Penelitian Deskriptif Mengenai Tingkat Self-Efficacy Pada Pesulap di Komunitas Sulap Kota Bandung.

(1)

iii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Studi Desktriptif Mengenai Tingkat Self-Efficacy pada Pesulap di Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat Self-Efficacy pada pesulap di kota Bandung pada masa dewasa awal. Hal ini dapat dilihat dari pilihan-pilihan yang dibuat oleh pesulap, usaha yang dikeluarkan oleh pesulap, ketahanan diri pesulap dalam menghadapi rintangan, serta penghayatan perasaan pesulap.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Self-Efficacy dari Albert Bandura (1992). Pengambilan data dilakukan menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari teori Self-Efficacy belief dari Albert Bandura (1992) kemudian disesuaikan dengan subjek yang diteliti. Alat ukur ini terdiri dari 42 item yang diturunkan dari ke empat aspek self-efficacy belief. Penghitungan validitas dengan Rank Spearmen validasi dari item-item alat ukur Self-Efficacy belief berkisar antara 0.301 sampai 0.771 dengan demikian 14 item harus mengalami revisi sebelum alat ukur dapat digunakan. Penghitungan relliabilitas menggunakan Alpha Cronbach dengan realibilitas sebesar 0.94 Yang berarti alat ukur memiliki reliabilitas yang tinggi.

Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh hasil bahwa tingkat Efficacy pada pesulap kota Bandung relatif sama. 14 orang (50%) memiliki Self-Efficacy yang tinggi dan14 orang (50%) memiliki Self-Self-Efficacy yang rendah.

Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat Self-Efficacy yang tinggi pada pesulap di kota Bandung dikarenakan pesulap kota Bandung memiiki keyakinan yang tinggi untuk dapat memilih tindakan yang dapat dilakukannya dan berhasil, serta memiliki keyakinan untuk mampu bertahan dalam situsi yang menghambat/ merintangi. Pesulap dengan hal yang sebaliknya adalah pesulap yang memiliki Self-Efficacy yang rendah.

Saran yang dapat diberikan secara teoritis dari penelitian ini adalah bagi peneliti lain yang ingin meneliti Self-Efficacy pada diri pesulap di kota Bandung diharapkan memperhatikan sumber-sumber pesulap mendapatkan Self-Efficacy nya. Sedangkan saran praktis dari penelitian ini bagi pesulap kota Bandung pada masa dewasa awal agar lebih meningkatkan usaha serta penghayatan yang positf akan perannya sebagai pesulap.


(2)

v Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...………...i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING………..ii

ABSTRAK………...iii

KATA PENGANTAR……….iv

DAFTAR ISI………....v

DAFTAR TABEL………...vi

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN………vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar belakang ………..1

1.2Identifikasi Masalah………..8

1.3Maksud dan Tujuan………..8

1.3.1 Maksud………...8

1.3.2 Tujuan……….8

1.4Kegunaan………..9

1.4.1 Kegunaan Teoritis..……….9

1.4.2 Kegunaan Praktis………....9

1.5Kerangka Pemikiran……….10


(3)

vi Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Teori Self Efficacy………..21

2.1.1 Definisi Self Efficacy………...21

2.1.2 Struktur Self Efficacy.………23

2.1.3 Sumber Self Efficacy.……….24

2.1.4 Proses Self Efficacy.………...28

2.2 Masa Dewasa Awal………...31

2.2.1 Definisi……….31

2.2.2 Perkembangan Fisik……….33

2.2.3 Perkembangan Kognitif………...34

2.2.4 Perkembangan Sosial………...36

2.2.5 Karir dan Pekerjaan……….37

2.3 Tentang Pesulap Pemula Kota Bandung………..38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian.………...40


(4)

vii Universitas Kristen Maranatha

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………..41

3.3.1 Variabel Penelitian……….41

3.3.2 Cara Penilaian………....41

3.4 Alat ukur………..………....43

3.4.1 Item-Item Kuesioner Self-Efficacy…...……….43

3.4.2 Data Penunjang………..47

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Self Efficacy……….…47

3.5 Populasi Sasaran……….…50

3.6 Teknik Analisis………...51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian………...52

4.1.1 Gambaran Populasi Berdasarkan Jenis kelamin dan usia……….52

4.1.2 Gambaran Populasi Self-Efficacy total……….…52

4.1.3 Gambaran Populasi aspek Pilihan yang dibuat Pesulap………...52

4.1.4 Gambaran Populasi aspek Usaha yang dilakukan Pesulap……...53


(5)

viii Universitas Kristen Maranatha

4.1.6 Gambaran Populasi aspek Penghayatan Perasaan………....53

4.1.7 Tabulasi Silang Self-Efficacy*Aspek Pilihan………...54

4.1.8 Tabulasi Silang Self-Efficacy*Aspek Usaha………....55

4.1.9 Tabulasi Silang Self-Efficacy*Aspek ketahanan menghadapi Rintangan………56

4.1.10 Tabulasi Silang Self-Efficacy*Aspek Penghayatan Perasaan….58 4.2 Pembahasan………...59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………...67

5.2 Saran……….67

5.2.1 Saran Teoritis………..67

5.2.2 Saran Praktis………...68

DAFTAR PUSTAKA………viii

DAFTAR RUJUKAN………ix

LAMPIRAN………...69


(6)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.4.1 Item-item Kuesioner Self-Efficacy……….43

Tabel 4.1.2 Gambaran Populasi Self Efficacy total...52 Tabel 4.1.3 Gambaran Populasi aspek Pilihan yang dibuat Pesulap……….……52 Tabel 4.1.4 Gambaran Populasi aspek Usaha yang dilakukan Pesulap…………53

Tabel 4.1.5 Gambaran Populasi aspek Ketahanan Menghadapi Rintangan……53

Tabel 4.1.6 Gambaran Populasi aspek Penghayatan Perasaan………....53

Tabel 4.1.7 Tabulasi Silang Self-Efficacy*Aspek pilihan……….54

Tabel 4.1.8 Tabulasi Silang Self-Efficacy*Aspek usaha yang dikeluarkan…….55

Tabel 4.1.9 Tabulasi Silang Self-Efficacy*Aspek ketahanan menghadapi

rintangaan ……….56


(7)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I: Kuesioner Survey Awal Lampiran II: Kuesioner pengambilan data

Lampiran III: Validitas, Reliabilitas, dan Revisi Item Lampiran IV: tabulasi hasil pengambilan data


(8)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Setiap individu memiliki cita-cita untuk mendapatkan masa depan yang cerah, mempunyai pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang memadai, dan menjalani suatu kehidupan yang cukup, bahkan bercita-cita untuk lebih dari cukup untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Tidak ada individu yang menginginkan hidup dalam taraf ekonomi yang pas-pasan atau kekurangan.

Dengan didorong oleh keinginan tersebut, maka banyak individu yang berlomba-lomba untuk mencapai taraf kehidupan yang berada diatas rata-rata. Banyak usaha yang dilakukan untuk dapat memenuhi apa yang menjadi keinginan setiap individu, mulai dari membuka usaha kecil-kecilan sampai memiliki usaha melalui sarana jaringan internet. Apa pun bentuknya adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan material dan tidak kekurangan dalam hal materi.

Salah satu cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan material tersebut adalah dengan menekuni profesi di bidang hiburan atau entertainment. Banyak sekali jenis-jenis profesi di dunia hiburan yang memungkinkan untuk menampung minat dan talenta bagi individu yang ingin menjalaninya.

Salah satu profesi di bidang hiburan yang saat ini dianggap memiliki peluang yang tinggi adalah Seni Sulap. Seni sulap adalah seni yang memadukan antara seni teatrikal dengan ilmu psikologi, fisika, dan kimia. Dalam pertunjukkanya pesulap dituntut memiliki beberapa keahlian yang umum terdapat disulap seperti production (menghasilkan suatu barang dari udara) vanish (menghilangkan benda), Transformation (merubah bentuk suatu benda menjadi bentuk yang lain), Restoration (merusak suatu objek dan mengembalikannya


(9)

2 Universitas Kristen Maranatha seperti semula) Teleportation (memindahkan suatu objek dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa disentuh) Levitation (terbang/ melayang), penetration (menembus objek padat), Prediction (meramalkan masa depan)(www.wikipedia.com) Setelah ditayangkannya salah

satu acara kompetisi sulap di salah satu stasiun televisi swasta yang berjudul “The Master”

yang merupakan ajang pencarian bakat sulap di masyarakat Indonesia, animo masyarakat semakin meningkat dengan tajam. Hal ini dibuktikan dengan diraihnya penghargaan

Panasonic Award untuk acara televisi “The Master” sebagai acara reality show terfavorit

pilihan masyarakat. (Wikipedia.com; Panasonic award 2010)

Minat terhadap seni sulap di Indonesia semakin meningkat, hal tersebut terlihat dari keinginan masyarakat untuk belajar seni sulap juga semakin meningkat. Sebagai contoh, komunitas- komunitas pesulap di kota Bandung mengalami peningkatan jumlah anggota yang signifikan, seperti di salah satu komunitas pesulap di kota Bandung yang bernama HGMC yang mengalami peningkatan jumlah anggota sampai 30 orang yang sebelumnya hanya berjumlah 10 anggota saja, setelah ditayangkannya acara televisi tersebut. (Keterangan Ketua Komunitas sulap HGMC)

Setiap Komunitas Sulap menawarkan berbagai hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para calon pesulap untuk pada akhirnya menjatuhkan pilihan pada salah satu komunitas sulap di Kota Bandung yang dianggapnya cukup kompeten dan berkualitas setelah mencari informasi dan melakukan seleksi sebelumnya.

Hal-hal yang ditawarkan oleh setiap komunitas sulap berupa penyediaan lecture (pelatihan) bagi anggotanya, kompetensi lecturer (Pengajar) sebagai pengajar, sistematika dalam pemberian materi pada setiap anggotanya, adanya kerja sama dengan event organizer di kota Bandung, fasilitas-fasilitas penunjang berupa alat untuk membantu pembelajaran seni sulap, materi berupa buku-buku sulap yang lengkap dan terjangkau, dan sebagainya.


(10)

3 Universitas Kristen Maranatha Seorang pesulap dituntut memiliki kepercayaan diri yang tinggi agar mampu menampilkan suatu pertunjukkan yang dapat menghibur penonton. Sebagai seorang pesulap, dituntut untuk mampu memiliki kemampuan public speaking, seperti kemampuan mengatur kecepatan berbicara, mengatur volume suara yang disesuaikan dengan besarnya ruangan dimana pesulap tampil, intonasi yang digunakan dalam mengkomunikasikan permainan sulap, mampu menampilkan gerak tubuh dan postur tubuh yang nyaman dilihat oleh penonton, serta kemampuan untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan kalangan penonton yang dihadapi sehingga mampu menarik perhatian para penonton, serta memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu untuk menampilkan permainan yang hendak ia tampilkan tanpa melakukan kesalahan seperti dalam menyiapkan materi cerita yang akan dipresentasikan, “pesulap harus mampu mengaitkan cerita yang dipresentasikan dengan jenis permainan yang dibawakan. serta keyakinan bahwa dirinya mampu untuk memainkan peranan sebagai pesulap di mata penonton” (Denny Darko – The infotainer- mind illusionist). Hal ini bukanlah hal yang mudah karena seorang pesulap yang telah memiliki pengalaman tampil di depan publik pun memiliki resiko untuk melakukan kesalahan dalam pertunjukkannya. Seperti seorang pesulap yang telah dikenal oleh masyarakt Indonesia yg berinisial D.A pun pernah melakukan kesalahan dalam pertunjukkannya dimana ia jatuh dari panggung. (http://sevenspade.blogspot.com/2010/06/wawancara-dengan-demian-aditya.html).

Pada komunitas sulap di kota Bandung menuntut setiap anggotanya untuk memiliki kesediaan untuk mengikuti setiap lecture yang diadakan, mencatat materi sulap dari buku-buku serta memiliki kemampuan untuk menyiapkan materi untuk sebuah pertunjukkan. Kesemua ini pada akhirnya akan membwa pesulap menjadi seorang pesulap yang memiliki kemampuan yang layak untuk menjadi seorang entertainer. Pada setiap lecture pesulap akan diajarkan materi baru dalam seni sulap dan bagaimana mempresentasikannya, sehingga pada akhirnya diharapkan pesulap mampu untuk menampilkan kemampuan yang sama bahkan


(11)

4 Universitas Kristen Maranatha lebih baik. Lalu dalam kegiatan mencatat materi dari buku, setiap pesulap diharapkan mampu untuk memperoleh pengetahuan dari buku-buku sulap yang ada, yang kebanyakan ditulis dalam bahasa Inggris, hal ini membutuhkan keyakinan dalam diri pesulap bahwa dirinya mampu untuk membaca buku-buku tersebut dan mampu untuk mengaplikasikan apa yang telah dipelajarinya. Kesemua ilmu yang telah didapatkan tersebut harus dapat diterapkan dalam menyiapkan materi pertunjukkan yang akan menunjang pesulap dalam setiap penampilannya. Oleh karena itulah dibutuhkan self efficacy yang tinggi bagi seorang pesulap. Self Efficacy didapatkan melalui beberapa sumber yaitu Mastery Experience, Vicarious Experience, Social/ Verbal Persuassion, Physiological and Affective State.

Mastery experience merupakan sumber self efficacy yang berasal dari pengalaman berhasil atau tidaknya individu melakukan suatu keterampilan. selain melaui pengalaman pribadi adapula yang disebut dengan Vicarious experience yang merupakan sumber self efficacy yang berasal dari pengamatan individu terhadap individu lain yang dianggap sebagai model. Social verbal persuasion merupakan sumber self efficacy yang berasal dari perkataan atau tindakan yang diberikan oleh lingkungan kepada individu yang menyatakan mampu atau tidaknya individu melakukan suatu keterampilan. Atau berasal dari Physiological and Affective state merupakan sumber self efficacy yang berasal dari pandangan individu mengenai keadaan mental maupun fisiknya sendiri. Melalui Physiological and Affective state, pesulap pemula akan memiliki self efficacy dengan mengubah pandangan, interpretasi, dan anggapannya mengenai kondisi fisik dan mentalnya.

Sedangkan pada kenyataannya saat ini, berdasarkan survey cukup bnyak pesulap yang merasa kurang mampu untuk berbicara di depan umum serta merasa bahwa dirinya kurang mampu mempresentasikan permainan sulap dengan menarik yang sesuai dengan jenis permainan yang dibawakannya.


(12)

5 Universitas Kristen Maranatha “Usaha yang dikeluarkan untuk belajar dan menyiapkan bahan serta materi pertunjukkan masih belum optimal. Pesulap saat ini hanya terbiasa belajar selama maksimal dua jam dalam satu hari, sedangkan yang biasa dituntut oleh suatu komunitas sulap maupun sekolah sulap adalah belajar dan berlatih selama minimal empat jam dalam satu hari” (Denny Darko – The Infotainer; mind illusionist) Serta banyak mengandalkan jasa toko sulap dan pengerajin untuk membuat alat-alat yang membantunya membuat suatu pertunjukkan tanpa adanya keterlibatan dalam pembuatannya.

Sehingga jumlah waktu belajar dan keterlibatan pseulap dalam mempersiapkan pertunjukkan berpengaruh terhadap performance dari pesulap. Pesulap di kota Bandung pada umumnya saat ini seringkali enggan untuk menampilkan permainan sulap jika diminta untuk bermain secara langsung, seringkali mereka meminta pada rekannya yang lain untuk menggantikannya bermain, dan bahkan rekan yang lain pun pada umumnya pun belum berani untuk tampil di depan umum selain terhadap rekan-rekan di komunitas sulap. Sebagai contoh, saat terdapat sebuah tawaran untuk mengisi suatu acara, banyak sekali pesulap yang merasa tidak siap untuk menerima tawaran pekerjaan tersebut, mereka seringkali merasa tidak mampu untuk mempresentasikan dengan baik materi pertunjukkan yang ingin dibawakan serta merasa tidak mampu untuk membawakan permainan tanpa melakukan kesalahan diatas panggung, serta merasa tidak mampu untuk menyiapkan materi pertunjukkan sesuai dengan jenis pertunjukkan, sehingga mereka seringkali memberikan tawaran pekerjaan tersebut kepada pesulap-pesulap lain.

Hal ini juga tidak terlepas dari bagaimana subjek menghayati perasaannya sebagai pesulap . Dikarenakan pesulap sebagai seorang pelaku hiburan diharapkan secara kontinyu mengembangkan ide-ide cerita dari permainan yang ditampilkan serta pengemasan suatu acara pertunjukkan, yang pada akhirnya membuat audiens selalu mendapatkan hal yang baru


(13)

6 Universitas Kristen Maranatha dari setiap pertunjukkan sulap. Jika subjek kurang menghayati perannya maka subjek akan cenderung merasa malas dalam melakukan kegiatan tersebut.

Selama menjalani pembelajaran di komunitas, pesulap yang bersangkutan diharapkan untuk dapat mengikuti tuntutan dan beban pembelajaran yang sudah diwajibkan oleh pengurus komunitas agar setiap pesulap pemula dapat menjadi pembawa seni pertunjukan sulap yaitu mempelajari ilmu public speaking serta belajar mempresentasikan suatu permainan sulap. Hal ini dimaksudkan agar saat pesulap pemula itu mulai terjun dalam suatu pekerjaan yang menuntut jasanya, pesulap mampu menjalaninya dengan professional dan dapat diterima oleh konsumen. Dalam menghadapi kondisi yang demikian, tentunya pesulap pemula membutuhkan keyakinan untuk dapat bertahan dan tetap melanjutkan pembelajaran di komunitas sampai dinyatakan mampu tampil di masyarakat umum. Keyakinan itu disebut Self efficacy belief, yaitu suatu keyakinan akan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan (Bandura, 1977).

Orang memiliki Self efficacy belief yang tinggi, tentu saja ia yakin bahwa dirinya mampu menghadapi segala jenis hambatan, bahkan bukan hanya menghadapi, tapi berhasil keluar sebagai pemenang dan menaklukkan setiap hambatan yang ada di dalam hidupnya, dan dalam hal ini adalah studinya di komunitas sulap yaitu dalam mengembangkan kemampuan public speaking dan kemampuan menampilkan permainan sulap. Demikian sebaliknya, jka seseorang memiliki self efficacy belief yang rendah maka ia akan memandang bahwa dirinya tidak mampu mengatasi setiap hambatan, akan memandang bahwa dirinya menjadi seseorang yang kalah dan menyerah jika harus menanggung suatu beban yang cukup berat.

Dari wawancara yang dilakukan terhadap 20 orang pesulap di Kota Bandung pada komunitas sulap KSB, 75 % (15 orang) dari mereka menyatakan bahwa mereka tidak yakin akan kemampuan mereka untuk dapat melakukan pertunjukkan yang diminta oleh komunitas


(14)

7 Universitas Kristen Maranatha sulap kepada mereka. Hal ini menunjukkan mereka self efficacy belief yang rendah. 15 % (3 orang) dari mereka menyatakan cukup yakin berani tampil di depan publik untuk melakukan pertunjukan sulap yang diminta oleh komunitas sulap, namun masih merasa kurang yakin untuk bisa mempresentasikan permainan sulap di luar komunitas sulap. Sedangkan 10 % (2 orang) menyatakan bahwa mereka yakin akan kemampuan dan kesanggupannya untuk berbicara di depan publik dan mempresentasikan permainan sulap baik di dalam komunitas maupun diluar komunitas sulapnya.. Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki self efficacy yang tinggi.

Sebagai pesulap diharapkan memiliki keyakinan diri yang tinggi untuk mampu menguasai kemampuan public speaking serta mampu untuk menguasai kemampuan untuk memainkan berbagai teknik sulap dengan tidak diketahui oleh penonton tentang rahasia permainan sulap namun jika dilihat dari tanggapan para pesulap kota Bandung saat ini kebanyakan dari meraka memiliki keraguan mengenai kemampuan mereka untuk melakukan public speaking dan presentasi permainan sulap yang dapat untuk menghibur penonton. Berdasarkan hal ini peneliti ingin meneliti mengenai derajat self efficacy belief pada pesulap kota Bandung.

1.2Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui seberapa tinggikah derajat Self efficacy belief yang dimiiki oleh pesulap di kota Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud

Maksud penelitian ini adalah memperolah gambaran mengenai Self efficacy pada pesulap di kota Bandung


(15)

8 Universitas Kristen Maranatha 1.3.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menjaring data tentang Self efficacy melalui pilihan yang dibuat oleh pesulap kota Bandung, usaha yang dikeluarkan oleh pesulap kota Bandung, berapa lama pesulap kota Bandung bertahan dalam menghadapi kesalahan atau kegagalan serta penghayatan pesulap kota Bandung akan perannya.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Sebagai masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Sosial dalam hal Self efficacy pada pesulap kota Bandung.

 Sebagai masukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian mengenai self efficacy pada pesulap kota Bandung dan dapat dikaitkan dengan variabel lain. 1.4.2 Kegunaan Praktis

Sebagai masukan bagi Pesulap pemula kota Bandung tentang self efficacy mereka sehingga dapat menjadi bahan pengenalan diri, dan pesulap yang memiliki self efficacy belief yang rendah agar dapat meningkatkan self efficacy belief mereka melalui sumber-sumber untuk memperoleh self efficacy.

Sebagai masukan bagi komunitas sulap di kota Bandung mengenai self efficacy serta faktor-faktor yang menunjang peningkatan self efficacy sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merencanakan program-program di komunitasnya dengan harapan dapat meningkatkan self efficacy pada anggota-anggotanya.


(16)

9 Universitas Kristen Maranatha 1.5Kerangka Pemikiran

Self efficacy diartikan sebagai belief seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan sumber-sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang prospektif (Bandura, 1992)

Para pesulap mendapatkan self efficacy dari beberapa sumber, yaitu mastery experience, vicarious experience, social verbal persuasion, dan physiological and affective state (Bandura, 2002).

Mastery experience merupakan sumber self efficacy yang berasal dari pengalaman berhasil atau tidaknya individu melakukan suatu keterampilan. Melalui mastery experience, pesulap akan memiliki self efficacy karena telah memiliki pengalaman berhasil maupun gagal yang membawa mereka pada suatu keyakinan bahwa mereka mampu menguasai keterampilan tertentu. Melalui hal ini, penghayatan yang kuat terhadap self efficacy dapat dengan efektif dibentuk. Keberhasilan dapat memperkuat penghayatannya terhadap self efficacy yang mereka miliki. Sedangkan kegagalan dapat melemahkan self efficacy, terutama jika self efficacy belum terbentuk dengan mantap sebelum peristiwa kegagalan tersebut terjadi. Pesulap yang telah memiliki pengalaman berhasil dalam suatu keterampilan tertentu akan memiliki self efficacy yang tinggi terhadap keterampilan yang sama, dan akan mencapai suatu situasi keberhasilan yang menuntut keterampilan tersebut. Tetapi, jika pesulap pernah mengalami kegagalan dalam melakukan suatu keterampilan tertentu self efficacy pesulap tersebut akan lebih rendah bila suatu saat dihadapkan kembali pada situasi yang menuntut


(17)

10 Universitas Kristen Maranatha keterampilan tersebut. Namun hal ini pun dipengaruhi oleh proses koginitif dari pesulap, apakah kegagalan dipersepsikan sebagai sesuatu yang disebabkan oleh karena tidak adanya kemampuan atau dikarenakan kurangnya usaha.

Vicarious experience merupakan sumber self efficacy yang berasal dari pengamatan individu terhadap individu lain yang dianggap sebagai model. Melalui vicarious experience pesulap akan memiliki self efficacy melalui pengamatan yang dilakukannya terhadap individu lain yang dianggap sebagai model oleh pesulap tersebut. Jika diantara model dan pesulap terdapat beberapa atau banyak kesamaan, maka pesulap tersebut akan meniru apa yang dilakukan model. Jika model melakukan suatu kegiatan dan ternyata berhasil, maka pesulap yang bersangkutan akan memiliki self efficacy yang tinggi terhadap kegiatan yang sama. Demikian sebaliknya, jika model melakukan suatu kegiatan dan ternyata gagal, maka pesulap yang bersangkutan akan memiliki self efficacy yang rendah terhadap kegiatan tersebut.

Social verbal persuasion merupakan sumber self efficacy yang berasal dari perkataan atau tindakan yang diberikan oleh lingkungan kepada individu yang menyatakan mampu atau tidaknya individu melakukan suatu keterampilan. Melalui social/ verbal persuasion, pesulap akan memiliki self efficacy melalui persuasi bahwa mereka mampu dan memiliki kemungkinan untuk berhasil dalam melakukan suatu kegiatan. Hal ini akan membuat pesulap merasa yakin dan mampu untuk melakukan suatu kegiatan tertentu, dan mampu membayangkan suatu peristiwa keberhasilan yang menyertainya. Tetapi jika pesulap mendapatkan suatu persuasi bahwa mereka tidak mampu atau kurang mampu melakukan suatu kegiatan dan tidak akan berhasil dalam kegiatan tersebut, maka akan mempengaruhi tingkat keyakinan pada diri pesulap, pesulap akan merasa kurang mampu, dan akan membayangkan situasi kegagalan yang akan menyertainya. Hal ini membuat pesulap menghindari kegiatan-kegiatan yang menantang dan akan mudah menyerah bila menghadapi hambatan atau kesulitan.


(18)

11 Universitas Kristen Maranatha Physiological and Affective state merupakan sumber self efficacy yang berasal dari pandangan individu mengenai keadaan mental maupun fisiknya sendiri. Melalui Physiological and Affective state, pesulap akan memiliki self efficacy dengan mengubah pandangan, interpretasi, dan anggapannya mengenai kondisi fisik dan mentalnya. Seringkali pesulap memandang bahwa mereka mengalami keterbatasan secara fisik atau mental yang dapat menghambat mereka untuk melakukan suatu kegiatan dan berhasil dalam kegiatan tersebut. Seringkali interpretasi ini tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Hal ini mengakibatkan pesulap seringkali menghindari kegiatan-kegiatan yang membutuhkan ketahanan secara fisik atau mental. Ini akan menyebabkan rendahnya self efficacy yang tumbuh dalam diri pesulap pemula. Dengan mengubah interpretasi mereka terhadap kondisi fisik dan mentalnya menjadi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, pesulap pemula akan benar-benar mengerti dan memahami keadaan fisik dan mentalnya sehingga mereka dapat menyesuaikannya dengan kegiatan yang akan dilakukan, hal ini membuat pesulap memiliki kemungkinan untuk berhasil dalam suatu kegiatan dan akan memperkuat self efficacy.

Setelah tersedia sumber-sumber pembentuknya. Self efficacy tersebut akan diproses dalam diri pesulap melalui empat proses yaitu, proses kognitif, proses motivasional, proses afektif, dan proses seleksi (Bandura, 2002).

Melalui proses secara kognitif, pesulap akan mempersepsi sumber-sumber self efficacy yang dimilikinya. Proses ini mempengaruhi pola pikiran individu, yang kemudian akan mengakibatkan meningkat atau menurunya performance pesulap. Misalnya, jika seorang pesulap memiliki self efficacy yang tinggi, pesulap tersebut akan berpikir bahwa mereka mampu melakukan suatu keterampilan. Hal ini akan membuat pesulap bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sehingga performancenya semakin meningkat. Demikian pula sebaliknya, jika seorang pesulap memiliki self efficacy yang rendah pesulap tersebut akan berpikir bahwa dirinya tidak mampu melakukan suatu keterampilan. Hal ini akan membuat


(19)

12 Universitas Kristen Maranatha mereka bekerja seadanya atau bahkan tidak sesuai dengan kemampuan sebenarnya sehingga performancenya semakin menurun. Efek atau akibat dari kognitif ini dapat muncul dalam berbagai variasi. Pesulap yang memiliki self efficacy yang tinggi akan selalu mengingatkan dirinya tentang masa depan dalam kehidupannya. Mayoritas tindakan individu yang mengacu pada tujuan diregulasi melalui pemikiran yang tertuju pada perwujudan tujuan. Semakin kuat self efficacy individu, semakin tinggi tujuan yang ditetapkan untuk diraih, dan semakin kuat pula komitmen individu terhadap tujuan tersebut (Bandura dan Wund, 1989). Jika pesulap dihadapkan pada pengalaman keberhasilan (mastery experience) maka individu akan mempersepsikan bahwa dirinya memiliki kemampuan, namun jika individu memiliki pengalaman gagal maka melalui proses kognitif ini hal tersebut akan diolah menjadi suatu pengalaman yang menyatakan bahwa pesulap tidak memiliki kemampuan atau karena kurangnya usaha. Begitu juga dengan sumber yang didapatkan oleh pesulap melalui proses modeling (Vicarious experience), dalam kegiatan mengamati individu yang menjadi model bagi dirinya setiap pesulap akan mempersepsi pribadi dari model yang ditirunya, apakah memiliki banyak kesamaan atau hanya memiliki sedikit kesamaan. Jika dipersepsikan memiliki banyak kesamaan maka pesulap akan mengikuti keputusan dan tindakan dari model yang ditirunya dan jika setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh model dipersepsikan oleh pesulap bahwa dirinya mampu melakukan hal yang sama maka hal ini akan menentukan pilihan-pilihan yang dibuat pesulap, besarnya usaha yang dikeluarkan, berapa lama pesulap akan bertahan dibawah tekanan serta bagaimana penghayatannya akan perannya. Pada kegiatan persuasi (social verbal persuasion) yang dilakukan oleh orang-orang disekitar pesulap pun akan mengalami proses yang sama dimana pesulap akan mempersepsi setiap masukan yang didapatkan dari lingkungannya, jika pesulap merasa bahwa masukan yang diberi oleh lingkungan masuk akal bagi dirinya maka subjek akan menerima masukan tersebut bagi dirinya. Lalu melalui sumber physiological and affective state individu akan


(20)

13 Universitas Kristen Maranatha mempersepsi setiap kondisi dalam dirinya sehingga pesulap mengetahui batasan yang dimiliki oleh dirinya. Jadi self efficacy mempengaruhi proses kognitif dan juga dipengaruhi oleh proses kognitif.

Menurut teori outcome expectancies atau expectancies value, motivasi diatur oleh harapan dimana rangkaian perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu disertai makna dari hasil tersebut. Jadi, pesulap bertingkah laku berdasarkan belief mereka tentang apa yang dapat mereka lakukan.

Menurut Goal theory atau cognized goals, goal yang penuh tantangan akan meningkatkan dan mempertahankan motivasi. Motivasi yang didasarkan pada penentuan goal melibatkan proses perbandingan kognitif. Self efficacy berperan dalam meningkatan motivasi melalui beberapa cara. Self efficacy dapat menentukan goal yang telah ditentukan oleh pesulap untuk diri mereka sendiri; berapa banyak yang telah mereka lakukan berapa lama mereka dengan gigih bertahan menghadapi kesulitan dan ketabahan dalam mengatasi kegagalan dan hambatan.

Jadi, pesulap dengan self efficacy yang tinggi akan berusaha mengarahkan dan mempertahanakan perilakunya dalam usaha pencapaian keberhasilan, juga akan mengatasi setiap hambatan maupun kesulitan yang dihadapi. Sedangkan pesulap yang memiliki self efficacy yang rendah akan menampilkan perilaku yang kurang mampu dalam mengarahkan dan mempertahankan perilaku dalam usaha pencapaian keberhasilan, dan akan cenderung mudah menyerah jika dihadapkan pada hambatan atau kesulitan.

Melalui proses afektif, pesulap akan melakukan penghayatan terhadap apa yang terdapat dilingkungannya, termasuk hal-hal yang dapat menimbulkan stress dan depresi, yang biasa disebut dengan stressor. Keyakinan pesulap akan kemampuannya akan mempengaruhi berapa banyak stress dan depresi yang akan dialaminya. Hal itu mempengaruhi level dari self efficacy mereka. Self efficacy pesulap berhubungan dengan pengendalian stressor agar


(21)

14 Universitas Kristen Maranatha dirinya tidak mengalami keadaan emosional yang menyebabkan dirinya enggan untuk berusaha mendalami seni sulap.

Pesulap yang memiliki self efficacy yang tinggi akan menghayati stressor berbicara di depan publik sementara memainkan suatu permainan sulap secara lebih objektif dan tidak dianggap sebagai suatu ancaman, yang berarti dihayati sesuai dengan kenyataannya sehingga mereka mampu mengendalikan stressor tersebut dan keadan emosinya tidak mengalami goncangan yang terlalu berat. Sedangkan pesulap yang memiliki self efficacy yang rendah kurang mampu untuk menghayati stressor berbicara di depan publik dengan memainkan permainan sulap sebagai suatu tantangan namun dianggap sebagai suatu ancaman. Oleh karena itu, pesulap yang memiliki self efficacy yang rendah cenderung akan mengalami kecemasan yang menurunkan kualitas performance nya.

Melalui proses seleksi, keyakinan pesulap tentang personal efficacy yang dimilikinya dapat mempengaruhi tipe dari aktivitas dan lingkungan yang mereka pilih setelah melalui proses pertimbangan dan seleksi. Pesulap cenderung untuk lebih memilih akitivitas dan situasi dimana mereka yakin bahwa peluang mereka untuk sukses dan berhasil pada aktivitas dan situasi tersebut besar, dan cenderung untuk menghindari aktivitas dan situasi dimana mereka tidak yakin peluang mereka untuk sukses besar.

Pesulap yang memiliki self efficacy yang tinggi cenderung akan memiliki cakupan yang lebih luas dalam pemilihan aktivitasnya, memilih jenis pekerjaan dan aktivitas yang lebih menantang, dan memiliki keyakinan akan keberhasilan yang tinggi dalam aktivitas yang dipilihnya. Sedangkan pesulap yang memiliki self efficacy yang rendah cenderung akan menghindari untuk memilih jenis pekerjaan dan aktivitas yang menantang, dan kurang memiliki keyakinan untuk berhasil dalam pekerjaan atau aktivitas yang dilakukannya.

Selanjutnya, self efficacy yang telah terbentuk dalam diri pesulap pemula akan mempengaruhi pilihan yang dibuat oleh pesulap kota Bandung dalam menghadapi kesulitan


(22)

15 Universitas Kristen Maranatha menyusun suatu pertunjukan, situasi kerja yang kurang kondusif, tuntutan waktu bekerja yang tidak menentu, teman-teman yang kurang mendukung, kurangnya fasilitas dan sarana, tuntutan yang tinggi dari konsumen yang memakai jasa pesulap, mempengaruhi berapa lama pesulap pemula bertahan saat dihadapkan pada rintangan-rintangan (dan saat dihadapkan dengan kegagalan) dalam hal-hal yang berhubungan dengan tuntutan pekerjaan, menghadapi kesulitan untuk menyusun materi cerita yang akan dipresentasikan bersamaan dengan permainan sulap yang ditampilkan, situasi kerja yang kurang kondusif, tuntutan waktu bekerja yang tidak menentu, teman-teman yang kurang mendukung, lamanya latihan, dan mempengaruhi bagaimana penghayatan perasaannya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan tuntutan pekerjaan, menghadapi kesulitan menyusun suatu pertunjukkan, situasi kerja yang kurang kondusif, tuntutan waktu bekerja yang tidak menentu, teman-teman yang kurang mendukung, lamanya latihan (Bandura, 2002).

Kesemua hal ini dapat dilihat melalui beberapa aspek yang muncul dalam bentuk perilaku pada pesulap, yaitu melalui pilihan-pilihan yang dibuat oleh pesulap, usaha yang dilakukan oleh pesulap, berapa lama pesulap bertahan saat berhadapan dengan hambatan atau tantangan, juga tentang penghayatan perasaan pesulap.

Pilihan-pilihan yang dibuat oleh pesulap untuk mengembangkan kemampuan dirinya baik dalam mengikuti lecture, menguasai kemampuan public speaking atau tampil di depan panggung, mencatat materi dari buku, dan mempersiapkan materi pertunjukkan secara mandiri.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh pesulap. Banyaknya usaha yang diambil oleh pesulap akan menentukan self efficacy yang dimilikinya, seperti mengikuti lecture, belajar


(23)

16 Universitas Kristen Maranatha untuk berlatih berbicara di depan publik atau tampil di depan panggung, mencatat materi dari buku, serta usaha untuk mempersiapkan materi pertunjukkan.

Berapa lama pesulap bertahan dalam menghadapi rintangan. Semakin lama seorang mampu bertahan dalam rintangan yang dihadapinya sebagai pesulap seperti bertahan dalam mengikuti lecture, belajar menghadapi publik selama melakukan pertunjukkan, mencatat materi dari buku, dan mempersiapkan materi pertunjukkan. Jika pesulap dapat bertahan menghadapi rintangan maka pesulap akan mendapatkan pengetahuan mengenai tindakan yang efektif dan tidak efektif dalam menjalani tuntutan perannya sebagai pesulap, maka dengan pengetahuan ini pesulap akan semakin terampil menghadapi situasi yang dituntutkan padanya sehingga akhirnya pesulap memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menghadapi situasi yang ada karena pesulap memiliki sumber yang dapat digunakan untuk menghadapi situasi yang dituntutkan kepadanya.

Penghayatan perasaan pesulap. Penghayatan perasaan yang dirasakan oleh pesulap dalam perannya dan penghayatan kegiatan yang dijalaninya dalam hal mengikuti lecture, berbicara di depan publik, mencatat materi dari buku dan mempersiapkan materi pertunjukkan. Hal ini akan menunjukkan self efficacy yang dimilikinya.

Pesulap di kota Bandung termasuk individu yang berada pada masa dewasa awal. Periode dari masa dewasa awal dimulai dari akhir usia 18 dan berlangsung sampai usia 25 tahun (Arnett, 2000). Saat individu menjalani transisi dari masa remaja ke masa dewasa, mereka harus menghadapi dunia yang kompleks dan penuh dengan tantangan dengan berbagai macam peran dan tugas yang harus dijalankan. Dalam rentang usia tersebut, individu mulai meninggalkan perasaan yang terdapat pada masa anak-anak, tetapi juga belum sepenuhnya menunjukkan perasaan tanggung jawab dan kemandirian yang merupakan ciri khas orang dewasa.


(24)

17 Universitas Kristen Maranatha Pada masa dewasa awal, para pesulap pemula yang sedang belajar untuk memegang tanggung jawab dan belajar untuk mandiri diharapkan mampu menyesuaikan diri antara kemampuan yang dimilikinya dengan tuntutan profesi yang mereka pilih agar mereka dapat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan mereka dapatkan.

Dalam usaha mencapai keberhasilan setiap pesulap pemula akan dihadapkan pada berbagai hambatan dan kesulitan seperti kondisi fisik pesulap pemula yang buruk, perasaan malas, perasaan tidak yakin, kesulitan dalam menyusun suatu pertunjukkan, situasi kerja yang kurang kondusif, tuntutan waktu bekerja yang tidak menentu, teman-teman yang kurang mendukung, kurangnya fasilitas dan sarana, tuntutan yang tinggi dari konsumen yang memakai jasa pesulap pemula dan berbagai hambatan lainnya.

Untuk dapat mencapai keberhasilan demi keberhasilan dan mampu mengatasi setiap hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam dunia pertunjukkan sulap, pesulap pemula membutuhkan self efficacy. Self efficacy yaitu suatu keyakinan akan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan (Bandura, 1977)

Self efficacy yang dimiliki oleh seseorang dapat dilihat melalui empat hal yaitu pilihan-pilihan yang dibuat oleh subjek dalam kegiatan yang berkaitan dengan sulap, besarnya usaha yang dikeluarkan oleh pesulap, berapa lama pesulap mampu bertahan menghadapi kegagalan dan kesalahan dalam setiap proses latihan maupun pada saat pertunjukkan, serta penghayatan perasaan pesulap.

Berikut ini adalah bagan kerangka pemikiran tentang self efficacy pada pesulap di kota Bandung :


(25)

18 Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

1. Bahwa self efficacy pada pesulap adalah keyakinanan akan kemampuan pesulap untuk dapat mengintegrasikan kemampuan untuk mengikuti lecture, mencatat materi dari buku, mencari bahan untuk pertunjukkan sulap.

2. Semakin Tinggi self efficacy pesulap, semakin tinggi tujuan yang ditetapkan untuk diraih, dan semakin kuat pula komitmen pesulap terhadap tujuan tersebut.

3. Self efficacy pada pesulap dapat mempengaruhi pilihan yang dibuat oleh pesulap pemula, usaha yang dikeluarkannya, berapa lama pesulap bertahan saat dihadapkan pada rintangan (dan saat dihadapkan dengan kegagalan), dan bagaimana penghayatan perasaannya.


(26)

58 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa terdapat derajat self-efficacy di dalam diri responden yakni 14 responden (50%) memiliki self efficacy yang rendah dan 14 responden (50%) memiliki self efficacy yang tinggi, sehingga Self-Efficacy pada pesulap kota Bandung relatif sama antara yang rendah dengan yang tinggi.

2. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pesulap dengan pilihan yang tinggi, menunjukkan Self-Efficacy yang tinggi pula, lalu pesulap yang memiliki keyakinan untuk melakukan usaha yang besar menunjukkan Self-Efficacy yang tinggi pula. Pesulap yang mampu untuk bertahan dalam menghadapi rintangan yang tinggi menunjukkan Self-Efficacy yang tinggi pula. Demikian pula dengan pesulap yang memiliki penghayatan perasaan yang tinggi akan menunjukkan Self-Efficacy yang tinggi pula.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Sosial dalam hal Self efficacy pada pesulap kota Bandung, yaitu diharapkan penelitian selanjutnya menjaring data mengenai sumber-sumber Self-efficacy yang membentuk Self-Efficacy.


(27)

59 Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Pesulap kota Bandung tentang Self-Efficacy mereka sehingga dapat menjadi bahan pengenalan diri, dan pesulap yang memiliki self efficacy yang rendah agar dapat meningkatkan Self-Efficacy mereka melalui sumber-sumber untuk memperoleh Self-Efficacy. Selain itu penelitian ini juga dapat digunakan sebagai masukan bagi komunitas-komunitas sulap di kota Bandung mengenai Self-Efficacy serta faktor-faktor yang menunjang peningkatan Self-Efficacy sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merencanakan program-program di komunitasnya dengan harapan dapat meningkatkan Self-Efficacy pada anggota-anggotanya. Pesulap yang memiliki Self-Efficacy yang rendah dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kemampuan pesulap dalam melakukan pilihan, meningkatkan besarnya usaha, meningkatkan ketahanan dalam menghadapi rintangan serta menghayati situasi yang dihadapi pesulap sebagai sesuatu yang menantang dalam hal mengikuti lecture, tampil di depan panggung, mencatat materi pertunjukan dan menyiapkan materi pertunjukkan.


(28)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 2002. Self Efficcy- The Exercise of Control -, New York: W.H. Freeman and Company

Echols, John. M. & Hassan Shadily. 1995. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia. Gulo, W. 2002. Metodologi Penellitian. Jakarta: Grasindo.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock, John. W. 1983. Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John. W. 1998. Adolescence 7th Ed. Boston: Mc. Graw – Hill Book Co.

Wijaya. 2001. Statistika Non Parametrik (Aplikasi Program SPSS). Bandung: Alfabet.


(29)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Panasonic Gobel Award 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Panasonic_Gobel_Awards_2010. 15 Juli 2010

Magic (Illusion). http://en.wikipedia.org/wiki/Magic_(illusion). 13 september 2010

Wawancara Dengan Demian Aditya. http://sevenspade.blogspot.com/2010/06/wawancara-dengan-demian-aditya.html. 8 Agustus 2010


(1)

17 Universitas Kristen Maranatha

Pada masa dewasa awal, para pesulap pemula yang sedang belajar untuk memegang tanggung jawab dan belajar untuk mandiri diharapkan mampu menyesuaikan diri antara kemampuan yang dimilikinya dengan tuntutan profesi yang mereka pilih agar mereka dapat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan mereka dapatkan.

Dalam usaha mencapai keberhasilan setiap pesulap pemula akan dihadapkan pada berbagai hambatan dan kesulitan seperti kondisi fisik pesulap pemula yang buruk, perasaan malas, perasaan tidak yakin, kesulitan dalam menyusun suatu pertunjukkan, situasi kerja yang kurang kondusif, tuntutan waktu bekerja yang tidak menentu, teman-teman yang kurang mendukung, kurangnya fasilitas dan sarana, tuntutan yang tinggi dari konsumen yang memakai jasa pesulap pemula dan berbagai hambatan lainnya.

Untuk dapat mencapai keberhasilan demi keberhasilan dan mampu mengatasi setiap hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam dunia pertunjukkan sulap, pesulap pemula membutuhkan self efficacy. Self efficacy yaitu suatu keyakinan akan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan (Bandura, 1977)

Self efficacy yang dimiliki oleh seseorang dapat dilihat melalui empat hal yaitu pilihan-pilihan yang dibuat oleh subjek dalam kegiatan yang berkaitan dengan sulap, besarnya usaha yang dikeluarkan oleh pesulap, berapa lama pesulap mampu bertahan menghadapi kegagalan dan kesalahan dalam setiap proses latihan maupun pada saat pertunjukkan, serta penghayatan perasaan pesulap.

Berikut ini adalah bagan kerangka pemikiran tentang self efficacy pada pesulap di kota Bandung :


(2)

18 Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

1. Bahwa self efficacy pada pesulap adalah keyakinanan akan kemampuan pesulap untuk dapat mengintegrasikan kemampuan untuk mengikuti lecture, mencatat materi dari buku, mencari bahan untuk pertunjukkan sulap.

2. Semakin Tinggi self efficacy pesulap, semakin tinggi tujuan yang ditetapkan untuk diraih, dan semakin kuat pula komitmen pesulap terhadap tujuan tersebut.

3. Self efficacy pada pesulap dapat mempengaruhi pilihan yang dibuat oleh pesulap pemula, usaha yang dikeluarkannya, berapa lama pesulap bertahan saat dihadapkan pada rintangan (dan saat dihadapkan dengan kegagalan), dan bagaimana penghayatan perasaannya.


(3)

58 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa terdapat derajat self-efficacy di dalam diri responden yakni 14 responden (50%) memiliki self efficacy yang rendah dan 14 responden (50%) memiliki self efficacy yang tinggi, sehingga Self-Efficacy pada pesulap kota Bandung relatif sama antara yang rendah dengan yang tinggi.

2. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pesulap dengan pilihan yang tinggi, menunjukkan Self-Efficacy yang tinggi pula, lalu pesulap yang memiliki keyakinan untuk melakukan usaha yang besar menunjukkan Self-Efficacy yang tinggi pula. Pesulap yang mampu untuk bertahan dalam menghadapi rintangan yang tinggi menunjukkan Self-Efficacy yang tinggi pula. Demikian pula dengan pesulap yang memiliki penghayatan perasaan yang tinggi akan menunjukkan Self-Efficacy yang tinggi pula.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Sosial dalam hal Self efficacy pada pesulap kota Bandung, yaitu diharapkan penelitian selanjutnya menjaring data mengenai sumber-sumber Self-efficacy yang membentuk Self-Efficacy.


(4)

59 Universitas Kristen Maranatha

5.2.2 Saran Praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Pesulap kota Bandung tentang Self-Efficacy mereka sehingga dapat menjadi bahan pengenalan diri, dan pesulap yang memiliki self efficacy yang rendah agar dapat meningkatkan Self-Efficacy mereka melalui sumber-sumber untuk memperoleh Self-Efficacy. Selain itu penelitian ini juga dapat digunakan sebagai masukan bagi komunitas-komunitas sulap di kota Bandung mengenai Self-Efficacy serta faktor-faktor yang menunjang peningkatan Self-Efficacy sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merencanakan program-program di komunitasnya dengan harapan dapat meningkatkan Self-Efficacy pada anggota-anggotanya. Pesulap yang memiliki Self-Efficacy yang rendah dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kemampuan pesulap dalam melakukan pilihan, meningkatkan besarnya usaha, meningkatkan ketahanan dalam menghadapi rintangan serta menghayati situasi yang dihadapi pesulap sebagai sesuatu yang menantang dalam hal mengikuti lecture, tampil di depan panggung, mencatat materi pertunjukan dan menyiapkan materi pertunjukkan.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 2002. Self Efficcy- The Exercise of Control -, New York: W.H. Freeman and Company

Echols, John. M. & Hassan Shadily. 1995. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia. Gulo, W. 2002. Metodologi Penellitian. Jakarta: Grasindo.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock, John. W. 1983. Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John. W. 1998. Adolescence 7th Ed. Boston: Mc. Graw – Hill Book Co.

Wijaya. 2001. Statistika Non Parametrik (Aplikasi Program SPSS). Bandung: Alfabet.


(6)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Panasonic Gobel Award 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Panasonic_Gobel_Awards_2010. 15 Juli 2010

Magic (Illusion). http://en.wikipedia.org/wiki/Magic_(illusion). 13 september 2010

Wawancara Dengan Demian Aditya. http://sevenspade.blogspot.com/2010/06/wawancara-dengan-demian-aditya.html. 8 Agustus 2010