukungan, yakni yang semula hanya tingkat
buruh pengrajin batu merah, buruh tanam padi, buruh pemahan patung
hingga buruh- buruh lainya yang ada di Dusun Pelem, dari dusun hingga ke
desa bahkan tingkat kecamatan. Agar dusun Pelem ini bisa menjadi dusun
percontohan pemberdayaan para buruh melalui koperasi dan lembaga yang
perduli para buruh.
Dari ketiga langkah diatas belum terlaksana saat pendampingan
berlangsung peneliti terhalang adanya batas waktu penelitian dan kegiatan
masyarakat yang lebih mengutamakan kegiatan desa (tradisi desa) dari
pada pendampingan yang dilkukan bersama peneliti.
D. Strategi Mencapai Tujuan Dalam Pendampingan
Tabel 3.2 : Strategi Mencapai Tujuan Dalam Pendampingan
Aspek Karakteristik yang
diinginkan
Strategi yang ditempuh
Sumber Daya Manusia
Kesejahteraan masyarakat merata, dan memiliki keterampilan
Membentuk kelompok pengrajin batu merah berbasis minat, bakat dan skill melalui FGD.
Sumber Daya Alam
Terwujudnya lingkungan baik, bebas polusi
Melakukan analisis persoalan dan
aset SDA, merumuskan dan
merancang program aksi bersama melibatkan PJS, ToMas, ToGa, RT-RW
(58)
49
Daya Dukung Lainnya
Adanya hubungan sosial yang erat antara masyarakat dengan aparat Kelurahan
Pendekatan personal terhadap kelompok masyarakat, tokoh masyarakat, aparat pemerintah, RT-RW
E. Subjek Pendampingan
Subjek dampingan dalam hal ini selain peneliti sendiri juga masyarakat
Dusun Pelem khususnya para pengrajin batu merah. Dalam pendampingan ini
tidak melibatkan keseluruhan masyarakat Dusun Pelem. Dari 3 RT yang ada di
Dusun Pelem hanya 1 RT saja yakni RT 03 yang menjadi subjek penelitian
pendampingan. Dari RT 03 terdapat 13 orang yang aktif dalam proses
pendampingan diantaranya sebagai berikut
Tabel 3.3 : Subjek Dampingan (warga RT 03)
No. Nama Peserta FGD
1. Bu Is (pengrajin)
2. Bu Sining (pengrajin)
3. Bu Kolipah ( pengrajin + petani)
4. Bu Lis (Pengrajin Patung)
5. Bu Suminah (janda)
6. Bu Kastin (guru TPQ)
7. Bu Nanik (Petani)
8. Bapak Suwarno ( pengrajin )
9. Bapak Wari (pengrajin)
10. Bu In (ibu PJS + Juragan)
11. Bu Saripah (pedagang )
12. Bu windi
(59)
50
F. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data
Teknis pengumpulan data menggunakan teknik PRA (Participatory Rural
Apraisal) atau pemahaman pedesaan berdasarkan peran serta secara umum melakukan pendekatan kolektif, identifikasi, dan klasifikasi masalah yang ada
dalam suatu wilayah pedesaan. PRA sendiri adalah sebuah teknik untuk menyusun
dan mengembangkan program oprasional dalam pembangunan tingkat desa.
Metode atau teknik ini ditempuh dengan memobilisasi sumber daya manusia dan
alam setempat, menstabilkan dan meningkatkan kekuatan masyarakat setempat
serta mampu pula melestarikan sumber daya setempat.57
Tujuan utama dari PRA adalah untuk menjaring rencana atau program
pembangunan tingkat pedesaan yang memenuhi persyaratan. Syaratnya adalah
diterima oleh masyarakat setempat, secara ekonomi menguntungkan, dan
berdampak positif bagi lingkungan. Secara prinsip metode atau teknik inidapat
membantudalam menggerakan sumber daya alam dan manusia untuk memahami
masalah, mempertimbangkan program yang telah sukses, menganalisis kapasitas
kelembagan lokal, menilai kelembagaan modern yang telah diintodusir dan
mambuat rencana program spesifik yang oprasional secara sistematis.58
Sehingga program-program yang dilaksanakan nantinya dilapangan akan
tepat sasaran. Dengan cara menentukan bener-benar apa yang akan di damping
selama proses pendampingan tersebut. Sebagaimana dalam proposal ini adalah
57
Moehar Daniel, dkk, PRA (Participatory Rural Apraisal). (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008) Hal. 37
58
Ibid,hal. 37
(60)
51
pendampingan buruh pengrajin batu merah, maka tidak heran lagi jika
pendampingannya nanti adalah kepada masyarakat RT 03 yang berdomisili disitu.
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan lapangan maka pendamping
dengan masyarakat akan melakukan sebuah analisis bersama. Adapun yang
dilakukan nantinya adalah59:
a. Wawancara Semi Terstruktur
Wawancara semi terstruktur adalah penggalian informasi berupa tanya
jawab yang sistematis tentang pokok-pokok tertentu. Wawancara semi
terstruktur ini akan mendiskripsikan hasil dari beberapa hasil wawancara
dari tokoh masyarakat dan pengrajin batu merah.
b. Mapping (Pemetaan)
Mapping atau pemetaan wilayah untuk menggali informasi yang meliputi sarana fisik dan kondisi sosial dengan menggambarkan kondisi
Dusun Pelem secara umum dan menyeluruh. Meliputi data geografis, luas
wilayah desa, luas wilayah pemukiman, luas wilayah pekarangan,
pembagian RT/RW bersama masyarakat.
c. Transect
Seperti halnya pada kegiatan pemetaan, transek membantu
pengamatan dalam rangka memperoleh informasi yang mempenyuai
distribusi geografik. Bedanya, transek tidak hanya dikerjakan di atas peta,
proses kegiataannya dengan cara menelusuri tempat-tempat berdasarkan
59
Ibid, hal.,37-38
(61)
52
daerah yang sedang diamati.60 Selain itu untuk melihat kondisi alam dan
melihat permasalahan yang berkaitan dengan alam khususnya yang ada di
Dusun Pelem.
d. FGD (focus group discussion)
Dalam melakukan analisa data melalui beberapa teknik yang ada diatas
maka pendamping bersama dengan masyarakat melakukan sebuah diskusi.
Diskusi itu disebut dengan FGD (focus group discussion). Proses ini cukup
efektif untuk memperoleh data yang valid, sekaligus sebagai proses
pengorganisiran. Dalam FGD misalnya, partisipan atau informan tidak
sebatas berdiskusi dalam posisi duduk, melainkan bisa berdiskusi dalam
dinamika tertentu dengan menggunakan alat kerja tertentu.
e. Survey Belanja Rumah Tangga
Survey belanja rumah tangga atau SRT yakni meneliti anggaran
belanja rumah para keluarga, sehingga diketahui tingkat kehidupan
masyarakat dari aspek kelayakan hidup dengan melihat berapa
penghasilannya dan berapa pengeluarannya serta berapa perbandingannya
antara biaya yang keluar untuk konsumsi dengan biaya kebutuhan
sehari-hari lainnya.
60
Toto Rohardjo, dkk, Pendidikan Populer Membangun Kesadaran Kritis, (Yogyakarta: INSIST Press, 2010), hal.191
(62)
53
f. Trend and Change (Bagan Perubahan dan Kecenderungan)
Dari besarnya perubahan hal-hal yang diamati, dapat diperoleh
gambaran adanya kecenderungan umum perubahan yang akan berlanjut di
masa depan. Misalnya, kepemilikan lahan, pemukiman warga, jumlah
penduduk asli, jumlah penduduk musiman, jumlah usaha, dan lain-lain.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat ditemukan hipotesis kerja seperti yang disampaikan oleh data. Berikut
teknik analisis data :
a. Diagram venn
Melihat hubungan lembaga-lembaga yang berkesinambungan dengan
pengrajin batu merah tersebut. Selain itu, dapat mengidentifikasi pihak-pihak
apa yang berada di desa, serta menganalisa dan mengkaji perannya,
kepentingannya untuk masyarakat dan manfaat untuk masyarakat.
b. Diagram alur
Merupakan teknik untuk menggambarkan arus dan hubungan diantara
semua pihak dan komoditas yang terlibat dalam suatu sistem. Diagam ini
dapat digunakan untuk menganalisa alur penyebaran keyakinan dan tata nilai
(1)
101
juragan. Bukan sekedar berbagi hasil hampir keseluruhan hasil milik
juragan. Dan masyarakat akan tetap terjerat.
Untuk melepaskan belenggu tersebut peneliti bersama pengrajin
berusaha membuat trobosan baru untuk meningkatkan usaha perekonomian
pengrajin melalui usahanya sendiri dan tanpa perantara juragan. Trobosan
tersebut berupa diadakannya keterampilan baru bagi pengrajin dan di buka
(2)
102
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemaparan hasil pendampingan yang telah ditulis sebagaimana yang
telah ada pada bab pertama sampai dengan bab keenam skripsi ini, dalam bab
ketujuh kali ini penulis akan memaparkan beberapa kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. Adapun kesimpulan dalam
pendampingan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengurai pola belenggu ketergantungan pengrajin batu merah
terhadap kontak juragan. Pola belenggu ini berawal dari penguasaan
aset masyarakat yang dibeli secara besar- besaran oleh juragan. Hal
ini sangat berpengaruh pada mata pencaharian masyarakat khususnya
masyarakat kelas bawah. Mereka yang hanya mengandalkan
keahlian mereka sebagai pengrajin batu merah kini tidak lagi
memiliki lahan untuk memproduksi batu merah. Belum adanya
kesadaran dari generasi penerus mereka sehingga tanah- tanah
tersebut dijual kepada juragan. Tidak hanya lahan kosong, area
persawahan juga telah beralih fungsi sebagai lahan pembuatan batu
merah. Semakin lemahnya pengrajin batu merah dalam memenuhi
kebutuhan keluarganya membuat pengrajin menerima dan
menyetujui kontrak dengan juragan. Berawal dari hutang kecil
(3)
103
2. Adapun proses pendampingan untuk memunculkan keberdayaan
pengrajin batu merah Pelem dalam memenuhi kehidupan
keluarganya dengan menghidupkan kembali bank sampah. Bank
sampah ini merupakan alternatif agar masyarakat bisa memanfaatkan
barang bekas yang ada untuk dijadikan uang atau tabungan di
koperasi bank sampah. Selain itu, diadakannya pelatihan berupa
membuat tas dan tudung saji diharapkan bisa menumbuhkan
semangat masyarakat untuk menghidupkan kembali bank sampah.
Dari Pendampingan yang dilakukan fasilitator untuk merubah
pengrajin batu merah agar tidak secara terus menerus berhutang
kepada juragan mendapat respon positif. Masyarakat khususnya para
pengrajin mau memanfaatkan barang bekas yang ada disekitarnya
untuk meningkatkan usaha ekonomi mandiri.
B. Saran dan Rekomendasi
Berdasarkan temuan dan pengalaman fasilitator dalam proses
pendampingan ini, terdapat beberapa rekomendasi dan saran yang bisa
menjadi acuan dalam berbagai kegiatan mendatang. Hasil pendampingan
terkait penyadaran masyarakat terhadap power yang melekat pada diri mereka
sebagai manusia. Tuhan telah memberikan setiap manusia kekuasaan atas
dirinya yang dibekali dengan akal dan nuraninya. Oleh karena itu, jika
terdapat manusia yang tidak memiliki kuasa atas haknya sebagai manusia
(4)
104
Dari hasil pendampingan tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan pemerintah atau instalasi terkait dalam pembangunan suatu masyarakat
untuk lebih peduli lagi terhadap pemberdayaan kaum yang lemah dan tak
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Agus dkk., Modul Paticipatory Action Research, Surabaya: LPPM UIN
Sunan Ampel, 2014.
Ali Aziz, Moh. dkk, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat : Paradigma Aksi
Metodologi, Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Nusantara. , 2005.
Ali, Madekhan, Orang Desa Anak Tiri Perubahan, Lamongan: Prakarsa, 2007.
Anoraga, Pandji & Djoko Sudantoko, Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha
Kecil, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2002.
Daniel, Moehar dkk, PRA (Participatory Rural Apraisal), Jakarta : PT Bumi
Aksara, 2008.
Giddens, Anthony, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Suatu Analisis Karya
Tulis Marx, Durkheim dan Weber, terjemahan oleh Soeheba Kramadibrata
Jakarta: UI-Press, 2007.
Http//data monografi Trowulan, 2016 diakses pada 19 April 2016
Ismail, Indriaty dan Moch Zuhaili Kamal Bashir, Karl Marx dan Konsep
Perjuangan Kelas Social, Internasional Journal Of Islamic Thought, 2012, vol., 1,p.28.
Lihat tulisan yang berjudul“Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat”,
“Pelaku dan Praktek Pengembangan Masyarakat”,dan “Paradigma dan Ideologi LSM di Indonesia”
Lihat, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1991.
Madhal,Husen Hadits II, Yogyakarta: Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga, 1995.
Mardikanto Totok dan Poerwoko Soebianto, Pemberdayaan Masyarakat dalam
Prespektif Kebijakan Publik, Bandung, ALFABETA, 2013.
Mikkelsen, Britha, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan, Yogyakarta: Yayasan Obor, 2003.
Muhtadi dan Tantan Hermansyah, Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam,
(6)
Patria, Nezar dan Andi Arief. Antonio Gramsci, Negara Dan Hegemoni.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset 1999.
Pius A. Partandan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola,
2006.
Rohardjo,Toto dkk, Pendidikan Populer Membangun Kesadaran Kritis,
Yogyakarta: INSIST Press, 2010.
Stephen K. Sanderson, Makro Sosiologi, Jakarta: Rajawali, 2003.
Suharto, Edi Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, cetakan1,
Bandung : PT Refika Aditama, 2005.
Suisyanto, Dakwah Bil – Hal “ Suatu Upaya Menumbuhkan Kesadaran dan
Mengembangkan Kemampuan Jama’ah”,Jurnal Aplikasi Ilmu-
IlmuAgama,Vol. III, No. 2 Desember 2002.
Sulistiyani, Ambar Teguh, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta,
Graha Ilmu, 2003.
Syam, Nur, Model Analisis Teori Sosial, Surabaya: PMN, 2009.
Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak.
Usman, Sunyoto Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003.
Wahyu ilahi dkk, Dasar- Dasar Pengembangan Masyarakat Islam, Surabaya,
IAIN Sunan Ampel Press, 2013.
Zubaedi, Pengembangan Masyarakat, Wacana dan Praktik, Jakarta, Kencana,